Rancang Bangun Model Dinamis Pengelolaan Agroindustri Kerapu
i
RANCANG BANGUN MODEL DINAMIS
PENGELOLAAN AGROINDUSTRI KERAPU
IDING CHAIDIR
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
(2)
ii
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa disertasi saya dengan judul Rancang Bangun Model Dinamis Pengelolaan Agroindustri Kerapu adalah benar-benar asli karya saya dengan arahan komisi pembimbing, dan bukan hasil jiplakan atau tiruan dari tulisan siapapun serta belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Bogor, Agustus 2007
Iding Chaidir
(3)
iii
ABSTRAK
IDING CHAIDIR. Rancang Bangun Model Dinamis Pengelolaan Agroindustri Kerapu. Dibimbing oleh IRAWADI JAMARAN, DANIEL R MONINTJA, A AZIZ DARWIS, ANAS M FAUZI dan MARIMIN.
Pengembangan agroindustri perikanan kerapu budi daya menghadapi kendala utama yaitu masih lemahnya penguasaan teknologi dan belum sinkronnya hubungan antar pelaku perbenihan, pembesaran, dan penanganan pascapanen sehingga belum terbentuk rantai keterkaitan produksi yang kuat. Penelitian ini bertujuan menghasilkan model dinamis pengelolaan agroindustri perikanan kerapu yang dapat digunakan sebagai alat simulasi guna perumusan kebijakan untuk mengatasi masalah tersebut. Rancang bangun dan simulasi model dinamis dilakukan menggunakan program Powersim Studio Versi 2005, sedangkan urutan
prioritas penerapan kebijakan ditetapkan dengan menggunakan metode analytical
hierarchy process (AHP). Simulasi model peningkatan keuntungan melalui perbaikan teknologi menunjukkan bahwa faktor penentu keberhasilan pembenihan adalah fekunditas induk, frekuensi memijah, dan sintasan benih. Faktor kunci keberhasilan pembesaran adalah tingkat sintasan ikan, padat penebaran, dan pertumbuhan ikan, sedangkan keberhasilan usaha pascapanen adalah tingkat sintasan kerapu, padat penebaran dan lama proses pasca panen. Kontribusi masing-masing faktor terhadap tingkat keuntungan serta optimalisasi penggunaan input produksi berupa induk dan jumlah KJA dapat diperhitungakan melalui simulasi. Demikian juga titik kritis setiap faktor terhadap keuntungan usaha. Kebijakan yang perlu diterapkan untuk mendukung keberhasilan agroindustri kerapu budidaya berdasarkan analisis AHP berturut-turut adalah penggunaan benih unggul (10,9%), pengembangan pakan buatan (10,7%), pengembangan induk
unggul (10,3%), grading/seleksi ikan (9,9%), penggunaan obat/vitamin/vaksin
(8,7%), pengembangan sistem informasi pasar (8,6%), sertifikasi benih (8,5%),
penerapan Good Aquaculture Practices (GAP) (8,4%), pengaturan padat tebar
(8,1%), perbaikan kualitas air (8,0%) , dan perawatan KJA (7,8%). Keterkaitan antar pelaku usaha dapat dicapai apabila setiap pelaku usaha mengetahui kapasitas produksi optimal masing-masing sesuai dengan daya serap pasar dan penyesuaian jadwal produksi sesuai dengan fluktuasi yang terjadi di pasar. Kapasitas produksi optimal pembenihan, pembesaran dan pascapanen kerapu macan tahun 2009 sesuai skenario optimistis masing-masing adalah 2.265.864 ekor, 1.601.352 ekor dan 993.072 ekor, dan produksi optimal sesuai skenario pesimistis adalah 1.273.008 ekor, 972.036 ekor, dan 670.608 ekor. Simulasi evaluasi distribusi keuntungan masing-masing pelaku usaha menunjukkan hasil bahwa kegiatan pembesaran memberikan keuntungan yang paling tinggi, diikuti oleh pascapanen dan pembenihan. Untuk lebih menyeimbangkan distribusi keuntungan perlu kebijakan pemerintah seperti kebijakan harga benih atau subsidi pakan.
Kata kunci: model dinamis, agroindustri kerapu, budi daya, AHP, Powersim, Batam
(4)
iv
ABSTRACT
IDING CHAIDIR, Construction of dynamic model for the management of grouper aquaculture agroindustry, under supervision of IRAWADI JAMARAN, DANIEL R MONINTJA, A AZIZ DARWIS, ANAS M FAUZI and MARIMIN.
