penyandang tunadaksa dapat membuat mereka menunjukkan sikap rendah diri, cemas, dan agresif.
Hill dan Mönks dalam Mönks dan Knoers, 1999 : hal.268, menyatakan bahwa penyimpangan-penyimpangan pada masa remaja
akan menimbulkan masalah-masalah yang berhubungan dengan penilaian diri dan sikap sosialnya, oleh karena itu kondisi tunadaksa pada masa
remaja akan mempengaruhi penilaian diri remaja sedemikian rupa sehingga menghambat perkembangan kepribadian yang sehat. Conger
dalam Crider dkk., 1983, menyatakan bahwa cacat tubuh tunadaksa yang berat akan mempengaruhi penilaian diri remaja.
II.4 Penerimaan Diri pada Remaja Penyandang Tunadaksa karena Kecelakaan Lalu Lintas
Kondisi ketidaknormalan yang dialami oleh seorang remaja dapat mempengaruhi perkembangan fisik dan psikisnya. Penyebab ketidaknormalan
pada seorang remaja dapat terjadi karena bawaan lahir atau karena kejadian- kejadian selama masa hidup yang menimbulkan bekas yang tidak normal.
Walaupun kedua penyebab tersebut dapat memberikan pengaruh terhadap perkembangan kehidupan seorang remaja, namun penyebab yang dikarenakan
tidak bawaan dari lahir akan lebih buruk mempengaruhi perkembangan fisik dan psikis remaja tersebut. Hal tersebut dikarenakan seseorang yang sudah
Universitas Sumatera Utara
merasakan keleluasaan dalam hidupnya akan berat menerima ketika dihadapkan pada keterbatasan Patty Johnson, 1953.
Salah satu kondisi yang membuat remaja menjadi tidak normal adalah kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas dapat memakan korban jiwa dan
dapat juga meninggalkan bekas luka yang sangat parah, dalam hal ini seperti amputasi pada salah satu anggota tubuh. Kondisi ketidaknormalan karena
amputasi ini dapat disebut cacat fisik atau tunadaksa. Remaja tunadaksa karena kecelakaan lalu lintas akan mengalami
berbagai macam dampak dari hilangnya salah satu anggota tubuhnya tersebut. Somantri 2006 menjelaskan dampak tunadaksa secara perkembangan sosial
dan kepribadian, di mana secara perkembangan sosial anak tunadaksa akan memiliki konsep diri yang negatif akibat kerap kali mendapat ejekan dari
lingkungan disekitarnya. Hal tersebut dapat membuat anak tunadaksa manarik diri dari lingkungan sekitarnya. Jika seorang remaja dibiarkan untuk tidak
bergaul dalam lingkungan sekitarnya, maka remaja tersebut akan kehilangan kesempatan untuk bereksperimen mengenai peran dan ideologi yang berbeda-
beda yang nantinya akan disesuaikan dengan dirinya Schultz Schultz, 1994. Dampak lainnya secara perkembangan kepribadian adalah anak tunadaksa kerap
kali menunjukkan sifat rendah diri, cemas, dan agresif. Hal-hal tersebut dipengaruhi oleh terlihat atau tidak terlihatnya kecacatan yang dimiliki yang
berkaitan dengan gambaran tubuh.
Universitas Sumatera Utara
Kecacatan yang dialami oleh remaja penyandang tunadaksa karena kecelakaan lalu lintas harus bisa diterima oleh remaja tersebut. Penerimaan akan
dirinya yang tidak lagi sempurna ini akan membantu remaja tunadaksa lebih mudah menjalani kehidupan dengan kecacatan yang dimiliki. Penerimaan diri
dapat membantu penyandang tunadaksa menjalani hidupnya agar lebih bahagia dan sejahtera walaupun dengan kekurangan yang dimilikinya. Penerimaan diri
menurut Germer 2009 adalah orang yang sadar bahwa dirinya mengalami sebuah sensasi, perasaan, maupun pikiran yang ada pada dirinya dari waktu ke
waktu. Orang yang menerima dirinya juga mampu merangkul apapun yang muncul atau ada dalam dirinya, menerima dari waktu ke waktu sebagaimana
yang ada pada dirinya. Pada seorang remaja yang sedang mengalami berbagai macam perubahan seperti fisik, mental, maupun kehidupan sosial, tentunya
penerimaan diri ini sangat dibutuhkan agar memperoleh kebahagian Hurlock, 1993.
