LATAR BELAKANG MASALAH PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Globalisasi yang akan dimulai secara terbuka pada tahun 2015 kelak ternyata sejak dini telah menyita perhatian berbagai Negara di dunia. Globalisasi yang erat kaitannya dengan upaya eksistensi suatu Negara dalam hubungan dan serta perdagangan Internasional tersebut tidak terlepas dari kematangan perekonomian suatu Negara, karena dengan kuatnya pondasi ekonomi di suatu Negara maka keberadaan pihak swasta dan asing tidak akan menjadi kendala yang besar bahkan dapat dijadikan sebagai kekuatan. Selain itu karena globalisasi juga akan bersentuhan langsung dengan sendi-sendi kehidupan masyarakat maka peran dari Perusahaan Daerah sebagai pengelola tunggal sumber sendi kehidupan masyarakat daerah yang berhubungan langsung dengan peningkatan pembangunan daerah tentunya akan lebih dioptimalkan agar tidak terjadi penguasaan oleh pihak swasta maupun asing yang disebabkan oleh ketidakmampuan Perusahaan Daerah untuk bersaing. Isu globalisasi yang menerpa Perusahaan Daerah menuntut agar perusahaan yang sahamnya sepenuhnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah ini untuk mampu bersaing secara sehat dengan Perusahaan swasta atau asing, bahkan menjadikan perusahaan swasta dan asing sebagai rekan bisnis, dimana sebagai mata tombaknya adalah pelayanan publik berkualitas yang didasarkan atas unsur Good Corporate Governance sebagai pilarnya. Tuntutan untuk mewujudkan Universitas Sumatera Utara 2 Good Corporate Governance ini semakin kuat gaungnya dengan adanya konsep privatisasi yang merupakan bias dari globalisasi itu sendiri. Privatisasi sendiri merupakan produk dari Negara Barat yang tidak terlepas dari adanya tuntutan globalisasi serta adanya liberalisasi perdagangan Internasional. Berdasarkan pada teori Neoliberalisme yang mana salah satu poin dalam Structural Adjusment Programmenya SAP terdapat unsur privatisasi dan deregulasi pada Perusahaan milik Pemerintah yang bertujuan untuk menghidupkan perekonomian Negara dengan cara melakukan sentralisasi pengolahan sumber-sumber penerimaan Negara di tangan pemerintah pusat dan memfasilitasi usaha-usaha besar dan konglomerasi sebagai lokomotif pembangunan. Dimana lokomotif pembangunan itu dapat diartikan sebagai motor penggerak pembangunan. Lebih jauh motor penggerak pembangunan adalah pemilik modal yang mampu memfasilitasi biaya pembangunan. Privatisasi pada Kamus Perdagangan Internasional berarti suatu kebijakan yang ditempuh oleh suatu pemerintah dengan mengalihkan kepemilikan Badan Usaha Milik Pemerintah kepada swasta dalam rangka liberalisasi, efisiensi dan pengembangan kegiatan dunia usaha. Privatisasi kemudian berkembang pada penerapan privatisasi pada aset apa saja terutama aset layanan esensial yang selama ini dimonopoli oleh Perusahaan Milik Pemerintah seperti tanah, jalan atau bahkan air. Berdasarkan konsep Management Development Goals MDGs yang merupakan sebuah arahan untuk mencapai perkembangan millennium yang wajib diikuti oleh seluruh Negara di dunia, konsep Privatisasi Air sebenarnya dapat diterima karena salah satu tujuan Universitas Sumatera Utara 3 dari privatisasi air itu sendiri adalah untuk mempermudah akses masyarakat ke air sebagai kebutuhan vital. MDGs sendiri berisikan 8 delapan fokus tujuan pembangunan millennium, beserta target dan indikatornya masing-masing, disertai dengan strategi dan variabel pendukung lainnya. Salah satu dari 8 delapan buah fokus tujuan pembangunan millennium dalam MDGs berdasarkan UNDP United Nations Development Programme 2007 tersebut adalah menjamin pelestarian kelangsungan lingkungan hidup yang salah satu targetnya adalah pada tahun 2015 mengurangi setengah dari proporsi populasi yang tidak memiliki akses air minum yang bersih dan keperluan sanitasi dasar secara konsisten dengan indikator proporsi dari populasi yang memiliki akses sumber air yang konsisten dan lebih baik WHOUNICEF serta proporsi dari populasi yang memiliki akses untuk sanitasi yang lebih baik. Pelaksanaan privatisasi air juga didukung dengan berbagai masalah global yang menyangkut kebutuhan manusia yang paling esensial ini. Air di wilayah Asia Tenggara merupakan air dengan kualitas terendah yang semakin buruk seiring dengan kerusakan lingkungan hidup yang semakin menukik tajam. Lingkungan alam yang semakin buruk yang disebabkan oleh penebangan liar, meningkatnya jumlah kendaran yang beroperasi setiap hari, penggunaan Air Conditioner, efek rumah kaca dan lain sebagainya mengakibatkan pemanasan global sehingga bermuara kepada penipisan ozon yang menyebabkan semakin rendahnya kualitas air di Wilayah Asia Tenggara ditambah dengan minimnya kuantitas air karena air tanah yang berkurang secara drastis. Keadaan inilah yang mendukung privatisasi air pada negara-negara yang mengalami kesulitan untuk Universitas Sumatera Utara 4 memenuhi kebutuhan masyarakat akan air. Karena melalui privatisasi air, penyaluran air yang berkualitas dengan kuantitas yang memadai dan mudah diakses akan dapat dilaksanakan dengan bantuan