3. Toleransi Tolerance
Setelah 6 bulan pasca kecelakaan terjadi, HK sudah terbiasa dengan kondisinya. HK juga mengakui bahwa perasaannya sudah biasa saja apabila
berkaitan dengan kecelakaan, kondisi dirinya, bahkan mengenai kepergian ibunya. Waktu memang membuatnya perlahan-lahan terbiasa dan memilih
untuk menjalani apapun dan bagaimanapun kehidupannya dengan kekurangan yang dimiliki. Oleh karena itu, HK sudah mulai menjalani
aktifitas-aktifitasnya seperti biasa. “Sekarang sudah biasa aja, kak, ga marah lagi. Sudah lalu kok.”
WII-HKb.9-10hal.1 “Ya udah enggak lagi. Kan udah dipanggil, emang udah ajal. Jadi ya
udah ikhlas juga, ikhlas aja. Kalau ga ikhlas ya ga senang. ”
WII-HKb.133-135hal.7 “Kadang kan nengoki kalau lagi jalan gitu, kalau di Poli kan banyak
tuh orang. Alah slow aja, muka biasa aja. Ngapain nunduk-nunduk. Sama-sama gitu juga. Ya biasa aja. Paling orang nanya, Kok bisa
?” WII-HKb.331-337hal.16
“Udah bisa sendiri, ditinggal-tinggal pun udah bisa sekarang. Udah
ngapa-ngapain sendiri. Kan pipis udah sendiri sekarang, kak. Cuma mandi aja.
” WII-HKb.65-69hal.4
Diakui HK bahwa sesekali dirinya masih berpikir mengenai kekhawatiran
masa depannya
yang harus
dilalui dengan
ketidaksempurnaannya ataupun mengenai kecelakaan yang terjadi pada dirinya. Padahal sebenarnya HK merasa malas untuk mengingat kejadian
Universitas Sumatera Utara
yang menimpa dirinya dan ingin menghilangkan perasaan tersebut karena apabila terlalu dipikirkan maka dirinya bisa balik menjadi sedih.
“Ya malas mikirinya, kak. Ngapai. Ya ga enak gitu kalau ga ada
kakinya. Makin sedih. Malas, kak, dipikir-pikiri. Galau nanti
tertawa. ”
WIII-HKb.164-169hal.8
Untuk itu pada saat pikiran itu datang HK akan langsung menyibukkan dirinya. Sebisa mungkin HK akan mencari kegiatan seperti memainkan
handphone, chating dengan temannya, menonton TV ataupun bermain dengan kucing.
“Paling main HP, nengok-nengok apa gitu, buka apa gitu. Kan lupa nanti, kak. Chatting sama orang kan lupa. Atau ga SMS-an kawan,
entah apa gitu yang dibahas, ketawa-ketawa, ya bisa. Gitu aja nanganinya. Tengah-tengah malam kalau kayak gitu yaa buka-buka
Facebook, tengok status orang.
” WII-HKb.231-236hal.11
“Nanti tiba-tiba kan kebayang, kak. Lagi ngapai gitu tiba-tiba kebayang. Kok kayak gini ya… Ya sok sibuk aja biar lupa.”
WII-HKb.982-984hal.45
HK juga meyakini perubahan yang terjadi pada dirinya hanyalah kondisi fisiknya saja, selain itu tidak ada yang berubah. Saat ini HK sudah
menjadi dirinya yang seperti dahulu. Jika dihadapkan pada luka-luka ditubuhnya HK mengatakan bahwa dirinya juga tidak mengambil pusing
mengenai hal itu karena apabila kondisinya semakin membaik dia akan senang.
