Analisis Kinerja Keuangan PT. Bank Jabar Banten (Persero), Tbk. Periode 2008-2010

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan kondisi perekonomian dunia yang semakin cepat menuntut dunia usaha untuk terus selalu mengikuti perubahan-perubahan yang ada. Bagi perusahaan go public atau telah mengeluarkan saham dan mencatatkannya di bursa efek, angka–angka atau indikator kinerja yang dihasilkannya harus melalui proses penilaian yang objektif, sehingga secara efektif bisa memberikan gambaran tentang perkembangan perusahaan yang bersangkutan. Angka – angka kinerja itu menjadi masukan penting bagi investor untuk membeli atau melakukan transaksi saham atas perusahaan yang bersangkutan.

Dengan semakin baiknya pertumbuhan perekonomian tersebut mengakibatkan pula persaingan pada dunia usaha menjadi semakin kompetitif. Para pelaku di dunia usaha tersebut memiliki kepentingan yang berbeda-beda sehingga pengambilan keputusan yang tepat akan sangat diperlukan demi mencapai tujuan masing-masing. Dengan perbedaan kepentingan tersebut pengukuran kinerja keuangan digunakan sebagai salah satu dasar dalam pengambilan keputusan.

Tingkat pengukuran kinerja serta kesehatan suatu perusahaan merupakan sesuatu hal yang saling berhubungan. Tingkat kesehatan perusahaan akan berdampak pada pengambilan keputusan, baik bagi kreditur, pemegang saham, maupun pihak internal perusahaan itu sendiri. para calon kreditur dan pemegang saham sangat berkepentingan untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya dalam perusahaan agar dana yang diinvestasikan cukup aman dan mendapat tingkat pengembalian yang akan menentukan investasi yang ditanamkan. Bagi pihak manajemen, penilaian kinerja keuangan perusahaan akan mempengaruhi dalam penyusunan rencana perusahaan yang akan diambil untuk masa depan demi kelangsungan hidup perusahaan.

Semakin membaiknya kondisi perekonomian ditunjukan pada akhir tahun 2010 lalu kondisi perekonomian di Indonesia mengalami peningkatan, hal tersebut ditandai atau tercermin dari indikator-indikator pertumbuhan ekonomi diantaranya pertumbuhan perekonomian Indonesia yang sebesar 6,1% dengan


(2)

2

tingkat inflasi yang sebesar 6,96%. Membaiknya kondisi perekonomian di Indonesia juga terlihat dari semakin stabilnya nilai rupiah pada kisaran Rp. 9.000 per dolar AS. Pertumbuhan ekonomi tersebut ditopang oleh kuatnya permintaan domestik terutama konsumsi dan investasi (Biro Pusat Statistik : 2010).

Membaiknya kondisi perekonomian nasional seiring dengan membaiknya stabilitas sistem keuangan yang didukung oleh kondisi sektor perbankan yang sehat dan kuat. Sepanjang tahun 2010, wajah industri perbankan nasional mencerminkan kondisi yang lebih baik dibandingkan tahun 2009. Indikator asset, laba, perolehan dana pihak ketiga maupun penyaluran kredit menunjukan tren peningkatan yang lebih baik dimana masing-masing pertumbuhannya sebesar 18,73%, 26,77%, 18,50% dan kredit sebesar 22,80% (Statistik Perbankan Indonesia, BI : 2010).

Dalam hal menilai suatu kinerja perusahaan tentunya diperlukan informasi yang akurat dan penentuan alat ukur kinerja perusahaan yang tepat. Laporan keuangan merupakan salah satu dasar pengukuran kinerja perusahaan. Dengan menganalisis laporan keuangan perusahaan akan diperoleh informasi yang benar dan lengkap atas kinerja perusahaan bagi para penyandang dana atau investor.

Kinerja keuangan perusahaan tersebut selain diukur menggunakan analisis rasio-rasio keuangan yang menghitung berdasarkan periode tertentu, adapun kinerja keunagn tersebut dapat dilihat dari apakah suatu perusahaan tersebut memiliki nilai tambah ekonomis yang berguna sebagai informasi bagi para penyandang dana atau investor.

Semakin ketatnya persaingan yang dihadapi bank dewasa ini memicu beberapa bank konvensional baik swasta, bank pemerintah maupun bank milik daerah dituntut untuk memiliki kinerja keuangan yang bagus. Hal tersebut dapat tercermin dalam nilai seperti Capital Adequacy Ratio (CAR), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), dan Net Profit Margin (NPM), serta Asset Turnover Ratio.

Salah satu diantara sekian banyak bank yang masih harus dilihat dalam hal kinerja keuangannya yaitu Bank Jabar dan Banten. Pada tahun 2009 Bank Jabar Banten terus memperluas jangkauan dengan membuka kantor-kantor cabang danoutletpelayanan baru, baik untuk memperkuat keberadaannya di sentra-sentra


(3)

3

pertumbuhan ekonomi yang telah ada, maupun untuk menangkap peluang di area-area pertumbuhan baru, termasuk di luar propinsi Jawa Barat dan Banten. Pada saat yang sama, jalur-jalur distribusi juga terus diperkuat antara lain melalui perluasan jaringan ATM.

Adapun total jumlah asset, penyaluran dana kredit, pendapatan bunga bersih dan saldo rugi/laba yang dimiliki adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Jumlah Asset Bank Jabar Banten (Rp Juta) Tahun Jumlah Asset Penyaluran

dana/Credit

Pendapatan Bunga Bersih

Saldo Laba/Rugi 2006 21.214.898 18.644.813 1.094.989 535.925 2007 23.043.489 20.929.812 1.213.222 680.789 2008 26.040.869 24.688.297 1.825.870 940.769 2009 32.410.329 29.238.224 2.103.038 1.279.389 2010 43.445.700 38.866.244 2.639.581 1.743.497 Sumber : Bank Jabar Banten, Laporan Tahunan/Annual Report tahun 2010

Dilihat dari jumlah total asset, seperti terlihat pada tabel dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Begitu pun halnya dengan penyaluran kredit dan pendapatan bunga bersih serta laporan saldo rugi/laba. Akan tetapi hal berbeda terjadi setelah semester kedua tahun 2010 dibandingkan dengan tahun – tahun sebelumnya dimana pada semester kedua tahun 2010 perusahaan telah mencatatkan sahamnya pada bursa efek melalui initial public offering (IPO) pada tanggal 8 Juli 2010. Maka untuk memberikan informasi kepada para investor atau penyandang dana tentang bagaimana perubahan kinerja Bank BJB dimana merupakan Bank Pembangunan Daerah (BPD) pertama kali yang mengeluarkan sahamnya kepada publik, dilakukan suatu analisis kinerja keuangan melalui alat ukur kinerja keuangan seperti analisis rasio-rasio keuangan untuk dapat melihat tingkat solvabilitas, aktifitas, dan tingkat profitabilitas perusahaan.

Dengan begitu gambaran suatu kinerja perusahaan akan berbeda dengan adanya tambahan modal yang terjadi setelah go public apabila dibandingkan dengan sebelumnya sehingga tujuan perusahaan dengan memperdagangkan saham pada bursa efek adalah memaksimalkan nilai saham


(4)

4

dikarenakan nilai saham yang ada adalah kekayaan para pemegang sahamnya. Dengan berpedoman pada pencapaian nilai yang maksimal berarti perusahaan dapat mengolah sumber daya yang terbatas untuk menghasilkan nilai yang maksimal, itu mengapa perlu dikaji mengenai kinerja keuangan sebelum dan setelah go public serta penciptaan nilai tambah ekonomis bagi pemegang saham atau investor, serta apakah dengan penjualan saham pada publik akan mempengaruhi kinerja secara keseluruhan dengan dilihat melalui analisis Du Pont maka indikator atau komponen-komponen yang mempengaruhi tingkat profitabilitasrasio keuangan akan didapat dan dapat diketahui pula faktor-faktor yang mempengaruhinya.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana kinerja Bank Jabar Banten sebelum dan setelahgo public? 2. Bagaimana perubahan kinerja tersebut memberikan kebaikan nilai tambah

ekonomis/Economic Value Added (EVA) ?

3. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja keuangan ? 1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui perkembangan kinerja keuangan PT. Bank Jabar Banten sebelum dan setelahgo public.

2. Mengetahui perubahan kinerja yang memberikan pengaruh terhadap nilai tambah ekonomis.

3. Mengetahui faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi kinerja keuangan PT. Bank Jabar Banten, Tbk.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi perusahaan, pembaca, maupun penulis sendiri. Selain memberikan manfaat dalam hal penilaian kinerja keuangan Bank Jabar Banten terutama memberikan gambaran mengenai kinerja Bank Jabar Banten sebelumgo publicdan setelahgo publicdan dapat mengetahui mengenai rasio-rasio keuangan pada laporan keuangan Bank Jabar Banten serta mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi


(5)

5

kinerja keuangan perusahaan serta sebagai informasi untuk para investor untuk dapat berinvestasi pada Bank Jabar Banten.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada kinerja keuangan PT. Bank Jabar Banten, Tbk. yang hanya dilihat pada laporan neraca dan laporan laba rugi saja. Data sekunder yang diambil merupakan data tiga tahun terakhir dengan pertimbangan untuk dapat melihat kinerja keuangan diperlukan minimal data selama tiga periode. Sedangkan alat analisis atau metode yang dipergunakan antara lain analisis rasio (solvabilitas, aktivitas dan profitabilitas), analisis economic value added (EVA), serta analisis sistem Du Pont. Seluruh analisis di atas digunakan untuk melihat sejauh mana perkembangan kinerja keuangan PT. Bank Jabar Banten, Tbk. dalam kurun waktu tiga tahun antara tahun 2008 sampai 2010, terkecuali analisis EVA (Economic Value Added).


(6)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bank

Kasmir (2003) mendefinisikan bank sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya. Arti lembaga keuangan itu sendiri adalah setiap perusahaan yang bergerak di bidang keuangan di mana kegiatannya baik hanya menghimpun dana atau keduanya menghimpun dan menyalurkan dana.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 tahun 1998 tentang perbankan, Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

2.1.1. Bank-bank Umum

Berdasarkan Undang-undang No. 14 tahun 1967 yang dimaksud dengan bank umum ialah bank yang dalam pengumpulan dananya terutama menerima simpanan dalam bentuk giro dan deposito dan dalam usahanya terutama memberikan kredit jangka pendek.

Bank-bank umum terdiri dari bank-bank umum pemerintah, bank-bank umum swasta, bank-bank umum asing dan bank umum koperasi. (Suyanto, 1994). 2.1.2. Bank-bank Pembangunan

Berdasarkan Undang-undang No. 14/1967, yang dimaksud dengan bank pembangunan adalah bank yang dalam pengumpulan dananya terutama menerima simpanan dalam bentuk deposito dan/atau mengeluarkan kertas berharga jangka menengah dan panjang di bidang pembangunan.

Bank-bank pembangunan terdiri atas bank pembangunan pemerintah, bank-bank pembangunan daerah dan bank pembangunan swasta. Dan apabila dilihat dari segi fungsinya bank pembangunan daerah ialah bank yang dalam pengumpulan dananya terutama menerima simpanan dalam bentuk deposito dan atau mengeluarkan kertas berharga jangka menengah dan jangka panjang serta


(7)

7

dalam usahanya terutama memberikan kredit jangka menengah dan panjang di bidang pembangunan. (Suyanto, 1994).

2.2. Definisi Kinerja Keuangan

Menurut Fahmi (2011) Kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan dengan menggunakan aturan-aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar. Seperti dengan membuat suatu laporan keuangan yang telah memenuhi standard an ketentuan dalam SAK (Standar Akuntansi Keuangan) atau GAAP (General Accepted Accounting Principle), dan lainnya.

