Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan pupuk urea dan SP-36 di Indonesia

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR

YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN

PUPUK UREA DAN SP-36 DI INDONESIA

Oleh :

Roni Eka Putra

A14103698

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007


(2)

RINGKASAN

RONI EKA PUTRA. A14103698. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Pupuk Urea dan SP-36 di Indonesia. Dibawah bimbingan ANNA FARIYANTI.

Negara Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris, hal ini dapat ditunjukkan dengan besarnya luas lahan yang digunakan untuk pertanian. Dari seluruh luas lahan yang ada di Indonesia 71,33 persen digunakan untuk usaha pertanian. Pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam perekonomian Indonesia. Hal ini berkaitan dengan fungsinya sebagai penyedia bahan pangan, penyedia lapangan pekerjaan, penyedia bahan baku industri dan sumber devisa bagi negara. Untuk menjaga dan meningkatkan produktivitas dari pertanian dibutuhkan ketersediaan input yang mudah untuk diperoleh. Salah satu input yang memegang peranan penting dalam meningkatkan produktivitas adalah pupuk.

Pupuk sebagai salah satu input pertanian memegang peranan penting dalam menentukan produktivitas dari hasil kegiatan pertanian. Dalam usaha meningkatkan produktivitas hasil pertanian, petani cenderung mengalami kesulitan dalam memperoleh pupuk. Berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah tidak selalu menguntungkan kepada pihak petani. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah (1) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah permintaan pupuk di Indonesia dan (2) Menganalisis pengaruh perubahan harga pupuk Urea dan SP-36 terhadap permintaannya.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder selama 30 tahun mulai dari tahun 1976 hingga 2005 yang berasal dari instansi terkait, data tersebut adalah (1)Jumlah Permintaan Pupuk Urea (2)Jumlah Permintaan Pupuk SP-36 (3)Harga Pupuk Urea (4)Harga pupuk SP-36 (5)Harga Gabah (6)Luas lahan Pertanian (7)Jumlah Produksi Padi dan (8)Luas lahan panen padi.

Dalam melakukan penelitian ini dilakukan analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan pupuk Urea dan SP-36. Analisis dilakukan dengan membangun dua buah model, yaitu model permintaan pupuk Urea dan model permintaan pupuk SP-36. Dalam menganalisis data digunakan model regresi berupa fungsi produksi Cobb-Douglas yang terlebih dahulu diuji dengan asumsi OLS (Ordinary Least Square) dan dianalisis menggunakan program Minitab 14.

Setelah melakukan pengolahan data dengan menggunakan regresi fungsi Cobb-Douglas maka diperoleh hasil dari model yang dibuat. Hasil pengolahan data diinterpretasikan untuk menjelaskan konsep elastisitas. Pada model permintaan pupuk Urea diduga dipengaruhi oleh harga pupuk Urea, harga pupuk SP-36, harga gabah, luas lahan dan jumlah produksi padi. Dari hasil analisis diketahui faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap permintaan pupuk Urea


(3)

yaitu; harga pupuk Urea, harga pupuk SP-36, harga gabah, dan jumlah produksi padi dimana variabel-variabel ini mempunyai nilai P-value yang lebih kecil dari taraf nyata 10 persen. Variabel luas lahan mempunyai pengaruh yang signifikan atau nyata terhadap permintaan pupuk Urea pada taraf nyata yang digunakan. Sedangkan keragaman model bisa diterangkan sebesar 90,90 persen (koefisien determinasi).

Pada model permintaan SP-36 dipengaruhi oleh tingkat harga pupuk Urea, harga pupuk SP-36, harga gabah, dan jumlah produksi padi dimana keempat variabel tersebut memiliki nilai yang lebih kecil dari taraf nyata 10 persen, sedangkan variabel luas lahan tidak berpengaruh nyata pada selang kepercayaan yang digunakan. Sehingga variabel yang mempengaruhi permintaan pupuk SP-36 terdiri dari empat variabel itu saja. Keragaman model dapat dijelaskan sebesar 98,35 persen (koefisien determinasi).

Pada pengujian pengaruh perubahan harga Urea dan SP-36 terhadap permintaanya dapat diketahui nilai elastisitas tiap variabel yang memepengaruhi permintaan tiap jenis pupuk tersebut. Pada permintaan pupuk Urea diketahui bahwa permintaan pupuk Urea mempunyai sifat yang inelastis terhadap harga pupuk rea dengan nilai 0,0873. Pada variabel harga pupuk SP-36 nilai elastisitas silang memiliki nilai negatif yang menandakan kedua jenis pupuk merupakan pupuk komplementer, harga gabah juga inelastis dengan nilai 0,1815, luas lahan elastis dan produksi padi juga elastis dengan nilai sebesar 3,0080. Sementara itu pada model permintaan SP-36 dapat diketahui bahwa elastisitas harga Urea dengan permintaan SP-36 menunjukkan nilai negatif yang menandakan kedua jenis pupuk merupakan pupuk komplementer. Permintaan pupuk Urea bersifat inelastis terhadap harga pupuk SP-36 dengan nilai 0,31983, harga gabah juga bersifat inelastis dengan nilai sebesar 0,15812, luas lahan bersifat elastis dengan nilai sebesar 3,763 danproduksi padi juga elastis dengan nilai sebesar 5,02714.

Dari pembahasan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pengaruh perubahan harga pupuk pada model permintaan pupuk Urea adalah ; (a)harga pupuk Urea inelastis (b)harga pupuk SP-36 bernilai -0,1023 yang menandakan bahwa kedua jenis pupuk merupakan pupuk yang saling melengkapi (komplemen) (c)harga gabah bersifat inelastis (d)jumlah produksi padi bersifat elastis. Sedangkan pengaruhnya pada model permintaan SP-36; (a)harga Urea memiliki nilai elastisitas silang sebesar -0,32014 yang menandakan kedua jenis pupuk merupakan jenis pupuk yang saling melengkapi (b)harga SP-36 bersifat inelastis (c)harga gabah, inelastis (d)jumlah produksi padi bersifat elastis.

Pemerintah selaku regulator hendaknya dapat meninjau ulang kebijakan harga eceran tertinggi (HET) pupuk yang dirasa akan merugikan pihak petani dan juga menyesuaikan kenaikan harga dasar gabah pada tingkat yang seimbang dengan kenaikan harga. Bagi penelitian selanjutnya, dapat dibentuk model permintaan pupuk dengan menambahkan variable lain seperti harga produk pertanian lain yang bisa mempengaruhi permintaan pupuk Urea dan SP-36.


(4)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERMINTAAN PUPUK UREA DAN SP-36 DI INDONESIA

Oleh:

RONI EKA PUTRA A14103698

Skripsi

Sebagai Salah Satu Sayarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

Pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007


(5)

Judul : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Pupuk Urea dan SP-36 di Indonesia

Nama : Roni Eka Putra NRP : A14103698

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Anna Fariyanti, MS NIP. 131 918 115

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr NIP. 130 422 698


(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ”ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN PUPUK UREA DAN SP-36 DI INDONESIA” BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, April 2007


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Simpang Kajai Kecamatan Talamau, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat pada tanggal 23 Juni 1982. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara, pasangan Bapak Bahron Djamil dan Ibu Nur Elmi.

Penulis menyelesaikan pendidikan di SMUN 1 Talamau pada tahun 2000, kemudian melanjutkan pendidikan ke Program Diploma III Manajemen Hutan Produksi, Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, dan lulus tahun 2003. Pada tahun 2004, penulis melanjutkan pendidikan studi S1 di Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat, karunia izin dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai suatu bentuk tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis permintaan pupuk Urea dan Sp-36 diIndonesia, berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi dan elastisitas permintaannya. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi permintan Pupuk adalah harga setiap jenis pupuk, tingkat permintaan pupuk, harga gabah dan luas lahan panen padi.

Penulis berharap penelitian yang dilakukan dapat diterima dan bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan dan pihak lain yang berkepentingan.

Bogor, April 2007


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya kepada penulis dalam menulis laporan penelitian ini. Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah mendapatkan sumbangan pikiran, bimbingan, dukungan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Kedua orang tua, adik dan keluarga besar penulis yang senantiasa memberikan do’a, kasih sayang, dan dorongan kepada penulis untuk selalu berusaha menjadi lebih baik.

2. Ir. Anna Fariyanti, MSi selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, menuntun, mengarahkan dan membimbing penulis dengan sabar sejak awal hingga selesainya penulisan skripsi ini.

3. Muhammad Firdaus, SP, MSi, Ph.D selaku dosen penguji utama pada sidang penulis yang telah memberikan koreksi, masukan dan saran pada penulis untuk kesempurnaan laporan penelitian ini.

4. Tanti Novianty, SP, MSi selaku dosen komisi pendidikan yang telah memberikan koreksi, masukan dan saran bagi penulis guna menyempurnakan penelitian ini.

5. Ir. Netti Tinaprilla, MM selaku dosen evaluator kolokium yang telah memberikan koreksi, masukan dan saran bagi penulis pada saat pelaksanaan kolokium.

6. Ridwan yang telah meyediakan waktu dan menyumbangkan saran dan kritik dalam penelitian ini dan juga sebagai Pembahas seminar.


(10)

7. Staf Departemen Pertanian yang telah membantu penulis dalam mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk penelitian ini.

8. Ibu Sri Martati, selaku staff senior Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia atas bantuan penyediaan data untuk penelitian ini.

9. Seluruh staf instansi-instansi lain (BPS, BULOG, PSE) yang telah membantu menyediakan data yang penulis butuhkan untuk penelitian ini. 10.Teman-teman semua atas ide dan masukan serta persahabatannya.

