61
kelompok karena pihak yang mengeluh secara tidak wajar, kasar, dipersalahkan, diinjak harga dirinya, dirusak nama baiknya, dilukai
hatinya, dan lain-lain. Kondisi awal ini disebut sebagai tahapan pra konflik preconflict stage yang cenderung mengarah kepada konfrontasi
yang bersifat monadic monadic. b. Pada tahap kedua, apabila kemudian pihak yang lain menunjukkan reaksi
negatif berupa sikap yang bermusuhan atas munculnya keluhan dari pihak yang pertama, maka kondisi ini meningkat eskalasinya menjadi situasi
konflik conflict stage sehingga konfrontasi berlangsung secara diadik diadic.
c. Pada tahap ketiga, apabila konflik atau pihak-pihak tersebut ditunjukkan dan dibawa ke arena public masyarakat dan kemudian proses menjadi
kasus perselisihan dalam institusi penyelesaian sengketa, maka situasinya telah menjadi sengketa dispute stage dan kondisi konfrontasi antar
pihak-pihak yang berselisih menjadi triadic triadic yang bersengketa.
3.5 Hilangnya Berbagai Peninggalan Sejarah Aek Buaton
Pemukiman Aek Buaton seperti yang sejak zaman dahulu telah berpindah- pindah, sehingga tanah yang saat ini jadi sengketa seluas 1500 Ha tersebut juga
dulunya merupakan pemukiman leluhur aek buaton. Oleh karena itu terdapat peninggalan sejarah berupa makam, jenis-jenis tanaman, sisa-sisa artefak milik
Universitas Sumatera Utara
62
leluhur aek buaton di wilayah tersebut. Karena proses penjualan tanah ulayat saat ini tidak terkontrol lagi, maka banyak dari peninggalan peninggalan sejarah tersebut saat
ini hilang dan telah berganti menjadi tanaman sawit atau karet. Bahkan makam- makam leluhur Aek Buaton tersebut telah hilang tidak tau lagi keberadaanya dan
berganti menjadi tanaman-tanaman untuk produksi yang berdiri kokoh. Koentjaraningrat menjelaskan konflik atau sengketa terjadi juga karena
adanya perbedaan persepsi yang merupakan penggambaran tentang lingkungan yang dilakukan secara sadar yang didasari pengetahuan yang dimiliki seseorang,
lungkungan yang dimaksud adalah lingkungan fisik dan sosial
47
. Menurut Mangaraja Lobi, Hotabangon Desa Aek Buaton:
“Salah faktor yang membuat kemarahan masyarakat adat aek buaton karena diperjual belikannya tanah ulayat milik mereka bukan hanya karena nilai ekonomi
yang terdapat dalam tanah tersebut. Tetapi disana terdapat peninggalan sejarah yang merupakan satu rangkaian sejarah sehingga Desa Aek Buaton ada sampai saat ini.
beliau menambahkan, seiring pertumbuhan jumlah penduduk dan pentingnya tanah sebagai pendukung perekonomian membuat orang-orang tidak lagi begitu peduli
terhadap peninggalan Sejarah Aek Buaton. Untuk membuka beberapa anak desa seperti Sayur Mahicat dan Sayur Matua saja sebenarnya sudah banyak peninggalan
sejarah Aek Buaton yang di korbankan. Tapi ternyata itu tidak cukup, dengan mudahnya saat ini orang-orang yang telah menguasai lahan 1500 Ha milik tanah
Ulayat Aek Buaton tersebut menanam sawit diatas Makam Leluhur Aek Buaton”.
Baginda Raja Nasution, warga Aek Buaton Menambahkan: “Saat ini penduduk aek buaton tidak lagi mengetahui jejak-jejak peninggalan
sejarah para leluhur kami. Pembukaan lahan untuk berkebun dan dijadikan rumah- rumah untuk tempat tinggal membuat jejak-jejak dan peninggalan para leluhur telah
hilang. Akibatnya anak-anak muda disini bisa saja kehilangan cerita sejarah akan asal usul leluhur mereka”.
47
Koentjaraningrat, Kebudayaan metaliteit dan pembangunan, Gramedia, Jakarta, 1982, hal 103
Universitas Sumatera Utara
63
Konsep konsep pembangunan terkadang didasari hanya atas pertimbangan rasional semata, sedangkan adat berdasarkan tradisi yang terkadang sifatnya irasional.
Kontradiksi dari kedua konsep tersebut hanya dapat dipertemukan pada tujuannya yang sama, yakni tercapainya kesejahteraan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
64
BAB IV PERJUANGAN MEMPEREBUTKAN KEMBALI TANAH ADAT AEK