Seseorang yang ingin menerima dirinya akan masuk dalam sebuah proses. Germer 2009 menjelaskan mengenai proses penerimaan diri yang
dibagi ke dalam lima tahapan, yaitu tahap pertama adalah kebencian atau keengganan aversion, pada saat seseorang dihadapkan pada kondisi tidak
nyaman, maka orang tersebut akan merasa enggan atau benci pada hal yang membuatnya tidak nyaman tersebut. Tahap kedua adalah keingintahuan
curiosity, orang tersebut akan mulai untuk mencari tahu hal-hal yang berkaitan dengan perasaan tidak nyamannya tersebut seperti ada apa dengan perasaannya,
apa yang terjadi, apa maksud dari perasaannya tersebut. Selanjutnya tahap ketiga
Universitas Sumatera Utara
yaitu toleransi, individu tersebut mulai mengurangi perasaan tidak nyamannya, namun tetap mempunyai keinginan agar perasaan tersebut segera hilang. Tahap
keempat adalah membiarkan perasaan datang dan pergi allowing, individu membiarkan perasaan tidak nyamannya datang dan pergi sebagaimana mestinya.
Tahap terakhir dari penerimaan diri adalah melihat nilai-nilai yang tidak terlihat friendship, individu sudah mulai beradaptasi dengan perasaan tidak nyamannya
tersebut dan mulai melihat hikmah dari kondisi atau kejadian yang memberikan perasaan tidak nyaman terhadapnya.
Pencapaian setiap tahapan penerimaan diri dapat dibantu dengan faktor- faktor yang mempengaruhi penerimaan diri yang dikemukakan oleh Hurlock
1974. Untuk bisa menerima dirinya seseorang harus paham akan dirinya sendiri. Hal tersebut merupakan faktor penerimaan diri yang oertama menurut
Hurlock 1974. Orang yang memiliki pemahaman diri akan mengetahui potensi dalam dirinya yang dapat membantu untuk menciptakan konsep diri yang ideal
untuk dirinya. Faktor kedua adalah harapan yang realistik, di mana harapan dengan pencapaian yang realistik akan memberikan kepuasan diri yang
berpengaruh terhadap penerimaan diri. Faktor ketiga adalah tidak adanya hambatan di dalam lingkungan, seseorang yang tidak mempunyai hambatan
dalam lingkungannya akan lebih mudah mengetahui potensi yang ada pada dirinya dan mudah untuk menerima dirinya. Seseorang juga akan lebih mudah
menerima dirinya apabila mendapat perlakuan yang menyenangkan dari masyarakat. Hal tersebut merupakan faktor keempat dalam penerimaan diri.
Selanjutnya faktor kelima adalah tidak adanya gangguan emosional yang berat,
Universitas Sumatera Utara
orang yang tidak memiliki gangguan emosional seperti stres akan lebih bahagia dan dapat memberikan evaluasi sosial yang baik yang menjadi dasar dari
evaluasi dan penerimaan diri yang baik pula. Orang yang berhasil dan memperoleh kesuksesan akan mengarah terhadap penerimaan diri. Hal tersebut
merupakan faktor keenam penerimaan diri. Identifikasi terhadap orang yang memiliki penyesuaian diri yang baik akan mengembangkan sikap positif pada
diri seseorang yang nantinya berpengaruh terhadap penilaian dan penerimaan diri yang baik. Faktor kedelapan adalah perspektif diri, orang yang melihat
dirinya sama seperti orang lain melihat dirinya dikatakan dapat mendukung penerimaan diri. Pola asuh dimasa kecil juga mempengaruhi penerimaan diri
karena hal tersebut berkontribusi terhadap konsep diri seseorang. Faktor terakhir adalah konsep diri yang stabil, di mana dalam hal ini seseorang yang menerima
dirinya akan mampu melihat dirinya dengan cara yang sama sepanjang waktu.
Universitas Sumatera Utara
II.5 Kerangka Teoritis