Pengertian pengukuran kinerja dapat diartikan sebagai suatu usaha yang dilaksanakan oleh seseorang untuk mengevaluasi secara kuantitatif hasil dari aktivitas-aktivitas yang dilaksanakan oleh suatu perusahaan pada suatu periode tertentu. Pada prinsipnya kinerja dapat dilihat dari siapa yang melakukan penilaian itu sendiri. pengukuran kinerja bagi manajemen dapat diartikan sebagai pengukuran atas kontribusi yang dapat diberikan oleh suatu bagian bagi pencapaian tujuan perusahaan secara keseluruhan. Pengukuran kinerja bagi pihak di luar manajemen dapat diartikan sebagai pengukuran atas suatu prestasi yang dicapai oleh suatu satuan organisasi dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat hasil pelaksanaan kegiatannya.

2.3. Laporan Keuangan

Dalam pengertian yang sederhana, laporan keuangan adalah laporan yang menunjukan kondisi keuangan perusahaan pada saat ini atau dalam suatu periode tertentu (Kasmir, 2011).

Maksud laporan keuangan yang menunjukan kondisi perusahaan saat ini adalah merupakan kondisi terkini. Kondisi perusahaan terkini adalah keadaan keuangan perusahaan pada tanggal tertentu (untuk neraca) dan periode tertentu (untuk laporan laba rugi). Biasanya laporan keuangan dibuat per periode, misalnya tiga bulan, atau enam bulan untuk kepentingan internal perusahaan. Sementara itu, untuk laporan yang lebih luas dilakukan setahun sekali. Disamping itu, dengan adanya laporan keuangan, dapat diketahui posisi perusahaan terkini setelah menganalisis laporan keuangan tersebut dianalisis.


(8)

8

Laporan keuangan menggambarkan pos-pos keuangan perusahaan yang diperoleh dalam suatu periode. Dalam praktiknya dikenal beberapa macam laporan keuangan seperti : neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan modal, laporan catatan atas laporan keuangan dan laporan kas. Masing-masing laporan memiliki komponen keuangan tersendiri, tujuan dan maksud tersendiri.

2.3.1. Neraca

Menurut James C Van Horne dalam Kasmir (2011) neraca adalah ringkasan posisi keuangan perusahaan pada tanggal tertentu yang menunjukan total aktiva dengan total kewajiban ditambah total ekuitas pemilik.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa neraca merupakan ringkasan laporan keuangan. Artinya, laporan keuangan disusun secara garis besarnya saja dan tidak mendetail. Kemudian, neraca juga menunjukan posisi keuangan berupa aktiva (harta), kewajiban (utang), dan modal perusahaan (ekuitas) pada saat tertentu. Artinya neraca dapat dibuat untuk mengetahui kondisi (jumlah dan jenis) harta, utang, dan modal perusahaan. Maksud pada tanggal tertentu adalah neraca dibuat dalam waktu tertentu setiap saat dibutuhkan, namun neraca dibuat biasanya akhir tahun atau kuartal.

2.3.2. Laporan laba Rugi

Menurut James C Van Horne dalam Kasmir (2011) pengertian laba rugi yaitu ringkasan pendapatan dan biaya perusahaan selama periode tertentu diakhiri dengan laba atau rugi pada periode tersebut. Laporan laba rugi terdiri dari penghasilan biaya perusahaan pada periode tertentu, biasanya untuk satu tahun atau tiap semester enam bulan atau tiga bulan.

2.4. Rasio Keuangan

Pengertian rasio keuangan menurut James C Van Horne dalam Kasmir (2011) merupakan indeks yang menghubungkan dua angka akuntansi dan diperoleh dengan membagi satu angka dengan angka lainnya. Rasio keuangan digunakan untuk mengevaluasi kondisi keuangan dan kinerja perusahaan. Dari hasil rasio keuangan ini akan terlihat kondisi kesehatan perusahaan yang bersangkutan.

Menurut Kasmir (2011) rasio keuangan merupakan kegiatan membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan dengan cara


(9)

9

membagi satu angka dengan angka lainnya. Perbandingan dapat dilakukan antara satu komponen dengan komponen dalam satu laporan keuangan atau antar komponen yang ada di antara laporan keuangan. Kemudian angka yang diperbandingkan dapat berupa angka-angka dalam satu periode maupun beberapa periode.

Hasil rasio keuangan ini digunakan untuk menilai kinerja manajemen dalam suatu periode apakah mencapai target seperti yang telah ditetapkan. Kemudian juga dapat dinilai kemampuan manajemen dalam memberdayakan sumber daya perusahaan secara efektif.

Dari kinerja yang dihasilkan ini juga dapat dijadikan sebagai evaluasi hal-hal yang perlu dilakukan ke depan agar kinerja manajemen dapat ditingkatkan atau dipertahankan sesuai dengan target perusahaan. Atau kebijakan yang harus diambil oleh pemilik perusahaan untuk melakukan perubahan terhadap orang-orang yang duduk dalam manajemen ke depan.

2.4.1. Rasio Keuangan Bank

Rasio keuangan yang digunakan oleh bank dengan perusahaan non bank sebenarnya relatif tidak jauh berbeda. Perbedaannya terutama terletak pada jenis rasio yang digunakan untuk menilai suatu rasio yang jumlahnya lebih banyak. Hal ini wajar saja karena komponen neraca dan laba rugi yang dimiliki bank berbeda dengan laporan neraca dan laba rugi perusahaan non bank. Bank merupakan perusahaan keuangan yang bergerak dalam memberikan layanan keuangan yang mengandalkan kepercayaan dari masyarakat dalam mengelola dananya. Resiko yang dihadapi bank jauh lebih besar ketimbang perusahaan non bank sehingga beberapa rasio dikhususkan untuk memperhatikan rasio ini.

Sama seperti perusahaan non bank, untuk mengetahui kondisi keuangan suatu bank, dapat dilihat laporan keuangan yang disajikan oleh suatu bank secara periodik. Laporan ini juga sekaligus menggambarkan kinerja bank selama periode tersebut. Laporan ini sangat berguna terutama bagi pemilik, manajemen, pemerintah, dan masyarakat sebagai nasabah, guna mengetahui kondisi bank tersebut pada waktu tertentu. Setiap laporan yang disajikan haruslah dibuat sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.


(10)

10

2.4.2. Rasio Solvabilitas

Rasio ini disebut juga Ratio leverage yaitu mengukur perbandingan dana yang disediakan oleh pemiliknya dengan dana yang dipinjam dari kreditur perusahaan tersebut. Rasio ini dimaksudkan untuk mengukur sampai seberapa jauh aktiva perusahaan dibiayai oleh hutang, rasio ini menunjukkan indikasi tingkat keamanan dari para pemberi pinjaman.

2.4.2.1. Debt Ratio(Rasio Total Hutang dengan Total Aktiva)

Rasio ini digunakan untuk mengukur sejauh mana kewajiban perusahaan digunakan untuk mendanai pembelian atau investasi. Atau beberapa bagian dari keseluruhan kebutuhan dana yang dibelanjai dengan utang (Riyanto, 1995).

2.4.2.2. Total Debt to Equity Ratio (Rasio Total Hutang dengan Modal Sendiri)

Rasio ini menunjukan perbandingan antara jumlah seluruh hutang, baik jangka pendek maupun jangka panjang dengan jumlah modal sendiri perusahaan. Atau bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan untuk keseluruhan utang (Riyanto, 1995).

2.4.2.3. Equity to Total Aktiva (Rasio Modal Sendiri terhadap Total Aktiva) Disamping menunjukan keamanan bagi kreditur rasio modal sendiri terhadap total aktiva menunjukan besarnya proporsi jumlah aktiva yang dibiayai oleh modal sendiri.

2.4.2.4. Capital Adequacy Ratio(CAR)

Capital Adequacy Ratio (CAR) digunakan untuk mengukur kemampuan permodalan yang ada untuk menutup kemungkinan kerugian di dalam kegiatan perkreditan dan perdagangan surat-surat berharga (Martono dalam Imamah, 2005).

Menurut Kasmir (2011) terdapat tiga macam CAR. Pertama, CAR yang diperoleh setelah besarnya estimasi resiko yang akan terjadi dalam pemberian kredit dan resiko yang akan terjadi dalam perdagangan surat-surat berharga diketahui. Kedua, CAR yang diperoleh dari perbandingan antara Modal Ekuitas dikurangi Aktiva Tetap denganLoan Toataldan Sekuritasnya. Ketiga, CAR yang didapat dari perbandingan antara modal ekuitas dengan Loan Total dan


(11)

11

sekuritasnya. Sedangkan menurut ketentuan Bank Indonesia, CAR diperoleh dari perbandingan antara Total Modal dengan Aktiva tertimbang Menurut Resiko (ATMR).

2.4.3. Rasio Aktifitas

Rasio aktifitas yaitu rasio-rasio yang dimaksudkan untuk mengukur sampai seberapa besar efektifitas perusahaan dalam mengerjakan sumber-sumber dananya.

2.4.3.1. Total Asset Turnover Ratio

Menurut Riyanto (1995) Rasio perputaran total aktiva atau Total Asset Turnover adalah kemampuan dana yang tertanam dalam keseluruhan aktiva berputar dalam satu periode tertentu atau kemampuan modal yang diinvestasikan untuk menghasilkanrevenue.

2.4.3.2. Fixed Asset Turnover Ratio

Fixed Asset Turnovermerupakan rasio yang digunakan untuk mengukur berapa kali dana yang ditanamkan dalam aktiva tetap berputar dalam satu periode. Atau dengan kata lain, untuk mengukur apakah perusahaan sudah menggunakan kapasitas aktiva tetap sepenuhnya atau belum. Untuk mencari rasio ini, caranya adalah membandingkan antara penjualan bersih dengan aktiva tetap dalam satu periode. (Kasmir, 2011).

2.4.4. Rasio Rentabilitas

Rasio Rentabilitas sering disebut profitabilitas usaha. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi usaha yang dicapai oleh bank yang bersangkutan (Kasmir, 2011). Sedangkan menurut Martono juga dalam Imamah (2005), Rasio rentabilitas bertujuan untuk mengetahui kemampuan bank dalam menghasilkan laba selama periode tertentu. Beberapa rasio tersebut antara lain :

Net Profit Margin(Margin Laba Bersih)

Net Profit Margin (NPM) merupakan rasio untuk mengukur kemampuan bank dalam menghasilkan net income (laba bersih) dari kegiatan operasi pokoknya, atau disebut juga tingkat kemampulabaan suatu perusahaan.

Return On Asset(ROA)

Return On Asset (ROA) merupakan rasio yang mengukur kemampuan bank dalam memperoleh laba bersih atas total asset yang dimiliki bank dan


(12)

12

mengindikasikan perusahaan menggunakan seluruh asset yang tersedia dengan baik. ROA digunakan untuk mengevaluasi aktifitas keseluruhan perusahaan.

Return on Equity(Pengembalian atas Ekuitas)

Hasil pengembalian ekuitas atau return on equity atau rentabilitas modal sendiri merupakan rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri. Rasio ini menunjukan efisiensi penggunaan modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini, semakin baik. Artinya posisi pemilik perusahaan semakin kuat, demikian pula sebaliknya (Kasmir, 2011).

