4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1  Karakteristik Spirulina platensis
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan marshmallow yaitu biomassa kering  S.  platensis  yang  berasal  dari  Jepara  dan  S.  platensis  yang  di  kultivasi  di
laboratorium.  Spirulina  platensis  sebelum  digunakan  dianalisis  kandungan proksimat dan aktivitas antioksidan.
4.1.1  Kandungan proksimat Komposisi  kimia  S.  platensis  yang  digunakan  pada  pembuatan
marshmallow yaitu S. platensis kultivasi dan komersial disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Komposisi kimia S. platensis kultivasi dan komersial
Parameter S. platensis kultivasi  S. platensis komersial
Basis kering Basis kering
Kadar abu 13,87
6,26 Kadar protein
56,20 63,79
Kadar lemak 24,09
0,15 Karbohidrat by difference
5,84 29,81
Pengujian  komposisi  kimia  ini  bertujuan  untuk  mengetahui  berapa  besar komposisi gizi yang dapat ditambahkan kedalam suatu bahan pangan. Kadar abu
dan kadar lemak pada Spirulina hasil kultivasi lebih tinggi, yaitu 13,87 bk dan 24,09  bk,  namun  memiliki  kadar  protein  dan  karbohidrat  lebih  rendah,  yaitu
56,20 bk dan 5,84 bk. Spirulina  komersial memiliki kadar abu dan lemak lebih  rendah  yaitu  6,26  bk  dan  0,15  bk  dengan  kadar  protein  dan
karbohidrat  lebih  tinggi,  yaitu  63,79  bk  dan  29,81  bk.  Kandungan  gizi bahan  baku  berbeda-beda  bergantung  pada  lingkungan,  fase  pertumbuhan,  serta
umur  panen  bahan  baku  tersebut.  Colla  et  al.  2007  menyebutkan  bahwa  suhu dan  media  kultivasi  berpengaruh  terhadap  biomassa,  protein,  lemak,  dan
komponen fenol S. platensis. Suhu kultivasi sebesar 35
o
C memberikan pengaruh negatif  pada  produksi  biomassa  dan  memberikan  pengaruh  positif  pada  protein,
lemak,  dan  komponen  fenol  S.  platensis.  Kadar  abu  berhubungan  dengan kandungan mineral suatu bahan. Tingginya kadar abu pada Spirulina dipengaruhi
oleh keberadaan unsur mineral dalam media kultur Widiyaningsih et al. 2008.
Kadar  protein  dan  karbohidrat  pada  Spirulina  kultur  lebih  rendah,  diduga karena perbedaan  media dan umur panen. Media  yang digunakan pada  Spirulina
kultur adalah Zarrouk modifikasi teknis dengan sumber nitrogen yang digunakan yaitu urea CH
4
N
2
O sebanyak 0,13 gL, sedangkan  media yang digunakan pada Spirulina komersial adalah media Walne dengan sumber nitrogen yang digunakan
yaitu  NaNO
3
sebanyak  100  grL.  Hal  ini  sesuai  dengan  laporan  hasil  penelitian Suminto 2009, bahwa pada  media  yang kandungan  nitrogennya tercukupi akan
mendukung  produksi  protein  dan  lemak,  tetapi  akan  menurunkan  sintesis karbohidrat.  Spirulina  komersial  memiliki kandungan protein  lebih tinggi  hal  ini
diduga  karena  konsentrasi  nitrogen  yang  terkandung  dalam  media  cukup  tinggi apabila  dibandingkan  Spirulina  kultur  dengan    media  Zarrouk.  Menurut
Colla  et  al. 2007, nitrogen diperlukan pada proses sintesis asam amino sebagai penyusun  protein  di  dalam  sel.  Kemudian  dikatakan  bahwa  semakin  rendah
konsentrasi  N  maka  akan  semakin  rendah  pula  kandungan  proteinnya. Chrismadha et al. 2006 menyatakan bahwa konsentrasi nitrogen dan fosfor yang
rendah  dapat  menghambat  sintesis  protein  dan  karbohidrat  pada  Spirulina.  Pada konsentrasi  nitrogen rendah kandungan protein turun  hingga 30 dari  biomassa,
bahkan  pada  kultur  yang  konsentrasi  fosfornya  rendah  kandungan  protein  turun hingga  24  dari  biomassanya.  Demikian  juga  kandungan  karbohidrat  Spirulina
pada konsentrasi nitrogen dan fosfor rendah kandungan karbohidrat turun menjadi 8-19 dari biomassanya.
Kandungan  lemak  pada  Spirulina    kultur  lebih  tinggi  bila  dibandingkan dengan  Spirulina  komersial.  Widianingsih  et  al.  2008  menjelaskan  jika
pembatasan  unsur  N  pada  media  pemeliharaan  dalam  kondisi  terkontrol  dapat meningkatkan  kandungan  lemak  dan  sebaliknya  besarnya  kandungan  unsur  N
pada media pemeliharaan mengakibatkan rendahnya kandungan lemak. 4.1.2  Aktivitas antioksidan
Aktivitas  antioksidan  yang  terukur  pada  nilai  IC
50
adalah  1625  ppm  untuk S.  platensis  hasil  kultivasi  dan  931  ppm  untuk  S.  platensis  komersial.  Nilai  IC
50
merupakan besarnya konsentrasi yang dapat menghambat akitivitas radikal bebas sebanyak  50.  Semakin  rendah  nilai  IC
50
yang  terukur  maka  semakin  tinggi aktivitas  antioksidannya.  Aktivitas  antioksidan  dikatakan  sangat  kuat  bila  nilai
IC
50
kurang dari 50 ppm dan dikatakan  lemah  bila nilai IC
50
lebih dari 200 ppm Molyneux  2004.  S.  platensis  kultur  maupun  S.  platensis  komersial  dapat
dikatakan mempunyai aktivitas antioksidan namun sangat lemah. Tingginya nilai IC
50
pada S. platensis kultur dan S. platensis komersial dikarenakan sampel yang digunakan tidak dilakukan ekstraksi telebih dahulu. Ekstraksi disini dimaksudkan
untuk  mendapatkan  senyawa  aktif  antioksidan  dari  keseluruhan  sel  suatu  bahan menggunakan  pelarut  tertentu.  Herrero  et  al.  2005  menyatakan  aktivitas
antioksidan  Spirulina yang diekstrak dengan berbagai pelarut  cukup tinggi. Nilai IC
50
pada  ekstrak  Spirulina  yang  diekstraksi  menggunakan  empat  pelarut  yaitu heksan, petroleum eter, etanol, dan air  pada suhu 115
o
C selama 9 menit berturut- turut 72 ppm, 67,9 ppm, 83,2 ppm, dan 348,1 ppm.
Senyawa  aktif  pada  Spirulina    yang  dapat  digunakan  sebagai  sumber antioksidan  diantaranya  adalah  fikosianin,  betakaroten,  tokoferol,
γ-linoleic acid dan  komponen  fenol.    Selenium  yang  terkandung  dalam  fikosianian  memiliki
aktivitas  yang  kuat  dalam  menghambat  radikal  superoksidase  dan  hidrogen peroksida Merdekawati dan Susanto 2009.
4.2  Penentuan Formulasi Terpilih Marshmallow Spirulina Komersial