11.Semua pihak yang tidak dicantumkan namanya, namun ikut membantu dalam penulisan skripsi ini.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Kegunaan Penelitian ... 8

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 9

II TINJAUAN PUSTAKA... 10

2.1 Perkembangan Kebijakan Pemerintah tentang Pupuk ... 10

2.2 Penelitian Terdahulu ... 14

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 20

3.1 Kerangka Teoritis... 20

3.1.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan ... 20

3.1.2 Pembentukan Kurva Permintaan ... 23

3.1.4 Elastisitas Permintaan... 27

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 29

IV METODE PENELITIAN ... 31

4.1 Jenis dan Sumber Data ... 31

4.2 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 32

4.3 Evaluasi Model Pendugaan ... 34

V GAMBARAN UMUM PERMINTAAN PUPUK UREA DAN SP-36 DI INDONESIA... 42

5.1 Perkembangan Permintaan pupuk Urea dan SP-36 di Indonesia ... 42

5.2 Perkembangan Harga Urea dan SP-36 di Indonesia ... 42

5.3 Perkembangan Harga Gabah di Indonesia ... 42

5.4 Perkembangan Produksi Padi di Indonesia ... 46

5.5 Perkembangan Luas Lahan Panen Padi di Indonesia ... 47

5.6 Persentase Perubahan Laju Harga Pupuk Urea dan SP-36 di Indonesia ... 48

5.7 Rasio Harga Pupuk Urea dan SP-36 terhadap Harga Gabah di Indonesia ... 49

VI ANALISIS FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN PUPUK ... 51

6.1 Analisis Permintaan Pupuk Urea di Indonesia ... 51

6.1.1 Penentuan Model Permintaan Pupuk Urea ... 51


(12)

6.2 Analisis Permintaan Pupuk SP-36 di Indonesia ... 58

6.2.1 Penentuan Model Permintaan Pupuk SP-36 ... 58

6.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Pupuk SP-36 .... 60

6.3 Elastisitas Permintaan Pupuk di Indonesia ... 65

6.3.1 Elastisitas Permintaan pupuk Urea di Indonesia... 65

6.3.2 Elastisitas Permintaan pupuk SP-36 di Indonesia... 68

6.4 Implikasi terhadap Kebijakan ... 72

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

7.1 Kesimpulan ... 77

7.2 Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 79


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Perkembangan Produksi Pupuk di Indonesia Menurut Jenisnya Tahun 1990-2004 ………... 3 2 Hubungan Elastisitas Harga dari Permintaan dengan Total

Pengeluaran ... 28 3 Persentase Perubahan Harga Urea dan SP-36 di Indonesia ... 48 4 Rasio Harga Urea Dan Sp-36 Terhadap Harga Gabah ………... 49 5 Hasil Analisis Model Regresi Permintaan Pupuk Urea ...…………... 53 6 Hasil Analisis Model Regresi Permintaan Pupuk SP-36………. 60 7 Nilai logaritma natural dari variabel dependen dan independent …… 88 8 Nilai koefisien PCA adalah sebagai berikut (Hasil dari output

computer) ... 92 9 Nilai koefisien PCA adalah sebagai berikut (Hasil dari output


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Pembentukan Kurva Permintaan Pasar dari Kurva-kurva

Permintaan Individu……… ... 24

2 Konstruksi Kurva Permintaan Individu ……….. 26

3 Bagan Alur Kerangka Operasional ………. 30

4 Perkembangan Tingkat Permintaan Pupuk Urea dan SP-36 …….. 43

5 Perkembangan Harga Pupuk Urea dan SP-36 ……… 44

6 Perkembangan Harga Gabah ……….. 45

7 Perkembangan Produksi Padi di Indonesia ……… 46


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Model Permintaan Urea I ……… 80 2 Model Permintaan Urea tanpa Variabel Luas Lahan ……….. 83 3 Model Permintaan Urea tanpa Variabel Jumlah Produksi

Padi………... 84 4 Model Permintaan Urea dengan Menggunakan tiga Variabel

Bebas. ……… ………. 85

5 Nilai ln (Logaritma Natural) dari variable dependen dan

independen ……….. 86

6 Pembuatan Model Permintaan Urea dengan Regresi Komponen

Utama ……….. ………... 87

7 Model Permintaan Pupuk SP-36 ………. 96 8 Model Permintaan Pupuk SP-36 tanpa Menggunakan Variabel

Luas Lahan ……….. 99

9 Model Permintaan Pupuk SP-36 tanpa Menggunakan Variabel

Jumlah Produksi Padi ……….. 100 10 Model Permintaan SP-36 dengan Menggunakan tiga Variabel ….. 101 11 Analisis Regresi Komponen Utama pada Model Permintaan


(16)

I PENDAHULUAN

I. 1 Latar Belakang

Negara Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris, hal ini dapat ditunjukkan dengan besarnya luas lahan yang digunakan untuk pertanian. Dari seluruh luas lahan yang ada di Indonesia 71,33 persen digunakan untuk usaha pertanian. Pada tahun 2004 luas lahan yang digunakan untuk usaha pertanian mencapai 52,36 juta hektar (BPS, 2005/2006).

Pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam perekonomian Indonesia. Hal ini berkaitan dengan fungsinya sebagai penyedia bahan pangan, penyedia lapangan pekerjaan, penyedia bahan baku industri dan sumber devisa bagi negara. Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2003 diketahui bahwa kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) berada pada posisi ketiga (15,83 %) yaitu berada dibawah sektor perdagangan, hotel dan restoran (15,95 %) dan sektor industri (26,08 %).

Kemampuan sektor pertanian dalam mendukung perekonomian Indonesia tidak terlepas dari produktivitas dari sektor pertanian itu sendiri. Untuk menjaga dan meningkatkan produktivitas dari pertanian dibutuhkan ketersediaan input yang mudah untuk diperoleh. Salah satu input yang memegang peranan penting dalam meningkatkan produktivitas adalah pupuk Menurut Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 505/Kpts/Sr.130/12/2005 pasal 1 menjelaskan bahwa pupuk adalah bahan kimia atau organisme yang berperan dalam penyediaan unsur hara bagi keperluan tanaman secara langsung atau tidak langsung.


(17)

Pupuk yang umum digunakan dalam jumlah signifikan khususnya tanaman pangan adalah Urea, SP-36 dan KCL. Penggunaan pupuk Urea di sektor ini sebesar 77,9 persen dari jumlah kebutuhan pupuk sektor pertanian, sedangkan SP-36 adalah 78,8 persen dan KCL 41,1 persen. Diantara tanaman pangan, padi sawah merupakan pemakai pupuk yang terbesar, diperkirakan lebih dari 70 persen (Deptan, 2000).

Untuk memenuhi kebutuhan pupuk di Indonesia maka pemerintah telah mendirikan Industri pupuk Keberadaan industri pupuk di Indonesia diawali dengan pembangunan PT. Pupuk Sriwijaya (Pusri) di Palembang, Sumatera Selatan pada tahun 1963. Alasan pendirian industri pupuk di Indonesia terutama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pupuk di sektor pertanian. Dengan demikian, keberadaan industri pupuk di dalam negeri memiliki peranan sangat strategis dalam menunjang program pembangunan perekonomian Indonesia, sejalan dengan perkembangan pembangunan di sektor pertanian, perkebunan maupun industri kimia lainnya.

Saat ini terdapat lima perusahaan industri pupuk nasional yaitu PT. Pupuk Iskandar Muda (PIM) di Nanggroe Aceh Darussalam, PT. Pupuk Sriwijaya (PUSRI) di Sumatera Selatan, PT. Pupuk Kujang di Jawa Barat, PT. Pupuk Petrokimia Gresik (Petrogres) di Jawa Timur dan PT. Pupuk Kalimantan Timur,Tbk (PKT) di Kalimatantan Timur. Meskipun kapasitas produksi pupuk Urea nasional jauh di atas kebutuhannya, namun hampir setiap tahun, khususnya menjelang musim tanam padi Indonesia selalu dilanda masalah kelangkaan pupuk di berbagai daerah. Kelangkaan pupuk ini disebabkan oleh turunnya produksi pupuk akibat gangguan pasokan gas dari Pertamina kepada perusahaan pupuk dan


(18)

adanya gangguan teknis pabrik. Berkurangnya pasokan gas dari Pertamina kepada perusahaan industri pupuk telah mengakibatkan terjadinya kehilangan produksi pupuk.1

Pada Tabel 1 dapat dilihat perkembangan produksi pupuk di Indonesia selama 15 tahun. Perkembangan produksi pupuk nasional dari tahun 1990 hingga 2004 cenderung fluktuatif. Kontribusi rata-rata produksi pupuk nasional didominasi oleh Urea, yaitu sebesar 79,95 persen dan kemudian diikuti oleh SP-36 yaitu sebesar 12,29 persen dari total produksi, sedangkan produksi pupuk ZA dan NPK masing-masing berada di urutan ketiga dan keempat. Produksi Urea terbesar terdapat pada tahun 2000 dengan peningkatan produksi sebesar 6,1 persen dari tahun sebelumnya, sedangkan untuk produksi SP-36 terbesar terjadi pada tahun 1992, kemudian produksi SP-36 selalu mengalami penurunan.

Tabel 1. Perkembangan Laju Produksi Pupuk di Indonesia Menurut Jenisnya Tahun 1990-2004

Urea SP-36 ZA NPK Total

Tahun ton % ton % (ton) % ton % (ton) %

1990 5.050.532 1.280.062 659.817 - 6.990.411

1991 4.973.195 -1,5 1.087.452 -15,05 574.566 -12,92 - 6.635.213 -5,08 1992 4.950.271 -0,5 1.308.312 20,31 614.246 6,91 - 6.872.829 3,58 1993 5.132.724 3,7 1.101.336 -15,82 529.582 -13,78 - 6.763.642 -1,59 1994 5.289.110 3 1.049.170 -4,74 520.130 -1,78 - 6.858.410 1,4 1995 5.894.714 11,5 866.917 -17,37 655.577 26,04 - 7.417.208 8,15 1996 6.199.977 5,2 986.043 13,74 639.978 -2,38 - 7.825.998 5,51 1997 6.305.712 1,7 788.603 -20,02 438.266 -31,52 - 7.532.581 -3,75 1998 6.154.714 -2,4 642.957 -18,47 283.751 -35,26 - 7.081.422 -5,99 1999 5.969.314 -3 854.060 32,83 457.401 61,2 - 7.281.339 2,82 2000 6.334.878 6,1 468.962 -45,09 491.051 7,36 30.096 7.324.987 0,6 2001 5.315.889 -16 653.915 39,44 447.996 -8,77 56.182 86,68 6.473.982 -11,6 2002 6.006.221 13 552.948 -15,44 419.650 -6,33 65.469 16,53 7.044.288 8,81 2003 5.731.118 -4,6 687.657 24,36 479.281 14,21 113.942 74,04 7.011.998 -0,46 2004 5.667.415 -1,1 738.225 7,35 572.599 19,47 201.978 77,26 7.180.217 2,4 Jumlah 84.975.784 15 13.066.619 -13,97 7.783.891 22,45 467.667 254,51 106.293.961 4,78

Kontribusi

rata-rata (%) 79,95 12,29 7,32 0,44 100

Sumber : APPI (2006), diolah 1


(19)

Fluktuasi perkembangan laju produksi pupuk di Indonesia yang terjadi selama 15 tahun pada Tabel 1 untuk jenis pupuk Urea terjadi penurunan jumlah produksi terbesar pada tahun 2001 yaitu menurun sebesar 16 persen dari tahun sebelumnya. Peningkatan jumlah produksi terbesar untuk pupuk Urea tejadi pada tahun 2002 dimana produksi pupuk Urea meningkat sebesar 13 persen disbanding tahun sebelumnya. Untuk jenis pupuk SP-36 peningkatan laju produksi terbesar terjadi pada tahun 2001 yaitu meningkat sebesar 24, 36 persen dari tahun sebelumnya dan laju peningkatan produksi terkecil terjadi pada tahun 2004, sedangkan penurunan laju produksi terbesar untuk pupuk SP-36 terjadi pada tahun 2000 dimana produksi pupuk SP-36 mengalami penurunan sebesar 45,09 persen. Sementara itu untuk pupuk ZA laju penpeningkatan produksi terbesar terjadi pada tahun 1999, dimana produksi pupuk ZA meningkat sebesar 61,2 persen dan laju peninkatan produksi terkecil terjadi pada tahun 1992, dan penurunan jumlah produksi terbesar terjadi pada tahun 1998. Untuk pupuk NPK dari data yang digunakan tidak terjadi penurunan jumlah produksi. Produksi pupuk NPK selalu meningkat dan peningkatan laju produksi terbesar terjadi pada tahun 2001 dimana produksi pupuk NPK mengalami peningkatan sebesar 86,68 persen dari tahun sebelumnya.

