75
13. AMIR KHOTIB PULUNGAN, Umur 50 Tahun, Jenis Kelamin: Laki-laki,
Pekerjaan: Petani, Alamat: Desa Aek Buaton Kecamatan Aek Nabara Barumun.
14. HARAYAN PULUNGAN, Umur 62 Tahun, Jenis Kelamin: Laki-laki,
Pekerjaan: Petani, Alamat: Desa Aek Buaton Kecamatan Aek Nabara Barumun.
15. RAHMAT PULUNGAN, Umur 25 Tahun, Jenis Kelamin: Laki-laki,
Pekerjaan: Wiraswasta, Alamat: Desa Aek Buaton Kecamatan Aek Nabara Barumun.
16. RUSTAM NASUTION, Umur 34 Tahun, Jenis Kelamin: Laki-laki,
Pekerjaan: Wiraswasta, Alamat: Desa Aek Buaton Kecamatan Aek Nabara Barumun.
17. SUTAN HUMALA NASUTION, Umur 49 Tahun, Jenis Kelamin: Laki-laki,
Pekerjaan: Petani, Alamat: Desa Aek Buaton Kecamatan Aek Nabara Barumun
18. ASRIAN HARAHAP, Umur 32 Tahun, Jenis kelamin: Laki-laki, Pekerjaan:
Petani, Alamat: Desa Aek Buaton Kecamatan Aek Nabara Barumun
50
4.4 Berbagai Upaya Penyelesaian
50
Data Kontras Sumatera Utara 2013
Universitas Sumatera Utara
76
Tingginya eskalasi konflik tanah menyebabkan hampir di setiap daerah yang terdapat sengketa tanah, para pihak yang terkait dan berwenang menangani
permasalahan tersebut menyelesaikan dengan berbagai cara. Cara penyelesaian sengketa yang telah ditempuh selama ini adalah melalui pengadilan litigasi dan
penyelesaian sengketa diluar pengadilan non litigasi. Dalam memperjuangkan tanah ulayat seluas 1500 ha tersebut, masyarakat
adat aek buaton sudah beberapa kali melakukan upaya penyelesaian. Beberapa bahkan melibatkan Pemerintah daerah, kepolisian, dan Tokoh masyarakat.
Menurut harsono
51
berbagai kasus kasus pertannahan dapat dikelompokan menjadi dua kelompok yaitu pertama sebagai sengketa yang terjadi diluar badan
peradilan, pada umumnya diusahakan untuk dapat diselesaikan oleh aparat badan pertanahan nasional. Dan kedua sengketa yang terangkat ke badan peradilan, yang
dapat dibedakan antara permasalahan yang timbul karena terjadinya sengketa perdata, atau terjadinya sengketa tata usaha Negara dan penyelesaiannya dilakukan melalui
pengadilan Negeri atau pengadilan Tata usaha Negara. Seperti yang dijelaskan masyarakat Desa Aek Buaton, Pada tanggal 14
Februari 2013 dilakukan pertemuan di Mapolsek Barumun Tengah dengan tujuan melakukan pengecakan dan pengukuran tapal batas lahan. Masyarakat Luat Aek
Buaton yang terdiri dari 4 desa : Desa Aek Buaton, kepala Desa Batu Sundung,
51
Soni harsono, Konflik pertanahan dan upaya-upaya penyelesaianya, stadium general Disampaikan Menteri Negara agrariankepala badan pertanahan nasional pada FH-UGM Yogyakarta, 17 desember
1996, hal 14-15
Universitas Sumatera Utara
77
kepala Desa sidong-dong, dan kepala desa Huta Bargot diwaliki bapak Sutan Hadatuon Siregar, Mangaraja Sojuangan Nasution, Ridoan Nasution, Baginda Alam
Nasution, Yahya Siregar, Irwan Harahap, dll, sedangkan masyarakat Unte Rudang yang hadir adalah bapak Sutan Humala Hasibuan, Hakim Hasibuan, Lewi Hasibuan.