2.5. Analisis Sistem Du Pont

Analisis du Pont merupakan pendekatan terpadu terhadap analisis rasio keuangan. Analisis Du Pont menggabungkan rasio-rasio aktivitas dan profit margin dengan menunjukan bagaimana rasio-rasio tersebut berinteraksi untuk menentukan profitabilitas aktiva-aktiva yang dimiliki perusahaan serta tingkat pengembalian ekuitas (ROE) yang dihasilkan. Analisis ini memfokuskan pada ROE perusahaan karena dalam analisis Du Pont menganggap bahwa keberhasilan perusahaan dapat dilihat dari perkembangan ROE yang dimiliki, semakin tinggi ROE suatu perusahaan maka semakin baik perusahaan dalam mengelola manajemennya (Sawir dalam Suseno, 2010).

Analisis ini dikembangkan dalam suatu bagan Du Pont. Bagan Du Pont merupakan bagan yang dirancang untuk menunjukan hubungan diantara tingkat pengembalian atas investasi, perputaran aktiva, marjin laba, dan hutang (Brigham dan Houston, 2001).

Pada dasarnya persamaan bagan Du Pont memperlihatkan interaksi antara marjin laba bersih, perputaran total aktiva dan penggunaan hutang yang digunakan untuk mendanai aktiva yang akibatnya menentukan tingkat pengembalian modal sendiri pada sisi kiri dari bagan Du Pont digunakan untuk menghitung profitabilitas perusahaan yaitu marjin laba bersih atas penjualan atau pendapatan operasi dan non operasi. Berbagai biaya didaftarkan dan dijumlahkan untuk mendapatkan total biaya dan kemudian dikurangkan dari penjualan untuk menghasilkan laba bersih perusahaan. Laba bersih dibagi dengan penjualan akan menghasilkan margin laba bersih. Pada sisi kanan dari bagan Du Pont menyajikan


(13)

13

aktivitas perusahaan yaitu dilihat dari berbagai aktiva dan kemudian membagi penjualan dengan total aktiva untuk memperoleh perputaran total aktiva yaitu berapa kali perusahaan memenfaatkan aktivanya setiap tahun. Apabila perputaran aktiva pada sisi kanan dikalikan dengan margin laba bersih pada sebelah kiri akan menghasilkan tingkat pengembalian investasi.


(14)

14

dibagi

dikali

dibagi dibagi

dikurangi

Gambar 1. Kerangka Analisis Du Pont (Sawir dalam Suseno 2010) Tingkat

Pengembalian Ekuitas (ROE)

Tingkat Pengembalian

Aktiva (ROA)

1 Rasio Hutang (Debt Ratio)

Margin Laba Bersih Perputaran Total Aktiva

Laba Bersih

Penjualan Penjualan Total Aktiva

Penjualan

Total Biaya

Harga Pokok Penjualan

Biaya Operasi Tunai

Depresiasi

Biaya Bunga

Pajak

Aktiva Lancar

Aktiva Tetap Aktiva Lain

Kas dan surat berharga Piutang Dagang

Persediaan


(15)

15

2.6. Economic Value Added(EVA)

Konsep EVA merupakan suatu konsep penilaian kinerja keuangan perusahaan yang dikembangkan oleh Stem Stewart & Co, sebuah perusahaan konsultan manajemen keuangan di Amerika Serikat. Konsep EVA membuat perusahaan lebih memfokuskan perhatian ke upaya penciptaan nilai perusahaan dan menilai kinerja keuangan perusahaan secara adil yang diukur dengan mempergunakan ukuran tertimbang (weighted) dari struktur modal awal yang ada (Widayanto, 1994).

Dengan penghitungan EVA diharapkan dapat memperoleh hasil perhitungan pada upaya penciptaan nilai perusahaan (Creating a Firms value) yang lebih realistis. Hal ini disebabkan karena EVA dihitung berdasarkan kepentingan kreditur dan terutama para pemegang saham dan bukan berdasar nilai buku yang bersifat historis. Karena seorang investor yang rasional tentu akan mendasarkan keputusannya pada data keuangan yang paling up to date, bukan pada data yang bersifat historis.

Konsep EVA merupakan pendekatan baru dalam menilai kinerja perusahaan secara adil yang maksudnya konsep EVA memperhatikan sepenuhnya para penyandang dana dalam hal kepentingan, harapan dan derajat keadilan, yang diukur dengan mempergunakan ukuran tertimbang (weighted) dan struktur modal awal yang ada.

Sedangkan pengertian Economic Value Added menurut Widayanto adalah EVA dilandasi pada konsep bahwa dalam pengukuran laba suatu perusahaan kita harus dengan adil mempertimbangkan harapan setiap penyedia dana (kreditur dan pemegang saham). Derajat keadilan tersebut dinyatakan dengan ukuran tertimbang (weighted) dari struktur modal yang ada. Untuk itulah perlu pemahaman mengenai konsep ongkos modal (cost of capital) karena nilai tambah ekonomis memang berangkat dari sini.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa EVA merupakan suatu alat analisis finansial untuk menilai profitabilitas yang realistis dari operasi perusahaan dan EVA mempergunakan biaya modal dalam perhitungannya. Selain itu EVA juga mempertimbangkan dengan adil harapan para penyandang dana,


(16)

16

melalui perhitungan biaya modal tertimbang dari struktur modal perusahaan. Konsep EVA merupakan suatu konsep baru yang berangkat dari konsep lama yaitu biaya modal (cost of capital). Konsep ini merupakan suatu konsep yang digunakan untuk mengetahui berapa biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan sebagai akibat dari penggunaan dana untuk pembelian barang dan modal ataupun modal kerja.

Untuk dapat melihat apakah dalam perusahaan telah terjadi EVA atau tidak, dapat ditentukan dengan kriteria yang dikemukakan oleh Widayanto (1994) sebagai berikut:

1. EVA > 0, maka telah tejadi nilai tambah ekonomis (NITAMI) dalam perusahaan, sehingga semakin besar EVA yang dihasilkan maka harapan para penyandang dana dapat terpenuhi dengan baik, yaitu mendapatkan pengembalian investasi yang sama atau lebih dari yang diinvestasikan dan kreditur mendapatkan bunga. Keadaan ini menunjukkan bahwa perusahaan berhasil menciptakan nilai (create value) bagi pemilik modal sehingga menandakan bahwa kinerja keuangannya telah baik.

2. EVA < 0, maka menunjukkan tidak terjadi proses nilai tambah ekonomis (NITAMI) bagi perusahaan, karena laba yang tersedia tidak bisa memenuhi harapan para penyandang dana terutama pemegang saham yaitu tidak mendapatkan pengembalian yang setimpal dengan investasi yang ditanamkan dan kreditur tetap mendapatkan bunga. Sehingga dengan tidak ada nilai tambahnya mengindikasikan kinerja keuangan perusahaan kurang baik.

3. EVA = 0, maka menunjukkan posisi impas karena semua laba yang telah digunakan untuk membayar kewajiban kepada penyandang dana baik kreditur dan pemegang saham.

Sebagai suatu masalah fakta, EVA ini hanyalah suatu ukuran yang dapat mendukung penilaian memandang ke depan dan prosedur-prosedur capital budgeting dengan suatu cara yang mana kinerja dapat dievaluasi. Untuk lebih bersifat praktek, EVA sebagai suatu alat ukur bisa digunakan untuk penetapan sasaran, mengevaluasi kinerja, penetapan bonus-bonus dan untuk capital budgeting.


(17)

17

Menurut MH Armitage dan Vijay Jog, EVA menarik karena tiga faktor yaitu (Armitrage, Jog, 1996):

1. Dalam membandingkan metode arus kas yang didiskontokan akan memberikan suatu nilai yang diharapkan pada suatu waktu dari investasi di masa depan, EVA menyediakan suatu pengukuran tahunan dari kinerja penciptaan nilai yang sebenarnya (bukan ramalan).

2. Hasil EVA (positif/negatif) menelusuri lebih dekat ke kesejahteraan para pemegang saham dibandingkan dengan ukuran-ukuran tradisional yang lain. 3. EVA meluruskan strategi-strategi organisasi yang diinginkan dengan

pengukuran kinerja yang akuran dan prosedur-prosedur kompensasi.

Berbagai paparan tersebut jelas terlihat, bahwa EVA terutama digunakan sebagai penilai kinerja perusahaan dimana fokus penilaian kinerja adalah pada penciptaaan nilai (value creation) yang merupakan salah satu kelebihan EVA.

Menurut Mirza dalam Permana Putra (2010) kelebihan lain dari EVA adalah EVA memfokuskan penilaian pada nilai tambah dengan memperhitungkan beban biaya modal sebagai konsekuensi investasi. Perhitungan EVA dapat dipergunakan secara mandiri tanpa memerlukan data pembanding seperti standar industri atau data perusahaan lain sebagai konsep penilaian dengan menggunakan analisis ratio. Konsep EVA adalah alat pengukur karyawan perusahaan yang melihat segi ekonomis dalam pengukurannya yaitu dengan memperhatikan harapan para penyandang dana secara adil, dimana derajat keadilan dinyatakan dengan ukuran tertimbang dari struktur modal yang ada dan pedoman pada nilai pasar dan bukan pada nilai buku. Konsep EVA dapat digunakan sebagai dasar penilaian pemberian bonus pada karyawan terutama pada divisi yang memberikan EVA lebih, pada perusahaan yang mempunyai struktur terdiri dari beberapa divisi suatu profit center, sehingga dapat dikatakan bahwa EVA merupakan tolak ukur yang tepat untuk menjalankan Stakeholders Satisfaction Concepts yaitu memperhatikan karyawan, pelanggan, dan pemodal. Pengaplikasian EVA yang mudah menunjukkan bahwa konsep tersebut merupakan ukuran yang praktis, mudah dihitung dan mudah digunakan, sehingga merupakan salah satu bahan pertimbangan dalam mempercepat pengambilan keputusan bisnis. Meskipun


(18)

18

konsep EVA berorientasi pada kinerja operasional akan tetapi sangat berpengaruh untuk dipertimbangkan dalam penentuan arah strategi perkembangan portofolio perusahaan.

Dengan demikian konsep EVA mampu mendorong manajer untuk memaksimumkan EVA jika ingin meningkatkan nilai perusahaan. Selain itu sebagai pengukur kinerja perusahaan, EVA juga secara langsung menunjukkan seberapa besar perusahaan telah menciptakan nilai bagi pemilik modal, hal ini juga berkaitan dengan meningkatnya kesadaran manajer bahwa tugasnya adalah untuk memaksimumkan nilai perusahaan serta meningkatkan nilai pemegang saham dan bukannya untuk mencapai tujuan lain.

2.6.1. Net Operating Profit After Tax (NOPAT)/Laba Bersih Setelah pajak sebagai Komponen EVA

Menurut pendekatan operasional, NOPAT merupakan laba yang diperoleh dari operasi perusahaan setalah dikurangi pajak penghasilan. Sedangkan menurut pendekatan keuangan, NOPAT didapat dari laba bersih setelah pajak ditambah beban bunga. Perhitungan NOPAT tidak mengikutsertakan kegiatan operasional rutin perusahaan yang tidak ada keterangan jelas dalam catatan laporan keuangan (Tunggal dalam Budiharti, 2006).

2.6.2. Cost of Capital(COC)/Biaya Modal sebagai Komponen EVA

Semua sumber dana yang digunakan perusahaan baik berasal dari hutang maupun modal sendiri (ekuitas) yang digunakan untuk investasi atau membiayai operasional perusahaan dikenakan suatu biaya disebut modal. Baik hutang maupun modal sendiri memiliki biaya modal. Hanya saja kalau dalam modal sendiri biaya tersebut bersifat implicit atau opportunistic, sedangkan untuk hutang yang bersifat eksplisit karena memang benar-benar dikeluarkan oleh perusahaan dalam bentuk pembayaran bunga. Biaya tersebut harus mencerminkan rata-rata tertimbang berbagai sumber dana yang digunakan (Husnan dalam Budiharti, 2006).