Sebelum tahun 1998, seluruh pupuk terutama pupuk Urea masih mendapatkan subsidi dari pemerintah. Pemberian subsidi ini bertujuan untuk mensukseskan program pengadaan pangan serta menciptakan stabilitas politik nasional. Bagi petani yang lemah dalam permodalan, subsidi ini merupakan bantuan yang sangat dibutuhkan. Untuk pendistribusiannya dilibatkan berbagai pihak yaitu PT. Pusri, KUD, Perusahaan swasta dan PT. Pertani. PT. Pusri


(20)

menangani pendistribusian dari Lini I sampai Lini III, selanjutnya dari Lini III ke Lini IV penyaluran pupuk untuk tanaman pangan menjadi tanggung jawab KUD, sedangkan pendistribusian pupuk untuk pertanian non pangan menjadi tanggung jawab beberapa penyalur swasta dan PT. Pertani.

I. 2 Perumusan Masalah

Pupuk sebagai salah satu input pertanian memegang peranan penting dalam menentukan produktivitas dari hasil kegiatan pertanian. Pemakaian pupuk untuk meningkatkan produktivitas hasil pertanian yang diusahakan perlu didukung oleh kemudahan dalam memperoleh pupuk, baik distribusi yang baik serta harga yang terjangkau sehingga antara input dan output dari pertanian tersebut memiliki hubungan yang positif.

Sebagaimana diketahui petani, pupuk memegang peranan penting dalam meningkatkan produktivitas hasil pertanian. Akan tetapi petani cenderung mengalami kesulitan dalam memperoleh pupuk. Berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah tidak selalu menguntungkan kepada pihak petani. Kenaikan harga pupuk yang dianggap tidak seimbang dengan kenaikan harga gabah, sehingga menyebabkan petani kesulitan untuk membeli pupuk dengan harga yang tidak seimbang dengan penjualan hasil pertanian.

Dalam perkembangannya petani mengalami kesulitan mendapatkan pupuk yang disebabkan oleh kelangkaan pupuk yang sering terjadi pada saat musim tanam, sehingga petani harus membeli pupuk dengan harga tinggi, kemudian diikuti kenaikan harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi. Keadaan ini membuat petani semakin sulit untuk memperoleh pupuk.


(21)

Kenaikan harga eceran tertinggi pupuk bersubsidi pada tahun 2006 didasari atas alasan belum adanya kenaikan harga pupuk sejak tahun 2003 sementara biaya transportasi, biaya bahan baku, dan biaya bongkar muat sudah mengalami kenaikan. Maka dari itu pemerintah menaikkan harga pupuk.

Selama ini pun meski sudah ada ketentuan HET, harga pupuk yang harus dibayar petani di pasaran hampir selalu di atasnya. Keadaan ini disebabkan oleh sering terjadinya kelangkaan pupuk sehingga pihak distributor menaikkan harga pupuk di pasaran, sehingga harga jual pupuk berada di atas harga eceran tertinggi yang sudah ditentukan oleh pemerintah.

Pupuk yang merupakan salah satu faktor yang digunakan dalam proses produksi padi disamping input bibit, tenaga kerja, sewa lahan dan sebagainya. Input pupuk merupakan komponen pengeluaran biaya usahatani yang terbesar setelah upah tenaga kerja. Rata-rata pengeluaran pupuk dari penanaman padi sebesar 27.78 persen dari total biaya produksi yang dikeluarkan (BPS, 1999).

Dalam sektor pertanian terutama tanaman pangan seperti padi jenis pupuk yang sering digunakan adalah pupuk Urea dan SP-36 dan kadang-kadang menggunakan pupuk ZA sebagai pengganti Urea. Jenis-jenis pupuk yang sering digunakan dalam usahatani padi ini merupakan pupuk yang mendapatkan subsidi dari pemerintah. Dalam kenyataannya petani masih mengalami kesulitan dalam memperoleh pupuk tersebut yang disebabkan oleh kelangkaan dan kenaikan harga pupuk tersebut.

Keadaan ini sudah diketahui pemerintah sejak lama, dimana pemerintah telah melaksanakan program untuk mengatasi masalah harga pupuk di pasaran. Kemudian pemerintah juga mengeluarkan kebijakan penetapan harga eceran


(22)

tertinggi untuk pupuk bersubsidi dengan alasan untuk menyeimbangkan biaya produksi dan biaya penjualan pupuk tersebut dimana harga input seperti gas alam dan upah angkut sudah mengalami kenaikan. Kenaikan harga eceran tertinggi ini diharapkan dapat menyeimbangkan harga input dan harga output dalam industri pupuk nasional.

Keputusan pemerintah untuk menaikkan harga pupuk bersubsidi ini bisa menjadi keputusan yang memberatkan pihak petani, dimana kenaikan harga pupuk ini akan mempengaruhi struktur biaya usahatani padi. Dengan keadaan seperti ini, apakah kenaikan harga pupuk akan menyebabkan permintaan pupuk petani menurun?

Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan di atas, maka pokok permasalahan dirumuskan sebagai berikut:

1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi jumlah permintaan pupuk Urea dan SP-36 di Indonesia ?

2. Bagaimana pengaruh perubahan harga pupuk Urea dan SP-36 terhadap permintaannya?

I. 3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah permintaan pupuk Urea dan SP-36 di Indonesia

2. Menganalisis pengaruh perubahan harga pupuk Urea dan SP-36 terhadap permintaannya


(23)

I. 4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menyajikan informasi tentang faktor-faktor permintaan pupuk Urea dan SP-36 di Indonesia sehingga berguna untuk mengetahui tingkat permintaan pupuk, dan sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan. Penelitian ini juga diharapkan sebagai media informasi dan acuan bagi penelitian lebih lanjut.

I.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mencakup fungsi permintaan pupuk Urea dan SP-36 di Indonesia. Sedangkan peramalan permintaan pupuk di tingkat industri tidak dilakukan karena keterbatasan penelitian. Dalam penelitian ini terdapat keterbatasan data seperti data permintaan pupuk yang digunakan merupakan data permintaan pupuk Urea dan SP-36 untuk sektor pertanian secara umum karena ketersediaan data tiap jenis pupuk lain seperti ZA dan KCL tidak mencukupi jumlah data selama 30 tahun terakhir (1976-2005), sedangkan data luas lahan yang digunakan adalah data luas lahan panen padi di Indonesia karena luas lahan pertanian lain seperti luas lahan jagung, kedelai, ubi kayu dan ubi jalar dan lain-lain terdapat kekosongan data pada tahun tertentu , selain-lain itu data hasil pertanian yang digunakan juga terdapat keterbatasan yaitu hanya menggunakan harga gabah saja, sedangkan harga hasil pertanian lain seperti jagung, kedelai, ubi kayu dan ubi jalar dan lain-lain tidak digunakan karena data yang tersedia tidak tersedia untuk tahun-tahun tertentu dalam kurun waktu 30 tahun (1976-2005). Dalam menganalisis faktor-faktor permintaan pupuk Urea dan SP-36 di Indonesia, harga semua variabel yang digunakan dalam analisis ini merupakan harga nominal.


(24)

Hasil penelitian ini akan memberi gambaran umum mengenai kondisi permintaan terhadap pupuk Urea dan SP-36 sehingga dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan terhadap kedua jenis pupuk tersebut. Penghitungan nilai elastisitas permintaan dalam penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan gambaran umum mengenai seberapa besar persentase perubahan jumlah permintaan pupuk Urea dan SP-36 terhadap satu persen perubahan harga pupuk tersebut.


(25)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkembangan Kebijakan Pemerintah tentang Pupuk

Menurut Peraturan Menteri Pertanian Nomor 505/Kpts/SR.130/12/2005 tentang Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian Tahun Anggaran 2006Pupuk adalah bahan kimia atau organisme yang berperan dalam penyediaan unsur hara bagi keperluan tanaman secara langsung atau tidak langsung. Pupuk bersubsidi adalah pupuk yang pengadaan dan penyalurannya ditataniagakan dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan di tingkat pengecer resmi atau kelompok tani.

Menurut Hardjowigeno (1995) pupuk dalam pengertian sehari-hari adalah suatu bahan yang digunakan untuk memperbaiki kesuburan tanah, sedangkan pemupukan adalah penambahan bahan tersebut ke dalam tanah agar tanah menjadi lebih subur, oleh karena itu pemupukan pada umumnya diartikan sebagai penambahan zat hara tanaman ke dalam tanah. Pemupukan dalam arti luas sebenarnya juga termasuk penambahan bahan-bahan lain yang dapat memperbaiki sifat tanah, misalnya pemberian pasir pada tanah liat, penambahan tanah mineral pada tanah organik, pengapuran dan sebagainya.

Pupuk adalah setiap bahan yang diberikan ke dalam tanah atau disemprotkan pada tanaman dengan menambah unsur hara yang diperlukan tanaman (Sarief, 1986). Tanaman dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan produksi yang tinggi, diperlukan unsur hara atau makanan yang cukup. Unsur hara utama yang dibutuhkan tanaman adalah N, P, dan K. Unsur N, P, dan K di dalam tanah tidak cukup tersedia dan terus berkurang karena diambil untuk pertumbuhan


(26)

tanaman dan terangkut pada waktu panen, tercuci, menguap dan proses erosi. Untuk mencukupi kekurangan kekurangan unsur hara N, P, dan K tersebut perlu dilakukan pemupukan (Leiwakabessy dan Sutandi, 1998).

Berdasarkan hasil penelitian Departemen Pertanian (1995) ada lima aspek yang dipertimbangkan petani dalam mengkonsumsi pupuk, yaitu :

1. Aspek teknis (jenis tanaman, pola tanam, keadaan lahan)

2. Aspek ekonomis (harga pupuk, harga output, luas lahan, produksi dan modal)

3. Aspek sosial (pengalaman dan pengetahuan usahatani, saran sesama anggota tani, saran PPL)

4. Aspek kelembagaan (kebijakan penyaluran pupuk, penyaluran kredit usahatani, efisiensi pemupukan, ketepatan waktu penyaluran pupuk)

5. Aspek ekologis (iklim/cuaca, ketersediaan irigasi)

Lebih lanjut Hardjowigeno (1995) mengelompokkan pupuk menjadi dua yaitu pupuk alam dan pupuk buatan. Lingga (1998) menambahkan pengelompokkan pupuk berdasarkan asal bahan, cara pemberian, serta unsur hara yang dikandung. Berdasarkan asalnya, pupuk terdiri atas dua jenis yaitu pupuk buatan (N, P, K), serta pupuk alam atau pupuk organik (misalnya pupuk kandang, kompos, hijau, serta humus). Pupuk dapat dibedakan berdasarkan cara pemberiannya, yaitu pupuk akar (misalnya TSP, KCl, Zn dan kompos), serta pupuk daun. Penggolongan pupuk berdasarkan unsur hara yang dikandung terbagi atas tiga jenis, yaitu pupuk tunggal, pupuk majemuk dan pupuk lengkap.


(27)

Keberadaan industri pupuk sebagai salah satu pusat perekonomian yang sangat strategi telah membuat pemerintah mengeluarkan kebijakan yang selalu berubah-ubah yang disesuaikan dengan keadaan perekonomian Indonesia. Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah menyangkut pengadaan dan penyaluran, daerah pengadaan, tanggungjawab pengaadan dan penyaluran, persyaratan distributor serta pengawasan pelaksanaan di lapangan.