Universitas Sumatera Utara
“Yaa yang berubah kayak mana yaa… Kalau sifat ga ada yang berubah. Kalau fisik iyalah, kak, berubah. Sifat kayaknya ga ada, kak,
sama aja. ”
WIII-HKb.676-678hal.31 “Udah biasa. Luka udah kering aja udah seneng. Udah bisa pasang
kaki aja udah senang. ”
WII-HKb.105-106hal.5
Mengenai rasa benci dan dendam terhadap supir truk dan mantan pacarnya, HK mengatakan dia sudah tidak terlalu peduli mengenai
perasaanya akan hal itu. HK tidak lagi mengambil pusing mengenai kesalahan sang supir truk. Sedangkan mengenai perilaku mantan pacarnya
yang meninggalkannya, HK masih menunjukkan kekesalan dan rasa benci, namun dirinya lebih memilih untuk tidak terlalu memperhatikan mengenai
perasaan benci atau kesal tersebut. Ketidakpedulian akan hal itu terlihat disaat HK yang saat ini sudah mulai berhubungan dengan orang-orang baru,
bahkan sudah memiliki pacar baru. “Yaa biasa aja, kak. Los seperti tidak peduli lah. Udah ga nganggep
dia lagi. Biar aja. ”
WII-HKb.22-23hal.2
IV.1.E Hasil Data Partisipan I
Kecelakaan lalu lintas yang dialami oleh HK memberikan dampak terjadinya perubahan-perubahan baik berupa perubahan fisik, psikologis,
dan juga perubahan terhadap aktifitas sehari-hari. Kecelakaan lalu lintas yang dialami HK membuatnya harus merelakan seluruh kaki kirinya untuk
Universitas Sumatera Utara
diamputasi. Kehidupan HK pun berubah setelah dirinya tidak lagi sempurna. Perubahan fisik yang tidak hanya pada bagian kaki ini mempengaruhi
aktifitasnya sehari-hari. HK tidak lagi dapat mengurus dirinya sendiri. Keterbatasannya membuatnya membutuhkan bantuan orang lain untuk
melakukan segala sesuatu. Peristiwa traumatis yang membuat kondisi fisiknya tidak lagi
sempurna itu juga memberikan dampak psikologis pada HK. Perilaku agresif seperti berteriak-teriak dengan menggunakan kata-kata kasar
ditunjukkan sewaktu HK masih di rawat di rumah sakit dan belum menyadari sepenuhnya dengan apa yang terjadi pada dirinya. Selain itu
layaknya seseorang yang merasakan kehilangan, perasaan sedih tentunya muncul dikala HK harus menghadapi kehilangan salah satu anggota
tubuhnya. Belum lagi HK harus menghadapi kenyataan bahwa sang ibu turut menjadi korban dalam kecelakaan lalu lintas tersebut, kesedihan HK
bertambah karena ia sangat merasa kehilangan ibunya. Perubahan- perubahan yang mempengaruhi kehidupannya sekarang sangat sulit untuk
diterima HK. Penerimaan diri dibutuhkan pada seseorang yang mengalami kondisi
seperti HK. Kecacatan yang dialaminya akan mempengaruhi perkembangan kepribadian dan juga kehidupannya apabila ia tidak menerima dirinya
dengan ketidaksempurnaan yang dimiliki. Tentunya penerimaan diri ini akan berproses yang mana setiap orang akan berbeda dalam menjalani
prosesnya.
Universitas Sumatera Utara
Dari kelima tahapan penerimaan diri yang menjadi fokus penelitian ini, HK baru mencapai tahap ketiga yaitu mentolerir perasaan dan pikiran
mengenai kecacatannya. Adapun bentuk perilaku yang muncul pada ketiga tahapan tersebut adalah sebagai berikut.
1. KebencianKeengganan Aversion
Ada banyak reaksi yang ditunjukkan oleh HK pada tahap pertama ini, umumnya emosi yang timbul adalah emosi negatif akibat keengganan HK
akan kondisinya
yang tidak
sempurna. Diawal
ia menyadari
ketidaksempurnaannya HK merasa kaget dan bingung. HK juga merasa sedih dengan kehilangan kaki dan ibunya akibat kecelakaan yang dialami.
Hal tersebut membuat HK menyesali kecelakaan yang terjadi dan membenci supir
truk serta
orang-orang yang
menjauh darinya
karena ketidaksempurnaannya, seperti mantan pacarnya. HK seringkali berpikir
bahwa seharusnya dulu ia tidak melakukan hal-hal yang membuat dirinya menjadi korban kecelakaan. Ia menyalahkan dirinya, hari, waktu, dan situasi
pada saat kejadian. Setelah menyadari bahwa waktu tidak dapat diulang kembali dan ia tidak bisa menghindar dari kenyataan, partisipan mulai
merindukan hal-hal yang dulu ia lakukan. Kerinduan dengan sang ibu dan aktifitas-aktifitas yang dapat dilakukannya jika dia dalam kondisi normal
sering kali muncul dalam pikiran HK. Bentuk keengganan lainnya terlihat ketika seseorang menyebut HK
sebagai orang cacat. Ia tidak terima dikatakan seperti itu karena menurutnya ia tidak cacat. Hal ini juga yang membuat HK menyatakan belum bisa
Universitas Sumatera Utara
menerima kondisinya seperti saat ini. Akibatnya HK tidak bisa menggambarkan bagaimana dirinya. Ia tidak bisa memberikan penilaian
akan dirinya ataupun hanya sekedar mengetahui apa kekurangan dan kelebihan dirinya. Hal ini menghambat pembentukan identitas diri HK.
