bahwa  tepung  ikan  yang  dihasilkan  akan  bermutu  baik  pula.  Apabila  ikan  yang digunakan  sebagai  bahan  mentah  dalam  pengolahan  tepung  ikan  bermutu  tidak
baik,  maka  akan  menghasilkan  tepung  ikan  yang  mutunya  tidak  sesuai  yang diharapkan,  yaitu  kadar  protein  rendah  dan  kadar  lemak  tinggi.  Selain  bahan
mentah  yang  digunakan  mempunyai  mutu  yang  baik,  bahan  mentah  yang digunakan  juga  sebaiknya  dari  ikan  yang  memiliki  nilai  ekonomis  yang  rendah
Irianto dan Giyatmi 2002. Penggolongan  teknologi  pengolahan  tepung  ikan  didasarkan  pada  proses
pemasakan  dan  pengeringan  bahan  mentah  ikan.  Terdapat  dua  metode  utama pengolahan tepung ikan yang telah diterapkan secara komersial, yaitu pengolahan
sistem  basah  dan  pengolahan  sistem  kering.  Proses  pengolahan  sistem  basah digunakan  terutama  untuk  produksi  tepung  ikan  dengan  bahan  mentah  ikan
berlemak  tinggi  5,  seperti:  ikan  lemuru.  Metode  ini  telah  diterapkan  secara luas  dan  yang  paling  umum  dijumpai  pada  pengolahan  tepung  ikan.  Proses
pengolahan  sistem  basah,  meliputi:  pengukusan,  pengepresan,  pengeringan, penggilingan  hingga  diperoleh  tepung  ikan  kering.  Proses  pengolahan  sistem
kering  dipergunakan  untuk  bahan  mentah  ikan  yang  mengandung  kadar  lemak rendah  5.  Proses  pengolahan  sistem  kering,  meliputi:  penggilingan  kasar,
pengeringan, pengepresan dan penggilingan Irianto dan Giyatmi 2002.
2.4 Mutu Tepung Ikan
Mutu tepung  ikan dipengaruhi oleh  beberapa  faktor, antara  lain  jenis dan kesegaran  ikan  dan  teknik  atau  cara  pengolahannya  Irianto  dan  Giyatmi  2002.
Mutu  tepung  ikan  dapat  dinilai  secara  fisik,  kimia,  mikrobiologi.  Secara  fisik, kriteria  yang  dinilai  adalah  bentuk  dan  keseragaman  ukuran  partikel  tepung.
Penilaian secara kimiawi dilakukan dengan mengukur kandungan protein, lemak, air dan abu. Secara mikrobiologi, tepung ikan harus terbebas dari bakteri patogen
seperti Salmonella dan kapang. Tepung ikan yang bermutu baik harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:  mempunyai butiran yang seragam, bebas dari sisa-sisa
tulang  dan  benda-benda  asing  lainnya  Moeljanto  1992.  Badan  Standarisasi Nasional  telah  menetapkan  persyaratan  mutu  tepung  ikan  melalui  SNI  01-2715-
1996Rev. 92 yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1  Persyaratan mutu tepung ikan Komposisi
Mutu I Mutu II
Mutu III Kimia:
a  Air  maks 10
12 12
b Prot. Kasar  min 65
55 45
c  Serat Kasar  maks 1,5
2,5 3
d Abu  maks 20
25 30
e  Lemak  maks 8
10 12
f  Ca 2,5
– 5,0  2,5 – 6,0  2,5 – 7,0 g P
1,6 – 3,2  1,6 – 4,0  1,6 – 4,7
h NaCl  maks 2
3 4
Mikrobiologi: -  Salmonella pada 25 gr sampel
Negatif Negatif
Negatif Organoleptik:
-  Nilai minimum 7
6 6
Sumber: Badan Standarisasi Nasional 1996
Mutu tepung ikan terutama ditentukan oleh kadar protein. Pada umumnya, semakin  tinggi  kadar  protein  kasar  tepung  ikan,  maka  semakin  tinggi  harga
jualnya. Tepung ikan impor biasanya berkualitas baik, karena kandungan protein kasarnya  berkisar  antara  60-74  dengan  kadar  lemak  berkisar  antara  6-10.