Total biaya modal menunjukan besarnya tingkat dari pengembalian yang diharapkan oleh penyedia dana atas modal yang diinvestasikan perusahaan. Besarnya kompensasi tergantung pada tingkat resiko perusahaan yang bersangkutan. Semakin tinggi tingkat resiko perusahaan, maka semakin tinggi


(19)

19

pula tingkat pengembalian yang dituntut oleh investor (Utama dalam Budiharti, 2006).

Weighted Average Cost of Capital (WACC) / Biaya Modal Rata-Rata Tertimbang

Biaya modal rata-rata tertimbang (WACC) adalah tingkat pengembalian minimum yang dibobot berdasarkan proporsi masing-masing instrument pembiayaan dalam struktur permodalan perusahaan yang harus dihasilkan perusahaan untuk memenuhi ekspektasi kreditor dan pemegang saham. Pembobotan perlu karena setiap bentuk pembiayaan yang berbeda baik jangka pendek maupun jangka panjang tidak sama resikonya bagi investor. Maka tiap-tiap bentuk pembiayaan yang dipergunakan perusahaan bermacam-macam, ettapi secara umum dapat diklasifikasikan dalam dua bagian besar yaitu hutang dan ekuitas (Tunggal dalam Budiharti 2006).

Menurut Rousana dalam Budiharti (2006), WACC terdiri dari komponen biaya hutang dan biaya ekuitas. Biaya hutang (Kd) adalah rate yang harus dibayar perusahaan di dalam pasar sekarang untuk mendapatkan hutang jangka panjang yang baru. Biaya hutang terjadi pada perusahaan akibat adanya penggunaan dana pinjaman. Hutang disini mencakup semua hutang baik jangka pendek maupun jangka panjang yang di dapat dari kelompok di luar perusahaan.

Perusahaan memiliki beberapa paket surat hutang dengan beban bunga yang beragam dan cara tepat menghitungnya adalah secara tertimbang (weighted). Adanya pembayaran bunga oleh perusahaan akan mengurangi besarnya pendapatan kena pajak, maka Kd harus dikoreksi dengan factor (1-T), dengan T adalah tingkat pajak yang dikenakan. Hal tersebut serupa dengan pernyataan Brigham dan Houston (2001) yang menyatakan bahwa adanya biaya bunga yang wajib dibayarkan dikurangi dengan penghematan pajak yang timbul. Bunga dalam perhitungan pajak ini bersifat tax deductible sehingga dikalikan dengan (1-T), dimana T adalah tariff pajak marjinal dari perusahaan.

Sedangkan biaya ekuitas (Ke) adalah biaya yang timbul akibat investor menyerahkan dananya berupa ekuitas kepada perusahaan. Mereka berhak untuk mendapatkan pembagian deviden di masa mendatang sekaligus berkedudukan sebagai pemilik parsial perusahaan tersebut. Besarnya deviden tidak ditentukan


(20)

20

pada saat investor menyerahkan dananya, tetapi bersifat tidak tentu tergantung pada kinerja perusahaan tersebut di masa yang akan dating. Hal ini sangat berbeda dengan modal hutang yang sudah memperhitungkan kepastian tingkat suku bunga yang disetujui. Untuk menghitung Ke perlu pendekatan berdasarkan return yang diharapkan oleh pemegang saham. Untuk itu harus berdasarkan nilai pasar yang berlaku dan bukan nilai buku.

Struktur Modal

Struktur modal merupakan gambaran dari bentuk proporsi financial perusahaan yaitu antara modal yang dimiliki yang bersumber dari utang jangka panjangdan modal sendiri yang menjadi pembiayaan suatu perusahaan. Kebutuhan dana untuk memperkuat struktur modal suatu perusahaan dapat bersumber dari internal dan ekternal, dengan ketentuan sumber dana yang dibutuhkan tersebut bersumber dari tempat-tempat yang dianggap aman (safety position) dan jika dipergunakan memiliki nilai dorong dalam memperkuat struktur modal keuangan perusahaan. Dalam artian ketika dana tersebut dipakai untuk memperkuat struktur modal perusahaan, maka perusahaan mampu mengendalikan modal tersebut secara efektif dan efisien serta tepat sasaran (Fahmi, 2011).

Invested Capital (IC) / Modal yang Diinvestasikan

Menurut Tunggal dalam Budiharti (2006), Invested Capital (IC) adalah jumlah seluruh pinjaman perusahaan di luar pinjaman jangka pendek tanpa bunga atau non interest bearing liabilities. Yang termasuk dalam kategori non interest bearing liabilities yaitu hutang dagang, biaya yang masih harus dibayar, hutang pajak dan uang muka pelanggan.

Ada dua cara untuk menentukan IC, yaitu dengan pendekatan operasional dan pendekatan keuangan. Menurut pendekatan operasional, IC diperoleh dari penjumlahan aktiva tetap, kas dan working capital requirement, yaitu total aktiva dikurangi hutang dagang dan hutang beban lainnya. Sedangkan menurut pendekatan keuangan, IC diperoleh dari penjumlahan interest bearing liabilities (pinjaman jangka pendek dan jangka panjang) dengan ekuitas pemegang saham.


(21)

21

Adapun teori-teori yang telah dijelaskan tersebut sebelumnya memiliki hubungan antara satu dengan lainnya. Secara ringkas dapat digambarkan dalam Gambar 2.


(22)

22

Gambar 2. Bagan Economic Value Added (EVA) EVA

NOPAT COC

IC WACC

Asset Hutang

Beban Proporsi

Hutang (Wd) Biaya

Hutang (Kd) Proporsi Investasi

Thdp Modal (We) Tingkat

Pengembalian (Ke)

Hutang Biaya Bunga

Ekuitas Laba Bersih


(23)

23

2.7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Keuangan

Pada dasarnya faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja keuangan terbagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal perusahaan. Faktor-faktor internal tersebut misalnya pada pos-pos laporan keuangan itu sendiri seperti pada laporan neraca dan laba rugi yang memperlihatkan tingkat likuiditas, solvabilitas dan aktifitas perusahaan dengan memperhitungkan dan memperbandingkan rasio-rasio yang ada dengan suatu formula perhitungan yang dipakai sebagai alat pengujian karena formula maka bisa saja hasil yang diperoleh belum tentu benar-benar sesuai untuk dijadikan alat prediksi. Sehingga dibutuhkan pendekatan lain untuk melihat permasalahan itu secara lebih terang yaitu dengan melihat kondisi non keuangan, seperti kondisi kualitas SDM karyawan dan manajer perusahaan baik di bidang administrasi, pemasaran, produksi dan keuangan (Fahmi, 2011). Akan tetapi melalui perhitungan laporan keuangan tersebut beserta komponen yang menyertainya dapat diperoleh kinerja keuangan secara keseluruhan dan dapat diketahui pula faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Selain daripada itu adapun faktor ekternal seperti faktor ekonomi, faktor sosial budaya, politik dan teknologi. Faktor eksternal tersebut tidak dapat dikendalikan oleh perusahaan.

Faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan yang ditunjukan perlu ditindak lanjuti, sehingga faktor-faktor tersebut tidak menjadi pemberat bagi kehidupan ekonomi masyarakat dan dapat menarik minat investor untuk kemudian digunakan sebagai perbaikan bagi perusahaan dalam meningkatkan kinerja keuangan perusahaan.

2.8. Penelitian terdahulu

Penelitian mengenai kinerja keuangan perusahaan, khususnya bank telah banyak dilakukan. Umumnya kinerja keuangan bank dianalisis dengan menggunakan rasio-rasio keuangan dan Economic Value Added.

Imamah (2005) meneliti kinerja keuangan PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. 2003 – 2004 dengan menggunakan rasio-rasio keuangan dan EVA serta mencari pengaruh rasio-rasio keuangan yang digunakan yang terdiri dari Net Profit Margin (NPM), Net Interest Margin (NIM), Return On Asset (ROA),


(24)

24

Return On Equity (ROE), Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Asset Utilization Ratio (AUR). Dalam penelitian ini tidak di analisis penilaian kinerja perusahaan dari sisi nilai tambah pasar (Market Value Added/MVA) juga pengaruh EVA terhadap MVA. Hasil penelitian menunjukan bahwa kinerja keuangan PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk dari tahun 2003-2004 pada umumnya menjadi lebih baik. Hasil analisis rasio-rasio keuangan dan EVA menunjukan kinerja yang berbeda. Artinya, kinerja keuangan PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk menurut rasio keuangan pada tahun 2004 lebih baik dari tahun 2003 karena sebagian besar pengukuran kinerja keuangan perusahaan mengalami peningkatan. Akan tetapi, apabila diukur dengan EVA, pada tahun 2004 kinerja keuangan perusahaan kurang baik daripada tahun 2003 karena EVA mengalami penurunan. Hal etrsebut terjadi karena pada tahun 2004 pendayagunaan sumberdaya perusahaan menurun dari tahun 2003 bila ditinjau dari AUR. Artinya, Bank Mandiri mengalami penurunan kinerja dalam hal pengelolaan asset perusahaan.

Budiharti (2006) meneliti kinerja keuangan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk antara tahun 2004 – 2005 dengan menggunakan rasio-rasio keuangan, EVA dan MVA. Rasio-rasio keuangan yang digunakan antara lain Net Profit Margin (NPM), Net Interest Margin (NIM), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Asset Utilization Ratio (AUR). Dalam penelitian ini dianalisis Dalam penelitian ini dianalisis pengaruh rasio-rasio keuangan terhadap EVA dan pengaruh EVA terhadap MVA. Analisis dilakukan dengan menggunakan rasio-rasio keuangan, EVA dan MVA, serta permodelan regresi dan korelasi. Analisis regresi digunakan untuk mengetahui pengaruh rasio-rasio keuangan terhadap EVA dan pengaruh EVA terhadap MVA perusahaan, sedangkan analisis korelasi digunakan untuk mengetahui hubungan antara rasio-rasio keuangan dengan EVA dan hubungan antara EVA dengan MVA perusahaan. Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat kesehatan Bank BRI pada tahun 2005 lebih baik dari pada tahun 2004 jika ditinjau dari EVA dan MVA Bank BRI.

Suseno (2010) yang meneliti Analisis Kinerja Keuangan pada PT. Bimatama Indonesia Estetika selama periode 2004-2008 menggunakan analisis terhadap rasio-rasio keuangan, analisis trend, analisis per komponen serta analisis


(25)

25

Du Pont system. Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui bahwa perkembangan keuangan perusahaan pada kondisi keuangan jangka pendek menunjukan bahwa hutang lancar dan aktiva lancar mengalami peningkatan secara fluktuatif. Sementara kondisi keuangan jangka panjang menunjukan kecenderungan yang meningkat dalam dua tahun terakhir dengan laju peningkatan terbesar terjadi dalam komponen total hutang dan diikuti oleh total aktiva dan modal sendiri. Berdasarkan analisis rasio, kondisi keuangan perusahaan menunjukan keadaan kurang likuid dan solvable. Walaupun begitu, perusahaan masih tetap dapat menghasilkan keuntungan dan perusahaan sudah memanfaatkan aktivanya dengan baik. Berdasarkan hasil analisis Du Pont, kinerja perusahaan selama lima tahun terakhir mengalami fluktuasi. Kinerja perusahaan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal perusahaan. Faktor internal yaitu, harga pokok penjualan dan total hutang perusahaan yang cukup besar. Sedangkan competitor atau perusahaan sejenis dan kondisi perekonomian merupakan faktor eksternalnya.

