Perkembangan Luas Lahan Panen Padi di Indonesia Persentase Perubahan Laju Harga Pupuk Urea dan SP-36 di Indonesia

Gambar 7. Perkembangan Produksi Padi di Indonesia Pada Gambar 7 terlihat produksi padi tertinggi terdapat pada tahun 2005 dengan total produksi padi sebesar 54.151.000 ton sedangkan produksi terkecil terdapat pada tahun 1976 sebesar 23.301.000 ton. Apabila dicermati, laju pertumbuhan produksi padi ini agak lamban dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk di Indonesia yang pada saat ini melebihi 200 juta jiwa. Tingkat kebutuhan pangan yang selalu meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, kurang didukung oleh peningkatan jumlah produksi yang seimbang. Sehingga jumlah produksi dalam negeri masih belum bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri.

5.5 Perkembangan Luas Lahan Panen Padi di Indonesia

Lahan merupakan salah satu faktor produksi dalam suatu usahatani. Luas lahan merupakan salah satu faktor yang bisa mempengaruhi produktivitas usahatani. Oleh karena itu perlu diperhatikan luasan lahan yag digunakan untuk sektor pertanian, terutama tanaman pangan. Pada Gambar 8 disajikan perkembangan luas lahan panen padi selama kurun waktu 30 tahun, mulai dari tahun 1976 hingga 2005. 0,0 2000,0 4000,0 6000,0 8000,0 10000,0 12000,0 14000,0 1976 1978 1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 Luas Lahan 000 ha Gambar 8. Perkembangan Luas Lahan Panen Padi Pada Gambar 8 dapat diketahui luas lahan padi terbesar terdapat pada tahun 1999 dengan luas total sebesar 11.963.204 hektar . Sedangkan luas lahan panen padi terkecil terdapat pada tahun 1977. Luas lahan pertanian sebagai sarana pertumbuhan laju produksi pertanian tanaman pangan dapat mempengaruhi tingkat produksi pertanian. Pada gambar di atas dapat diketahui laju perkembangan luas lahan pertanian di Indonesia yang mengalami peningkatan namun laju perkembangan luas lahan ini tidak menunjukkan pertumbuhan yang cukup besar dari tahun ke tahun. Bahkan pada tahun-tahun tertentu terjadi penurunan luas lahan. Keadaan ini bisa menyebabkan penurunan jumlah produksi, yang akan berdampak pada ketahanan pangan nasional. Perkembangan luas lahan pertanian seperti ini disebabkan oleh sering terjadinya konversi lahan pertanian menjadi lahan industri, perumahan dan lain-lain.

5.6 Persentase Perubahan Laju Harga Pupuk Urea dan SP-36 di Indonesia

Pada Tabel 3 di sajikan persentase laju perubahan harga Urea dan harga SP-36 di Indonesia selama sepuluh tahun terakhir. Tabel 3. Persentase Perubahan Harga Urea dan SP-36 di Indonesia Tahun Perubahan Harga Urea Perubahan Harga SP-36 1996 0,0 21,9 1997 35,0 7,2 1998 0,0 13,8 1999 60,0 4,2 2000 0,0 56,2 2001 9,1 14,8 2002 10,6 5,7 2003 3,5 2,3 2004 -21,4 -19,7 2005 0,0 -8,6 96,8 97,7 Sumber : APPI 2006, diolah Pada Tabel 3 dapat diketahui laju perkembangan harga pupuk Urea dan pupuk SP-36 di Indonesia selama 10 tahun dari tahun 1996 hingga tahun 2005. Perkembangan harga Urea terbesar terjadi pada tahun 1999. Ini menunjukkan pada tahun 1999 terjadi kenaikan harga pupuk Urea yang sangat tinggi dari tahun sebelumnya. Kenaikan harga sebesar 60 persen ini berlangsung hingga tahun 2000. Kenaikan harga pupuk Urea pada tahun 1999 merupakan dampak dari kebijakan penghapusan subsidi yang dikeluarkan pemerintah pada bulan Desember 1998. Pada tahun 2000 tidak terjadi kenaikan harga pupuk Urea. Sedangkan pada awal 2003 kembali memeberlakukan subsidi pupuk, pada tahun 2003 terjadi perubahan harga sebesar 3,5 persen. Sedangkan pada 2004 terjadi penurunan harga sebesar 21,4 persen. Harga ini berlaku hingga 2005, dimana pada tahun ini pemerintah kembali mengeluarkan kebijakan tentang Harga Eceran Tertinggi HET pupuk bersubsidi yang mulai berlaku pada tahun 2006. Pada pupuk SP-36 juga terjadi perubahan harga dengan total persentase perubahan sebesar 97,7 persen selama 10 tahun. Perubahan harga tertinggi terjadi pada tahun 2000, dimana pada tahun ini harga SP-36 meningkat sebesar 56,2 persen dari tahun sebelumnya. Sedangkan pada dua tahun terakhir yakni pada tahun 2004 dan 2005 terjadi penurunan harga.

5.7 Rasio Harga Pupuk Urea dan SP-36 terhadap Harga Gabah di Indonesia