Tepung  ikan produksi  lokal  umumnya  mengandung protein kasar berkisar antara 31,72-57,02,  kadar  lemak  berkisar  antara  4,57-20,68  dan  kadar  air  berkisar
antara 7,33-11,16 Purnamasari et al. 2006.
2.5 Rengginang
Rengginang  adalah  makanan  jajanan  yang  telah  lama  dikenal  di  daerah Jawa  Barat.  Biasanya rengginang dapat dijual  secara umum  dalam  bentuk sudah
digoreng  ataupun  bentuk  mentah.  Bahan  dasar  yang  biasa  digunakan  pada pembuatan rengginang yaitu beras ketan yang ditambahkan dengan bumbu sesuai
selera, seperti: garam, MSG Monosodium Glutamat, bawang putih dan terasi. Kerupuk  berbentuk  bundar,  tebal,  dan  gurih  ini  biasanya  ditemui  sebagai
camilan  atau  pendamping  hidangan utama di  meja  makan. Berbeda dengan  jenis kerupuk lainnya, rengginang terbuat dari beras ketan yang tidak dilakukan proses
penggilingan  bahan  menjadi  adonan  halus  sehingga  setiap  butiran  beras  ketan tampak  di  kerupuk  yang  renyah  ini.  Bahan  utama  pembuatan  rengginang  adalah
beras  ketan  putih  maupun  hitam.  Beras  ketan  yang  sudah  dimasak  bersama bumbu,  kemudian  dicetak  dengan  bentuk  cakram  pipih  dan  selanjutnya
dikeringkan  dengan  cara  dijemur  di  panas  matahari.  Rengginang  biasanya  dijual dalam bentuk kering ataupun yang sudah digoreng Sari 2010.
Pembuatan  rengginang  dapat  dibuat  dari  beras  ketan  atau  beras  biasa. Perbedaannya  terdapat  pada  tekstur  yang  dihasilkan.  Rengginang  yang  terbuat
dari  beras  ketan  menghasilkan  tekstur  yang  lebih  porus  dan  halus  di  mulut, sedangkan  rengginang  yang  terbuat  dari  beras  biasa  menghasilkan  tekstur  yang
kurang porus dan agak kasar di  mulut Hsieh dan Luh 1991. Karakteristik  yang diperhatikan  pada  rengginang  yaitu  tingkat  volume  pengembangan,  kekerasan
atau kerenyahan, aroma dan rasa.
2.5.1 Bahan baku rengginang tepung ikan tembang
Bahan  baku  adalah  bahan  yang  digunakan  dalam  jumlah  besar  dan fungsinya  tidak  dapat  digantikan  oleh  bahan  lain.  Sumber  bahan  baku  yang
digunakan  dalam  proses  pembuatan  rengginang  adalah  bahan  pangan  yang mengandung  karbohidrat  yang  cukup  tinggi  yaitu  pati.  Pati  yang  digunakan
sebagai  bahan  baku  dalam  proses  pembuatan  rengginang  disebut  puffable material.  Puffable  material  adalah  bahan  yang  memegang  peranan  utama  dalam
proses pemekaran produk Wiriano 1984. Beras  adalah  suatu  bahan  makanan  yang  merupakan  sumber  pemberi
energi untuk manusia. Beras di Indonesia dikategorikan atas varietas dengan ciri bentuk butiran agak bulat sampai bulat dan bentuk butiran lonjong sampai sedang.
