Dampak Kebijakan Pemerintah Analisis Sensitivitas

Ada tiga simulasi yang dijalankan untuk melakukan analisis sensitivitas dalam penelitian ini, yaitu: 1. Simulasi peningkatan harga gula dunia. Simulasi ini dilakukan untuk mengetahui perubahan daya saing gula apabila harga gula dunia naik 25 persen, simulasi ini sesuai dengan tren peningkatan harga gula di pasar internasional yang terjadi belakangan ini seiring dengan meningkatnya harga pangan dan juga harga bahan bakar. 2. Analisis sensitivitas apabila terjadi kenaikan produktivitas 20 persen. Simulasi ini sangat relevan dengan dengan program yang dicanangkan pemerintah Kementerian Pertanian, yaitu program akselerasi peningkatan produktivitas gula nasional. 3. Analisis sensitivitas apabila terjadi penurunan suku bunga kredit dari 16 persen menjadi 12 persen per tahun. Simulasi ini dilakukan untuk melihat pengaruh kredit yang diberikan terhadap daya saing. Hasil analisis sensitivitas difokuskan pada rasio PCR dan DRC. Hasil sensitivitas 1 yaitu peningkatan harga gula dunia sebesar 25 persen tidak merubah rasio PCR tapi mengubah rasio DRC 1. Analisis sensitivitas 2 yaitu peningkatan produktivitas sebesar 20 persen mengubah kisaran rasio PRC menjadi 0.5 – 0.7 dan DRC menjadi 0.76 – 0.94. Analisis sensitivitas 3 yaitu penurunan suku bunga kredit 2 persen mengubah kisaran rasio PCR menjadi 0.59 – 0.79 dan DRC menjadi 1.02 – 1.26. Tabel 11. Analisis Sensitivitas PCR Rasio Tebu Sawah Tebu Tegalan PC r1 r2 r3 PC r1 r2 r3 rasio awal PCR [CA-B] 0.81 0.69 0.74 0.77 0.71 0.60 0.66 0.70 sensitivitas1 PCR [CA-B] 0.81 0.69 0.74 0.77 0.71 0.60 0.66 0.70 sensitivitas2 PCR [CA-B] 0.70 0.60 0.64 0.67 0.62 0.53 0.58 0.60 sensitivitas3 PCR [CA-B] 0.79 0.67 0.72 0.75 0.69 0.59 0.65 0.68 Tabel 12. Analisis Sensitivitas DRC Rasio Tebu Sawah Tebu Tegalan PC r1 r2 r3 PC r1 r2 r3 rasio awal DRC [GE-F] 1.28 1.10 1.20 1.26 1.20 1.05 1.17 1.26 sensitivitas1 DRC [GE-F] 0.99 0.86 0.94 0.98 0.94 0.81 0.91 0.97 sensitivitas2 DRC [GE-F] 0.94 0.80 0.87 0.91 0.87 0.76 0.84 0.89 sensitivitas3 DRC [GE-F] 1.26 1.07 1.17 1.23 1.18 1.02 1.15 1.23

6.7 Perbandingan Industri Gula Asing dan Industri Gula Nasional

Hampir semua negara saat ini sedang mengalami permasalahan dengan industri gulanya, baik dipengaruhi oleh perubahan lingkungan internal dalam negeri maupun eksternal luar negeri. Menghadapi permasalahan tersebut umumnya mereka sangat sigap dan terkoordinasi dengan sangat baik untuk segera menyiapkan alternatif pemecahan yang benar-benar dapat tetap melindungi produsen sekaligus konsumen. Sebagai contoh, permasalahan efisiensi direspon dengan perbaikan modernisasi teknologi usahatani maupun pabrik gula, rasionalisasi pabrik gula, privatisasi hingga merger beberapa pabrik gula menjadi satu manajemen. Permasalahan ketidakadilan pasar internasional direspon dengan peningkatan efisiensi produksi, pengembangan produk turunan gula, pengembangan akses pasar dalam negeri dan luar negeri melalui hubungan bilateral dan penerapan kebijakan promosi sekaligus proteksi secara simultan.