Permana Putra (2010) meneliti tentang Analisis Kinerja Keuangan PT. Bank Negara Indonesia, Tbk. dengan menggunakan metode Economic Value Added (EVA) dan dengan melihat tingkat ROA dan ROE serta EPS (Earning Per Share) PT. Bank Negara Indonesia, Tbk. dari hasil analisis tersebut tingkat ROE pada PT. Bank Negara Indonesia, Tbk. mengalami peningkatan setiap tahunnya begitupun halnya dengan tingkat ROA yang mengalami peningkatan pula setiap tahunnya. Adapun nilai EPS juga mengalmi peningkatan setiap tahunnya antara tahun 2007-2009, begitu pun halnya dengan nilai EVA yang mengalami peningkatan setiap tahunnya.


(26)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Penilaian kinerja keuangan suatu perusahaan merupakan hal yang sangat membantu terhadap suatu keputusan yang diambil karena kinerja keuangan akan menunjukan seberapa berhasil suatu perusahaan dalam menjalankan roda usahanya. Dengan begitu, perusahaan dapat membuat keputusan atau kebijakan yang tepat sesuai dengan kondisi perusahaan pada khususnya dan kondisi perekonomian pada umumnya.

Melalui pengukuran kinerja keuangan pada Bank Jabar Banten menggunakan analisis Rasio-rasio Keuangan dan analisis economic value added (EVA) serta analisis Du Pont dapat diketahui informasi mengenai kinerja keuangan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Evaluasi kinerja keuangan berasal dari data yang terdapat dalam laporan keuangan perusahaan yang telah dipublikasikan dan telah di audit. Laporan keuangan yang digunakan adalah laporan laba rugi dan neraca Bank Jabar Banten pada periode 2008 sampai dengan 2010.

Metode analisis rasio keuangan dan EVA memberikan kinerja keuangan perusahaan secara keseluruhan, sedangkan apabila analisis Du Pont digunakan untuk dapat melihat faktor-faktor pendorong yang mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Diharapkan dengan mengetahui kinerja keuangan secara keseluruhan akan membantu perusahaan meningkatkan kinerja sekarang dan masa yang akan datang. Khususnya dalam penelitian ini yaitu Bank Jabar Banten dalam menciptakan nilai bagi para pemegang saham.

Secara ringkas alur pemikiran konseptual yang mendasari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.


(27)

Gambar 3. Kerangka Pemikiran Penelitian PT. Bank Jabar Banten, Tbk.

Laporan Keuangan

Laporan Laba Rugi Neraca

Analisis Kinerja Keuangan

Analisis Rasio keuangan • Solvabilitas • Aktifitas • Profitabilitas

Analisis Du Pont

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

perusahaan

Saran dan atau Perbaikan Investor

Analisis EVA Initial Public Offering (IPO)


(28)

✂8

Untuk dapat melihat nilai tambah ekonomis atas rasio-rasio keuangan dan faktor-faktor pendorong yang mempengaruhi kinerja keuangan yang digunakan adalah analisis EVA dan analisis Du Pont. Dengan mengetahui unsur-unsur identitas rasio keuangan, EVA dan analisis Du Pont maka akan diperoleh hubungan dari ketiganya.

EVA secara sederhana didefinisikan sebagai Net Operating Profit After Tax (NOPAT) dikurangi Cost of Capital (COC) yaitu hasil perkalian antara Weighted Average Cost of Capital (biaya modal rata-rata tertimbang) dengan seluruh modal yang digunakan untuk menghasilkan laba tersebut (Invested Capital/IC). IC diperoleh dari penjumlahan hutang dan ekuitas dikurangi non interest bearing liabilities (hutang beban). Sedangkan hutang dan ekuitas merupakan asset (total aktiva) yang dimiliki oleh perusahaan. Rasio antara ekuitas dengan aktiva tertimbang menurut resiko (ATMR) menghasilkan CAR. NOPAT sendiri diperoleh dari net income ditambah interest (beban bunga).

Perbandingan net income dengan asset menghasilkan ROA. Net income diperoleh dari operating income dikurangi tax. Penjumlahan antara operating income dan non operating income income disebut total income. Perbandingan antara total income dengan asset menghasilkan Total Asset Turn Over Ratio, sedangkan perbandingan antara total income dengan aktiva tetap menghasilkan fixed asset turnover. Net income berbanding pendapatan memunculkan NPM. Sedangkan pada analisis Du Pont nilai ROE Du Pont didapat dari perbandingan antara ROA dengan 1 (satu) dikurangi rasio total hutang terhadap aktiva yang didapat dari perbandingan antara total hutang dengan total asset atau aktiva. Teori dan hal-hal yang telah dijelaskan sebelumnya memiliki hubungan antara satu dengan lainnya. Secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 4.


(29)

29

Gambar 4. Perhitungan Nilai EVA dan hubungannya dengan rasio-rasio keuangan serta analisis Du Pont

EVA

NOPAT COC

IC WACC

Asset Hutang Beban

Proporsi Hutang (Wd) Biaya Hutang

(Kd) Proporsi Investasi

Thdp Modal (We) Tingkat Pengembalian

(Ke)

Hutang Biaya Bunga

Ekuitas Laba Bersih

1(Rasio Hutang) Total Debt To Equity

Ratio Equity To Total Asset

Ratio ATMR

CAR

Rasio Perputaran Total Aktiva

Operating Income

NPM

ROA

ROE Du Pont

Aktiva Tetap

Rasio Perputaran Total Aktiva Tetap


(30)

30

3.2. Metode Penelitian

Penelitian ini dimulai dengan pengumpulan data yang merupakan data sekunder. Data yang telah diperoleh kemudian diolah dan dianalisis dengan menggunakan alat analisis yang ada. Terakhir ditarik kesimpulan dan saran. 3.2.1. Pengumpulan Data

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan Mei 2011. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari laporan keuangan tahunan Bank Jabar Banten, Tbk tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 dan laporan saham perusahaan yang terdapat pada Bursa Efek Indonesia (BEI). Laporan keuangan yang digunakan adalah laporan laba rugi dan neraca perusahaan.

3.2.2. Pengolahan dan Analisis Data

Pada penelitian ini, data-data yang diolah berasal dari data sekunder. Menurut Nazir (2005), analisis data merupakan bagian yang sangat penting dalam metode ilmiah, karena dengan analisis data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian. Data dan informasi yang telah dikumpulkan, kemudian diolah baik secara manual menggunakan kalkulator maupun dengan Ms. Excel 2007. Alat analisis yang digunakan dalam mengolah data dalam penelitian ini adalah analisis trend, analisis persentase per komponen, rasio-rasio keuangan dan analisis economic value added (EVA) serta analisis Du Pont.

3.2.2.1. Analisis Rasio-rasio Keuangan 3.2.2.1.1 Rasio Solvabilitas

Total Debt to Total Asset Ratio (Rasio Hutang terhadap Total Aktiva)

Total Debt to Total Asset Ratio= ... (1)

Total Debt to Equity Ratio(Rasio Hutang terhadap Ekuitas) Total Debt to equity Ratio= ... (2)


(31)

31

Equity to Total Asset Ratio(Rasio Ekuitas terhadap Total Aktiva) Equity to Total Asset Ratio = ... (3)

Capital Adequacy Ratio(CAR)

CAR = ... (4) 3.2.2.1.2. Rasio Aktifitas

Rasio aktifitas yaitu rasio-rasio yang dimaksudkan untuk mengukur sampai seberapa besar efektifitas perusahaan dalam mengerjakan sumber-sumber dananya, yang terdiri dari :

Rasio Perputaran Total Aktiva /Total Asset Turnover Ratio

Total Asset Turnover Ratio= ... (5)

Rasio Perputaran Aktiva Tetap / Fixed Asset Turnover Ratio Fixed Asset Turnover= ... (6) 3.2.2.1.3. Rasio Profitabilitas

Rasio profitabilitas menunjukan hasil akhir dari sebuah kebijaksanaan dan keputusan-keputusan perusahaan, yang terdiri dari :

NPM = ... (7)

ROA = ... (8) ROE = ... (9)


(32)

32

3.2.2.2. Analisis Du Pont

Persamaan Du Pont menunjukan bahwa tingkat pengembalian atas aktiva dapat diperoleh dari perkalian marjin laba dengan perputaran total aktiva, yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

ROA = Margin Laba x Perputaran Total Aktiva

= ... (10) Pengendalian atas ekuitas (ROE) perusahaan tergantung pada penggunaan kewajiban (leverage). ROA harus di bagi dengan 1 – rasio hutang untuk mendapatkan ROE, adapun rumus ROE yaitu :

ROE = ... (11) 3.2.2.3. Analisis Economic Value Added (EVA)

Proses mendapatkan EVA berbeda dengan mendapatkan nilai rasio keuangan. Perhitungan rasio keuangan membandingkan pos keuangan tertentu dengan pos yang lainnya, sedangkan dalam menghitung EVA ada beberapa tahapan. EVA dihitung setelah semua komponen pembentuknya diketahui. Selanjutnya dimasukan ke dalam rumus perhitungan EVA.

Dalam menghitung Net Operating Profit After Tax (NOPAT) digunakan pendekatan keuangan di mana laba bersih ataunet incomedijumlahkan dengan interest (biaya bunga). Pada perhitungan NOPAT ini diasumsikan telah dilakukan penyesuaian-penyesuaian dengan menambahkan perubahan periodik ekuivalen ekuitas pada laba tersebut.

Biaya hutang (Kd) dihitung dengan membagi antara biaya bunga yang terjadi pada tahun tersebut dengan total hutang. Pajak atas biaya modal yang pada penelitian ini dinotasikan dengan Kd* adalah berdasarkan peraturan kebijaksanaan yang diterapkan oleh masing-masing perusahaan. Besar pajak yang dikenakan tercantum secara implicit dalam perhitungan laba bersih setelah pajak yang terdapat dalam laporan keuangan atau prospectus tahunan di mana tariff yang dikenakan berbeda untuk tiap perusahaan.

Dalam penelitian ini, untuk menghitung biaya ekuitas (Ke), digunakan pendekatanDiscounted Cash Flow Model. Dimana, model ini melihat Ke sebagai nilai deviden per harga saham ditambah dengan persentase pertumbuhan dari


(33)

33

harga saham tersebut, hal ini dilakukan pada periode 2010 dimana nilai harga saham pasar telah diketahui. Berbeda dengan tahun 2010, pada tahun 2008 dan 2009 digunakan pendekatan tingkat pengembalian ekuitas perusahaan kepada para pemilik perusahaan dikarenakan perusahaan belum go publik.

Struktur modal perusahaan merupakan persentase yang seimbang dari tiap-tiap komponen hutang dan modal yang dimiliki perusahaan. Persentase komponen hutang dilambangkan dengan Wd, sedangkan persentase komponen modal yaitu We.

Perhitungan WACC dengan menggunakan penjumlahan hasil kali antara bobot tertimbang atas komponen hutang dan komponen modal ekuitas perusahaan dari keseluruhan struktur modal perusahaan dengan persentase masing-masing biaya hutang dan biaya ekuitas.

Invested Capital (IC) emrupakan modal perusahaan (hutang dan ekuitas) dalam mengelola usahanya dikurangi dengan non interest bearing liabilities. Perhitungan biaya modal merupakan perkalian antara biaya rata-rata tertimbang dengan modal yang diinvestasikan. Economic Value Added (EVA) dihitung setelah komponen pembentuk EVA (NOPAT/Net Operating Profit After Tax dan COC/Cost of Capital) diketahui selanjutnya dimasukan ke dalam rumus perhitungan EVA, yaitu dengan mengurangkan antara NOPAT dengan COC.