The development of grouper aquaculture agroindustry in Indonesia is encountered by the problem of unsynchronized relationship among involved bussiness actors (hatchery, grower, post harvest / collector). This condition has led to a slow growth of the industry and small contribution to national income and fish farmers prosperity. The objective of the research was to increase the performance of the industry and strengthen the relationship among the actors through construction of a computer model using Powersim Studio Version 2005 combined with analytical hierarchy process (AHP) method. The simulation’s results indicate that the success of grouper hatchery industry depend on larvae survival rate, broodstock fecundity, and broodstock spawning rate. Meanwile grow-out productivity is depending on survival rate, stocking rate, and rearing period, and the success of post harvest activity is also depend on survival rate, stocking rate, and rearing period. Contribution of each factors to profit gain can be calculated through simulation. The simulation can also be employed to optimize the use of broodstocks in hatchery and the use of cages in grow out and post harvest activities. It also calculate the critical point for each factors in maximizing profit. A more detailed analysis using Analytical Hierarchy Process is conducted to formulate policy actions in improving grouper aquaculture industry. The policy actions are (1) healthy seed, (2) artificial food production, (3) broodtock genetic improvement, (4) fish grading, (5) drugs, vitamine and vaccine, (6) market information system, (7) seed certification, (8) good aquaculture practices, (9) stocking rate management (10) water quality improvement, and (11) cage maintenance. The relationship between three actors in the industry can be improved by setting up each production capacity that match the aggregate market demand. The relationship can also be improved by harmonizing their production schedule and managing their product inventory properly. The analysis indicate that the production capacity of this species for hatchery should be 2.265.864 seed/year, for grow-out 1.601.352 head/year, and for post harvest 993.073 head/year. If the demand is levelling up at current state (pesimistic scenario), then the production rate are estimated to be consecutively 1.273.008 seed/year, 972.036 head/year, and 670.608 head/year. Finally, through simulation we can evaluate the profit distribution among the three actors in the industry, i.e. hatchery, grow-out, and post harvest though which we can formulate a specific government policy that initiate a balancing process for profit distribution such as seed pricing or feed production support.
(5)
v
RINGKASAN
Industri budidaya perikanan kerapu di Indonesia masih belum berkembang seperti yang diharapkan, tercermin dari lambatnya peningkatan produksi dan jumlah usaha budidaya kerapu. Produksi ikan kerapu budidaya meningkat dari 6.879 ton tahun 2000 menjadi 7.057 ton pada tahun 2002, kemudian menurun menjadi 6.552 ton pada tahun 2004 (Dirjen Perikanan Budidaya, 2006). Kondisi
tersebut menunjukkan bahwa industri ini masih belum mapan (established)
sehingga memerlukan masukan teknologi untuk menjadikan industri tesebut sebagai andalan.
Permasalahan yang dihadapi dalam industri budidaya perikanan kerapu adalah belum terbentuknya sruktur yang mantap yang menjamin aliran suplai barang dari hulu ke hilir dan aliran informasi dari hilir (pasar) ke hulu. Belum eratnya keterkaitan antar subsistem ini disertai juga dengan rendahnya penguasaan teknologi dalam mata rantai produksi yang ditunjukkan dengan masih tingginya angka mortalitas dan rendahnya produktivitas.
Permasalahan dalam industri kerapu budidaya bersifat kompleks, dinamis dan probabilistrik, sehingga perlu diatasi melalui pendekatan sistem. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan rancangan model pengelolaan agroindustri kerapu budi daya dengan menggunakan teknik permodelan sistem dinamis dan akuisisi pendapat pakar. Model yang dihasilkan digunakan untuk simulasi peningkatan keuntungan maksimum, prediksi kapasitas produksi optimal, dan penyeimbangan distribusi keuntungan pada rantai produksi pembenihan, pembesaran, dan penanganan pascapanen kerapu. Rancang bangun dan simulasi model dinamis dilakukan menggunakan program Powersim Studio Versi 2005, sedangkan urutan
prioritas penerapan kebijakan ditetapkan dengan menggunakan metode analytical
hierarchy process (AHP).
Ruang lingkup penelitian meliputi tahap tahap (1) Identifikasi faktor-faktor atau komponen yang berpengaruh, (2) Pengkonstruksian model dinamis dan (3) Simulasi untuk optimalisasi sistem pengelolaan agroindustri perikanan kerapu. Penelitian ini dibatasi pada subsistem pembenihan, budidaya dan penanganan pasca panen, sedangkan lokasi yang dijadikan sebagai kasus penelitian ini adalah kawasan Batam-Rempang-Galang (Barelang), Propinsi Kepulauan Riau, dan jenis ikan kerapu yang dijadikan sebagai objek penelitian ini adalah ikan kerapu macan (E. fuscoguttatus).