6.7.1 Struktur Industri Gula Kristal Putih Nasional

Awalnya, industri gula lokal hanyalah industri gula kristal putih. Sementara untuk gula rafinasi masih dilakukan impor. Namun sejak tahun 2000an ketika harga gula dunia raw sugar melonjak tinggi, pemerintah mengijinkan untuk dibangunnya pabrik gula rafinasi. Sejak saat itu struktur industri gula dibagi menjadi dua yaitu gula kristal putih dan gula rafinasi. Sejak dahulu, pemain dalam industri gula kristal putih didominasi oleh BUMN, yaitu PTPN dan RNI. Jumlahnya mencapai 10 perusahaan yang tersebar di Pulau Jawa dan Sumatera. Bisa dikatakan mulai dari produsen gula hingga distributor gula hanya dikuasai oleh beberapa pemain besar saja oligopolistik. Pasokan gula kristal putih di dalam negeri sebagian besar berasal dari enam pelaku usaha saja yakni PTPN IX, PTPN X, PTPN XI, RNI, Gunung Madu dan Sugar Group Companies.

6.7.2 Industri Gula Brasil

Sawit et al 2004 menyatakan bahwa hal penting yang perlu diperhatikan dalam mencermati perkembangan budi industri gula di Brasil saat ini adalah pengalaman negara tersebut selama lima abad, yang tentu saja menjadi dasar pijakan yang kokoh bagi pemerintah, industri, maupun para petani tebu untuk mengembangkan sektor tersebut. Kenyataan bahwa semua pelaku industri tanaman tebu di Brasil adalah sektor swasta menjadikan budi daya tebu di Brasil sangat berorientasi pada efisiensi dan keuntungan ekonomi. Salah satu faktor yang turut berperan dalam berkembangnya industri tebu di Brasil adalah dukungan finansial kepada para pelaku di lapangan. Dengan digulirkannya kebijakan liberalisasi perdagangan di sekitar agribisnis yang diwarnai dengan makin berkurangnya campur tangan langsung pihak pemerintah, saat ini yang tersisa hanyalah peran pemerintah untuk menyediakan bantuan finansial kepada petani melalui tersedianya kredit yang lebih murah dari bung pasar. Pemerintah Brasil menyerahkan pengembangan industri tebu pada sektor swasta. Privatisasi sektor tersebut terbukti telah menjadikan industri tersebut sangat efisien dan kompetitif di dunia. Kebijakan agribisnis tebu diarahkan pada usaha untuk menciptakan demand yang tinggi terhadap alkohol. Alkohol sebagai salah satu alternatif energi yang lebih ramah lingkungan dinilai lebih menjajikan prospek bisnis yang lebih menguntungkan. Berdasarkan keberhasilan industri gula di Brasil maka indonesia dapat mencontoh beberapa kebijakan yang dapat diterapkan di Indonesia, yaitu: 1. Perlu diadakan modernisasi alat-alat produksi gula, karena sebagian besar pabrik gula di Indonesia merupakan peninggalan Belanda. Berdasarkan pengalaman dari Brasil, meningkatnya kapasitas produksi tebu dan gula sangat ditunjang oleh tersedianya alat-alat industri yang cukup modern yang kebetulan sudah diproduksi nasional. 2. Untuk efisiensi dalam penglolaan usahatani tebu dan industri gula perlu dipikirkan langkah privatisasi secara meluas dengan pola penerapan kebijakan yang berorientasi pada efisiensi dan keuntungan ekonomi secara konsisten. Pada jangka panjang langkah ini akan membentuk suatu struktur industri gula yang lebih tahan terhadap situasi persaingan perdagangan gula yang semakin tajam. Peran pemerintah hanya dibatasi sebagai fasilitator yang menyediakan insentif dan infrastruktur seperti