Tahun 1989, pemerintah menetapkan SK. Menteri Perdagangan No 60/KP/IV/1989 tanggal 1 April 1989 tentang sistem pemasaran dan distribusi pupuk bersubsidi. Pokok-pokok ketentuannya antara lain : pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi sampai dengan lini IV menjadi tanggung jawab PT. Pusri. Selanjutnya penyaluran dilakukan oleh KUD penyalur dan PT. Pertani sebagai penyangga.

Pada tahun 1995, pemerintah mencabut SK. Menteri Perdagangan No 60/KP/IV/1989 tanggal 1 April 1989, kemudian diganti dengan SK. Menteri Perdagangan No 182/KP/VIII/1995 tentang pengadaan dan penyaluran pupuk untuk tanaman pangan.

Berbagai kebijakan lain pun yang berkaitan dengan industri pupuk terus berkembang. Pada tanggal 1 Desember 1998, Menteri Pertanian mengumumkan bahwa tataniaga pupuk tidak diatur lagi dan subsidi pupuk dihapuskan. Pada tanggal 14 Maret 2001 pemerintah mengatur kembali tataniaga pupuk Urea melalui Keputusan Menperindag No. 93/MPP/Kep/3/2001, tentang pengadaan dan penyaluran pupuk Urea untuk sektor pertanian.


(28)

Pada tanggal 11 Februari 2003 pemerintah memberlakukan subsidi pupuk yang tertuang dalam SK. Menperindag No.70/MPP/Kep/2/2003. Dalam surat keputusan ini pola pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian, yaitu dengan pola rayonisasi distribusi pupuk bagi produsen pupuk.

Menindaklanjuti surat keputusan Menperindag No.70/MPP/Kep/2/2003 di atas Menperindag mengeluarkan SK. No. 306/MPP/Kep/4/2003 yang mengatur tentang syarat-syarat bagi importir serta tatacara pengadaan pupuk bersubsidi dan subsidi melalui impor. Dalam rangka lebih meningkatkan kelancaran pengadaan dan pendistribusian pupuk bersubsidi, maka pemerintah menerbitkan Surat Keputusan No. 356/MPPKep/5/2004 tanggal 27 Mei 2004 yang menegaskan kembali tanggung jawab masing-masing produsen, distributor, pengecer serta pengawasan terhadap pelaksanaan di lapangan (PT. Pusri, 2005).

Pada tahun 2005 Pemerintah mengeluarkan peraturan tentang kebutuhan dan harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian tahun anggaran 2006 melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 505/Kpts/Sr.130/12/2005 kemudian diikuti Surat Keputusan Menteri Perdagangan No. 03/M-DAG/PER/2/2006 Tentang Pengawasan Distribusi Pupuk Bersubsidi yang mulai berlaku 16 Februari 2006. Dalam keputusan itu, pemerintah mengawasi distribusi pupuk hingga tingkat kabupaten. Sedangkan di tingkat distributor dan pengecer diawasi distributor2.

Sesuai dengan keputusan yang dikeluarkan oleh Menteri Pertanian Nomor: 505/Kpts/SR.130/12/2005 tentang Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi (HET) tertinggi Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2006 pasal 6

2


(29)

Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (2) ditetapkan sebagai berikut :

a. Pupuk Urea = Rp.1050,- per kg b. Pupuk ZA = Rp.950,- per kg c. Pupuk SP-36 = Rp.1400,- per kg d. Pupuk NPK = Rp.1600,- per kg

Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Urea, SP-36 dan ZA dalam kemasan 50 kg, dan untuk pupuk NPK dalam kemasan 50 kg atau 20 kg yang dibeli oleh petani di kios pengecer resmi secara tunai.

2.2 Penelitian Terdahulu

2.2.1 Penelitian Tentang Pupuk

Penelitian sebelumnya pernah membahas tentang permasalahan pupuk di Indonesia. Penelitian Heriyanto (2006) menganalisis saluran pemasaran dan efisiensi tataniaga pupuk. Dalam penelitian tersebut penulis menyatakan bahwa struktur pasar pupuk urea yang terbentuk adalah oligopoli. Analisis marjin tataniaga yang dilakukan menunjukkan bahwa marjin tataniaga pada dua saluran tataniaga tidaklah sama. Nilai marjin tataniaga I lebih kecil disebabkan karena total persentase biaya tataniaga yang lebih kecil dibandingkan dengan saluran tataniaga II. Selain itu tingkat keuntungan keuntungan yang diambil oleh lembaga tataniaga I lebih kecil dibandingkan saluran II. Pada analisis keterpaduan pasar, diketahui bahwa pasar pupuk Urea antara tingkat produsen, distributor dan pengecer tidak terpadu baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.


(30)

Ketidak terpaduan kedua pasar karena perbedaan harga di tingkat produsen tidak mempengaruhi harga di tingkat distributor dan pengecer.

Sulistyantoro (2005), dalam penelitiannya menyatakan bahwa dua sistem distribusi yang dilakukan Perusahaan PT. Pupuk Kujang yaitu distribusi langsung dan distribusi tidak langung. Sistem distribusi langsung oleh PT. Pupuk Kujang dilakukan pada sektor industri dan perkebunan. Sistem distribusi tidak langsung dilakukan pada sektor pangan dan ekspor. Perusahaan PT. Pupuk Kujang menggunakan tiga pola pemasaran untuk sektor pangan yaitu :

PT. Pupuk Kujang memenuhi kebutuhan sektor pangan, sektor industri, sektor perkebunan dan ekspor. PT. Pupuk Kujang adalah fungsi pertukaran yaitu pembelian dan penjualan, fungsi fisik yaitu pengangkutan, penyimpanan, pengemasan, fungsi fasilitas yaitu penanggungan resiko dan infromasi pasar. Distributor melakukan fungsi pertukaran yaitu pembelian dan penjualan, fungsi fisik yaitu pengangkutan, penyimpanan, fungsi fasilitas yaitu penanggungan resiko dan informasi pasar. Pedagang besar melakukan fungsi pertukaran yaitu pembelian dan penjualan, fungsi fisik yaitu pengangkutan dan penyimpanan dan pengemasan, fungsi fasilitas yaitu sortasi, penanggungan resiko dan informasi pasar. Pengecer melakukan fungsi pertukaran yaitu pembelian dan penjualan, fungsi fisik yaitu pengangkutan, penyimpanan dan pengemasan, fungsi fasilitas yaitu sortasi, penanggungan resiko dan informasi pasar.

1 PT Pupuk Kujang Distributor Pedagang Besar Pengecer Konsumen

2 PT Pupuk Kujang Distributor Pedagang Besar Konsumen


(31)

Darwis et al, (2004) dalam penelitiannya menerangkan bahwa berbagai kebijakan distribusi pupuk yang dikeluarkan pemerintah selama ini secara umum bertujuan untuk lebih meningkatkan efisiensi dalam distribusi. Namun, pada kenyataannya masih dijumpai berbagai kasus terjadinya kelangkaan pupuk, dimana petani kesulitan mendapatkan pupuk pada saat membutuhkan. Dari beberapa kasus mengindikasikan bahwa kelangkaan pupuk terjadi akibat sistem distribusi yang tidak berjalan sebagaimana seharusnya. Akibat lainnya adalah petani harus membeli pupuk dengan harga lebih mahal, terlebih semenjak diberlakukannya kebijakan pengurangan dan penghapusan subsidi harga pupuk. Secara umum, harga pupuk bukan menjadi faktor utama yang mempengaruhi tingkat penggunaan pupuk pada petani. Faktor-faktor yang lebih menentukan adalah harga jual produk pertanian, kemampuan menyediakan modal, dan kesuburan lahan yang dimiliki petani. Dalam penelitiannya jumlah pembelian pupuk oleh petani dipengaruhi oleh : harga pupuk, harga gabah, modal, petugas penyuluh dan pendapatan usahatani.

2.2.2 Penelitian Tentang Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan

Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan suatu komoditi telah pernah dilakukan sebelumnya, diantaranya Barus (2005) dan Ariningsih et al, (2004). Barus (2005) dengan judul Analisis yang Mempengaruhi Permintaan Beberapa Sayuran Organik (Studi Kasus di PT. Amani Mastra, Bekasi). Adapun tujuan yang ingin diperoleh: (1) mengkaji karakteristik konsumen sayuran organik Amani, (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan sayuran organik Amani, (3) menentukan elastisitas permintaan terhadap sayuran organik Amani.


(32)

Permintaan sayuran organik yang diulas dalam studi (penelitian) Barus (2005) adalah wortel, tomat dan brokoli organik. Selain itu, jenis data yang diolah adalah data primer berupa hasil wawancara 60 konsumen (pengunjung) di Carrefour MT. Haryono, Jakarta Timur. Pengolahan data menggunakan analisis deskriptif untuk melihat karakteristik konsumen sayuran organik Amani, sedangkan analisis regresi berganda untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan wortel, tomat dan brokoli organik Amani. Model regresi yang diterapkan berjumlah dua model yaitu linier berganda dan linier-log. Barus (2005) juga melakukan penghitungan elastisitas untuk mengetahui besar pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap permintaan. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi permintaan wortel, tomat, dan brokoli organik adalah pendapatan rumah tangga, usia, jumlah anggota keluarga, lama pendidikan formal, frekuensi pembelian, dummy harga, jenis kelamin, dan informasi.

Hasil yang diperoleh adalah bahwa model regresi linier berganda merupakan model regresi terbaik untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan sayuran organik tersebut. Model ini memenuhi asumsi OLS, kesesuaian tanda koefisien regresi dengan hipotesis dan kesignifikansian variabel bebas secara keseluruhan. Adapun variabel bebas yang secara individu berpengaruh nyata terhadap permintaan masing-masing sayuran adalah sebagai berikut: (1) wortel organik: pendapatan, usia, dan frekuensi pembelian; (2) tomat organik: pendapatan, usia; (3) brokoli organik: pendapatan dan frekuensi pembelian.

Ariningsih et al, (2004) dalam penelitiannya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan bawang merah menggunakan model ekonometrika


(33)

yang dirumuskan dalam bentuk persamaan simultan yang bersifat dinamik. Persamaan-persamaan dalam model menggunakan bentuk persamaan linear additive, yang berjumlah 14 persamaan, terdiri dari 10 persamaan struktural dan 4 persamaan identitas denga 14 peubah current endogenous. Persamaan untuk permintaan bawang merah yang digunakan adalah :

QDlt = f0 + f1 PBlt + f2 PDBMt + f3JPDKt + f4DT3t + f5DK + U5t...

Data yang digunakan adalah data sekunder deret waktu triwulanan dari tahun 1992-2000. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa peubah yang berpengaruh nyata pada permintaan adalah jumlah penduduk, dummy triwulan III, dan dummy krisis. Jumlah penduduk mempunyai dampak positif dan sangat nyata pada taraf 1 persen. Dalam jangka pendek permintaan bawang merah responsif terhadap perubahan jumlah penduduk dengan nilai elastisitas 5,33 persen. Artinya dalam jangka pendek apabila jumlah penduduk naik 1 persen maka permintaan bawang merah akan naik 5,33 persen. Tingkat konsumsi bawang merah Indonesia per kapita dari tahun ke tahun relatif tetap, sehingga peningkatan permintaan bawang merah tiap tahunnya akan sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Harga bawang merah berdampak negatif terhadap permintaan tetapi tidak nyata.

