Berbagai Pengkhianatan Yang Terjadi

58 Perpindahan adat Desa Sayur Mahicat dan Sayur Matua ini dilakukan bukan atas nama masyarakat adat, tapi adalah atas tindakan sewenang wenang oknum yang mengatasnamakan desa tersebut. Untuk menarik simpati masyarakat, maka tanah tersebut rencananya akan di berikan kepada PTPN II untuk kemudian masyarakat akan mendapatkan pola pir seluas 400 Ha. Memang modus utama mereka berpindah adat adalah dalam rangka memudahkan untuk menjual tanah kepada PTPN II. Hal inilah yang menyebabkan masyarakat Desa Sayur Matua dan Sayur Mahicat sedikit banyak sepakat jika tanah ulayat Aek Buaton berpindah menjadi tanah ulayat Unterudang. Akhirnya tanah tersebut diserahkan kepada PTPN II atas nama masyarakat adat Unterudang.

3.4 Berbagai Pengkhianatan Yang Terjadi

Dalam fase hilangnya tanah ulayat Aek Buaton ini tercatat beberapa pengkhianatan yang terjadi. Yang pertama adalah pengkhianatan terhadap masyarakat adat Aek Buaton oleh oknum oknum yang berjuang mempertahankan tanah ulayat dari Hutan Tanaman Industri yang coba masuk menguasai lahan pada tahun 1990- 1996. Mereka yang berhasil memperjuangkan tanah dan mengusir program Hutan Tanaman Industri lantas merasa berkuasa atas tanah ulayat milik Aek Buaton. mereka menjual tanah itu dengan terlebih dulu melakukan proses pindah luhat ke Unterudang untuk memudahkan serta memuluskan langkah dalam menjual Tanah Ulayat tersebut ke PTPN II. Universitas Sumatera Utara 59 Harus diakui dalam proses mempertahankan tanah ulayat melawan program Hutan Tanaman Industri yang berlangsung cukup lama dan memakan modal cukup besar memang yang menjadi garda terdepan adalah masyarakat Desa Sayur Mahicat dan Sayur Matua yang di motori oleh anggota DPRD Tapsel bernama Amir Khusein Hasibuan. Tapi bukan berarti masyarakat Aek Buaton bisa terima dengan proses penjualan tanah ulayat mereka dilakukan dengan cara-cara seperti yang dijelaskan diatas. Oleh karena status kepemilikian tanah ulayat 1500 Ha tersebut telah berpindah kepemilikan menjadi hak ulayat Unterudang, maka kemudian pada tahun 1998 Desa Sayur Mahicat dan Desa Sayur Matua menyerahkan lahan dengan luas 1500 Ha tersebut ke PTPN II untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit. Anehnya tanah seluas itu semua adalah tanah ulayat Desa Aek Buaton. Penyerahan ini diduga kuat dimotori dan di desain oleh oknum anggota DPRD dan dibantu oleh Sutan Humala Hasibuan dari Unterudang. Dengan demikian muluslah penyerahan lahan dengan perjanjian antara PTPN II dengan Desa Sayur Mahincat dan Sayur Matua. Masyarakat akan mendapat pola pir dengan bagian 60- 40 kebun sawit. Selain itu tanah seluas 1500 Ha itu dikuasai oknum-oknum pejabat, orang-orang berkuasa kelompok keluarga Unterudang dan orang-orang berduit termasuk juga si oknum DPRD. Penguasaan atas tanah itu bervariasi tergantung kemampuan masing-masing dan bebas di perjualbelikan. Menurut keterangan masyarakat penjualan tanah yang dilakukan oleh Amir Khusien dan Sutan Humala Hasibuan dari Luhat unterudang di backup oleh oknom Universitas Sumatera Utara 60 kepolisian, diantaranya yang paling menonjol dan paling sering menyebabkan keributan dengan masyarakat adalah Oknum anggota kepolisian bernama Muhammad Idris Harahap Anggota Polsek Barumun Sibuhuan, yang merupakan menantu dari Amir Khusein Hasibuan. Tidak lama berselang pengkhianatan untuk yang kedua kali pun terjadi. Masyarakat Desa Sayur Matua dan Desa Sayur Mahicat menuntut oknum DPRD sebagai kuasa masyarakat untuk hal pengurusan penyerahan lahan ke PTPN II. Masyarakat menuntut karena pola pir sebesar 40-60 untuk masyarakat tidak juga kunjung direalisasikan PTPN II. Oleh karena itu warga menuntut dan membuat surat keberatan mengapa lahan PTPN II hanya ditanami kebun kelapa sawit 400 Ha dan mempertanyakan dimana realisasi pola pir untuk masyarakat. Berbagai reaksi dilakukan warga Desa Sayur Mahicat dan Sayur Matua. Kondisi paling ironisnya lagi warga menuntut oknum DPRD itu atas penjualan lahan ke PTPN II yang dilakukan mereka secara bersama-sama. Masyarakat Desa Sayur Mahivat dan Sayur Matua merasa tertipu oleh ulah oknum anggota DPRD Tapanuli Selatan itu. Berbagai pengkhianatan yang dilakukan akhirnya menyebabkan kompleksitas dalam konflik tanah ulayat Aek Buaton. Nader dan Todd 1978 menjelaskan bahwa konflik atau sengketa yang terjadi di dalam masyarakat mengalami suatu proses atau tahapan-tahapan sebagai berikut: a. Pada tahap pertama, konflik berawal dari munculnya keluhan-keluhan grievanance dari salah satu pihak terhadap pihak lain individu atau Universitas Sumatera Utara 61 kelompok karena pihak yang mengeluh secara tidak wajar, kasar, dipersalahkan, diinjak harga dirinya, dirusak nama baiknya, dilukai hatinya, dan lain-lain. Kondisi awal ini disebut sebagai tahapan pra konflik preconflict stage yang cenderung mengarah kepada konfrontasi yang bersifat monadic monadic. b. Pada tahap kedua, apabila kemudian pihak yang lain menunjukkan reaksi negatif berupa sikap yang bermusuhan atas munculnya keluhan dari pihak yang pertama, maka kondisi ini meningkat eskalasinya menjadi situasi konflik conflict stage sehingga konfrontasi berlangsung secara diadik diadic. c. Pada tahap ketiga, apabila konflik atau pihak-pihak tersebut ditunjukkan dan dibawa ke arena public masyarakat dan kemudian proses menjadi kasus perselisihan dalam institusi penyelesaian sengketa, maka situasinya telah menjadi sengketa dispute stage dan kondisi konfrontasi antar pihak-pihak yang berselisih menjadi triadic triadic yang bersengketa.

3.5 Hilangnya Berbagai Peninggalan Sejarah Aek Buaton