Pada pertemuan tersebut juga dihadiri bapak Camat Barumun Tengah, Camat Aek Nabara Barumun, sekcam Aek Nabara Barumun, Danramil, Kapolsek Barumun
Tengah, serta perwakilan dari Polres Tapanuli Selatan. Sekitar pukul 10.30 peserta pertemuan bersepakat melakukan pengecekan
tapalbatas lahan sesuai dengan undangan, namun setelah sampai di titik pertama Tamosujior Ulu Gajah masyarakat Unter udang dan perwakilan dari Polres tidak ada
dilokasi titik pertama. Masyarakat Aek Buaton kemudian bertanya pada Kapolsek tentang keberadaan perwakilan dari Polres dan Unter Undang tersebut, Kapolsek
kemudian menjelaskan bahwa perwakilan Polres dan Unter Undang masih dibelakang, kemudian Kapolsek menelpon perwakilan dari Polres dan masyarakat
Unter Undang tersebut. Dari sana diketahui bahwa perwakilan Polres dan Unterundang sudah berada didalam atau menuju lokasi Urung Manuk dan sekitar
lokasi Banjar Bolak. Masyarakat menyatakan kepada Kapolsek bahwa seharusnya perwakilan dari
Polres dan masyarakat Unterudang tersebut berada dititik Tamosujior Ulu Gajah, karena titik tersebut adalah adalah titik nol perbatasan antara wilayah Unter Udang
dan Aek Buaton. Kapolsek menyatakan bahwa dia adalah pihak yang diundang dan tidak tahu lokasi mana yang seharusnya di ukur terlebih dahulu, kemudian masyarkat
Universitas Sumatera Utara
78
menyatakan kepada Kapolsek, “Perwakilan polres tersebut mau mencek tapal batas atau melihat lokasi lahan yang terbakar sebagiamana pengaduan Jen Feri Lubis”.
Kapolsek mengatakan dua-duanya. Masyarakat Aek Buaton kemudian menyatakan kalau pihak Polres mau mengecek lokasi lahan yang terbakar maka mereka akan
menunggu di lokasi Tamosujior Ulu Gajah. Setelah lama menunggu kemudian masyarakat bertanya kepada perwakilan Koramil bagaimana kelanjutan cara tersebut,
kemudian perwakilan koramil menemui Kapolsek yang berketepan sedang makan siang di simpang Ulu Gajah. Selanjutnya perwakilan Koramil tersebut kembali ke
lokasi masyarakat, dan menjelaskan bahwa menurut Kapolsek, perwakilan Polres sudah pulang, dan kepolsek tidak tahu bagaimana acara selanjutnya dengan alasan
bahwa dia termasuk pihak yang di Undang, masyarakat kemudian bubar dan pulang. Sebelum itu juga sudah dicoba melakukan negosiasi dari berbagai pihak
terkait dalam upaya penyelesaian kasus konflik tanah ulayat di aek buaton. Namun hasilnya selalu tanpa solusi. Tercatat sudah puluhan kali pertemuan dilakukan. Surat
yang dilayangkan masyarakat aek buaton baik kepada pemerintah kabupaten tapanuli selatan Pada masa itu, kabupaten padang lawas, pemerintah provinsi sumatera utara
dan pemerintah republik Indonesia juga tidak membuahkan hasil. Konflik tanah ulayat seperti yang terjadi di desa aek buaton memang sedikit
rumit mencarikan solusinya, Menurut Nader dan Todd dalam sulastriyono
52
para
52
Sulastriyono, Sengketa penguasaan tanah timbul dan proses penyelesaianya, Tesis S-2 Program pasca sarjana UI, Jakarta 1997 hal 47-49
Universitas Sumatera Utara
79
pihak dapat mengembangkan beberapa strategi atau alternative dalam menyelesaikan sengketa seperti:
a. Lumping It atau membiarkan saja kasus itu berlalu dalam hal ini para pihak yang dirugikan gagal mengajukan keluhannya atau tuntutannya karena
perasaan tidak berdaya secara ekonomi, sosial, psikologis, akses hukum atau jika mengetahui, kemudian keluhan tersebut diajukan maka untun gnya tidak
