kemampuannya untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Dalam menjalani kehidupannya yang sudah dipenuhi dengan perubahan, maka diperlukan
penerimaan diri DNR terhadap kondisi fisiknya dan keadaan lingkungan sekitarnya. Untuk itu berikut dijelaskan proses penerimaan diri DNR yang
terlihat dengan perilaku dalam beberapa tahapan.
1. Kebenciankeenganan Aversion
Kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan dirinya harus kehilangan tangan kanan tentunya memberikan perasaan sedih pada DNR. Ia merasa
sedih karena menyadari bawa dirinya yang dulu sempurna sekarang tidak lagi sempurna. Kehilangan tangan kanannya yang sangat berharga itu
membuat DNR sering menangis saat memikirkan hal tersebut. Hal lainnya yang mebuat DNR sedih adalah tanggapan orangtuannya. DNR sering sekali
merasa khawatir dan sedih dengan tanggapan orangtuanya. Ia bahkan mengatakan kalau dirinya lebih sedih ketika melihat orangtuanya sedih
karena kondisinya daripada menyadari kehilangan tangan kanannya. “Bilangnya gimana yaa… Sedihnya itu, aku kok kayak gini ya? Mau
nangis ga bisa. Bayangin ajalah, air mata jatuh mau nangis ga bisa, bayangin aja sedihnya kayakmana? Sakit tu di hati. Air mata yang
jatuh aja udah sakit di hati kan, apalagi yang ga jatuh, apalagi yang air matany
a tertahan itu. Huuuhh… Udah sakit banget tu di hati tu. Bisa dibilang kalau waktu ini bisa diputar, kucari itu waktunya itu.
” WII-DNRb.375-376hal.18
“Enggak. Aku ga pernah diri aku sendiri dulu. Aku selalu mikirin orangtuaku. Bahkan kalau misalnya gimana yaa, kalau misalnya
orang yang udah cacat pasti dia takut kan, ada ga ya cowok yang mau sama aku? Kayakmana nanti cowok aku ya? Apa dia lari? Itu aku ga
Universitas Sumatera Utara
pernah mikir kayak gitu. Aku selalu mikirin orangtua aku. Soalnya orangtua itu, gimana ya, gimana pun orangtua kita pokoknya
kebahagiaan kita ada ditangan orangtua. ”
WI-DNRb.529-537hal.25 “Enggak. Aku ga pernah nanya kenapa aku sedih mulu. Yang aku tahu
kesedihan aku karena orangtua aku ngelihat keadaan aku yang kayak gini.
” WI-DNRb.555-557hal.26
Bentuk kekesalan akibat kecacatannya juga terlihat dengan kemarahan DNR kepada temannya yang meninggalkannya dikala dirinya terpuruk
dengan kondisinya. DNR marah sekaligus sedih mengetahui kenyataan bahwa teman-temannya selama ini hanya ada diwaktu senang saja.
“Pada saat yang ditinggali teman itu? Itu jujur aja, kalau bisa nanti aku cari orang itu, aku kejar. Gimana ya, marah. Perasaannya marah,
sedih. Kenapa ya pada saat aku kayak gini orang itu menjauh? Tapi saat aku senang mereka itu ada buat aku. Emang teman itu kayak gitu
semua ya? Makanya kalaupun nanti itu mereka nampak aku, jumpa di mana, jangan harap mereka itu gimana sama aku. Aku dulu sampai
bilang gini,
„Kalian tengok yaa, jangan kalian pikir aku kayak gini kalian itu bisa semudah-mudahnya jatuhin aku. Enggak, aku lebih bisa
daripada kalian semua. Apa yang orang lain bisa, aku pasti bisa ngelakuin.
‟” WII-DNRb.158-169hal.8
Tiga bulan setelah kecelakaan terjadi DNR sudah mulai memberanikan diri berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya. Ketika memulai hal
tersebut, ada perasaan malu dan minder pada dirinya. Ia takut akan omongan tetangga di sekitar rumahnya. Bahkan sewaktu di rumah sakit DNR menolak
untuk bertemu dengan orang-orang yang tidak begitu dikenalnya karena
Universitas Sumatera Utara
takut orang tersebut akan menjauh ketika melihat kondisinya. Dengan semua kejadian yang menimpa dirinya sampai membuatnya kehilangan tangan
kanan, DNR merasa kepercayaan dirinya berkurang. Oleh karena itu, DNR masih sering menginginkan dirinya yang dulu.