Ketika berinteraksi dengan orang lain, HK akan merasa minder dengan kecacatannya. HK mengkhawatirkan anggapan orang, ia bahkan
benci dengan tanggapan dan perhatian orang yang berlebihan terhadapnya. Namun, perasaan berbeda terjadi ketika HK berinteraksi dengan orang-
orang yang memiliki kondisi yang sama dengan dirinya. Ia merasa tidak nyaman ketika berkumpul dengan orang-orang cacat karena merasa tidak
seharusnya berada dalam kumpulan tersebut. Dia juga merasa bahwa seharusnya ia tidak mempunyai keterbatasan sehingga dia bisa kuliah dan
menjalankan aktifitas anak-anak remaja seperti dirinya sebagaimana mestinya.
HK melewati tahapan pertama penerimaan diri selama 5 bulan lamanya. Rasa kaget dan kebingungan yang dirasakan membuat HK sulit
untuk menerima keadaan setelah dirinya mengalami kecelakaan lalu lintas. Kehilangan sang ibu juga menjadi alasan lain HK menjalani tahapan ini
dengan jangka waktu tersebut. Kehilangan yang dirasakan membuat emosi HK dapat turun-naik dalam menjalani hari-harinya.
Universitas Sumatera Utara
2. Keingintahuan Curiosity
HK mulai mencari tahu tentang apa yang terjadi pada dirinya dan bagaimana kecelakaan yang menimpa dirinya itu terjadi. Rasa kaget dan
tidak percaya muncul saat tahu keparahan kecelakaan yang terjadi pada dirinya. Pada tahapan ini emosi HK memang masih bercampur, sebab tidak
jarang dirinya merasa khawatir dan takut dengan apa yang terjadi dimasa depannya. Terlihat dengan ketakutannya perihal pasangan.
Kerap kali partisipan 1 berpikir bagaimana nanti pasangannya bisa menerimanya.
Disaat kekhawatiran dan ketakutan itu muncul HK berkeinginan untuk dapat menumbuhkan rasa percaya diri agar tidak terus menerus terjebak dalam
rasa khawatir. HK juga mulai memotivasi diri dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang kondisinya lebih parah dengannya.
3. Toleransi Tolerance
Bentuk toleransi akan kecacatannya terlihat setelah 6 bulan HK menjalani kehidupan dengan keterbatasan. HK mulai bereaksi biasa saja
terhadap kondisi ketunaannya. Baginya, apabila kondisi fisiknya semakin membaik dia sudah merasa senang. Bahkan rasa benci kepada supir truk dan
mantan pacarnya yang meninggalkannya pun sudah tidak dipedulikan. Ia memilih untuk menjalani saja kehidupannya sebagaimana mestinya.
Walaupun dirinya sadar betul dengan kekurangannya, namun ia mengaku sudah terbiasa dengan hal itu. Hal ini ditunjukkannya dengan
kemampuannya menjalani aktifitas seperti biasa. HK juga merasa tidak ada
Universitas Sumatera Utara
yang berubah pada dirinya. Ia mengatakan bahwa hanya kondisi fisiknya yang berubah, selebihnya baik sifat ataupun lingkungan disekitarnya tidak
ada yang berubah. Saat ini HK sudah bisa menjalani kehidupannya sebagai penyandang tunadaksa dengan lebih baik. Dirinya sudah mau berhubungan
dengan orang-orang baru walaupun masih menghindari untuk bertemu. Ingatan, pikiran, dan perasaan sedih atau takut terhadap kondisi dan masa
depannya masih muncul, padahal ia merasa malas untuk mengingat atau merasakan hal-hal itu kembali. Dengan begitu, apabila hal-hal tersebut
muncul maka HK akan langsung menyibukkan diri. HK benar-benar berharap hal-hal tersebut dapat segera hilang agar dirinya bisa menjalani
kehidupan lebih nyaman. Proses dari penerimaan diri yang terjadi pada HK tentunya tidak
terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri. Pada HK faktor penerimaan diri yang terdapat ada dua, yang pertama adalah sikap-
sikap anggota masyarakat yang menyenangkan. Hal ini terlihat dengan selalu adanya keluarga dan teman-teman HK disisi HK untuk selalu
menghiburnya. Keluarga dan teman-teman tersebut juga memberikan motivasi agar HK bisa bangkit dari kesedihannya dan tidak terlalu
memikirkan mengenai kecacatannya. Faktor kedua yang mempengaruhi proses penerimaan diri HK adalah
tidak adanya hambatan dalam lingkungan. Hal ini terlihat pada saat HK mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan aktivitas sehari-harinya,
lingkungan turut membantu seperti keluarga HK yang perlahan-lahan
Universitas Sumatera Utara
membiarkan HK untuk mandi sendiri. Hambatan yang berupa diskriminasi juga tidak ditemui HK karena lingkungan disekitar HK seperti keluarga,
teman, dan tetangga tidak merubah sikapnya terhadap HK.
