Budidaya Tebu Usahatani Tebu
1991. Terdapat dua cara penanaman tebu, yaitu di lahan sawah dengan sistem reynoso cara pengolahan tanah sawah untuk tanaman tebu dan di lahan tegalan
dengan sistem tebu lahan kering. Tebu lahan sawah memiliki beberapa kategori, tergantung dari pola
penanaman. Tebu tanam atau tebu Tebu Rakyat Sawah I TRIS I adalah pola penanaman tebu dengan menggunakan bibit. Sedangkan tebu keras atau TRIS II
dan selanjutnya adalah penanaman tebu dari kepras atau tunas yang berasal dari sisa panen. Perbedaan kategori tersebut berpengaruh terhadap produksi dan
produktivitas tebu. Teknologi budi daya yang tepat serta penggunaan varietas unggul yang
paling sesuai dengan kondisi lahannya dapat menghasilkan tebu dengan bobot dan rendemen yang tinggi. Selain itu perlu diperhatikan juga kegiatan pasca panen
dengan cara menghindari kerusakan tebu pada saat penebangan maupun pengangkutan, serta menjaga kebersihan tebu saat akan dikirim ke pabrik gula
sehingga tebu yang akan digiling di pabrik gula mempunyai kriteria bersih, segar dan manis.
Sistem usahatani tebu dilaksanakan dengan sistem Hak Guna Usaha HGU dan Sistem Tebu Rakyat TR. Dalam sistem HGU, pelaksanaan
penanaman tebu, tebang angkut kemudian proses pengolahan menjadi gula merupakan tanggung jawab pabrik gula. Pada sistem TR yang dilaksanakan
dengan pola kemitraan, petani bertanggung jawab terhadap kebun tebu sampai kegiatan tebang angkut dan proses pengolahannya diserahkan ke pabrik gula.
Sistem tebu rakyat dengan pola kemitraan dilaksanakan berdasarkan Inpres Nomor 9 Tahun 1975 tentang Tebu Rakyat Indonesia. Berdasarkan Inpres
tersebut, petani yang berada di wilayah-wilayah tertentu diwajibkan untuk memenuhi kebutuhan pasokan bahan baku gula. Namun pada tahun 1997 pola ini
mengalami perubahan berdasarkan Inpres Nomor 5 Tahun 1997 tentang Program Pengembangan Tebu Rakyat antara pabrik gula dan petani dengan fasilitas kredit.
Perubahan yang mendasar dari Inpres tersebut adalah adanya kebebasan petani tebu untuk memilih komoditas tanaman yang dikehendakinya. Hal ini
menyebabkan berkurangnya areal tebu sawah akibat adanya persaingan dengan tanaman alternatif yang dianggap lebih menguntungkan.
Adanya persaingan
dengan tanaman
alternatif, terutama
padi menyebabkan pergeseran lahan dari lahan sawah beririgasi menjadi lahan tegalan
yang kurang ideal bagi tanaman tebu. Hal ini menyebabkan kurangnya pasokan bahan baku ke pabrik gula dan pabrik beroperasi di bawah kapasitas gilingnya
sehingga mengurangi efisiensi dan mengganggu kinerja pabrik. Untuk mengatasi hal tersebut salah satu upaya yang dilakukan adalah
dengan meningkatkan produktivitas tebu. Agar tanaman tebu dapat bersaing dengan tanaman alternatif, maka produktivitas tanaman tebu harus mencapai 80
ton per hektar dengan tingkat rendemen 8 ton per hektar Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2004.