Andari (2001) dalam penelitiannya mengenai dampak penghapusan subsidi pupuk terhadap permintaan pupuk di Jawa Barat menggunakan data primer dan kemudian menganalisisnya dengan menggunakan persamaan fungsi Cobb-Douglas yang sudah ditransformasikan kedalam logaritma natural, sehingga memebentuk persamaan linier ln Q = ln A + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 + b4 ln

X4 + b5 ln X5 +

α

1 D1 +

α

2 D2 + u, persamaan ini menggunakan dumy musiman,


(34)

Dari hasil penelitiannya Andari (2001) menyatakan bahwa kenaikan harga pupuk yang cukup besar telah mendorong beberapa petani untuk melakukan penyesuaian terhadap penggunaan pupuk, namun karena peningkatan harga pupuk itu sendiri juga diikuti oleh kenaikan harga padi maka rata-rata penggunaan pupuk Urea relatif tetap. Dari hasil pendugaan fungsi produksi padi di Jawa Barat dalam kondisi skala usaha yang tetap. Dalam fungsi input yang diperoleh menunjukkan tidak terdapat perbedaan permintaan pupuk sebelum dan setelah subsidi dihapuskan. Setelah subsidi dihapuskan pendapatan petani lebih rendah namun secara statistik tidak terdapat perbedaan nyata, tampaknya petani lebih mengutamakan pada memepertahankan produksi yang tinggi dibanding dengan memaksimalkan keuntungan.

Penelitian yang penulis lakukan berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan pupuk Urea dan SP-36 di Indonesia. Terdapat beberapa perbedaan dengan penelitian sebelumnya, yaitu dari segi jumlah data yang digunakan, cakupan luas data dan alat analisis yang digunakan serta perbedaan hal-hal lainnya. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data untuk seluruh Indonesia dengan menggunakan data tahunan deret waktu selama 30 tahun, berbeda dengan penelitian mengenai pupuk sebelumnya yang hanya mengkaji pada satu cakupan wilayah tertentu saja. Penelitian ini menggunakan persamaan regresi fungsi Cobb-Douglas guna mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan pupuk Urea dan SP-36 di Indonesia disertai dengan elastisitas faktor-faktor tersebut.


(35)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan

Istilah permintaan mengacu pada keseluruhan hubungan antara harga dan kuantitas yang diminta. Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam makna jumlah yang diminta. Pertama, jumlah yang diminta merupakan kuantitas yang diinginkan. Kedua, apa yang diinginkan tidak merupakan harapan kosong, tetapi merupakan permintaan efektif. Ketiga, kuantitas yang diminta merupakan arus pembelian kontinyu yang harus dinyatakan dalam banyaknya persatuan waktu (Lipsey, et al, 1995).

Hubungan antara harga suatu barang dan kuantitas yang akan diminta adalah berhubungan secara negatif, dengan faktor lain tetap sama. Hubungan fundamental ini dikenal sebagai hukum permintaan. Bilas (1989) menyatakan bahwa, secara sederhana hukum permintaan dapat dirumuskan sebagai kuantitas (jumlah) yang akan dibeli per unit waktu menjadi semakin besar apabila harga semakin rendah, ceteris paribus (keadaaan lain tetap sama). Menurut Lipsey, et al, (1995), hubungan antara jumlah yang diminta dengan harga dinyatakan dalam bentuk grafik oleh sebuah kurva permintaan yang menunjukkan berapa banyak yang akan diminta pada tiap tingkat harga pasar, dengan faktor lain tetap sama.

Fungsi permintaan adalah sebuah representasi yang menyatakan bahwa kuantitas yang diminta tergantung pada harga, pendapatan dan preferensi (Nicholson, 2002).


(36)

Di dalam teori permintaan, harga barang yang dimaksud merupakan faktor yang mempengaruhi permintaan, ceteris paribus. Adanya asumsi yang menganggap faktor lain tetap sama tentu sangat berbeda dalam kenyataan sebenarnya. Oleh karena itu diperlukan analisa bagaimana faktor penting lainnya akan mempengaruhi permintaan.

Bilas (1989) menyatakan bahwa harga barang tersebut, harga barang-barang lain, pendapatan, selera, dan kekayaan merupakan faktor-faktor penting yang mempengaruhi kuantitas yang diminta. Selanjutnya Lipsey, et al (1995) menyebutkan bahwa harga komoditi itu sendiri, rata-rata penghasilan rumahtangga, harga komoditi lain, selera, distribusi pendapatan di antara rumahtangga, dan besarnya populasi merupakan variabel penting yang mempengaruhi banyaknya komoditi yang akan dibeli semua rumahtangga pada periode waktu tertentu. Sedangkan menurut Nicholson (2002) kuantitas yang diminta itu tergantung pada harga, pendapatan, dan preferensi, ceteris paribus.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan menurut Rahardja & Manurung, 2001 dalam Barus (2005) adalah harga barang itu sendiri, harga barang lain yang terkait, tingkat pendapatan per kapita, selera atau kebiasaan, jumlah penduduk, perkiraan harga di masa mendatang, distribusi pendapatan dan usaha-usaha produsen meningkatkan penjualan. Hubungan antara faktor-faktor tersebut dengan jumlah permintaan secara matematis ditulis sebagai berikut: Dx = f(Px│, Py, Y/kap, T, Pop, Pp, Ydist, Adv)

- +/- +/- + + + + + dimana: Dx = permintaan barang X

Px = harga barang X

Py = harga barang Y (substitusi atau komplemen) Y/kap = pendapatan per kapita


(37)

Pop = jumlah penduduk

Pp = perkiraan harga barang X periode mendatang Ydist = distribusi pendapatan

Adv = upaya produsen meningkatkan penjualan (promosi)

Perubahan permintaan yang disebabkan oleh faktor-faktor di atas dapat dibedakan dalam dua pengertian yaitu pergerakan sepanjang kurva permintaan atau movement along a demand curve (increase or decrease in quantity demand) dan pergeseran kurva permintaan atau shift/change in demand (increase or decrease in demand). Apabila satu atau beberapa kondisi dari ceteris paribus (selain harga barang yang diminta) berubah, maka kurva permintaan akan bergeser, sedangkan pergerakan sepanjang kurva permintaan tidak perlu ada perubahan dalam kondisi ceteris paribus atau hanya disebabkan perubahan harga barang yang diminta.

Pengaruh perubahan harga suatu barang terhadap kuantitas sejenis barang yang diminta akan memiliki dua efek yang berbeda pada pilihan individu yaitu efek substitusi dan efek pendapatan. Kedua efek ini bisa dijelaskan dengan kurva kepuasan sama (kurva indiferens). Jika harga barang X turun, ceteris paribus, maka konsumen akan lebih banyak mengkonsumsi barang X dan mengurangi konsumsi barang Y (efek substitusi). Perpindahan akan terjadi di sepanjang kurva indiferens yang sama. Akibat harga barang X turun, pendapatan (daya beli) riil konsumen atau individu akan meningkat dan menambah kosumsi barang X (efek pendapatan). Individu akan berpindah ke kurva indiferens yang baru.

Perubahan harga barang lain terhadap kuantitas barang yang diminta terlebih dahulu harus dilihat keterkaitan atau hubungan antar barang tersebut: barang itu merupakan barang komplemen atau barang substitusi. Dua barang bersifat komplemen jika kenaikan harga satu barang akan menurunkan kuantitas


(38)

permintaan barang lainnya. Misalkan, harga barang Y meningkat maka kurva permintaaan barang X akan bergeser ke kiri. Sebaliknya barang substitusi adalah sifat dua barang yang jika salah satunya meningkat, kuantitas barang lainnya yang diminta akan meningkat. Sehingga kurva permintaan barang X akan bergeser ke kanan jika harga barang Y meningkat.

Saat pendapatan meningkat dengan asumsi faktor lain tetap sama, maka kuantitas yang diminta juga bertambah untuk barang normal. Akibatnya kurva permintaan akan bergeser ke kanan. Lain halnya untuk barang inferior, jika pendapatan meningkat justru akan mengurangi kuantitas yang diminta, terlihat dari pergeseran kurva permintaaan ke kiri

3.1.2 Pembentukan Kurva Permintaan

Permintaan untuk suatu barang dapat dilihat dari dua sudut, yaitu permintaan individu dan permintaan pasar. Oleh karena itu di dalam analisa perlu dibedakan antara kurva permintaan individu dan kurva permintaan pasar (Sukirno, 1982). Nicholson (2002) menyatakan bahwa kurva permintaan pasar (market demand curve) secara sederhana merupakan penjumlahan secara horizontal setiap kurva permintaaan individu pada setiap tingkat harga (Gambar 1). Kurva permintaan pasar itu menunjukkan hubungan antara kuantitas total yang diminta dengan harga pasar dari barang tersebut, ketika semua faktor lain dianggap konstan. Permintaan pasar (market demand) tidak lebih merupakan efek kombinasi dari berbagai pilihan ekonomi konsumen. Jadi, adalah hal penting untuk dapat membuat kurva permintaan dari seorang konsumen atau individu.

Menurut Bilas (1989), terdapat dua pendekatan (ancangan) pokok dalam menelaah teori permintaan konsumen (individu). Pertama yaitu ancangan klasik,


(39)

mempergunakan utilitas marjinal yang terukur (measurable marginal utility dan biasa disebut ancangan utilitas kardinal (cardinal utility approach). Pendekatan kedua yaitu ancangan kurva indiferens (indiference curve approach) dan biasanya dinamakan ancangan ordinal (ordinal approach).

Gambar 1. Pembentukan Kurva Permintaan Pasar dari Kurva-kurva Permintaan Individu (Nicholson, 2002)

Awalnya kurva permintaan individu sebenarnya diterangkan atau dibentuk dari konsep utilitas marjinal. Konsep ini bermanfaat sekali dalam memahami hukum dasar permintaan dengan kemiringan ke bawah. Menurut Samuelson & Nordhaus (1993) dalam beberapa puluh tahun terakhir, para pakar ekonomi menolak gagasan tentang utilitas yang dapat diukur melalui angka-angka terhadap konsumsi dan telah mengembangkan pendekatan alternatif lain untuk menganalisis permintaan tanpa mengaitkannya dengan utilitas marjinal. Pendekatan alternatif tersebut menggunakan kurva kepuasan sama atau kurva indiferens (indifference curve). Pendekatan alternatif ini memberikan kaidah mengenai perilaku konsumen dan dapat menurunkan kurva permintaan tanpa perlu menyatakan utilitas konsumen. Yang berlaku dalam teori permintaaan


(40)

modern ini adalah apakah konsumen lebih menyukai kombinasi barang tertentu daripada kombinasi lainnya.