Butiran  beras  tersusun  atas  kulit  ari,  testa,  nukleus,  aleuron,  lembaga  dan endosperm.  Istilah  testa  adalah  sinonim  dari  integumen.  Endosperm  merupakan
bagian  yang terbesar dalam  butir beras  yaitu 89-94 dan sisanya kulit ari 1-2,
testa dan aleuron 4-6 dan lembaga 2-3 Haryadi 2006.
Beras  ketan  Oryza  sativa  glutinosa  merupakan  salah  satu  varietas  dari padi  dan  termasuk  famili  Graminae.  Terdapat  beberapa  perbedaan  antara  beras
biasa  dan  beras  ketan  secara  fisik  maupun  kimia.  Secara  fisik,  beras  ketan berwarna  keruh  ovak,  lunak  dan  apabila  dimasak  akan  bersifat  lengket,  manis
dan berbau aromatik, sedangkan butir beras biasa berwarna lebih terang dan keras. Secara  kimia,  kandungan  amilopektin  beras  ketan  lebih  tinggi  dibandingkan
dengan  beras  biasa.  Selain  itu,  beras  biasa  mempunyai  tekstur  yang  keras  dan
transparan,  sedangkan  beras  ketan  memiliki  tekstur  lebih  rapuh,  butirnya  besar dan warnanya putih ovak Grist 1975.
Ketan  sebagai  bahan  pangan  disusun  oleh  pati,  protein  dan  unsur  lain seperti  lemak,  serat  kasar,  mineral,  vitamin  dan  air.  Pati  merupakan  salah  satu
polisakarida yang paling sederhana di alam. Pati biasa berbentuk sebagai partikel yang disebut granula. Lapisan terluar beras kaya akan komponen non pati, seperti:
protein,  lemak,  serat,  abu,  pentos  dan  lignin  serta  bagian  endosperm  yang  kaya akan  pati.  Karbohidrat  utama  dalam  beras  adalah  pati  yang  menyusun  90  dari
berat  kering  endosperm  beras.  Lipida  beras  terkumpul  dalam  butiran  lipida  atau sferosom.  Bagian  lembaga  dan  lapisan  aleuron  mengandung  lipida  tertinggi.
Dalam  lipida  terdapat  16  isolesitin  dalam  granula  beras,  tetapi  isolesitin  tidak terdapat  dalam  lipida  terikat  dalam  pati  ketan  Juliano  1976.  Secara  kimia,
komposisi zat kimia butir beras dan beras ketan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2  Komposisi zat kimia butir beras dan beras ketan
Komponen Beras Biasa
Beras Ketan Ketan Hitam
Ketan Putih Energi cal
360,00 356,00
362,00 Protein g
6,80 7,00
6,70 Lemak g
0,70 0,70
0,70 Karbohidrat g
78,90 78,00
79,40 Kalsium mg
6,00 10,00
12,00 Fosfor mg
140,00 148,00
148,00 Besi mg
0,80 0,80
0,80 Vitamin B
1
mg 0,12
0,20 0,16
Air 13,00
13,00 12,00
Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI 1972
2.5.2 Bahan tambahan
Bahan  tambahan  makanan  didefinisikan  sebagai  bahan-bahan  yang ditambahkan  dengan  sengaja  ke  dalam  makanan  dan  biasanya  dalam  jumlah
sedikit  dengan  tujuan  tertentu,  seperti:  memperbaiki  warna,  bentuk,  citarasa, tekstur  atau  memperpanjang  masa  simpan  produk  FAO  dan  WHO  1956  dalam
Winarno et al. 1980. Peranan bahan tambahan makanan diantaranya adalah untuk mengurangi  terjadinya  kerusakan,
mencegah  kehilangan  gizi pangan,
meningkatkan  nilai  gizi  dan  citarasa,  memperbaiki  tekstur  dan  penampakan, mempermudah  produksi  serta  meningkatkan  selera  konsumen  terhadap  makanan
tersebut.  Bahan  tambahan  yang  digunakan  dalam  pembuatan  rengginang  adalah bawang putih, garam dan air.