kerjasama dengan pihak swasta Http:www.inwater.com, 14 Agustus 2007. Masalah global tersebut kemudian semakin kompleks di Indonesia. Pada Perusahaan Air Milik Daerah Sumatera Utara Tirtanadi dimana selain kendala alam, alat-alat operasional juga sudah tidak layak pakai dan di sisi lainnya di bidang finansial Perusahaan Daerah Air Minum Tirtanadi mengalami kesulitan karena tidak pernah mendapatkan subsidi dari pemerintah dan bahkan apabila Perusahaan mengalami keuntungan, Perusahaan diwajibkan untuk menyetor kepada Pemerintah Daerah untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah sehingga untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat pun terkendala karena perusahaan tidak memiliki dana cukup besar untuk merehabilitasi alat operasional serta untuk menjangkau daerah lainnya walaupun Perusahaan Daerah Air Minum Tirtanadi tergolong kepada Perusahaan Daerah Air Minum yang sehat wawancara pra penelitian, Kepala Divisi Penelitian dan Pengembangan, 18 September 2007. Jalan keluar yang ditempuh oleh Perusahaan Derah Air Minum Tirtanadi salah satunya untuk dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat serta untuk menjangkau wilayah lainnya adalah dengan memberikan peluang kepada pihak swasta maupun asing yang ingin turut mengelola sektor air di Indonesia dengan jalan melakukan kerjasama dengan pihak Perusahaan Air Minum Daerah lainnya maupun dengan pihak swasta. Dan peluang bagi pihak swasta ini pun disahkan dengan adanya Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air serta Universitas Sumatera Utara 5 Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum wawancara pra penelitian, Kepala Divisi Penelitian dan Pengembangan 18 September 2007. Kontroversi timbul, Undang-Undang serta Peraturan Pemerintah tersebut berkembang menjadi dasar untuk melakukan privatisasi air di Indonesia sehingga privatisasi air sendiri di Indonesia seperti memiliki dua sisi yang bertentangan. Seiring dengan perkembangan tuntutan globalisasi makna dari privatisasi itu sendiri tidak hanya terbatas pada penjualan saham semata, tetapi dengan memberikan kesempatan pada pihak swasta turut serta mengelola suatu sektor esensial juga merupakan bentuk lain dari privatisasi. Di sisi lainnya, pemerintah membantah bahwa Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 serta Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 bukanlah suatu hukum yang mengesahkan adanya privatisasi air di Indonesia karena bagaimana pun pihak swasta hanya sebagai pemegang modal ataupun sebagai distributor ke masyarakat sedangkan bahan baku airnya tetap dikuasai oleh pemerintah. Di lain pihak para kritikus dan aktivis ekonomi serta Hak Azasi Manusia turut menentang privatisasi air karena dianggap privatisasi bukan jalan keluar untuk meningkatkan kualitas Perusahaan Milik Pemerintah bahkan hanya akan semakin mempersulit keadaan ekonomi Indonesia dan Perusahaan Milik Negara karena kemungkinan tidak ada lagi jaminan dari negara untuk menyediakan air bersih bagi warganya. Hal ini jelas bertentangan dengan International Convenant on Economic, Social and Cultural Rights yang disahkan pada November 2002 yang menegaskan bahwa air adalah hak asasi manusia dan negara memiliki kewajiban untuk menghargai, melindungi, dan memenuhi kebutuhan rakyatnya. Universitas Sumatera Utara 6 Konvensi ini juga menyebutkan bahwa hak atas air adalah prasyarat dari pemenuhan hak asasi yang lain Http:www.kompas.com, 2 September 2007. Namun, disamping itu semua dengan adanya Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tersebut yang membuka peluang privatisasi air, berarti akan semakin besar persaingan atau pun kesempatan kerjasama antara Perusahaan Daerah dengan Perusahan swasta. Karena dengan membuka peluang privatisasi air akan membuat menjamurnya perusahaan operator air minum swasta di Indonesia. Tetapi kehadiran perusahaan swasta dan asing tersebut malah dapat dijadikan Perusahaan Pemerintah sebagai rekan bisnis strategis bila dapat terjalin hubungan yang simbiosis mutualisme di masa privatisasi air global kelak. Hal ini menjadi menarik karena adanya sisi kontroversial dari pelaksanaan privatisasi air di Indonesia yang disertai dengan adanya kendala-kendala yang terjadi pada intern Perusahaan Daerah Air Minum Tirtanadi. Untuk itu penulis tertarik untuk mengetahui siapkah PDAM Tirtanadi menuju privatisasi air yang akan dilihat melalui telaah pada sumber daya manusia, kemampuan keuangan, serta pelayanan publik berkualitas sebagai indikator kesiapan privatisasi air serta pola Kerjasama yang selama ini dilakukan oleh PDAM Tirtanadi dengan perusahaan swasta maupun asing karena hubungan yang dibina oleh PDAM Tirtandi tersebut dengan pihak swasta juga merupakan bentuk lain dari privatisasi air. Dengan ketertarikan akan masalah tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Siapkah PDAM Tirtanadi menghadapi Privatisasi Air” yang mana akan dilihat melalui sisi intern Perusahaan Daerah Air Minum Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara 7

I.2 PERUMUSAN MASALAH