Analisa pendekatan kurva indiferens atau ordinal approach meliputi penggambaran dua kurva, yaitu kurva indiferens dan garis/kendala anggaran. Penjelasan teori permintaan dengan pendekatan ini menegaskan bahwa individu akan berusaha memperoleh utilitas yang paling maksimum dari keterbatasan pendapatannya dengan membelanjakan semua pendapatannya yang tersedia dan memilih sekelompok barang dimana MRS (Marginal Rate of Substitusion) atau tingkat substitusi marjinal adalah sama dengan rasio harga dari kedua barang itu. Maksimisasi utilitas dapat ditunjukkan dalam bentuk grafik sebagai persinggungan antara kendala anggaran individu dengan kurva indiferens tertinggi, yang dapat dibeli dengan pendapatannya (Nicholson, 2002).

Pembentukan kurva permintaan individu terlihat pada Gambar 2 yang menunjukkan bagaimana menyusun atau mengkonstruksi kurva permintaan seseorang untuk barang X, dengan asumsi faktor lain dianggap konstan.


(41)

Kuantitas Y per minggu

U1

U2

U3

Kendala Anggaran (I3) = Px1.X + Py.Y

Kendala Anggaran (I2) = Px2.X + Py.Y

X1 X2

Kendala Anggaran (I3) = Px3.X + Py.Y

Kuantitas X per minggu 0

0

(a) Peta Kurva Indiferens Individu

Px1

Px2

Px3 Harga

(b) Kurva Permintaan

Kuantitas X per minggu X3

X1 X2 X3

Dx

Gambar 2. Konstruksi Kurva Permintaan Individu (Nicholson, 2002)

(a). Pilihan maksimisasi utilitas individu untuk barang X dan Y ditunjukkan oleh tiga harga X (X1, X2, X3).

(b). Hubungan antara Px dan X digunakan untuk membentuk kurva permintaan individu, ceteris paribus.


(42)

3.1.3 Elastisitas Permintaan

Elastisitas dibutuhkan untuk mengetahui sejauhmana respon perubahan kuantitas yang diminta akibat perubahan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Koefisien elastisitas itu sendiri dapat didefinisikan sebagai persentase perubahan dalam variabel yang tak bebas (dependent variable) dibagi dengan persentase perubahan dalam variabel bebas (independen variable). Nicholson (2002) menyatakan bahwa elastisitas adalah ukuran persentase perubahan suatu variabel yang disebabkan oleh 1 persen perubahan variabel lainnya.

Elastisitas Harga dari Permintaan (℮D)

Perubahan P (harga barang) akan menyebabkan perubahan Q (kuantitas yang dibeli) dan elastisitas harga dari permintaaan akan mengukur hubungan ini. Secara khusus, elastisitas harga dari permintaan didefinisikan sebagai persentase perubahan jumlah yang diminta atas suatu barang yang disebabkan oleh perubahan harga barang itu sebesar 1 persen (Nicholson, 2002). Dalam bentuk matematis,

℮D =

P perubahan Persentase Q perubahan Persentase = P Q ∂ ∂ x Q P

Jika ℮D = 1, maka dikatakan kurva permintaan itu ber-elastisitas satu

(unitary elasticity), jika ℮D >1, kurva permintaan adalah elastis, dan jika ℮D < 1

kurva permintaan adalah inelastis (Bilas, 1989). Menurut Samuelson & Nordhaus (1993) permintaan bersifat elastis terhadap harga bila perubahan harga sebesar 1 persen menyebabkan perubahan yang diminta lebih dari 1 persen. Sebaliknya permintaaan bersifat inelastis terhadap harga bila perubahan harga sebesar 1 persen menyebabkan perubahan jumlah yang diminta sebesar kurang dari 1 persen.


(43)

Elastisitas harga dari permintaaan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hubungan Elastisitas Harga dari Permintaan dengan Total Pengeluaran

Elastisitas Harga dari Permintaan (℮D)

Perubahan Harga Jumlah Permintaan

> 1 (Elastis) Naik / Turun10 % Naik / Turun > 10 % = 1 (Elastis Satu) Naik 10 % Naik < 10 % < 1 (Inelastis) Naik 10 % Naik < 10 %

Elastisitas Harga Silang dari Permintaan (℮c)

Elastisitas silang (cross elasticity of demand) dapat didefinisikan sebagai persentase perubahan dalam kuantitas yang diminta sebagai respon atas satu persen perubahan harga barang lain Konsepnya adalah, persentase perubahan kuantitas yang diminta (Q) sebagai akibat dari perubahan 1 persen perubahan harga barang-barang lainnya (sebuah harga barang lain sebagai P’). Secara matematis,

℮q,P’ =

I perubahan Persentase

Q perubahan Persentase

=

P' Q ∂ ∂

x Q P'

Jika harga barang-barang ini saling bersubsitusi, elastisitas harga silang dari permintaan akan positif. Sebaliknya jika dua barang saling melengkapi (komplementer), elastisitas harga silang akan negatif (Nicholson, 2002).


(44)

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Kebijakan penghapusan subsidi pupuk, merupakan upaya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana pembangunan. Sementara, kenaikan harga pupuk sebagai akibat penghapusan subsidi tersebut diharapkan dapat menjadi dorongan pada petani agar dapat menggunakan pupuk secara lebih efisien (Darmawan et al., 1995) dalam Darwis et al.,(2004).

Kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga pupuk akan menyebabkan harga input usahatani jadi meningkat, sehingga berpengaruh pada jumlah permintaan pupuk, maka diduga variabel-variabel yang berpengaruh terhadap permintaan pupuk di tingkat petani adalah harga pupuk itu sendiri, tingkat permintaan pupuk lain, harga pupuk lain, harga gabah sebagai output dari suatu usahatani, luas lahan pertanian, dan harga gabah. Hubungan antara jumlah permintaan pupuk yang selanjutnya disebut variabel tak bebas (dependent variable) dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya atau disebut variabel bebas (independent variable) dirumuskan dalam bentuk fungsi permintaan. Fungsi permintaan yang dimaksud adalah model regresi berupa fungsi produksi Cobb-Douglas yang ditransformasikan kedalam bentuk linear dengan menarik logaritmanya sehingga parameter dari fungsi tersebut dapat diduga dengan metode kuadrat terkecil Ordinary Least Square (OLS). Analisis permintaan pupuk dengan menggunakan model tersebut bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap jumlah permintaan pupuk di tingkat petani di Indonesia dan juga dilakukan penghitungan elastisitas untuk mengetahui dampak kebijakan pemerintah terhadap permintaan pupuk di tingkat petani. Alur pemikiran tentang hal diatas dapat dilihat pada Gambar 3.


(45)

Gambar 3. Bagan Alur Kerangka Operasional

Kebijakan Pemerintah Kenaikan HET Pupuk bersubsidi

Kenaikan harga input (pupuk) usahatani

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Pupuk di Indonesia :

- Harga Pupuk itu sendiri - Harga Pupuk Lain - Harga Gabah

- Luas Lahan Panen Padi - Jumlah Produksi Padi

-. Analisis Regresi Fungsi Cobb- Douglas

-. Analisis Elastisitas Permintaan Pupuk Urea dan SP-36


(46)

IV METODE PENELITIAN

4.1 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari berbagai instasi dan lembaga yang terkait dengan ruang lingkup penelitian ini. Adapun data tersebut antara lain :

1. Jumlah permintaan pupuk Urea di Indonesia 2. Jumlah permintaan pupuk SP-36 di Indonesia 3. Harga pupuk Urea di Indonesia

4. Harga pupuk SP-36 di Indonesia 5. Harga gabah di Indonesia

6. Jumlah produksi padi di Indonesia 7. Luas lahan panen padi di Indonesia

Data di atas diperoleh dari instansi-instansi pemerintahan yang berkaitan dengan penelitian ini. Instansi-instansi tersebut adalah antara lain :

• Departemen Pertanian Republik Indonesia • Badan Pusat Statistik

• Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (APPI), dan • Perum BULOG

• Instansi-instansi Pusat Penelitian

• Media informasi lain seperti perpustakaan dan internet

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data deret waktu (time series) dengan periode waktu 30 tahun terakhir, yaitu dimulai dari tahun 1976 hingga tahun 2005.


(47)

4.2 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan yang telah ditetapkan dalam penelitian ini maka data yang diperoleh akan dianalisis dengan metode deskriptif dan metode kuantitatif. Metode analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan jumlah permintaan pupuk setiap tahunnya yang dikaitkan dengan adanya kenaikan harga eceran tertinggi pupuk. Analisis kuantitatif dilakukan guna mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan pupuk dan mengetahui tingkat elastisitas permintaan pupuk.

Dalam menganalisis data digunakan model regresi berupa fungsi produksi Cobb-Douglas. Persamaan Cobb-Douglas ini diperoleh dari transformasi fungsi penawaran dan permintaan ke dalam bentuk logaritma natural. Fungsi Cobb-Douglas dipilih karena koefisien dari masing-masing variabel sekaligus menunjukkan elastisitasnya. Fungsi ini dapat ditransformasikan ke dalam bentuk fungsi linear dengan menarik logaritmanya sehingga parameter dari fungsi dapat diduga dengan menggunakan metode kuadrat terkecil Ordinary Least Square (OLS). Persamaan fungsi produksi ini adalah :

u

x

x

x

x

x

Ax

Q

ij

=

1b1 b22 3b3 b44 b55

+

Dimana :

Qij = Permintaan pupuki

ij = Bilangan 1 dan 2, dimana i1= pupuk Urea dan i2=pupuk SP-36

A = Konstanta

X1 = Harga pupuk Urea

X2 = Harga Pupuk SP-36

X3 = Harga Gabah

X4 = Luas Lahan Panen Padi

X5 = Jumlah Produksi Padi

a = Bilangan natural 2,7182 u = Galat sisa


(48)

b2 = Parameter harga pupuk SP-36

b3 = Parameter harga gabah

b4 = Parameter luas lahan panen padi

b5 = parameter jumlah produksi padi

Fungsi Cobb-Douglas diatas ditransformasikan kedalam bentuk logaritma natural, diperoleh persamaan linear :

• b1 < 0, hipotesa awalnya adalah diduga harga pupuk Urea (untuk

permintaan pupuk Urea) berlawanan dengan jumlah permintaan pupuk Urea itu sendiri dan begitu juga untuk harga pupuk SP-36 terhadap permintaannya. Artinya jika harga pupuk Urea atau pupuk SP-36 meningkat, maka permintaan terhadap pupuk tersebut akan berkurang, ceteris paribus.

• b2 < 0, hipotesa awalnya adalah diduga harga pupuk SP-36 mempunyai

hubungan yang berlawanan dengan jumlah permintaan pupuk Urea atau sebaliknya harga pupuk Urea mempunyai hubungan yang berlawanan dengan permintaan pupuk SP-36. Artinya jika harga salah satu pupuk mengalami peningkatan, maka jumlah permintaannya akan berkurang terhadap kedua jenis pupuk, ceteris paribus

• b3 > 0, hipotesa awalnya adalah diduga harga gabah mempunyai

hubungan positif dengan jumlah permintaan masing-masing pupuk.(Urea dan SP-36). Artinya, jika harga gabah mengalami peningkatan maka pendapatan petani juga akan meningkat, sehingga diasumsikan permintaan masing-masing pupuk meningkat, ceteris paribus.