2.5.2.1 Bawang putih Allium sativum L.
Bawang  putih  Allium  sativum  telah  lama  digunakan  sebagai  salah  satu bumbu  masakan oleh  masyarakat Indonesia  maupun  masyarakat  lain  di  berbagai
belahan dunia, karena aromanya yang khas dan wangi. Penggunaan bawang putih tidak hanya sebagai bahan penyedap rasa, tetapi juga digunakan sebagai salah satu
bahan  yang  dapat  memberikan  efek  kesehatan.  Lebih  dari  1000  publikasi  hasil penelitian menunjukkan bahwa bawang putih merupakan salah satu bahan pangan
yang terbaik untuk mencegah timbulnya penyakit Saparinto dan Hidayati 2006. Komposisi kimia bawang putih dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3  Komposisi zat kimia bawang putih Allium sativum per 100 gram Kandungan
Jumlah Air g
66,2 – 71,0
Energi kal 95,0
– 122,0 Protein g
4,5 – 7,0
Lemak g 0,2
– 0,3 Karbohidrat g
23,1 – 24,6
Ca mg 26,0
– 42,0 P mg
15,0 – 109,0
K mg 346,0
Sumber: Saparinto dan Hidayati 2006
Bumbu  dapat  menutupi  bau  atau  rasa  yang  kurang  enak  dari  bahan  atau makanan.  Umbi  bawang  putih  adalah  bahan  alami  yang  biasa  ditambahkan
sebagai  bumbu  dalam  makanan  karena  mempunyai  aroma  khas  dan  mampu meningkatkan  selera  makan.  Aroma  tersebut  berasal  dari  senyawa  allicin  yang
berperan  memberi  aroma  bawang  putih  dan  salah  satu  zat  aktif  yang  bersifat antibakteri  yang  dapat  membunuh  bakteri  gram  positif  maupun  negatif,  karena
mempunyai  gugus  asam  amino  benzoat.  Bawang  putih  juga  mengandung scordinin yaitu senyawa kompleks thioglosida yang berfungsi sebagai antioksidan
Palungkun dan Budiarti 1992.
2.5.2.2 Garam
Istilah garam  biasanya digunakan untuk garam dapur dengan  nama kimia Natrium  Klorida  NaCl.  Garam  yang  digunakan  dalam  pembuatan  kerupuk
sebaiknya  dipilih  yang  mempunyai  mutu  yang  baik,  warna  putih  mengkilat, kotorannya  sedikit  dan  sesuai  dengan  syarat  mutu  garam  yang  telah  ditentukan.
Fungsi  garam  dalam  pembuatan  kerupuk  adalah  untuk  menambah  cita  rasa, memperkuat  kekompakan  adonan  dan  memperlambat  pertumbuhan  jamur  pada
produk  akhir.  Banyaknya  garam  yang  ditambahkan  dalam  pembuatan  kerupuk biasanya 2,5
–3,0 dari total adonan kerupuk yang akan dibuat Wiriano 1984. Pemakaian garam NaCl biasanya lebih banyak diatur oleh rasa, kebiasaan
dan  tradisi  daripada  keperluan.  Makanan  yang  mengandung  natrium  kurang  dari 0,3 garam akan terasa hambar sehingga kurang disenangi. Garam juga berfungsi
sebagai  bahan  pengawet  karena  garam  berperan  sebagai  penghambat  selektif terhadap mikroorganisme tertentu Buckle et al. 1987.
2.5.2.3 Air
Fungsi  air  dalam  adonan  kerupuk  selain  untuk  melarutkan  garam  dan bumbu  serta  untuk  menghomogenkan  bahan-bahan  yang  digunakan  dalam
pembuatan adonan. Jumlah air yang digunakan dalam adonan akan mempengaruhi tingkat  pengembangan  kerupuk,  penyerapan  minyak  dan  tingkat  kerenyahan
produk  akhir.  Apabila  penambahan  jumlah  air  kurang,  maka  tidak  terjadi gelatinisasi  sempurna  selama  pengukusan  sehingga  kerupuk  tidak  dapat
mengembang  dengan  baik,  sedangkan  apabila  jumlah  air  yang  ditambahkan berlebih,  maka  adonan  yang  dihasilkan  menjadi  lembek  dan  kerupuk  lebih  lama
dikeringkan Wiriano 1984.
