4.2.2 Formulasi Permasalahan
Kompleksitaspermasalahan agroindustri gula tebutebudi Indonesia dapat dipaparkan sebagai berikut:
1. Keterbatasan informasi, pengetahuan, permodalan petani tebu dalam melaksanakan bongkar ratoon dan rawat ratoon
2. Kurangnya penciptaan bibit unggul yang sesuai dengan perubahan lingkungan lahan tanam.
3. Kurangnya fasilitas irigasi terutama pada lahan kering 4. Mulai langkanya ketersediaan tenaga kerja
5. Kualitas gula rendah, ICUMSA masih lebih besar dari 150 IU 6. Belum berkembangnya diversifikasi produk
7. Penetapan Bea Masuk Impor gula tebu perlu ditinjau masih rendah 8. Ketersediaan pendanaan sering terhambat.
9. Penatalaksanaan industri gula masih kurang baik 10. Produktifitas dan efisiensi pabrik gula rendah
11. Lahan perkebunan menyempit dan penyediaan lahan baru masih kurang Penelitian ini telah mengupayakan agar dapat mengakomodir semua keinginan para
pihak pemangku kepentingan yang pada saat itu dipertemukan dalam forum pertemuan bersama.
4.2.3 Identifikasi Sistem
Mata rantai hubungan yang dapat diidentifikasi dari pemodelan sistem dinamis agroindustri gula tebu dapat digambarkan di bawah ini. Identifikasi sistem
menggambarkan hubungan kebutuhan dan hal-hal yang harus dipecahkan atau dipenuhi untuk mencukupi kebutuhan tersebut. Berdasarkan gambaran saling
berhubungan tersebut, lalu diinterpretasikan ke dalam black box pemodelan sistem
dinamis strategi pengembangan dan kebijakan agroindustri gula tebu.
4.2.4 Diagram konsepsual agroindustri gula tebu
Petani Tebu adalah pihak yang berada pada posisi paling awal dari matarantai agroindustri gula tebu yang panjang. Petani tebu memegang peran yang penting
meski dalam banyak hal mereka lebih sering dimarginalkan. Oleh karena itu penekanan pada ketelitian penentuan kebutuhan pihak petani dalam sistem
agroindustri gula tebu menjadi penting karena pihak petani merupakan basis awal dari agroindustri gula tebu.
Pabrik gula merupakan mata rantai selanjutnya setelah produksi tebu oleh petani. Permasalahan yang dihadapi oleh PG tidak kalah komplekssnya dari pada
permasalahan yang ada di sektor perkebunan. PG di Indonesia relatif sudah berusia sangat tua dan oleh karenanya revitalisasi fasilitas pabrik secara parsial cenderung
tidak dapat mengejar pencapaian efisiensi produktifitas yang diinginkan. Kondisi ini berpotensi melemahkan pencapaian target pemenuhan kebutuhan gula dalam negeri.
GULA PUTIH
Luar Negeri
Dalam Negeri
RAW SUGAR REFINED SUGAR
PG Tebu Petani
Pedagang
Konsumen Rumah Tangga
PG Rafinasi Industri MSG
Produsen Makanan dan Minuman Ma-Min
Konsumen Ma-Min
Barrier
Merembes Keterangan :
Gambar 8 Kerangka konseptual Supply-Demand sistem agroindustri gula tebu Pabrik gula menghasilkan produk gula putih supply side yang siap
dikonsumsi oleh konsumen rumah tangga. Di sektor produsen makanan dan minuman, mereka hampir tidak mengkonsumsi produk gula putih dalam negeri karena
faktor spesifikasi gula yang tidak kompatibel dengan persyaratan produk makanan dan minuman. Di sinilah muncul permintaan gula dengan kualitas tinggi atau disebut
gula rafinasi. Permintaan gula rafinasi oleh kelompok industri besar Pabrik Makanan dan Minuman dipenuhi dari dua sumber, yaitu Pabrik Gula Rafinasi yang beroperasi
di dalam negeri dan import gula rafinasi siap pakai dari luar negeri. Kompleksitas semakin meningkat ketika Pabrik Gula Rafinasi dalam negeri harus mengimpor bahan
baku berupa gula mentah dari luar negeri. Kondisi kompleksitas di atas menimbulkan peluang penyalahgunaan
wewenang bila tidak diatur dan ditata dengan kebijakan yang tepat. Hal ini semakin meningkatkan resiko persaingan bagi produsen gula putih domestik bila tingkat
pasokan gula rafinasi hasil produksi pabrik gula rafinasi dalam negeri serta importasi gula rafinasi siap pakai tidak dikendalikan. Keadaan dapat menjadi lebih buruk bila
saling terjadi rembesan pasokan dan permintaan antara gula mentah, gula putih, dan gula rafinasi.
4.2.5 Pemodelan dan implementasi komputer