(49)

• b4 > 0, hipotesa awalnya adalah diduga luas lahan panen padi

mempunyai hubungan positif dengan jumlah permintaan masing-masing pupuk (Urea dan SP-36). Artinya jika luas lahan pertanian berkurang, maka jumlah permintaan masing-masing pupuk juga akan berkurang, ceteris paribus

• b5 > 0, hipotesa awalnya adalah diduga jumlah produksi padi mempunyai

hubungan positif dengan jumlah permintaan masing-masing pupuk.(Urea dan SP-36). Artinya, jika harga produksi mengalami peningkatan maka pendapatan petani juga akan meningkat, sehingga diasumsikan permintaan masing-masing pupuk meningkat, ceteris paribus.

4.3 Evaluasi Model Pendugaan

Evaluasi model pendugaan bertujuan untuk mengetahui apakah model yang diduga terpenuhi secara teori ekonomi dan statistik. Untuk itu kriteria pemilihan model terbaik dalam analisis regresi linier berganda harus sesuai dengan kriteria sebagai berikut:

(1) Kriteria Ekonomi

Penentuan parameter model regresi berdasarkan teori ekonomi yang ada, kemudian diuji berdasarkan teori ekonomi pula. Teori ekonomi yang digunakan untuk menerangkan hasil analisis ini adalah teori permintaan dan elastisitas. Teori permintaan adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap permintaan pupuk Urea dan SP-36 di tingkat petani di Indonesia dan teori elastisitas permintaan dilakukan untuk mengetahui dampak kebijakan pemerintah tentang harga pupuk terhadap permintaan pupuk di tingkat petani di Indonesia. Perhitungan nilai elastisitas yang dilakukan adalah perhitungan elastisitas harga


(50)

dari permintaan, ℮D = P perubahan Persentase Q perubahan Persentase = P Q ∂ ∂ x Q P

, jika ℮D = 1, maka

dikatakan kurva permintaan itu ber-elastisitas satu (unitary elasticity), jika ℮D >1,

kurva permintaan adalah elastis, dan jika ℮D < 1 kurva permintaan adalah

inelastis. Elastisitas harga silang dari permintaan dilakukan dengan memperhitungkan persentase perubahan dalam kuantitas yang diminta sebagai respon atas satu persen perubahan harga barang lain.

℮q,P’ =

P' perubahan Persentase Q perubahan Persentase = P' Q ∂ ∂ x Q P'

Jika harga barang-barang ini saling bersubsitusi, elastisitas harga silang dari permintaan akan positif. Sebaliknya jika dua barang saling melengkapi (komplementer), elastisitas harga silang akan negatif

(2) Kriteria Statistik

Pengujian suatu model meliputi uji pengaruh parameter secara individual, pengujian parameter secara keseluruhan, dan koefisien determinasi (R2) sebagai suatu ukuran kebaikan-suai (goodness of fit). Statistik uji yang digunakan untuk mengukur signifikan parameter secara individual adalah uji-t, sedangkan untuk signifikan parameter secara keseluruhan adalah uji-F.

Dalam penelitian ini, uji-t berguna untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel bebas (explanatory variable) terhadap permintaaan pupuk, sedangkan uji-F digunakan untuk mengetahui apakah seluruh variabel bebas (explanatory variable) secara serentak (bersama-sama) berpengaruh nyata terhadap permintaaan pupuk. Kemudian koefisien determinasi (R2) digunakan sebagai pengukur tingkat kebaikan model. Koefisien tersebut menjelaskan variasi


(51)

total dalam varibel tak bebas (Y) yang dijelaskan oleh explanatory variable dalam model. Semakin tinggi keragaman yang dapat diterangkan oleh model tersebut, semakin besar koefisien determinasi.

Pengujian hipotesis baik untuk uji-t maupun uji-F yaitu dengan melihat tingkat signifikansi (α) yaitu probalitas kesalahan menolak hipotesis yang ternyata benar. Jika dikatakan α = 5%, berarti resiko kesalahan mengambil keputusan adalah 5%. Semakin kecil α berarti semakin mengurangi resiko salah (Santoso, 2000 dalam Nurlianti, 2002).

Uji statistik t-student dalam penelitian ini mengajukan hipotesa sebagai berikut:

H0 : βi = 0, i = 1, 2, 3, 4, 5, ; variabel bebas (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap

permintaan pupuk.

H1 : βi ≠ 0, variabel bebas (Xi) berpengaruh nyata terhadap permintaan pupuk.

Uji statistik t dapat dirumuskan sebagai:

t hitung = βi dengan df = n-k-1

S(βi)

dimana:

βi = koefisien kuadrat terkecil untuk varibel bebas ke i

S(βi) = estimasi standar deviasi (galat baku) varibel bebas ke i

n = jumlah pengamatan

k = jumlah variabel bebas dalam model Keputusan pengujiannya adalah:

a. Terima H0, jika –t tabel < t hit < t tabel artinya variabel-variabel bebas yang

diuji tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan pupuk.

b. Tolak H0, jika t hit < -t tabel atau t hit > t tabel artinya variabel-variabel bebas


(52)

Uji statistik Fisher (F) dalam penelitian ini mengajukan hipotesa sebagai berikut:

H0 : β1 = β2 =….= β6 = 0, variabel bebas (Xi) secara serentak tidak berpengaruh

nyata terhadap permintaan pupuk.

H1 : paling tidak salah satu βi ≠ 0, i = 1, 2, …,6 ; variabel bebas (Xi) secara

serentak berpengaruh nyata terhadap permintaan pupuk. Uji-F dirumuskan seperti berikut:

F = 1) -k -(n Error / Kuadrat Jumlah (k) / Regresi Kuadrat Jumlah

dengan derajat bebas δ1 = k, δ2 = n-k-1

Keputusan pengujiannya adalah:

a. F hit > F tabel maka tolak H0 berarti semua variabel bebas mampu secara

bersama-sama menjelaskan variasi dari permintaan pupuk

b. F hit < F tabel maka terima H0 berarti semua variabel bebas tidak mampu

secara bersama-sama menjelaskan variasi dari permintaan pupuk.

(3) Kriteria Ekonometrika

Asumsi utama yang harus dipenuhi dalam model regresi linier adalah:

1 Asumsi Kenormalan

Penerapan metode OLS untuk model regresi linier tidak membuat asumsi apapun mengenai distribusi probabilitas dari gangguan ui. Namun karena tujuan

penaksiran dan pengujian hipotesis maka ditetapkan bahwa tiap ui didistribusikan

secara normal (Gujarati, 1997). Asumsi normalitas mengharuskan nilai residual dalam model menyebar atau terdistribusi secar normal. Untuk mengetahui dilakukan uji Kolmogorov-Smirnov dengan memplotkan nilai standar residual dengan probality-nya pada tes normalitas. Bila pada grafik Kormogorov-Smirnov


(53)

titik-titik residual yang tergambar segaris dan nilai P-value lebih besar dari α = 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa residual model terdistribusi secara normal.

2 Homoskedastisitas

Satu asumsi penting dari model regresi linier adalah bahwa gangguan (disturbances) ui yang muncul dalam fungsi regresi populasi adalah

homoskedastik, yaitu semua gangguan tersebut mempunyai varians yang sama. Pelanggaran dari asumsi ini adalah heterokedastisitas. Menurut Gujarati (1997) ada beberapa metode informal dan formal untuk mendeteksi heteroskedastisitas, yaitu:

ƒ Sifat dasar masalah.

Pada kenyataannya, dalam data cross-sectional yang meliputi unit yang heterogen, heteroskedastisitas mungkin lebih merupakan kelaziman (aturan) daripada perkecualian.

ƒ Metode Grafik

Jika tidak ada informasi empiris mengenai sifat heteroskedastisitas, dalam praktek analisis regresi dapat dilakukan atas asumsi tidak ada heteroskedastisitas dan kemudian melakukan pengujian sesudahnya dari kuadrat residual yang ditaksir ℮i2 untuk melihat jika residual tadi menunjukkan suatu pola yang sistematis. Untuk melihat ada atau tidaknya pola tersebut maka ℮i2 dipetakan terhadap Yi atau satu dari variabel bebas. Jika tidak ada pola yang sistematis maka tidak ada heteroskedastisitas.


(54)

3 Multikolinearitas

Pada mulanya model regresi yang baik seharusnya tidak ada hubungan linier yang sempurna diantara beberapa atau semua variabel bebas. Tetapi dalam pengertian luas dikenal multikolinearitas yang kurang sempurna yaitu menunjukkan bahwa variabel bebas (X) tidak merupakan kombinasi linier yang pasti dari X lainnya karena juga ditentukan oleh unsur kesalahan (Gujarati,1997). Santoso (2000) dalam Nurlianti (2002) mengungkapkan bahwa multikolinearitas dapat dideteksi dengan beberapa cara berikut:

ƒ Besaran VIF (Variance Inflation Factor) dan Tolerance. Pedoman suatu model regresi yang bebas multikolinearitas adalah mempunyai nilai VIF kurang dari sepuluh.

ƒ Besaran korelasi antar variabel independen. Pedoman suatu model regresi yang bebas multikolinearitas adalah koefisien korelasi antar variabel bebas haruslah lemah (di bawah 0,5). Jika korelasi kuat, maka terjadi multikolinearitas. Pengaruh multikolinieritas pada pemodelan regresi dengan metode kuadrat terkecil menyebabkan pendugaan koefisien regresi yang kurang baik. Masalah multikolinieritas dapat diatasi dengan beberapa metode salah satunya metode Regresi Komponen Utama.

Analisis regresi komponen utama merupakan merupakan suatu analisis kombinasi antara analisis regresi dengan analisis komponen utama. Analisis regresi komponen utama ditetapkan bila dalam pembentukan model pendugaan peubah bebas yang digunakan banyak dan terdapat hubungan yang erat antar peubah bebasnya. Untuk teknis penghitungannya dapat dilihat pada lampiran.


(55)

4 Autokorelasi

Suatu asumsi penting dari model regresi linier adalah bahwa tidak ada autokorelasi atau bahwa unsur gangguan yang berhubungan dengan observasi tidak dipengaruhi oleh disturbansi atau gangguan yang berhubungan dengan pengamatan lain manapun (Gujarati, 1997). Untuk mendeteksi autokorelasi bisa dilakukan dengan beberapa pengujian berikut:

ƒ Metode Grafik

Meskipun residual ℮i tidak sama dengan ui tetapi keduanya berhubungan, sehingga jika ada autokorelasi diantara u akan tercermin dalam ℮. Untuk memeriksa autokorelasi, residual, ℮i, dipetakan terhadap waktu dalam suatu deretan waktu. Apabila hasil grafik menunjukkan suatu pola sistematis seperti trend linier, siklus, atau linier kuadratis maka berarti terdapat autokorelasi.

ƒ Percobaan d dari Durbin-Watson

Statistik d dari Durbin-Watson dirumuskan seperti berikut:

d =

(

)

= = = = − N t 1 t 2 t N t 2 t 2 1 t t -e e e

Mekanisme tes Durbin-Watson adalah sebagai berikut:

9 Dapatkan nilai kritis dL dan dU

9 Jika hipotesis H0 adalah bahwa tidak ada autokorelasi, maka jika

d < dL atau d > 4 - dL berarti menolak H0 (ada autokorelasi positif atau


(56)

dU < d < 4 - dU berarti tidak menolak H0 (tidak ada autokorelasi positif

atau negatif)

dL ≤ d ≤ dU atau 4 - dU ≤ d ≤ 4 - dL berarti pengujian tidak meyakinkan (daerah keragu-raguan).