2.5.3 Proses pembuatan rengginang
Tahapan  proses  pembuatan  rengginang  secara  garis  besar,  meliputi: perendaman  beras  ketan  selama  sehari,  pengukusan,  pencetakan,  pengeringan
selama  dua  hari  dan  penggorengan.  Tiap-tiap  tahap  mempunyai  tujuan  tertentu sehingga pelaksanaannya harus dilakukan dengan baik agar hasil yang didapatkan
sesuai dengan yang diharapkan. Berikut ini merupakan tahapan proses pembuatan rengginang:
a Perendaman
Proses  perendaman  yang  dilakukan  sebelum  pemanasan  kering  bertujuan untuk  membantu  proses  gelatinisasi  pati  Hariyadi  2001.  Granula  pati  mentah
jika  dimasukkan  ke  dalam  air  akan  menyerap  air  dan  membengkak,  akan  tetapi jumlah  air  yang  diserap  dan  pembengkakannya  terbatas.  Apabila  pati
membengkak, beratnya akan  meningkat beberapa kali  lipat dibandingkan dengan berat kering pati. Peningkatan berat tersebut disebut swelling power yang nilainya
berbeda-beda pada setiap jenis pati Belitz dan Grosch 1987. Perendaman sebelum pemanasan kering memberikan kesempatan penetrasi
air  ke  dalam  biji  beras  sehingga  membantu  proses  pemasakan  biji  beras  selama pengukusan.  Apabila waktu perendaman  beras  yang dilakukan kurang  atau tidak
dilakukan  perendaman  sebelum  pemanasan  kering,  maka  dapat  menyebabkan pemasakan  hanya  di  lapisan  luar  biji  beras  ketan  saja  sehingga  tidak  mampu
menghasilkan  rengginang  dengan  baik  antar  butiran  beras  ketan  tidak  kompak Priwit 2009. Perendaman beras ketan dilakukan selama 24 jam.
b Pengukusan
Pemanasan dalam proses pembuatan rengginang  dapat berupa pemasakan dan  bertujuan  untuk  memberikan  kondisi  agar  produk  tersebut  siap  untuk
dikonsumsi  ataupun  siap  untuk  digunakan  pada  proses  berikutnya.  Pengukusan merupakan proses pemanasan kering yang tidak terjadi kontak langsung antara air
dengan  bahan  sehingga  tahap  perendaman  diperlukan  untuk  membantu  proses gelatinisasi pati Hariyadi 2001.
Pada dasarnya pengukusan adalah proses pemanasan bahan pangan dengan uap  atau  air  panas  secara  langsung  pada  suhu  kurang  dari  100
o
C  selama  kurang lebih 10  menit. Tujuan pengukusan tergantung  pada perlakuan  lanjutan terhadap
bahan  pangan  tersebut.  Proses  pengukusan  yang  dilakukan  sebelum  pengeringan dapat menginaktifkan enzim yang dapat menyebabkan perubahan warna, cita rasa
dan  tekstur.  Adapun  tujuan  dilakukan  pengukusan  adalah  mengurangi  kadar  air dalam  produk,  meningkatkan  kekompakan  adonan  dan  agar  terjadi  sebagian
gelatinisasi pada adonan Damayanthi dan Mudjajanto 1994.