“Menurut DNR gini yaa… Terkadang orang yang dekat aja bisa menjauh dari kita dengan kondisi kita kayak gini, apalagi orang yang
belum dekat sama kita. Otomatis kita itu kan benar-benar jauh. Bagus dengan kondisi aku kayak gini, bagus dia aja yang pergi sekarang ga
usah ketemu-ketemu.
” WI-DNRb.380-381hal.18
“Kalau berpikiran kayak gitu sih sebenarnya ada. Jujur aja aku bilang, aku ingin seperti dulu, aku kemana-mana bisa serba sendiri
tanpa ada teman, tanpa ada kakak yang harus temenin aku. Bisa ngelakuin kegiatan yang sekarang ini aku belum bisa kan, gitu.
” WI-DNRb.161-165hal.8
Ketika berinteraksi dengan orang, ada berbagai macam perlakuan yang diterima DNR. Kebanyakan perlakuan tersebut membuat DNR tidak
nyaman. Dimulai dari orang-orang yang menanyakan bagaimana kecelakaan terjadi. Ia merasa tidak nyaman untuk menceritakan mengenai peristiwa
traumatis tersebut karena ia akan mengingat kembali mengenai kecelakaan. Padahal DNR sangat berusaha untuk bisa melupakan cerita pahit tersebut.
“Kalau yang kayakmana masih sedih gitu. Kadang-kadang kan ada orang yang ga tahu dan nanya-nanya juga. Terus ngeliatin kita, dia
ingin tahu, itu yang membuat kita sedih. ”
WII-DNRb.86-89hal.5
Universitas Sumatera Utara
Perlakuan tidak menyenangkan selanjutnya adalah DNR yang sering dikasihani oleh orang lain karena kondisi ketunaannya. Ia merasa sedih
ketika orang lain mengasihani dirinya. Tidak jarang hal tersebut dikarenakan orang-orang itu tidak hanya mengasihani tetapi juga meremehkan
kemampuan DNR. DNR sering sekali ditanyakan tentang bagaimana dirinya melakukan kegiatan sehari-hari seperti mandi, mencuci, atau lain
sebagainya, DNR
menganggap pertanyaan-pertanyaan
tersebut mengindikasikan orang meremehkan kemampuannya yang bisa melakukan
hal-hal tersebut. Perilaku meremehkan dan mengasihani dari lingkungannya benar-benar membuat DNR sedih dan tidak nyaman.
“jujur aja, itu aku sedih karena aku bisa ngelakukan ini tapi kenapa orang ini ngasihani aku. Aku ga mau dikasihani, dari dulu pun aku ga
mau dikasihani. Mau kayakmana pun aku, kayak gini aku harus bisa. Sampai sekarang kalau orang kayak mana yaa gitu juga sampai
sekarang. Aku selagi bisa ga mau bantuan orang lain.
” WIII-DNRb.248-254hal.12
“Iya, aku paling ga suka disepelein. Jadi jangan sepelein aku. Emang ga suka. Walaupun udah kejadian, sebelum kejadian, tetap ga suka.
Aku orangnya selagi aku bisa, selagi aku mampu jangan dibantu. Tiba aku nyerah, aku ga bisa, baru aku bilang, baru aku minta bantu sama
orang.
” WIII-DNRb.445-450hal.21
Ketika kesedihan atau pikiran mengenai kondisi ketunaannya datang, DNR memilih untuk menyendiri dan merenung di dalam kamarnya. Ia akan
mengatakan bahwa dirinya tidak ingin diganggu kepada keluarga dan teman-
Universitas Sumatera Utara
temannya. Ia juga akan mematikan telepon genggamnya saat keinginan untuk menyendiri ini muncul.
“Yaa sedih. Terkadang pun air mata pun menetes sendiri. Sering sih dulu. Tapi itu ga di depan orangtua. Masuk kamar.
Terkadang kalau ingin sendiri kan, aku selalu bilang sama teman aku, “Jangan ganggu aku, aku lagi pingin sendiri.” Gitu. Udah gitu aku
nangis. Tapi handphone itu aku matikan. Tapi di depan mereka, kalau mereka tahu aku kayakmana pasti mereka tahu kalau aku sering
sedih.
” WI-DNRb.349-356hal.17
2. Keingintahuan Curiosity