IV. GAMBARAN UMUM
Pada penelitian ini instrumen moneter yang digunakan diklasifikasikan menjadi dua, yaitu instrumen moneter konvensional dan syariah. Instrumen
moneter konvensional dicerminkan melalui besarnya suku bunga Sertifikat Bank Indonesia SBI, sedangkan Instrumen moneter syariah dicerminkan melalui
bonus Sertifikat Bank Indonesia Syariah SBIS. Penyaluran dana dari perbankan ke sektor UMKM dicerminkan melalui
total kredit UMKM dari perbankan konvensional dan pembiayaan UMKM dari perbankan syariah. Sedangkan suku bunga kredit, presentase profit dan loss
sharing, dan presentase margin adalah variabel dalam proses transmisi moneter melalui jalur kredit.
4.1. Sertifikat Bank Indonesia dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah
Sertifikat Bank Indonesia SBI adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek 1-3 bulan
dengan sistem diskonto atau bunga. SBI digunakan untuk menjaga kestabilan rupiah dimana dengan penjualan SBI Bank Indonesia dapat menyerap kelebihan
uang primer yang beredar. Sejak Juli 2005, Bank Indonesia melakukan perhitungan suku bunga setifikat Bank Indonesia dengan cara mengumumkan
target suku bunga SBI yang diinginkan Bank Indonesia untuk pelelangan pada masa periode tertentu.
Dewasa ini, jumlah bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah di Indonesia semakin berkembang sehingga berdampak terhadap
peningkatan mobilisasi dana masyarakat. Perkembangan bank syariah yang cukup
pesat tentuna dilandasai dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998. Dengan perkembangan tersebut maka pengendalian moneter oleh
Bank Indonesia melalui Operasi Pasar Terbuka OPT yang selama ini melalui bank-bank konvensional dapat diperluas melalui bank-bank yang melakukan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah Bank Indonesia, 2011. Instrumen kebijakan moneter yang hadir pertama kali di Indonesia setelah
dikeluarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan syariah sebagai instrumen penyerap likuiditas layaknya bank konvensional adalah
Sertifikat Wadiah Bank Indonesia SWBI. Bedasarkan peraturan Bank Indonesia Nomor 67PBI2004, SWBI adalah penitipan dana jangka pendek dengan prinsip
wadiah yang disediakan Bank Indonesia untuk bank syariah dan unit usaha syariah sebagai bukti penitipan dana wadiah.
Akan tetapi, bank syariah mengeluh akan return dari SWBI yang nilainya lebih rendah dari Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia SBI. Hal ini disebabkan
karena pemberian bonus atas penitipan dana wadiah adalah kewenangan Bank Indonesia yang besarnya sesuai dengan kebijakan dan anggaran dana yang
dimiliki oleh Bank Indonesia. Karena hal itulah Bank Indonesia mengeluarkan peraturan kembali mengenai instrumen penyerap likuiditas yang berdasarkan
syariah pengganti SWBI agar lebih menguntungkan dalam hal return yang didapatkan bank syariah.
Dengan dikeluakannya peraturan Bank Indonesia Nomor 1011PBI2008 mengenai Sertifikat Bank Indonesia Syariah SBIS maka peraturan mengenai
SWBI resmi dicabut. SBIS diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai salah satu instrumen operasi pasar terbuka pengganti SWBI dalam rangka pengendalian
moneter yang dilakukan berdasarkan Prinsip Syariah. SBIS yang diterbitkan menggunakan akad Ju’alah, yaitu janji atau komitmen iltizam untuk memberikan
imbalan tertentu ’iwadhju’l atas pencapaian hasil natijah yang ditentukan dari
suatu pekerjaan. Gambar 4.1 menunjukan besarnya return SBI dan SBIS pada periode
penelitian. Dapat dilihat pada gambar bahwa sebelum tahun 2009 return SBI selalu lebih tinggi dibandingkan SBIS, tetapi sejak adanya peraturan Bank
Indonesia Nomor 1011PBI2008 yang mulai diterapkan sejak Maret 2008 tentang penerapan SBIS maka return SBIS dan SBI tidak jauh berbeda dan
mengalami penyesuaian.
Sumber: Statistik Ekonomi dan Perbankan Indonesia 2011 Gambar 4.1. Perkembangan SBI dan SBIS periode Mei 2006 - Desember 2010
4.2 Penyaluran Dana Usaha Mikro Kecil dan Menengah UMKM