c Pencetakan
Pencetakan  dilakukan  dengan  tujuan  untuk  memperoleh  bentuk  yang dikehendaki  dan  ukuran  yang  seragam.  Keseragaman  ukuran  penting  untuk
memperoleh penampakan dan penetrasi panas yang merata sehingga memudahkan proses  penggorengan  dan  menghasilkan  kerupuk  dengan  warna  yang  seragam
Lavlensia 1995. Proses pencetakan  dilakukan dengan pembentukan rengginang berbentuk  bulat  dengan  diameter  5  cm  dan  ketebalan  rata-rata  1  cm.  Ketebalan
rengginang  yang  dibuat  tipis  tidak  terlampau  tebal  yang  bertujuan  rengginang akan lebih cepat mengering selama proses penjemuran dibawah sinar matahari.
d Pengeringan
Pengeringan merupakan
suatu cara
untuk mengeluarkan
atau menghilangkan  sebagian  besar  air  dari  suatu  bahan  padat  dengan  cara
menguapkan  sebagian  besar air  yang dikandungnya dengan  menggunakan energi panas.  Biasanya  kandungan  air  bahan  tersebut  dikurangi  sampai  batas  tertentu,
dimana mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi pada bahan Muchtadi 2008. Pengeringan  dapat  dilakukan  dengan  menggunakan  suatu  alat  pengering
artificial drying atau dengan penjemuran sun drying yaitu pengeringan dengan menggunakan  energi  langsung  dari  sinar  matahari.  Pengeringan  dengan  sinar
matahari  banyak  dilakukan  karena  energi  panas  yang  digunakan  murah  dan melimpah, akan tetapi kerugiannya adalah jumlah panas sinar matahari yang tidak
tetap  sepanjang  hari  disertai  dengan  kenaikan  suhu  yang  tidak  dapat  diatur sehingga  waktu  penjemuran  sukar  untuk  ditentukan  dengan  tetap.  Selain  itu,
penjemuran dilakukan di tempat terbuka yang langsung berhubungan dengan sinar matahari sehingga kebersihannya sukar untuk diawasi Winarno et al. 1980.
Pengeringan  rengginang  bertujuan  untuk  menghasilkan  bahan  dengan kadar air tertentu. Adanya kadar air yang terkandung akan mempengaruhi kualitas
dan  kapasitas  pengembangan  rengginang  dalam  proses  pengorengan.  Disamping itu,  pengeringan  rengginang  bersifat  mengawetkan  dan  mempertahankan  mutu
Winarno  et  al.  1980.  Produk  yang  digoreng  tanpa  pengeringan  akan menghasilkan  produk  yang  tidak  mengembang,  keras  dan  permukaan  tidak
merata.  Agar  dapat  mengembang,  gel  pati  memerlukan  tekanan  uap  yang maksimum  pada  proses  penggorengan,  untuk  itu  diperlukan  tingkat  kadar  air
tertentu pada rengginang mentah Wiriano 1984. Pengeringan rengginang dengan menggunakan  sinar  matahari  memerlukan  waktu  selama  2  hari  apabila  cuaca
cerah  dan  sekitar  4-5  hari  apabila  cuaca  kurang  cerah.  Dari  proses  pengeringan akan  menghasilkan  kerupuk  mentah  dengan  kadar  air  sekitar  14  atau  kerupuk
mentah yang mudah dipatahkan.
Bahan  pangan  yang  dikeringkan  mempunyai  nilai  gizi  yang  lebih  rendah dibandingkan  dengan  bahan  segarnya.  Selama  pengeringan  dapat  terjadi
perubahan  warna,  tekstur,  aroma  dan  lainnya,  meskipun  perubahan-perubahan tersebut  dapat  dibatasi  seminimal  mungkin  dengan  cara  memberikan  perlakuan
pendahuluan  terhadap  bahan  pangan  yang  akan  dikeringkan.  Pengurangan  kadar air  akan  menyebabkan  kandungan  protein,  karbohidrat,  lemak  dan  mineral  pada
bahan pangan terkonsentrasi lebih tinggi, namun sejumlah vitamin dan zat warna pada umumnya menjadi rusak atau berkurang Winarno et al. 1980.
e Penggorengan
Penggorengan  kerupuk  adalah  pemasakan  kerupuk  mentah  menjadi kerupuk  matang  yang  siap  dikonsumsi.  Cara  penggorengan  yang  umum
digunakan adalah penggorengan dalam wajan dengan minyak goreng. Pada proses penggorengan,  kerupuk  mentah  mengalami  pemanasan  sehingga  air  yang  terikat
pada  jaringan  dapat  menguap  dan  menghasilkan  tekanan  uap  untuk mengembangkan struktur elastis jaringan kerupuk tersebut Setiawan 1988.
