87 santri sendiri jadi ada yang orang tuanya yang tidak peduli, ngaji nggak
ngaji wes terserah. Padahal anaknya butuh di motivasi, butuh di support gitu kan”CW:3, hal:28
Kemudian pernyataan dari Ustadzah “DT” ada wawancara tanggal 24 Januari 2016, mengungkapkan bahwa:
“Kurang idealnya jumlah ustadzah dengan jumlah santri yang ada untuk dapat membentuk sebuah karakter”CW:5, hal:131-132
Ditambahkan dengan pendapat dari Ustadzah “Nai” selaku pengampu kelas TPA wawancara tanggal 22 Januari 2016, mengungapkan bahwa:
“Kalau penghambatnya sih lebih ke pengajarnya aja sih, kalau secara kuantitas kita kurang banyak jadi anak di sini terdaftar 150 lebih kalau
misalkan kondisi tidak hujan, berangkat 3 kelas itu ada 80 anak berangkat jika ustadzahnya yang datang hanya kira-kira 7 atau 8 itu menurut saya
kurang banget, kalau misalkan 7 ustadzah gitu ya, 1 ustadzah menghandel 10 anak itu menurut saya luar biasa jadi kita kurang tenaga disitu jadi ya
memang secara faktor penghambatnya termasuk pengajarnya gitu”CW:1, hal:121
Menurut Ustadzah “EM” pada wawancara pada tanggal 24 Januari 2016, mengungkapkan bahwa:
“tentu waktu. Kan beda ya dengan pendidikan formal. Kita berangkat jam 4 pulang jam 5 itu juga sudah dipotong istirahat, harus intensif iqro dan
alqur‟an kan jadi tidak full. Terus kekurangan ustadzhustadzah yang spesialisasinya
membentuk karakter.
Kalau jaman
dulu ada
ustadzaustadzah yang keras, harus gini harus gini, muridnya jadi sedikit disiplin. Kalau sekarang kan agak lembut
– lembut gitu”CW:4, Hal:130 Berdasarkan pernyataan
–pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan pendidikan karakter di Madrasah Diniyah Al-
Qur‟an „Aisyiyah Jatimulyo memiliki faktor penghambat yaitu latar belakang
pendidikan ustadzustadzah yang tidak sesuai dengan pembelajaran di
88 Madrasah sehingga kurang begitu maksimal dalam penyampaian materi.
Kemudian, kuantitas atau jumlah ustadzah yang tidak sebanding dengan jumlah santri juga menjadi penghambat terlaksananya proses pendidikan
karakter. Lalu ada faktor penghambat lain seperti faktor lingkungan tempat tinggal santri yang kurang mendukung santri untuk rajin berangkat menuntut
ilmu di Madrasah. Faktor penghambat yang terakhir ialah jumlah jam pembelajaran yang dirasa kurang untuk dapat memberikan pendidikan
karakter kepada santri secara optimal.
C. Pembahasan
Berdasarkan data hasil penelitian, baik dari data hasil wawancara, pengamatan dan dokumentasi yang peneliti dapatkan di lapangan, peneliti
akan melakukan pembahasan mengenai “Implementasi Pendidikan Karakter Anak di Madrasah Diniyah Al-
Qur‟an „Aisyiyah Jatimulyo”. Pembahasan dilakukan berdasarkan pertanyaan dari rumusan masalah yang sudah
ditetapkan. Adapun yang akan dijadikan pembahasan antara lain adalah:
1. Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Karakter di Madrasah
Diniyah Al- Qur’an ‘Aisyiyah Jatimulyo
a. Kurikulum Madrasah Diniyah Al-Qur’an ‘Aisyiyah Jatimulyo
Madrasah Diniyah Al- Qur‟an „Aisyiyah Jatimulyo menggunakan
kurikulum Madrasah Diniyah Tahun 1983 yang diadaptasi dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang memiliki dasar pada ketentuan yang
89 ditetapkan dalam PP No. 19 Tahun 2005 tentang standar Nasional Pendidikan
dan PP No. 55 Tahun 2007 Tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan yang menjelaskan bahwa pendidikan Madrasah Diniyah merupakan pendidikan
keagaman nonformal yang kehadirannya tumbuh dan berkembang dimasyarakat. Sebagai pendidikan berbasis masyarakat, Madrasah Diniyah
diberi keleluasaan dalam modifikasi pengelolaan ataupun pelaksanaan sistem kurikulum agar sesuai dengan kondisi lingkungannya.
Sesuai dengan hal itu, Madrasah Diniyah Al- Qur‟an „Aisyiyah
Jatimulyo memilliki mata pelajaran dan jumlah jam pembelajaran yang disesuaikan dengan kondisi Madrasah. Madrasah Diniyah Al-
Qur‟an „Aisyiyah Jatimulyo menurut kementrian Agama, masuk kedalam kategori
Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah dimana pada kurikulum yang ditetapkan oleh Kementrian Agama, kurikulum yang ditempuh dalam 4 Tahun
masa belajar dengan alokasi waktu sebanyak 18 jam pelajaran perminggu. Namun pada pelaksanaan dilapangan, Madrasah Diniyah Al-
Qur‟an „Aisyiyah Jatimulyo hanya mampu memenuhi total waktu 3 jam pelajaran perminggu.
Hal tersebut dapat dilihat dari jadwal pembelajaran yang ada di Madrasah Diniyah Al-
Qur‟an „Aisyiyah Jatimulyo. Pada masing-masing kelas yaitu kelas TKAL, TPA, dan TQA memiliki masing - masing jadwal 3 kali
pertemuan dalam seminggu dengan alokasi waktu 1 jam setiap satu kali tatap muka.
90 Berdasarkan observasi di lapangan, penyampaian materi yang tersusun
didalam kurikulum di ampu oleh masing – masing wali kelas kecuali mata
pelajaran intensif membaca iqro‟ dan Al-Qur‟an yang diampu khusus oleh para ustadz dan ustadzah intensif membaca Iqro‟ dan Al-qur‟an. Hal tersebut
mengakibatkan jumlah jam pada masing-masing mata pelajaran perminggu tidak dapat dipastikan tergantung kepada kesediaan dan kebijakan dari
masing-masing wali kelas.
Menurut wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada para ustadzah, kurikulum yang dipakai oleh Madrasah belum memasukkan
pendidikan karakter kedalam muatan kurikulum. Namun jika dilihat dari struktur mata pelajaran yang ada pada kurikulum yang digunakan, Madrasah
Diniyah Al- Qur‟an „Aisyiyah Jatimulyo sudah membawa kandungan
pendidikan karakter didalamnya walaupun tidak secara khusus tertulis. Pendidikan karakter yang ada pada kurikulum Madrasah dicerminkan pada
mata pelajaran Akhlak. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Agus Wibowo, 2012: 27-28 bahwa menurut agama Islam, karakter berarti akhlak yang
terbentuk atas dasar prinsip “ketundukan, kepasrahan, dan kedamaian” sesuai dengan makna dasar kata Islam. Nilai
– nilai karakter yang terkandung didalam mata pelajaran Akhlak antara lain ialah kasih sayang, sopan santun,
kedisiplinan, ikhlas, sabar, senang menolong tawadlu dan pemaaf.