Tabel 7. Biaya Usahatani Tebu di Lahan Sawah Rp
Struktur Biaya Sawah Bibit
SR1 SR2
SR3
Pupuk 1 260 000
1 470 000 1 470 000
1 470 000 Bahan Bakar
129 000 129 000
129 000 129 000
Pestisida 152 500
152 500 152 500
152 500 Tenaga Kerja
9 936 000 9 678 000
9 228 000 8 282 000
Modal 1 808 200
1 484 360 1 448 360
1 430 360 Lahan
9 000 000 7 000 000
7 000 000 7 000 000
Bibit 2 000 000
Pajak 125 000
125,000 125,000
125,000 Total
24 410 700 20 038 860
19 552 860 18 588 860
Biaya untuk bibit pada kepras tidak ada, hal ini disebabkan karena kepras
berasal dari keprasan bibit pertama. Biaya pupuk untuk kepras juga menjadi lebih besar karena tanaman kepras memerlukan pupuk yang lebih banyak. Biaya sewa
lahan pada kepras lebih rendah dari tanaman bibit karena waktu panen yang lebih pendek.
Tabel 8. Biaya Usahatani Tebu di Lahan Tegalan Rp
Struktur Biaya Tegalan Bibit
TR1 TR2
TR3
Pupuk 1 260 000
1 470 000 1 470 000
1 470 000 Bahan Bakar
129 000 129 000
129 000 129 000
Pestisida 152 500
152 500 152 500
152 500 Tenaga Kerja
9 036 000 8 778 000
8 328 000 8 103 000
Modal 1 416 200
1 172 360 1 136 360
1 118 360 Lahan
5 000 000 4 000 000
4 000 000 4 000 000
Bibit 2 000 000
Pajak 125 000
125 000 125 000
125 000 Total
19 118 700 15 826 860
15 340 860 15 097 860
6.3 Keuntungan Finansial dan Ekonomi Usahatani Tebu
Keuntungan finansial privat merupakan indikator daya saing competitiveness dari sistem komoditas berdasarkan teknologi, nilai output, biaya
input dan transfer kebijakan yang ada. Sedangkan keuntungan ekonomi sosial merupakan indikator keunggulan komparatif comparative advantage atau
efisiensi dari sistem komoditas pada kondisi tidak ada distorsi pasar dan kebijakan pemerintah. Usahatani tebu di Indonesia masih diusahakan di lahan sawah irigasi
teknis, sawah tadah hujan dan lahan kering tegalan. Pada musim tanam 20062007, usahatani tebu di dua kabupaten di Provinsi Jawa Timur secara
finansial menguntungkan seperti terlihat pada Tabel 9. Namun demikian tingkat keuntungan usahatani tebu bervariasi antar wilayah, tipe lahan dan tipe bibit.
Rata-rata keuntungan privat usahatani tebu bekisar antara Rp. 4.7 juta sampai Rp.7.9 juta per hektar.
Keuntungan usahatani tebu secara finansial menurut tipe lahan dan tipe bibit bervariasi. Walaupun demikian, terdapat kecenderungan produktivitas tebu
di lahan sawah lebih besar daripada di lahan tegalan, sementara tanaman awal bongkar kepras dan kepras 1 lebih besar dibandingkan dengan kepras 2 dan
seterusnya. Keuntungan usahatani tebu secara ekonomi dapat dipandang sebagai cerminan efisiensi ekonomi suatu usaha. Berdasarkan data menunjukkan bahwa
meskipun secara finansial usahatani tebu menguntungkan tetapi secara ekonomi tidak demikian. Usahatani tebu merugi secara ekonomi. Kerugian bervariasi
antara Rp 2 902 536 sampai dengan Rp 5 689 459. Hal ini disebabkan karena biaya input tenaga kerja yang dibayarkan petani lebih tinggi dari harga sosialnya.
Tenaga kerja merupakan input yang sangat mempengaruhi dalam usahatani tebu karena proporsinya mencapai 40 hingga 55 persen dalam struktur biaya usahatani
tebu. Sementara harga sosial outputnya lebih rendah dibanding harga privatnya. Perbedaan nilai keuntungan secara finansial dan ekonomi ini merupakan petunjuk
adanya distorsi pasar yang ditimbulkan oleh kebijakan pemerintah atau ketidaksempurnaan pasar gula dan industri gula.