Proses  penggorengan  memiliki  arti  proses  dimana  bahan  makanan  yang dimasukkan ke dalam penggorengan akan segera menerima panas dan kandungan
air  dalam  bahan  pangan  akan  menguap  dan  ditandai  dengan  timbulnya gelembung-gelembung  selama  proses  penggorengan.  Selama  berjalannya
penggorengan,  bahan  pangan  menyerap  minyak  dengan  presentase  yang  cukup besar. Komponen  bahan pangan  yang digoreng akan  membentuk cita rasa akibat
pemasakan  lemak,  protein,  karbohidrat  dan  komponen-komponen  minor  lainnya yang ada dalam makanan Moreira 2003.
Penggorengan  merupakan  suatu  proses  untuk  memasak  bahan  pangan dengan  menggunakan  lemak  atau  minyak  pangan  Ketaren  1986.  Teknik
menggoreng  dibagi  menjadi  dua  tipe,  yaitu  teknik  gangsa  pan  fryingcontact frying  dan  teknik  terendam  deep-fat  frying.  Teknik  gangsa  dilakukan  dengan
cara menggoreng bahan dengan secara langsung bersentuhan dengan pemanas dan hanya  dibatasi  oleh  selaput  tipis  minyak.  Teknik  terendam  merupakan  proses
penggorengan  dengan  bahan  terendam  seluruhnya  oleh  minyak  dengan  batas minyak  minimal  2  cm  diatas  permukaan  produk.  Penggorengan  dengan  minyak
melimpah  berlangsung  lebih  cepat.  Minyak  tersebut  mendidih  pada  suhu  jauh lebih  tinggi  dibandingkan  dengan  air  mendidih  yaitu  berkisar  160-250
o
C.  Suhu penggorengan  merupakan  salah  satu  faktor  yang  akan  menentukan  hasil  produk.
Suhu  yang  dianjurkan  berkisar  antara  177-201
o
C  atau  tergantung  bahan  yang digoreng Winarno 1997.
Waktu  yang  dibutuhkan  bagi  bahan  pangan  untuk  tergoreng  sempurna tergantung  pada  tipe  bahan  pangan,  suhu  minyak,  metode  penggorengan,
ketebalan  bahan pangan dan perubahan kualitas  yang dihasilkan Fellows 1992. Penggorengan  dianggap  selesai  apabila  kerupuk  tidak  mengalami  perubahan
bentuk  dan  pengembangan,  tidak  adanya  gelembung-gelembung  udara  ke permukaan  minyak  dan  hilangnya  suara  berdesis.  Setelah  proses  penggorengan
selesai,  kerupuk  segera  diangkat  untuk  mencegah  kerupuk  menjadi  hangus Yustica 1994.
3   METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian  ini  dilaksanakan  pada  bulan  Agustus  2010  sampai  dengan Januari  2011.  Penelitian  ini  dilakukan  di  Laboratorium  Preservasi  dan
Diversifikasi  Produk  Hasil  Perairan,  Laboratorium  Organoleptik  Hasil  Perairan, Laboratorium  Biokimia  Hasil  Perairan,  Laboratorium  Mikrobiologi  Hasil
Perairan,  Departemen  Teknologi  Hasil  Perairan,  Fakultas  Perikanan  dan  Ilmu Kelautan dan Laboratorium Pengolahan Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Bahan dan Alat