besar. b. Avoidance atau mengelak yaitu para pihak yang merasa dirugikan menarik
diri atau membatasi atau mengakihiri suatu hubungan dengan cara meninggalkan atau mencari hubungan baru dengan pihak lain
c. Coercion atau paksaan yaitu para pihak yang merasa dirugikan melakukan aksi sepihak untuk menggunakan paksaan, kekerasan, ancaman yang pada
prinsipnya merupakan main hakim sendiri. d. Negotiation atau negosiasi yaitu kedua belah pihak yang bersengketa sepakat
untuk menyelesaikan sengketanya secara damai tanpa campur tangan pihak ketiga
e. Mediation mediasi adalah campur tangan pihak ketiga untuk menyelesaikan sengketa tanpa memperdulikan bahwa kedua belah pihak yang bersengketa
meminta bantuan atau tidak. Orang yang bertindak sebagai mediator seperti kepala desa, kepala instnsi pemerintahan dan hakim dan sebagainya
Universitas Sumatera Utara
80
f. Arbitration atau arbitrasi yaitu jika kedua belah pihak yang bersengketa
memberikan izin kepada pihak ketiga untuk membantu menyelesaikan sengketa tersebut yang keputusanya akan ditaati oleh para pihak
g. Adjudication atau pengajuan sengketa ke pengadilan yaitu adanya campur tangan pihak ketiga pengadilan untuk menyelesaikan sengketa dan hasilnya
ditaati oleh para pihak yang bersengketa Dari keterangan tersebut artinya konflik atau sengketa dapat diselesaikan
melalui musyawarah, dapat dilakukan secara langsung oleh pihak-pihak yang bersengketa. Bisa juga dengan perantara melalui wakil atau kuasa yang ditunjuk oleh
mereka masing-masing. penyelesaian melalui pengadilan, bisa pengadilan perdata atau pengadilan tata usaha negara. Bahkan bisa juga pengadilan pidana, yaitu jika
mengenai penyelesaiannya pemakaian tanah secara illegal, yang dapat dimungkinkan oleh UU No. 51 Prp. Th 1960. Dalam UU ini memberian kewenangan kepada
Bupatiwalikota untuk menyelesaikan secasra arif dan bijaksana, diberi wewenang untuk secara sepihak memutuskan penyelesaian penguasaan tanah secara illegal tanpa
wajb mengajukan soalnya ke pengadilan. Masyarakat Aek Buaton tidak memilih jalur pengadilan sebagai salah satu
mekanisme penyelesaian masalah mereka disebabkan besarnya biaya dan prosesnya memakan waktu sangat lambat. Selain itu, pengakuan akan hak ulayat dalam sistem
peradilan nasional memang masih menjadi satu masalah besar. Dilain sisi, oknum oknum yang telah menjual tanah ulayat aek buaton tersebut telah melakukan upaya
Universitas Sumatera Utara
81
untuk mengurus Sertifikat Hak Milik Ke Badan Pertanahan Nasional. Hal ini mengakibatkan semakin sulitnya perjuangan mendapatkan keadilan bagi masyarakat
aek buaton jika menempuh cara melalui jalur peradilan. Penyelesaian sengketa non litigasi atau alternative yang lebih dikenal dengan
istilah Alternatif Dispute Resolution ADR diatur dalam Undang- Undang Nomor 9 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Mekanisme
penyelesaian sengketa dengan cara ini digolongkan dalam media non litigasi yaitu merupakan konsep penyelesaian konflik atau sengketa yang kooperatif yang
diarahkan pada suatu kesepakatan satu solusi terhadap konflik atau sengketa yang bersifat win-win solution
53
.
53
Rachamadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2003, hal. 4
Universitas Sumatera Utara
82
BAB V PARA AKTOR DAN HUKUM YANG BERLAKU DALAM KONFLIK