(34)

34

Tabel 2. Langkah-langkah perhitungan EVA :

Tahapan Perhitungan Sumber

1. NOPAT NOPAT = Laba Bersih + Biaya Bunga Laba Rugi 2. Kd* Kd = Biaya Bunga

Hutang Kd* = Kd (1-T)

Laba Rugi Neraca

3. Ke Dividen

Ke = +Growth Harga Saham

Dihitung dari L/R dan Informasi Harga Saham

4. Struktur Modal

Wd = Hutang Asset We = Ekuitas

Asset

Neraca

5. WACC WACC = [(Kd* x Wd) + (Ke x We)] Dihitung

berdasarkan hasil sebelumnya 6. IC IC = Asset Non Interest Bearing

Liabilities

Neraca

7. COC COC = WACC x IC Dihitung

berdasarkan hasil sebelumnya

8. EVA EVA = NOPAT - COC Dihitung

berdasarkan hasil sebelumnya


(35)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Bank Jabar Banten 4.1.1. Sejarah Bank Jabar

PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, Tbk. yang dikenal dengan nama bank bjb, adalah bank umum yang sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Banten, pemerintah kota/kabupaten se-Jawa Barat dan Banten, dan publik.

Awal berdirinya bank bjb bermula dari NV DENIS (De Erste Nederlansche Indische Shareholding), yang berkedudukan di Bandung dan bergerak di bidang hipotek. Perusahaan ini merupakan salah satu perusahaan milik Belanda yang dinasionalisasi berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia (RI) Nomor 33 Tahun 1960 tentang Penentuan Perusahaan di Indonesia Milik Belanda yang dinasionalisasi.

Sebagai tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah tersebut, Pemerintah

Provinsi Jawa Barat mendirikan “PT Bank Karja Pembangunan Daerah Djawa

Barat” dengan modal dasar dari kas daerah sebesar Rp 2.500.000, berdasarkan Akta Pendirian No.125 tanggal 19 November 1960 juncto. Akta Perubahan No.152 tanggal 21 Maret 1961 dan Akta Perubahan No.84 tanggal 13 Mei 1961, keduanya dibuat di hadapan Noezar, Notaris di Bandung. serta dikukuhkan dengan Surat Keputusan (SK) Gubernur Provinsi Jawa Barat Nomor 7/GKDH/BPD/61 tertanggal 20 Mei 1961 tentang Pembentukan Perusahaan Daerah PT Bank Karja Pembangunan Daerah Djawa Barat.

Dalam rangka penyesuaian dengan ketentuan Undang-undang Republik Indonesia No.13 Tahun 1962 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah, bentuk hukum Perseroan diubah dari Perseroan Terbatas Bank Karja Pembangunan Daerah Djawa Barat menjadi Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Djawa Barat No.11/PDDPRD/1972 tanggal 27 Juni 1972 tentang Penyempurnaan Kedudukan Hukum Bank Karja Pembangunan Daerah Djawa-Barat. Nama PD Bank Karja Pembangunan Daerah Jawa Barat selanjutnya diubah menjadi BPD Jabar sesuai Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 1/DP-040/PD/1978 Tanggal 27 Juni 1978. Pada


(36)

✄6

tahun 1992 sesuai dengan Surat Keputusan Bank Indonesia No.25/84/KEP/DIR tanggal 2 November 1992 status BPD Jabar meningkat menjadi bank umum devisa. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 1995, BPD Jabar memiliki sebutan Bank Jabar dengan logo baru.

Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat No.22 Tahun 1998 tanggal 14 Desember 1998 tentang Perubahan Bentuk Hukum Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dari Perusahaan Daerah menjadi Perseroan Terbatas (PT). Bentuk hukum Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat berubah yang semula Perusahaan Daerah menjadi Perseroan Terbatas. Perda tersebut dituangkan lebih lanjut pada Akta Pendirian Nomor 4 Tanggal 8 April 1999 juncto Akta Perbaikan Nomor 8 Tanggal 15 April 1999 keduanya dibuat di hadapan Popy Kuntari Sutresna, S.H., Notaris di Bandung yang telah memperoleh pengesahan Menteri Kehakiman RI berdasarkan Surat Keputusan No.C2-7103.HT.01.01.TH.99 tanggal 16 April 1999, didaftarkan dalam Daftar Perusahaan di Kantor Pendaftaran Perusahaan Kab/Kodya Bandung di bawah No.871/BH.10.11/IV/99 tanggal 24 April 1999, serta telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No.39 tanggal 14 Mei 1999, Tambahan No.2811, bentuk hukum Bank Jabar diubah dari Perusahaan Daerah (PD) menjadi Perseroan Terbatas (PT).

Untuk memenuhi meningkatnya kebutuhan masyarakat akan jasa layanan perbankan yang berlandaskan syariah, sesuai dengan izin BI Nomor 2/18/ DpG/DPIP Tanggal 12 April 2000 maka sejak tanggal 15 April 2000 Bank Jabar menjadi BPD pertama di Indonesia yang menjalankandual banking system, yaitu memberikan layanan perbankan dengan sistem konvensional dan sistem syariah.

Berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tanggal 16 April 2001 menyetujui peningkatan modal dasar Bank Jabar menjadi Rp 1 triliun. Selanjutnya, berdasarkan hasil keputusan RUPS yang diselenggarakan pada tanggal 14 April 2004 berdasarkan Akta Nomor 10 Tanggal 14 April 2004, modal dasar Bank Jabar dinaikkan dari Rp 1 triliun menjadi Rp 2 triliun. Melihat perkembangan prospek usaha yang terus membaik, hasil RUPS tanggal 5 April 2006 menetapkan kenaikan modal dasar Bank Jabar dari Rp 2 triliun menjadi Rp 4 triliun.


(37)

☎✆

Pada bulan November 2007, sebagai tindak lanjut SK Gubernur BI Nomor 9/63/kep.gbi/2007 tentang Perubahan Izin Usaha Atas Nama PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat Menjadi Izin Usaha Atas Nama PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten,dilaksanakan penggantiancall name

dari “Bank Jabar” menjadi “Bank Jabar Banten”.

Sehubungan dengan kegiatan usaha perbankan syariah, Bank Jabar Banten melakukan pemisahan (spin off) unit usaha syariah menjadi bank syariah dengan nama PT Bank Jabar Banten Syariah. Berdasarkan Akta Pendirian Perseroan Terbatas, PT Bank Jabar Banten Syariah No.4 tanggal 15 Januari 2010, dibuat oleh Fathiah Helmi, S.H., Notaris di Jakarta, bank bjb memiliki penyertaan sebanyak 1.980.000.000 (satu miliar sembilan ratus delapan puluh juta) saham yang merupakan 99% (Sembilan puluh sembilan persen) dari seluruh saham yang telah ditempatkan dan disetor penuh dalam Anak Perusahaan. Bank Jabar Banten Syariah memperoleh izin usaha dari Bank Indonesia sesuai dengan Keputusan Gubernur Bank Indonesia No.12/35/KEP.GBI/2010 tanggal 30 April 2010 Tentang Pemberian Izin Usaha PT Bank Jabar Banten Syariah.

Seiring dengan perkembangan jaringan kantor yang lebih luas maka berdasarkan Hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Bank Pembangunan Jawa Barat dan Banten Nomor 26 tanggal 21 April 2010 dan sesuai Surat Bank Indonesia No. 12/78/APBU/Bd tanggal 30 Juni 2010 perihal Rencana Perubahan Logo, serta Surat Keputusan Nomor 1337/SK/DI(R-PPN/2010 tanggal 5 Juli 2010, maka pada tanggal 8 Agustus 2010 nama Bank Jabar Banten resmi berubah menjadi bank bjb. bank bjb merupakan Bank Pembangunan Daerah pertama yang mencatatkan saham perdananya (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 8 Juli 2010 bank bjb menawarkan saham kepada publik sejumlah 2.424.072.500 lembar saham Seri B (termasuk EMSA) dengan harga penawaran Rp 600,- per saham dimana dana yang diperoleh dari IPO sekitar Rp 1,4 triliun. Pelepasan saham ke masyarakat ini setara dengan 25% dari jumlah modal ditempatkan dan disetor penuh. Dana yang diperoleh dari hasil Penawaran Umum ini dipergunakan oleh bank bjb untuk penguatan modal perusahaan dalam rangka mendukung ekspansi kredit, terutama sektor UMKM, perluasan jaringan, dan pengembangan teknologi informasi. Penawaran Umum Perdana Saham bank


(38)

✝8

bjb memperoleh minat yang relative besar dari investor domestik maupun luar negeri. Dalam Penawaran Umum kepada masyarakat tanggal 1, 2 dan 5 Juli 2010, permintaan saham bank bjb mengalami oversubscribed sebesar 11,2 kali untuk porsi pooling. Dengan perjalanan panjang yang sudah ditempuh, bank bjb mengajak bersama stakeholdernya menuju era baru perbankan nasional. Secara ringkas perkembangan Bank Jabar Banten dapat dilihat pada gambar 5.


(39)

✞✟

Gambar 5. Sejarah Perkembangan Bank Jabar Banten, Tbk. Sumber : Annual Report Bank Jabar Banten 2010

1961 1972 1978 1991 1992 1999 2000 2007 2009 2010

Bank BJB didirikan dengan nama PT. Bank Karja Pembangunan Djawa Barat yang merupakan hasil

nasionalisasi bank “NV

DENIS” pada masa

pemerintahan Belanda

Berubah menjadi perusahaan daerah (PD)

Bank Kerja Pembangunan Daerah Berubah menjadi PD Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat Memperoleh izin operasi sebagai Bank Devisa Menjadi BPD pertama yang menjalankan dua sistem perbankan, yaitu konvensional dan syariah Menerbitkan obligasi VI Menerbitkan obligasi untuk pertama kalinya Berubah dari PD menjadi Perseroan Terbatas (PT) Berubah menjadi PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten • Peningkatan rating dari Pefindo menjadi idAA-• Spin Off Unit

Usaha Syariah • IPO/Go Public • Re-Branding


(40)

✠✡

4.1.2. Visi Misi Bank Jabar Banten Visi Bank Jabar Banten

“Menjadi 10 Bank terbesar dan berkinerja baik di Indonesia”.

Merupakan penjabaran dari keinginan yang kuat dari segenap stakeholder bank bjb untuk membawa bank bjb tumbuh berkembang menjadi salah satu 10 bank terbesar dan berkinerja baik di kancah nasional.

Misi Bank Jabar Banten

• Penggerak dan pendorong laju pembangunan di daerah. •Melaksanakan penyimpanan uang daerah.

• Salah satu sumber pendapatan asli daerah.

