Uji Keabsahan Data METODE PENELITIAN

Triangulasi teknik telah dilakukan dengan melakukan observasi dan wawancara pada bulan Mei 2015 - Juli 2016. Pengumpulan data berupa tulisan maupun dokumentasi berbentuk gambar dan rekaman telah dilakukan pada saat observasi dan wawancara, juga studi dokumen yang dilakukan peneliti secara online melalui situs We Need More Stages, media sosial Lelagu, dan blog milik Komang Adhyatma. Perbedaan-perbedaan temuan yang ditemukan peneliti dalam wawancara dan observasi telah diverifikasi dengan menggunakan dokumen yakni arsip foto dan poster pertunjukan, serta arsip wawancara Fathoni dengan Gisela Swaragita yang diunggah di situs We Need More Stages, serta sebaliknya, sehingga dapat diperoleh data yang akurat mengenai hasil penelitian. 55

BAB IV MANAJEMEN PERTUNJUKAN PAGELARAN MUSIK LELAGU

A. Hasil Penelitian 1. Kedai Kebun Forum

Lelagu merupakan program reguler dari Kedai Kebun Forum, sebuah art space atau ruang berkesenian milik seniman Agung Kurniawan dan istrinya Yustina Neni. Kedai Kebun Forum berlokasi di Jalan Tirtodipuran no. 3 Yogyakarta. Kedai Kebun Forum dibangun pada tahun 1996, dan pada mulanya adalah restoran bernama Kedai Kebun yang memiliki ruang kosong di belakang dapur. Ruang tersebut kemudian digunakan secara rutin untuk beragam kegiatan seni seperti pameran seni rupa, pertunjukan teater, musik, tari, pembacaan puisi dan cerpen, juga diskusi budaya. Aktivitas-aktivitas ini kemudian memunculkan gagasan untuk membangun ruang baru yang bersifat mandiri. Bangunan Kedai Kebun kemudian mengalami renovasi dari Desember 2001 hingga Mei 2003. Renovasi tersebut mengubah Kedai Kebun yang tadinya hanya berupa restoran menjadi Kedai Kebun Forum, selanjutnya disebut KKF, yang terdiri dari dua lantai dan terbagi menjadi galeri, ruang pertunjukan, bookstore, dan restoran Anonim, 2016. Tujuan KKF adalah menjadi suatu ruang pergaulan bagi komunitas- komunitas seni agar mampu saling melebur dan mendukung satu sama lain. KKF memiliki misi menjadi ruang alternatif di tengah minimnya lahan berekspresi bagi seniman di Yogyakarta. Di samping memiliki agenda kegiatan sendiri, KKF juga mengakomodasi proposal-proposal kegiatan dari berbagai kalangan sebagai bentuk dukungan pada perkembangan kesenian Anonim, 2016. KKF dikepalai oleh Yustina Neni selaku direktur utama, dan Agung Kurniawan sebagai direktur artistik. Di bawahnya terdapat manajer operasional yang dipegang oleh Uniph wawancara dengan Uniph, 7 April 2016. KKF dikelola secara independen dengan memanfaatkan restorannya sebagai supporting system atau sistem pembiayaan. Restoran KKF menjadi sumber pemasukan yang digunakan untuk menutup biaya operasional KKF serta membiayai kegiatan- kegiatan kesenian yang dilaksanakan di KKF wawancara dengan Gisela Swaragita, 3 Mei 2015.

2. Perkembangan Lelagu a. Asal-usul Lelagu

Lelagu terbentuk karena adanya keinginan Agung Kurniawan untuk mengaktifkan ruang pertunjukan di lantai dua KKF yang tadinya tidak terpakai. Agung Kurniawan yang memiliki basis seni rupa mengutarakan gagasan tersebut kepada beberapa rekan senimannya, salah satunya Prihatmoko Moki. Prihatmoko Moki yang juga tergabung dalam beberapa proyek musik indie di Yogyakarta lalu mengajak rekannya dalam band Gemati, Gisela Swaragita untuk membantu mewujudkan gagasan Agung Kurniawan tersebut. Pada saat itu Gisela Swaragita juga aktif dalam KANALTIGAPULUH, suatu komunitas yang bergerak secara kolektif mengelola majalah serta radio online untuk mengekspos youth culture dan skena indie di Malang dan Yogyakarta. Kebetulan pada saat itu KANALTIGAPULUH yang dikepalai oleh Komang Adhyatma tengah menggarap suatu proyek pertunjukan reguler namun terkendala dalam hal pembiayaan wawancara dengan Gisela Swaragita 3 Mei 2015. KANALTIGAPULUH kemudian sepakat untuk mengadakan acara reguler pada minggu kedua setiap bulan di KKF. Dibentuk tim yang merupakan gabungan perwakilan dari KKF dan KANALTIGAPULUH. Selanjutnya dipilih nama Lelagu sebagai judul acara. Nama Lelagu dicetuskan oleh penyiar radio KANALTIGAPULUH saat itu, Nugroho Adhy. Lelagu memiliki makna sederhana yaitu “bebunyian” atau “nyanyian”, dalam bahasa Jawa biasa disebut “lelagon” Adhyatma, 2015. Melalui kerjasama KKF dengan KANALTIGAPULUH, terwujudlah Lelagu 1 pada bulan Mei 2013 yang dilangsungkan di ruang pertunjukan KKF.

b. Kolaborasi Audio dan Visual

Konsep Lelagu yang menghadirkan kolaborasi pertunjukan musik dan seni visual merupakan hasil penggabungan ide Prihatmoko Moki bersama KANALTIGAPULUH. Menurut Prihatmoko Moki dalam wawancara tanggal 7 Juni 2016, konsep musik akustik sendiri dibawa oleh KANALTIGAPULUH yang sedari awal ingin mengadakan gelaran rutin dengan konsep akustik. Konsep akustik juga mendukung kondisi venue yang pada saat itu masih bersebelahan dengan rumah warga, sehingga mengurangi kemungkinan acara menjadi terlalu bising wawancara dengan Gisela Swaragita, 3 Mei 2015. Unsur seni rupa yang dijadikan sebagai tontonan merupakan gagasan Prihatmoko Moki yang berlatar belakang seni rupa. Seni rupa dihadirkan sebagai respon langsung dari musik yang dimainkan dengan menggunakan media