IV.1.F Analisa dan Pembahasan Data Partisipan I
Patty Johnson 1953 menyatakan bahwa individu yang sudah merasakan keleluasaan dalam hidupnya akan berat untuk menerima ketika
dirinya dihadapkan pada keterbatasan. Pada HK, kecelakaan yang terjadi membuatnya harus mengalami perubahan-perubahan seperti perubahan
fisik, psikologis, dan aktifitas sehari-hari. Perubahan-perubahan yang membuatnya harus merasakan dan mempelajari hal-hal baru membuat HK
tidak bisa menerima dirinya dengan kecacatan yang dimiliki. Reaksi tidak terima akan kecacatan yang baru dialami merupakan hal
yang wajar. Namun, apabila terus dibiarkan perasaan tidak terima tersebut akan mengganggu kehidupan dengan menimbulan stres yang dapat berujung
pada depresi Hawari, 1996. Selain itu, penerimaan kondisi fisik pada masa remaja merupakan salah satu hal yang dapat membuatnya bahagia Hurlock,
1993. Untuk itu dibutuhan penerimaan diri yang akan dicapai melalui proses kehidupan seseorang.
Germer 2009 menyatakan untuk dapat menerima dirinya seseorang dihadapkan pada lima tahapan penerimaan diri yaitu tahap pertama adalah
keenganan atau kebencian pada hal yang memberikan rasa tidak nyaman
Universitas Sumatera Utara
aversion, tahap kedua berupa rasa ingin tahu akan perasaan tidak nyaman tersebut curiosity, tahap ketiga terjadi ketika seseorang memberikan
toleransi akan perasaan tidak nyamannya tersebut dan tetap ingin untuk menghilangkan perasaan tersebut tolerance, tahap keempat yaitu dikala
seseorang tersebut dapat membiarkan perasaan tidak nyamannya datang dan pergi allowing, dan tahap terakhir adalah ketika orang tersebut dapat
mengambil pelajaran-pelajaran akan apa yang terjadi padanya friendship. Pada HK, reaksi benci dan enggan akan kecacatannya terlihat dengan
kesedihan setelah mengetahui kecacatannya dan kebenciannya terhadap supir truk yang menabraknya dan mantan pacar yang meninggalkannya
karena ia tidak lagi sempurna. Kecacatannya juga membuatnya tidak nyaman untuk berkumpul dengan orang-orang cacat lainnya karena HK
merasa dirinya tidak seharusnye berkumpul dengan orang-orang tersebut. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Somantri 2006 bahwa seseorang
yang baru mengalami ketunaan akan menunjukkan reaksi menolak. Penolakan dan kebencian yang dirasakan membuat HK menyesali apa yang
terjadi dengan dirinya dan merindukan kehidupannya dengan kondisi tubuh normal.
Ketidakterimaan HK akan kecacatannya juga membuat HK tidak bisa menggambarkan bagaimana dirinya. Ia tidak bisa memberikan penilaian
akan dirinya ataupun hanya sekedar mengetahui apa kekurangan dan kelebihan dirinya. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Mönks dan
Knoers 1999 bahwa cacat-cacat badan yang berat pada masa remaja akan
Universitas Sumatera Utara
mempengaruhi penilaian diri remaja sebegitu rupa, sehingga menghambat pekembangan kepribadian yang sehat.