4.1.3. Nilai–Nilai Perusahaan Tabel 3. Nilai-nilai perusahaan :

Corporate Value Perilaku Utama Main Behavior

Service Excellence

1. Ramah, Tulus, Kekeluargaan 2. Selalu memberikan pelayanan prima

1. Friendly, sincere,

familiar

2. Always provide excellent service

Profesionalism 3. Cepat, Tepat, Akurat

4. Kompeten dan Bertanggungjawab 5. Memahami dan melaksanakan

ketentuan perusahaan

3. Quick, Precisely,

accurate

4. Competent and

responsible

5. Understand and follow company provisions Integrity 6. Konsisten, disiplin, dan penuh

semangat

7. Menjaga citra bank melalui perilaku terpuji dan menjunjung etika

6. Consistent, discipline, and exuberant

7. Keeping the image of the bank through ethical behavior and respect

Respect 8. Fokus pada nasabah

9. Peduli pada lingkungan

8. Focus on customer 9. Care for the environment Inteligence 10. Selalu memberikan solusi yang

terbaik

11. Berkeinginan kuat untuk

mengembangkan diri 12. Menyukai perubahan positif

10. Always give best solution

11. Strong desire to

develop themselves 12. Like positive change

Trust 13. Menumbuhkan transparansi,

kebersamaan dan kerjasama yang sehat

14. Menjaga rahasia bank dan perusahaan

13. Growing transparency, togetherness, and a good relationship 14. Protect Bank and

company secrets


(41)

☛☞

4.2. Perkembangan Kondisi Keuangan Perusahaan 4.2.1. Perkembangan Neraca

Perkembangan neraca yang terjadi sebelum go public, yaitu antara tahun 2008 sampai dengan semester pertama tahun 2010 menunjukan tren peningkatan setiap pertriwulan pertahunnya. Hal tersebut dapat terlihat pada triwulan pertama pada tahun 2008 total aktiva yang sebesar Rp. 23.792.708.000.000 meningkat sebesar 21,97% menjadi Rp. 29.020.102.000.000 pada tahun 2009 dan meningkat sekitar 23,44% pada tahun 2010 menjadi sebesar Rp. 35.824.272. Padatriwulan kedua peningkatan yang terjadi antara tahun 2008 dah tahun 2009 adalah sebesar 24,81% dimana pada tahun 2008 total aktiva sebesar Rp. 24.258.270.000.000 meningkat menjadi sebesar Rp. 30.278.700.000.000 pada tahun 2009 dan pada tahun 2010 menjadi sebesar Rp. 39.339.795.000.000 atau meningkat pula sekitar 29,92%. Untuk triwulan ketiga dan keempat atau pada semester kedua tahun 2008 dan 2009 persentase kanaikan pada semester pertama tidak dapat dipertahankan, pada semester dua ini justru mengalami penurunan sekitar 25,67% pada triwulan ketiga turun menjadi sekitar 24,46% pada triwulan keempat atau sebesar Rp. 32.410.329.000.000 pada tahun 2009 dimana pada tahun 2008 adalah sebesar Rp. 26.040.869.000.000.

Sedangkan apabila dilihat seletah go public perbandingan neraca dengan tahun sebelumnya pada semester kedua atau triwulanketiga dan keempat pada tahun 2009 dan 2010 dapat terlihat peningkatan pada jumlah aktiva dimana pada tahun 2009 jumlah aktiva yang sebesar Rp. 32.364.703.000.000 meningkat menjadi sebesar Rp. 41.388.361.000.000 atau meningkat sekitar 27.88% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Akan tetapi apabila dilihat pada tahun yang sama yaitu 2010triwulan kedua dan ketiga persentasenya justru mengalami penurunan sekitar 2,04%. Sedangkan pada triwulan keempat peningkatan jumlah aktiva terjadi sekitar 34,05% dibandingkan dengan tahun 2009 yaitu sebesar Rp. 43.445.700.000.000 pada tahun 2010 dibandingna dengan jumlah aktiva yang sebesar Rp. 32.410.329.000.000 pada tahun 2009.

Jumlah Kewajiban perusahaan apabila dilihat sebelum go public yaitu antara tahun 2008 dan 2009 serta pada semester pertama tahun 2010 menunjukan pada triwulan pertama tahun 2008 dan 2009 terjadi peningkatan jumlah kewajiban


(42)

✌✍

sekitar 20,88% atau sebesar Rp. 21.726.884.000.000 pada tahun 2008 meningkat menjadi sebesar 26.264.600.000.000 pada tahun 2009 dan meningkat sekitar 23,82% pada triwulan pertama tahun 2010 atau sebesar Rp. 32.522.499.000.000. Pada triwulan kedua persentase kenaikan yang terjadi yaitu sekitar 25,52% dimana pada tahun 2008 jumlah kewajiban yang sebesar Rp. 22.046.461.000.000 meningkat menjadi Rp. 27.673.774.000.000 pada tahun 2009 dan sebesar Rp. 36.166.811.000.000 pada tahun 2010 atau meningkat sekitar 30,68% dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2009. Pada semester terakhir tahun 2008 dan 2009 atau pada triwulan ketiga dan keempat persentase jumlah kewajiban mengalami fluktuasi dimana pada triwulan ketiga persentase meningkat dari tahun sebelumnya yaitu sekitar 26,68% atau sebesar Rp. 23.342.587.000.000 pada tahun 2008 menjadi Rp. 29.570.403.000.000, akan tetapi pada triwulan keempat terjadi penurunan persentase sekitar 24,45% atau sebesar Rp. 23.558.999.000.000 pada tahun 2008 menjadi Rp. 29.318.786.000.000 pada tahun 2009.

Setelah go public yaitu pada semester kedua tahun 2010 jumlah persentase kewajiban mengalami penurunan pada triwulan ketiga tahun 2010 dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu sekitar 23,55% dimana pada tahun 2009 sebesar Rp. 29.570.403.000.000 menajdi sebesar Rp. 36.535.403.000.000. Apabila dilihat pada triwulan keempat jumlah persentase kewajiban mengalami peningkatan sebesar 31,16% dimana pada tahun 2009 sebesar Rp. 29.3183786.000.000 menajdi sebesar Rp. 38.454.707.000.000 pada tahun 2010.

Ekuitas sebelum go public mengalami fluktuasi setiap triwulannya dimana, pada triwulan pertama tahun 2008 jumlah ekuitas sebesar Rp. 2.065.824.000.000 meningkat menjadi sebesar Rp. 2.755.502.000.000 pada triwulanpertama tahun 2009 atau sekitar 33,38% dan meningkat menjadi sebesar Rp. 3.301.773.000.000 pada tahun 2010 atau meningkat pula sekitar 19,82% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada triwulan kedua persentase mengalami penurunan menjadi sekitar 17,77% atau sebesar Rp. 2.211.809.000.000 pada tahun 2008 menjadi Rp. 2.604.926.000.000 pada tahun 2009 dan menjadi sebesar Rp. 3.172.984.000.000 pada tahun 2010 atau sekitar 21,80%. Pada triwulan ketiga persentase penurunan menjadi sekitar 15,88% naik


(43)

✎✏

daripada triwulan kedua, atau sebesar Rp. 2.411.328.000.000 menjadi sebesar Rp. 2.794.300.000.000. Pada triwulankeempat persentase jumlah ekuitas mengalami peningkatan daripada triwulan ketiga yaitu sebesar 24,56% dimana pada tahun 2008 jumlah ekuitas sebesar Rp. 2.481.870.000.000 meningkat menjadi sebesar Rp. 3.091.543.000.000.

Setelah go public persentase ekuitas pada triwulan ketiga dan keempat pada tahun 2010 yaitu pada triwulan ketiga tahun 2010 mengalami penurunan dibandingkan dengantriwulankedua pada tahun yang sama dimana persentasenya sekitar 27,88% atau sebesar Rp. 4.852.958.000.000. Akan tetapi tetap mengalami kenaikan dibandingkan dengan triwulan ketiga tahun 2009 yang sebesar Rp. 2.794.300.000.000. Pada triwulan keempat persentase kanaikan jumlah ekuitas mengalami kenaikan yang terbesar dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu sekitar 34.05% atau sebesar Rp. 4.990.993.000.000 pada tahun 2010 dibandingkan dengan tahun 2009 yang sebesar Rp. 3.091.543.000.000.

Selisih nilai diperoleh dari nilai tahun sekarang dikurangi dengan nilai tahun sebelumnya. Sedangkan selisih persen diperoleh dari selisih tahun ini dibagi dengan nilai tahun sebelumnya. Data ringkasan neraca dan selisih nilai dan persentase PT. Bank Jabar Banten, Tbk. dapat dilihat pada tabel 4 dan tabel 5 :


(44)

✑✑

Tabel 4. Ringkasan Neraca PT. Bank Jabar Banten, Tbk. Periode 2008– 2010 (dalam jutaan rupiah)

Komponen 2008 2009 2010

I II III IV I II III IV I II III IV

Aktiva 23.792.708 24.258.270 25.753.915 26.040.869 29.020.102 30.278.700 32.364.703 32.410.329 35.824.272 39.339.795 41.388.361 43.445.700

Kewajiban 21.726.884 22.046.461 23.342.587 23.558.999 26.264.600 27.673.774 29.570.403 29.318.786 32.522.499 36.166.811 36.535.403 38.454.707

Ekuitas 2.065.824 2.211.809 2.411.328 2.481.870 2.755.502 2.604.926 2.794.300 3.091.543 3.301.773 3.172.984 4.852.958 4.990.993

Total ekuitas dan Kewajiban

23.792.708 24.258.270 25.753.915 26.040.869 29.020.102 30.278.700 32.364.703 32.410.329 35.824.272 39.339.795 41.388.361 43.445.700

Tabel 5. Selisih Nilai dan Persentase Neraca PT. Bank Jabar Banten, Tbk. Periode 2008–2010 (dalam juta rupiah)

Komponen Selisih 2008-2009 Persentase Selisih 2009-2010 Persentase

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

Aktiva 5.227.394 6.020.430 6.610.788 6.369.460 21,97 24,84 25,67 24,46 6.804.170 9.061.095 9.023.658 11.035.371 23,44 29,92 27,88 34,05 Kewajiban 4.537.716 5.627.313 6.227.816 5.759.787 20,88 25,52 26,68 24,45 6.257.899 8.493.037 6.965.000 9.135.921 23,82 30,68 23,55 31,16 Ekuitas 689.678 393.117 382.972 609.673 33,38 17,77 15,88 24,56 546.271 568.058 2.058.658 1.899.450 19,82 21,80 73,67 61,44

Total ekuitas dan Kewajiban


(45)

✒✓

4.2.2. Perkembangan Laporan Laba/Rugi

Perkembangan laporan laba rugi cenderung meningkat pertriwulandari tahun ke tahun, hal tersebut dapat dilihat dari laba bersih yang dihasilkan pada tahun 2008 yang sebesar Rp. 542.162.000.000, meningkat sebesar Rp. 166.944.000.000, atau sekitar 30,80% pada akhir tahun 2009. Sedangkan laba bersih pada tahun 2010 pun meningkat sebesar Rp. 181.065.000.000, dibandingkan tahun sebelumnya atau meningkat sekitar 25,53% menjadi sebesar Rp. 890.171.000.000, pada akhir tahun 2010. Secara ringkas laporan laba rugi periode 2008–2010 dapat dilihat pada tabel 6 :


(1)

Lampiran 5 : Perhitungan Struktur Modal

Tahun Hutang

(a) (juta rupiah)

Ekuitas (b) (juta rupiah)

Asset (c) (juta rupiah)

Wd (a : c)

(%)

We (b : c)

(%) 2008 23.558.999 2.481.870 26.040.869 90,47 9,53 2009 29.318.786 3.091.243 32.410029 90,46 9,54 2010 38.454.707 4.990.993 43.445.700 88,51 11,49

Lampiran 6 : PerhitunganWeight Average Cost of Capital(WACC)

Tahun

Struktur Modal

Kd* (c) (%)

Ke (d) (%)

a x c (e) (%)

b x d (f) (%)

WACC (e + f)

(%) Wd

(a) (%)

We (b) (%)

2008 90,47 9,53 3,72 21,84 3,37 2,08 5,45

2009 90,46 9,54 4,32 22,93 3,91 2,14 6,05

2010 88,51 11,49 4,38 144,04 3,88 16,55 20,43

Lampiran 7 : Perhitungan Invested Capital (IC)

Periode

Asset (a) (juta rupiah)

Hutang Beban (b) (juta rupiah)

IC (a–b ) (juta rupiah)

