Kepanitiaan Lelagu Perkembangan Lelagu a. Asal-usul Lelagu

ketiga itu pula panitia mulai mengkurasi penampil dan menetapkan tema di setiap pertunjukan wawancara dengan Prihatmoko Moki, 7 Juni 2016. Sebagai pertunjukan non-komersil, Lelagu tidak memberikan imbalan materi kepada penampil sehingga para penampil terlibat secara sukarela. Namun hal ini tidak menyulitkan Lelagu untuk mendapatkan penampil. Menurut Gisela Swaragita dalam wawancara tanggal 3 Mei 2016, bagi para musisi dan perupa baru, Lelagu menjadi “batu loncatan” yang membuka peluang mereka untuk lebih dikenal dalam komunitas-komunitas seni musik dan rupa. “… jadi Lelagu itu bukan gigs yang besar. Ini tuh adalah micro gigs gitu lho. Gigs yang berasal dari komunitas dan panitianya itu nggak dibayar. Jadi kita mainin band-band yang bisa mbayar kita pake seneng. Gitu dan ternyata Lelagu tu bisa jadi stepping stone gitu buat band-band seperti itu, ternyata gitu.” Selain itu Lelagu juga mampu menggaet musisi-musisi indie ternama bertarif tinggi untuk tampil tanpa dibayar wawancara dengan Gisela Swaragita, 3 Mei 2015. Popularitas Lelagu juga tampak dari perkembangan jumlah penonton yang hadir. Dari jumlah sekitar lima puluh orang di gelaran-gelaran awal, penonton Lelagu terus bertambah hingga bisa mencapai sekitar dua ratus orang dalam satu pertunjukan. Lelagu juga sudah dikenal oleh komunitas-komunitas musik indie serta perupa di luar kota Yogyakarta hingga tim Lelagu pernah mendapat tawaran untuk membawa pertunjukannya ke kota lain. Beberapa gelaran Lelagu terakhir juga menampilkan musisi dari luar Yogyakarta yang menawarkan diri untuk bermain di Lelagu.

e. Pengkarcisan Lelagu

Pada tahun 2015 muncul inisiatif dari Agung Kurniawan untuk membuat Lelagu menjadi acara yang menerapkan tiket masuk berbayar. Penerapan tiket masuk berbayar ini oleh tim Lelagu disebut sebagai “pengkarcisan”. Gagasan pengkarcisan ini dipicu oleh semakin maraknya gelaran seni gratis di Yogyakarta, dari yang berskala kecil hingga besar. Pertunjukan-pertunjukan gratis ini dianggap membiasakan penonton untuk mengecilkan nilai seni yang ditampilkan. Padahal agar mampu membuat pertunjukan yang berkualitas dibutuhkan waktu, tenaga, serta biaya yang tidak sedikit. Demikian penarikan biaya tiket masuk dilakukan sebagai upaya membangun kesadaran penonton untuk mengapresiasi karya seni serta kerja keras orang-orang di balik pertunjukan catatan peneliti dalam Forum Diskusi Lelagu, 3 Agustus 2015. Penarikan biaya masuk juga dipandang telah selayaknya dilakukan di Lelagu, dilihat dari perkembangan popularitas acara dan penampil yang dihadirkan. Adanya tiket masuk pun mendorong panitia untuk terus menampilkan pertunjukan yang berkualitas sebagai timbal balik dari tiket yang dibayarkan penonton catatan peneliti dalam Forum Diskusi Lelagu, 3 Agustus 2015. Melalui diskusi terbuka yang diselenggarakan di KKF pada tanggal 3 Agustus 2015 bersama Agung Kurniawan dan Risky Sasono musisi, diputuskan bahwa Lelagu selanjutnya akan menerapkan tiket masuk sebesar Rp20.000,-. Lelagu 16 menjadi edisi pertama yang menarik tiket masuk.