Somantri 2006 menjelaskan beberapa dampak menjadi tunadaksa salah satunya adalah merasa rendah diri. Pada HK hal ini tergambar dari
rasa minder dan malu pada dirinya yang tidak lagi sempurna. HK mengkhawatirkan anggapan orang mengenai kecacatannya. Oleh karena
rasa minder dan malu, HK menolak untuk bertemu dengan orang-orang baru disekitar lingkungannya. Somantri 2006 juga menyatakan bahwa dampak
pada penyandang tunadaksa secara perkembangan sosial, salah satunya lingkungan disekitar anak tunadaksa akan mempengaruhi pergaulan sosial
mereka. Anak tunadaksa kerap kali menerima ejekan dari orang-orang disekitarnya, hal ini dapat mengakibatkan timbulnya perasaan negatif pada
diri mereka yang akhirnya dapat menghambat pergaulan sosial anak tunadaksa. Dalam hal ini HK memang tidak menerima ejekan dari
lingkungan sekitarnya, tetapi label cacat yang diberikan dari orang-orang dilingkungannya lah yang membuatnya menarik diri dari lingkungan
sosialnya. Tahap kedua penerimaan diri adalah keingintahuan. Menurut Germer
2009, rasa ingin tahu ditunjukkan dengan memiliki pertanyaan-pertanyaan pada hal-hal yang dirasa perlu untuk diperhatikan. HK merasa tertarik untuk
tahu mengenai kecelakaan yang menyebabkan dirinya tidak lagi sempurna. Selain itu, kecacatan yang dimiliki membaut HK mengkhawatirkan masa
depannya yang akan dilalui dengan keterbatasan yang dimiliki. Ia kerap kali
Universitas Sumatera Utara
mengkhawatirkan dan mencemaskan bagaimana nanti ia akan kuliah, tanggapan teman-temannya kuliahnya atau pasangannya nanti menanggapi
kecacatannya. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Somantri 2006 bahwa anak tunadaksa akan menunjukkan kecemasan.
HK tidak ingin terus larut dalam kesedihan akan kecacatannya. Ia pun berusaha untuk memuculkan rasa percaya diri dengan memotivasi dirinya.
Ia akan membandingkan dirinya dengan orang yang kondisinya lebih parah darinya sebagai cara untuk memotivasi dirinya.
Keinginan untuk bisa percaya diri dan motivasi dari diri HK membuat ia masuk pada tahap ketiga yaitu toleransi. Pada tahap ini, HK mentolerir
perasaan dan pikiran mengenai kecacatannya dengan cara merasa malas untuk terlalu memikirkan hal tersebut dan mengingat mengenai kejadian.
HK ingin perasaan dan pikiran tersebut segera hilang. Untuk itu, HK akan menyibukkan dirinya saat perasaan dan pikiran tersebut datang. Hal ini yang
dimaksud sebagai toleransi menurut Germer 2009, ia menyatakan bahwa seseorang yang berada pada tahap toleransi akan menanggung rasa sakit
emosional yang dirasakan, tetapi ia tetap melawannya dan berharap perasaan tersebut akan segera hilang Germer, 2009. Reaksi-reaksi pada
tahap ketiga ini muncul karena HK sudah mulai terbiasa hidup dengan kecacatannya.
Keberhasilan HK melewati tiga tahapan penerimaan diri tidak terlepas dari faktor-faktor penerimaan diri yang dinyatakan oleh Hurlock 1974.
Universitas Sumatera Utara
Dari sepuluh faktor, ada dua faktor yang mempengaruhi proses penerimaan diri HK. Yang pertama adalah sikap anggota masyarakat yang
menyenangkan yang terlihat dari keluarga dan teman-teman yang selalu ada dan memberikan motivasi pada HK. Yang kedua adalah lingkungan yang
turut membantu HK mempelajari kembali aktifitas sehari-hari. HK juga tidak menerima diskriminasi, karena orang-orang disekitar HK seperti
keluarga dan teman-temannya tidak ada yang berubah. Sikap mereka masih sama terhadap HK.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4. Gambaran Tahapan Penerimaan Diri Partisipan 1 No.
Tahapan Penerimaan Diri Gambaran Tahapan Penerimaan Diri
1.
KebencianKeengganan Aversioan
Merasa sedih dan tidak berdaya dengan
kejadian yang menimpa dirinya.
Benci dan dendam terhadap hal-hal yang dirasa membuat dirinya kehilangan kaki.
Benci terhadap orang-orang yang bereaksi
berlebihan terhadap kondisinya.
Minder dengan kondisinya.
Menyesali kejadian yang menimpanya.
Merindukan dirinya yang bisa beraktifitas normal.
Merasa tidak nyaman ketika berkumpul
dengan orang yang kondisinya sama dengan dirinya.
Menyatakan belum bisa menerima
kondisinya saat ini.
Tidak bisa menggambarkan dirinya sendiri.
2. Keingintahuan Curiosity