(1)

Tabel 9. Nilai koefisien PCA adalah sebagai berikut (Hasil dari output computer) :

No

SK(W1) SK(W2) SK(W3) SK(W4) SK(W5)

1 3.31253

0.95164

0.286465

-0.02038

0.133412

2 3.33061

1.14546

0.039618

-0.15361

0.022818

3 2.88754

0.66465

0.302812

-0.13847

0.040658

4 2.86453

0.64645

0.090044

0.03398

-0.13092

5 2.54067

0.24438

-0.04137

0.121376

-0.10227

6 2.17959

-0.14902

0.030405

0.12966

-0.0935

7 2.23647

-0.08997

-0.3887

0.118346

-0.11213

8 1.91381

-0.10047

-0.3681

0.175753

0.022276

9 1.42186

-0.43958

-0.08165

0.122941

-0.06605

10 1.25792

-0.49316

-0.04085

0.131303

0.001193

11 1.2162

-0.56508

0.023197

-0.00854

0.013651

12 1.01671

-0.39528

-0.07549

-0.04666

0.077568

13 0.73201

-0.48771

-0.05313

0.042532

0.063582

14 0.27078 -0.6537

0.042235

0.024589

0.140337

15 0.0969

-0.65602

0.105495

0.000429

0.043688

16 0.03801

-0.30614

-0.17364

-0.10039

0.102753

17 -0.55322

-0.65399

0.195393

-0.11288

0.024952

18 -0.21784

-0.23401

-0.55266

-0.26605

0.058548

19 -0.54223

-0.30235

-0.00495

-0.16389

0.036862

20 -1.01587 -0.612

0.295044

-0.15662

-0.05396

21 -1.25387

-0.61607

0.295302

-0.21464

-0.19063

22 -1.3583

-0.18575

0.085808

-0.16505

0.042286

23 -1.87895

-0.14909

0.231898

0.27353

-0.25312

24 -2.51035 0.12538

0.223696

0.348733

0.372107

25 -2.89269 0.45012

0.022714

0.028798

-0.04419

26 -2.85787 0.6951

-0.08182

-0.06216

-0.04686

27 -2.96647 0.70331

-0.11755

-0.11365

0.020942

28 -3.06606 0.72768

-0.1986

-0.04179

-0.00579

29 -3.12272 0.36316

-0.0049

0.072938

-0.06849

30 -3.07968 0.37205

-0.08672

0.139862

-0.04972


(2)

Tahap 2. Meregresikan koefisien PCA dengan Y

Regression Analysis: ln D_SP36 versus SK(W1), SK(W2), ...

The regression equation is

ln D_SP36 = 13.5 - 0.121 SK(W1) - 0.996 SK(W2) - 1.06 SK(W3) - 0.073 SK(W4)

- 0.632 SK(W5)

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 13.4630 0.0353 381.36 0.000 SK(W1) -0.12086 0.01670 -7.24 0.000 1.0 SK(W2) -0.99637 0.06571 -15.16 0.000 1.0 SK(W3) -1.0606 0.1743 -6.08 0.000 1.0 SK(W4) -0.0725 0.2462 -0.29 0.771 1.0 SK(W5) -0.6322 0.3150 -2.01 0.056 1.0

S = 0.193360 R-Sq = 93.1% R-Sq(adj) = 91.7%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 5 12.0935 2.4187 64.69 0.000 Residual Error 24 0.8973 0.0374

Total 29 12.9908

Durbin-Watson statistic = 1.29603

Yang tidak signifikan dihilangkan, sehingga modelnya menjadi :

Regression Analysis: ln D_SP36 versus SK(W1), SK(W2), SK(W3)

The regression equation is

ln D_SP36 = 13.5 - 0.121 SK(W1) - 0.996 SK(W2) - 1.06 SK(W3)

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 13.4630 0.0367 366.73 0.000 SK(W1) -0.12086 0.01736 -6.96 0.000 1.0 SK(W2) -0.99637 0.06833 -14.58 0.000 1.0 SK(W3) -1.0606 0.1813 -5.85 0.000 1.0

S = 0.201074 R-Sq = 91.9% R-Sq(adj) = 91.0%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 3 11.9396 3.9799 98.44 0.000 Residual Error 26 1.0512 0.0404

Total 29 12.9908


(3)

Tahap 3. Membuat Model Regresi PCA

Regresi awal :

ln D_SP36 = 13.5 - 0.12086 SK(W1) - 0.99637 SK(W2) - 1.0606 SK(W3)

Nilai vektor ciri model:

Variable PC1 PC2 PC3 PC4 PC5 ln_P_Urea -0.450 0.424 -0.036 -0.030 0.784 ln_P_SP36 -0.451 0.396 0.034 -0.627 -0.495 ln_P_Gabah -0.458 0.206 -0.294 0.729 -0.360 ln_Luas Lahan -0.449 -0.375 0.799 0.140 -0.014 ln_Prod_Padi -0.427 -0.693 -0.522 -0.235 0.097

Mengkalikan koefisien regresi PCA dengan vektor ciri (Perkalian Matriks)

x

=

5 x 3

3 x 1

5 x 1

Sehingga persamaan akhirnya :

ln D_SP36 = 14.7645 - 0.3299 Z1 - 0.3791 Z2 + 0.1619 Z3 - 0.4195 Z4 + 1.2957 Z5

-0.450 0.424 -0.036 -0.451 0.396 0.034 -0.458 0.206 -0.294 -0.449 -0.375 0.799 -0.427 -0.693 -0.522

-0.12086 -0.99637 -1.06060

-0.3299

-0.3761

0.1619

-0.4195

1.2957


(4)

Tahap 4. Menghitung nilai t hitung

Untuk itu maka diperlukan data R

2

dan s yang berasal dari tahap 2.

Nilai Akar Ciri (Eigen value) PC1 =

4.6247

Nilai Akar Ciri (Eigen value) PC2 =

0.2986

Nilai Akar Ciri (Eigen value) PC3 =

0.0424

KTG = S

2

= 0.201074

2

= 0.0404

JKT = 12.9908

031098

.

0

9908

.

12

0404

.

0

)

(

2 2 2 *

=

=

=

y

y

s

s

Sehingga ragam untuk masing-masing variable adalah :

0021036

.

0

)

6764

.

0

(

)

031098

.

0

(

0424

.

0

036

.

0

2986

.

0

424

.

0

6247

.

4

450

.

0

)

1

(

var

2 2 2 2 *

=

×

=

+

+

=

s

Z

001855

.

0

)

5964

.

0

(

)

031098

.

0

(

0424

.

0

0340

.

0

2986

.

0

3960

.

0

6247

.

4

451

.

0

)

2

(

var

2 2 2 2 *

=

×

=

+

+

=

s

Z

006923

.

0

)

226

.

2

(

)

031098

.

0

(

0424

.

0

2940

.

0

2986

.

0

2060

.

0

6247

.

4

458

.

0

)

3

(

var

2 2 2 2 *

=

×

=

+

+

=

s

Z

048425

.

0

)

57117

.

15

(

)

031098

.

0

(

0424

.

0

7990

.

0

2986

.

0

3750

.

0

6247

.

4

449

.

0

)

4

(

var

2 2 2 2 *

=

×

=

+

+

=

s

Z

02511

.

0

)

07427

.

8

(

)

031098

.

0

.

0

(

0424

.

0

522

.

0

2986

.

0

6930

.

0

6247

.

4

427

.

0

)

5

(

var

2 2 2 2 *

=

×

=

+

+

=

s

Z

Dan standar error atau galat baku dari masing-masing variable adalah :

04586

.

0

0021036

.

0

)

1

(

var

)

1

(

Z

=

Z

=

=

s

04307

.

0

001855

.

0

)

2

(

var

)

2

(

Z

=

Z

=

=

s

08320

.

0

006923

.

0

)

3

(

var

)

3

(

Z

=

Z

=

=

s

2200

.

0

048425

.

0

)

4

(

var

)

4

(

Z

=

Z

=

=

s

1585

.

0

02511

.

0

)

5

(

var

)

5

(

Z

=

Z

=

=

s

Nilai galat baku yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk mencari t hitung tiap

variable dengan rumus :

zi zi hit

s

b

t

=


(5)

Dengan demikian nilai t hitung untuk masing-masing variable z adalah :

Variabel

Koef. Regresi PCA

Standar Error

t hitung

P

z1 -0.3299 0.0459

-7.1927

0.0000

z2 -0.3761 0.0431

-8.7332

0.0000

z3 0.1619 0.0832

1.9461

0.0614

z4 -0.4195 0.2201

-1.9064

0.0666

z5 1.2957 0.1585

8.1769

0.0000

Tahap 5. Metranformasikan koefisien Regresi PCA ke Regresi Berganda

Sebelum mentranformasikan, maka setiap variable Z dalam persamaan regresi

PCA harus diubah nilai standarisasinya ke bentuk umum dengan rumus :

σ

μ

=

X

i

Z

Berdasarkan data awal, diketahui bahwa persamaan akhir regresi adalah :

ln D_SP36 = 14.7645 - 0.3299 Z1 - 0.3791 Z2 + 0.1619 Z3 - 0.4195 Z4 + 1.2957 Z5

=

1760

.

1

4221

.

12

36

_

_

3791

.

0

0305

.

1

3137

.

12

_

_

32995

.

0

4630

.

13

36

_

ln_

D

SP

Ln

P

Urea

Ln

P

SP

+

0240

.

1

8301

.

5

_

_

1619

.

0

Ln

P

Gabah

+

2577

.

0

625

.

10

_

Pr

_

2957

.

1

1115

.

0

1522

.

16

_

_

4195

Ln

Luas

Lahan

Ln

od

Padi

ln D_SP36

= 27.82364 - 0.32014 ln_P_Urea - 0.31983 ln_P_SP36 +

0.15812 ln_P_Gabah

- 3.76300 ln_Luas Lahan + 5.02714 ln_Prod_Padi

Sehingga ahsil regresi berganda akhir adalah :

ln D_SP36

= 27.82364 - 0.32014 ln_P_Urea - 0.31983 ln_P_SP36 +

0.15812 ln_P_Gabah


(6)

Tahap 6. Menggabungkan data untuk membentuk Model Regresi akhir

Model regresi yang dibentuk

Regression Analysis: ln D_Urea versus ln_P_Urea, ln_P_SP36, ...

The regression equation is

ln D_SP36

= 27.82364 - 0.32014 ln_P_Urea - 0.31983 ln_P_SP36 +

0.15812 ln_P_Gabah

- 3.76300 ln_Luas Lahan + 5.02714 ln_Prod_Padi

Predictor Coef T P

Constant

27.82364

ln_P_Urea

-0.32014

-7.1927 0.0000 ln_P_SP36

-0.31983

-8.7332 0.0000 ln_P_Gabah

0.15812

1.9461 0.0614 ln_Luas Lahan

-3.76300

-1.9064 0.0666 ln_Prod_Padi

5.02714

8.1769 0.0000

S = 0.209306 R-Sq = 98.35% R-Sq(adj) = 98.00%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 5 62.7700 12.554 286.561 0.000 Residual Error 24 1.0514 0.0438