Maret 2008 23.792.708 54.804 23.737.904

Juni 2008 24.258.270 60.592 24.197.678

September 2008 25.753.915 63.225 25.690.690

Desember 2008 26.040869 66.341 25.974.528

Maret 2009 29.020.102 78.250 28.941.852

Juni 2009 30.278.700 77.798 30.200.902

September 2009 32.364.703 98.072 32.266.631 Desember 2009 32.410.329 76.781 32.333.548

Maret 2010 35.824.272 0 35.824.272

Juni 2010 39.339.795 0 39.339.795

September 2010 41.388.361 109.877 41.278.484 Desember 2010 42.026.411 113.168 41.913243


(2)

Lampiran 8 : Perhitungan Cost of Capital (COC)

Periode

WACC (a) (%)

IC (b) (juta rupiah)

COC (3/12 x a x b) (juta rupiah)

Maret 2008 5,45 23.737.904 323.429

Juni 2008 5,45 24.197.678 329.694

September 2008 5,45 25.690.690 350.036

Desember 2008 5,45 25.974.528 353.903

Maret 2009 6,05 28.941.852 437.746

Juni 2009 6,05 30.200.902 456.789

September 2009 6,05 32.266.631 488.033

Desember 2009 6,05 32.333.548 489.045

Maret 2010 20,43 35.824.272 1.829.725

Juni 2010 20,43 39.339.795 2.009.280

September 2010 20,43 41.278.484 2.108.299

Desember 2010 20,43 41.913243 2.140.719

Lampiran 9 : Perhitungan Economic Value Added (EVA)

Periode

NOPAT (a) (juta rupiah)

COC (b) (juta rupiah)

EVA (a–b) (juta rupiah)

Maret 2008 376.463 323.429 53.034

Juni 2008 794.563 329.694 464.869

September 2008 1.286.383 350.036 936.347

Desember 2008 1.795.786 353.903 1.441.883

Maret 2009 599.632 437.746 161.886

Juni 2009 1.231.933 456.789 775.144

September 2009 1.884.895 488.033 1.396.862

Desember 2009 2.550.616 489.045 2.061.571

Maret 2010 1.093.437 1.829.725 - 736.288

Juni 2010 1.506.669 2.009.280 - 502.611

September 2010 2.329.310 2.108.299 221.011

Desember 2010 3.144.956 2.140.719 1.004.237

*keterangan : Perhitungan EVA tersebut untuk setiap triwulan pada setiap periodenya diakumulasi dari bulan pertama atau triwulan pertama hingga triwulan terakhir periode perhitungan.


(3)

Lampiran 1 : Perhitungan Net Operating Profit After Tax (NOPAT)

Periode Laba Bersih

(a) (juta rupiah)

Biaya Bunga (b) (juta rupiah)

NOPAT (a+b) (juta rupiah)

Maret 2008 112.402 264.061 376.463

Juni 2008 243.886 550.677 794.563

September 2008 431.906 854.477 1.286.383

Desember 2008 542.162 1.253.624 1.795.786

Maret 2009 200.848 398.784 599.632

Juni 2009 398.757 833.176 1.231.933

September 2009 586.631 1.298.264 1.884.895

Desember 2009 709.106 1.841.510 2.550.616

Maret 2010 210.230 883.207 1.093.437

Juni 2010 545.592 961.077 1.506.669

September 2010 791.298 1.538.012 2.329.310

Desember 2010 890.225 2.254.731 3.144.956

Lampiran 2 : Perhitungan Biaya Hutang (Kd*)

Tahun Biaya Bunga

(a) (juta rupiah)

Hutang (b) (juta rupiah)

Kd (c = a : b)

(%)

Kd* (c (1-T))

(%)

2008 1.253.624 23.558.999 5,32 3,72

2009 1.841.510 29.318.786 6,28 4,32

2010 2.254.731 38.454.707 5,86 4,38

Lampiran 3 : Perhitungan Biaya Ekuitas (Ke) untuk tahun 2008 dan 2009 dengan menghitung berdasarkan tingkat pengembalian ekuitas.

Tahun 2008

(%)

2009 (%) Tingkat Pengembalian

ekuitas 21,84 22,93

Lampiran 4 : Perhitungan Biaya ekuitas (Ke) untuk tahun 2010 dengan metode Discounted Cash Flow (DCF)

Tahun Dividen

Saham

Pertumbuhan Saham

(a) (%)

Dividen Yield (b) (%)

Ke (a + b)

(%)


(4)

Lampiran 5 : Perhitungan Struktur Modal

Tahun Hutang

(a) (juta rupiah)

Ekuitas (b) (juta rupiah)

Asset (c) (juta rupiah)

Wd (a : c)

(%)

We (b : c)

(%) 2008 23.558.999 2.481.870 26.040.869 90,47 9,53 2009 29.318.786 3.091.243 32.410029 90,46 9,54 2010 38.454.707 4.990.993 43.445.700 88,51 11,49

Lampiran 6 : PerhitunganWeight Average Cost of Capital(WACC)

Tahun

Struktur Modal

Kd* (c) (%)

Ke (d) (%)

a x c (e) (%)

b x d (f) (%)

WACC (e + f)

(%) Wd

(a) (%)

We (b) (%)

2008 90,47 9,53 3,72 21,84 3,37 2,08 5,45

2009 90,46 9,54 4,32 22,93 3,91 2,14 6,05

2010 88,51 11,49 4,38 144,04 3,88 16,55 20,43

Lampiran 7 : Perhitungan Invested Capital (IC)

Periode

Asset (a) (juta rupiah)

Hutang Beban (b) (juta rupiah)

IC (a–b ) (juta rupiah)

Maret 2008 23.792.708 54.804 23.737.904

Juni 2008 24.258.270 60.592 24.197.678

September 2008 25.753.915 63.225 25.690.690

Desember 2008 26.040869 66.341 25.974.528

Maret 2009 29.020.102 78.250 28.941.852

Juni 2009 30.278.700 77.798 30.200.902

September 2009 32.364.703 98.072 32.266.631 Desember 2009 32.410.329 76.781 32.333.548

Maret 2010 35.824.272 0 35.824.272

Juni 2010 39.339.795 0 39.339.795

September 2010 41.388.361 109.877 41.278.484 Desember 2010 42.026.411 113.168 41.913243


(5)

Lampiran 8 : Perhitungan Cost of Capital (COC)

Periode

WACC (a) (%)

IC (b) (juta rupiah)

COC (3/12 x a x b) (juta rupiah)

Maret 2008 5,45 23.737.904 323.429

Juni 2008 5,45 24.197.678 329.694

September 2008 5,45 25.690.690 350.036

Desember 2008 5,45 25.974.528 353.903

Maret 2009 6,05 28.941.852 437.746

Juni 2009 6,05 30.200.902 456.789

September 2009 6,05 32.266.631 488.033

Desember 2009 6,05 32.333.548 489.045

Maret 2010 20,43 35.824.272 1.829.725

Juni 2010 20,43 39.339.795 2.009.280

September 2010 20,43 41.278.484 2.108.299

Desember 2010 20,43 41.913243 2.140.719

Lampiran 9 : Perhitungan Economic Value Added (EVA)

Periode

NOPAT (a) (juta rupiah)

COC (b) (juta rupiah)

EVA (a–b) (juta rupiah)

Maret 2008 376.463 323.429 53.034

Juni 2008 794.563 329.694 464.869

September 2008 1.286.383 350.036 936.347

Desember 2008 1.795.786 353.903 1.441.883

Maret 2009 599.632 437.746 161.886

Juni 2009 1.231.933 456.789 775.144

September 2009 1.884.895 488.033 1.396.862

Desember 2009 2.550.616 489.045 2.061.571

Maret 2010 1.093.437 1.829.725 - 736.288

Juni 2010 1.506.669 2.009.280 - 502.611

September 2010 2.329.310 2.108.299 221.011

Desember 2010 3.144.956 2.140.719 1.004.237

*keterangan : Perhitungan EVA tersebut untuk setiap triwulan pada setiap periodenya diakumulasi dari bulan pertama atau triwulan pertama hingga triwulan terakhir periode perhitungan.


(6)

Bank Jabar Banten (Persero) Tbk. periode 2008-2010. Di bawah bimbingan BUDI PURWANTO.

Pada akhir tahun 2010 lalu kondisi perekonomian di Indonesia mengalami peningkatan. Membaiknya kondisi perekonomian nasional seiring dengan membaiknya stabilitas sistem keuangan yang didukung oleh kondisi sektor perbankan yang sehat dan kuat. Salah satu yang turut mendukung adalah Bank Jabar Banten yang terus memperluas jangkauan dengan membuka kantor-kantor cabang dan outlet pelayanan baru, baik untuk memperkuat keberadaannya di sentra-sentra pertumbuhan ekonomi yang telah ada, maupun untuk menangkap peluang di area-area pertumbuhan baru, termasuk di luar propinsi Jawa Barat dan Banten. Dalam rangka restrukturisasi, bank jabar banten berhasil melakukan privatisasi melalui Initial Public Offering (IPO) dan menjadi perusahaan go publicpada tanggal 8 Juli 2010 dan sudah tercatat pada Bursa Efek Indonesia. Akan tetapi yang masih perlu dilihat adalah apakah kinerja keuangan Bank jabar Banten sudah cukup baik dan memberikan nilai tambah secara ekonomis.

Kini bank Jabar Banten telah menjadi perusahaan publik. Peningkatan kinerja keuangan juga harus terus menerus dilakukan oleh Bank Jabar Banten baik itu kinerja operasional, kinerja ekonomis maupun kinerja pasar untuk menarik minat para investor berinvestasi pada perusahaan.

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu: menganalisis perkembangan kinerja keuangan Bank Jabar Banten sebelum dan setelah go public dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dengan menggunakan rasio-rasio keuangan, Economic Value Added (EVA), dan Analisis Du Pont. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa laporan keuangan neraca dan laba rugi Bank Jabar Banten tahun 2008-2010, dividen dan harga saham. Data dan informasi diolah secara manual dengan Microsoft Excel.

Hasil Penelitian menunjukan bahwa tingkat kinerja keuangan Bank Jabar Banten sebelum go public cenderung lebih baik daripada setelah go public apabila dilihat dari rasio profitabilitasnya seperti ROE perusahaan menunjukan pada tahun 2008 dan 2009 berturut-turut adalah 21,84% dan 22,93% lebih baik daripada tahun 2010 yang hanya sebesar 17,83%. Begitu pun halnya dengan nilai ROA pada tahun 2008 dan 2009 sebesar 2,08% dan 2,19% lebih baik daripada tahun 2010 yang sebesar 2,05%. Sedangkan apabila dilihat pada nilai NPM perusahaan mengalami peningkatan setiap tahunnya sebelum maupun setelah go public, yaitu pada tahun 2008 sebesar 16,66% meningkat menjadi 16,85% pada tahun 2009 dan untuk tahun 2010 meningkat menjadi 17,21%. Begitupun halnya dengan tingkat kecukupan modal yang juga mengalami peningkatan setiap tahunnya yaitu 15,06% pada tahun 2008 meningkat menjadi 21,19% pada tahun 2009 dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 22,85%. Apabila dilihat dari nilai EVA perusahaan sebelumgo public lebih baik dibandingkan dengan setelah go public, nilai EVA pada tahun 2008 dan 2009 mengalami peningkatan sekitar sebesar 43 persen dimana nilai EVA pada tahun 2008 adalah sebesar Rp. 1.441.883 juta meningkat menjadi Rp. 2.061.571 juta, sedangkan apabila dilihat setelah go public yakni pada tahun 2010 nilai EVA mengalami penurunan dibandingankan dengan tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp. 1.004.237 juta.