Perencanaan Tata Ruang Kota Ruang Terbuka Hijau

2.2 Perencanaan Tata Ruang Kota

Rencana tata ruang wilayah kota merupakan penjabaran strategi dan arah kebijakan pemanfaatan ruang dari tata ruang wilayah nasional dan rencana tata ruang provinsi. Perencanaan kawasan adalah mengontrol penggunaan lahan dengan zoning batas area yang jelas, misalnya perdagangan, industri, pemukiman dan pertanian. Dalam usaha perencanaan terhadap suatu kawasan tertentu khusus dari suatu kelompok sosial atau lahan. Pendekatan yang diambil haruslah efektif sehingga dapat memberikan penyediaan segala bentuk pelayanan dan ruang bagi masyarakat yang berkepentingan terhadap kawasan tersebut Gallion dan Eisner, 1994 Tata ruang kota pada umumnya terdiri dari ruang terbangun dan terbuka. Gallion dan Eisner 1994 menjelaskan bahwa ruang dalam kota harus cukup luas, hal tersebut merupakan salah satu yang terutama dan terpenting. Tolak ukur kapasitas ruang yang memadai adalah cukup untuk menampung bangunan yang dibutuhkan tetapi tidak menghilangkan ruang tersebut. Suatu ruang pada kota dapat diperhalus apabila digabung dengan penggunaan elemen hard dan digabung dengan elemen soft tanaman.

2.3 Ruang Terbuka Hijau

Menurut Hakim 1991 ruang terbuka hijau kota adalah ruang-ruang yang terdapat di dalam kota, baik berupa koridorjalur ataupun areakawasan sebagai tempat pergerakanpenghubung dan tempat perhentiantujuan, dimana unsur hijau yang alami dan sifat ruang terbuka lebih dominan. Menurut Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan, Ruang Terbuka Hijau adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk areakawasan maupun dalam bentuk area memanjangjalur dimana di dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka pada dasarnya tanpa bangunan. Dalam ruang terbuka hijau pemanfatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan dan sebagainya. Menurut Dirjen Penataan Ruang 2006, ruang terbuka hijau dibangun untuk memenuhi berbagai fungsi dasar, yang secara umum dibedakan menjadi : 1. Fungsi bio-ekologis fisik, yang memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara paru-paru kota, pengatur iklim mikro, agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar, sebagai peneduh, produsen oksigen, penyerap pengolah polutan media udara, air dan tanah, serta penahan angin. 2. Fungsi sosial, ekonomi produktif, dan budaya yang mampu menggambarkan ekspresi budaya lokal, RTH merupakan media komunikasi warga kota, tempat rekreasi, tempat pendidikan, dan penelitian. 3. Fungsi estetis, meningkatkan kenyamanan, ,memperindah lingkungan kota baik dari skala mikro halaman rumah, lingkungan pemukiman maupun makro lansekap kota secara keseluruhan. Mampu menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota. Juga bisa berekreasi secara aktif maupun pasif, seperti: bermain, berolahraga, atau kegiatan sosialisasi lain, yang sekaligus menghasilkan keseimbangan kehidupan fisik dan psikis. Selain itu, dapat tercipta suasana serasi, dan seimbang antara berbagai bangunan gedung, infrastruktur jalan dengan pepohonan hutan kota, taman kota, taman kota pertanian dan perhutanan, taman gedung, jalur hijau jalan, bantaran rel kereta api, serta jalur biru bantaran kali. 4. Ekosistem perkotaan : produsen oksigen, tanaman berbunga, berbuah dan berdaun indah, serta bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, kehutanan, dan lain-lain. Direktorat Jenderal Penataan Ruang tahun 2006 menyatakan bahwa penyediaan Ruang Terbuka Hijau RTH dihitung dengan beberapa cara, yakni: 1. Penyediaan Ruang Terbuka Hijau RTH Berdasarkan Luas Wilayah RTH di wilayah perkotaan terdiri atas RTH Publik dan RTH Privat. Proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30 yang terdiri dari 20 ruang terbuka hijau publik dan 10 terdiri dari ruang terbuka hijau privat Gambar 2. Proporsi 30 merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota. Target luas sebesar 30 dari luas wilayah kota dapat dicapai secara bertahap melalui pengalokasian lahan perkotaan secara tipikal. Tipologi ruang terbuka hijau perkotaan menurut Zubir dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Tipologi Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Zubir, 2009 2. Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk Untuk menentukan luas RTH berdasarkan jumlah penduduk, dilakukan dengan mengalikan antara jumlah penduduk yang dilayani dengan standar luas RTH per kapita sesuai peraturan yang berlaku. 3. Penyediaan RTH Berdasarkan Kebutuhan Fungsi Tertentu Fungsi RTH pada kategori ini adalah untuk perlindungan atau pengamanan sarana dan prasarana, misalnya melindungi kelestarian sumber daya alam, pengaman pejalan kaki atau membatasi perkembangan penggunaan lahan agar fungsi utamanya tidak teganggu. RTH kategori ini meliputi: jalur hijau sempadan rel kereta api, jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi, RTH TamanPekarangan Rumah, Kebun,dll Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Pribadi Tidak Khusus Linear Linear - Jalan Setapak - Boulevard - Jalur Sutet - Pengaman Kali - Lap.OlahRaga - Taman Bermain - Taman Lingkungan - Taman Kota - Taman Raya - Taman Dengan Bangunan Umum Khusus - Taman Rekreasi - Taman Botani - Kebun Binatang - Pemakaman kawasan perlindungan setempat berupa RTH sempadan sungai, RTH sempadan pantai, dan RTH pengamanan sumber air bakumata air . Berdasarkan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 29 ayat 2 menetapkan proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 persen dari luas wilayah kota dan ayat 3 menetapkan proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 persen dari luas wilayah kota.

2.4 Taman Kota