Sesuai dengan tahapan dalam pendekatan sistem maka dilakukan (1) analisis kebutuhan (2) formulasi permasalahan, (3) identifikasi sistem, (4) rancang bangun model. Model yang dirancangbangun terdiri dari sub model peningkatan nilai tambah pembenihan, sub model peningkatan nilai tambah budidaya dan sub model peningkatan nilai tambah pasca panen. Penggabungan ketiga sub model tersebut dalam model integral digunakan dalam simulasi kapasitas produksi agregat dan simulasi pemerataan distribusi profit.
Hasil penelitian yang meliputi hasil simulasi dan penerapan model mencakup simulasi peningkatan nilai tambah produksi (pembenihan, budidaya dan pasca panen), simulasi untuk prediksi kapasitas produksi, dan simulasi untuk pemerataan distribusi keuntungan antar subsistem produksi yang terlibat. Hasil simulasi ini selanjutnya diperingkatkan untuk mengetahui prioritas kebijakan yang perlu diterapkan dalam pembangunan agroindustri perikanan kerapu.
(6)
vi
Nilai tambah pada pembenihan dapat dimaksimalkan dengan optimalisasi penggunaan input produksi yang diukur dari peningkatan parameter produksi yaitu “tingkat sintasan benih” pada 11%, 16% dan 21%, “prosentase induk memijah” pada 10%,20% dan 30%, dan “fekunditas induk” pada level 1 juta, 1,5 juta dan 2,0
juta telur. Analisis menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP)
menunjukkan bahwa urutan prioritas optimalisasi input produksi untuk peningkatan nilai tambah pembenihan adalah (1) peningkatan persentase induk memijah (51,94 %), (2) peningkatan fekunditas (25,81 %), dan (3) peningkatan sintasan (22,25 %). Nilai tambah pada budidaya dapat dimaksimalkan dengan optimalisasi penggunaan input produksi yang dilihat dari parameter “tingkat sintasan kerapu” pada 90%, 80% dan 70%, padat penebaran pada 400 ekor/KJA, 500 ekor/KJA dan 600 ekor/KJA, dan “lama pemeliharaan kerapu” pada 4 bulan, 5
bulan dan 6 bulan. Analisis menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP)
menunjukkan bahwa urutan prioritas optimalisasi input produksi untuk peningkatan nilai tambah budidaya adalah (1) meningkatkan pertumbuhan ikan (39,25%), (2) peningkatan padat penebaran (38,55 %), dan (3) peningkatan sintasan (22,20 %). Nilai tambah pada pasca panen, seperti halnya pada subsistem budidaya dapat dimaksimalkan dengan optimalisasi penggunaan input produksi yang dilihat dari parameter “tingkat sintasan kerapu” pada 90%, 80% dan 70%, padat penebaran pada 400 ekor/KJA, 500 ekor/KJA dan 600 ekor/KJA dan lama proses pasca panen yaitu 1, 1,5 dan 2 bulan. Simulasi dilakukan juga untuk mengetahui titik kritis setiap faktor yang menentukan tingkat keuntungan pembenihan, pembesaran dan pasca panen.
Analisis menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) menunjukkan
bahwa urutan prioritas optimalisasi input produksi untuk peningkatan nilai tambah pasca panen adalah (1) mempersingkat lama pasca panen (55,94 %), (2) peningkatan padat penebaran (28,02 %), dan (3) peningkatan sintasan (16,04 %). Untuk mendukung sukses pengembangan industri perikanan kerapu yang meliputi pembenihan, pembesaran dan pasca panen, maka kebijakan teknis yang perlu diterapkan berdasarkan analisis AHP berturut-turut adalah penggunaan benih unggul (10,9%), pengembangan pakan buatan (10,7%), pengembangan induk
unggul (10,3%), grading/seleksi ikan (9,9%), penggunaan obat/vitamin/vaksin
(8,7%), pengembangan sistem informasi pasar (8,6%), sertifikasi benih (8,5%),
penerapan Good Aquaculture Practices (GAP) (8,4%), pengaturan padat tebar
(8,1%), perbaikan kualitas air (8,0%) , dan perawatan KJA (7,8%).
Simulasi dalam rangka mengukur kapasitas produksi optimal pembenihan, budidaya dan pasca panen dilakukan sesuai dengan tiga skenario proyeksi permintaan kerapu macan. Berdasarkan skenario optimistik, yaitu kecenderungan permintaan mengikuti kecenderungan saat ini, maka kapasitas produksi optimal pembenihan adalah 1.938.144 ekor/tahun, pembesaran 1.596.516 ekor/tahun dan pasca panen 1.271.976 ekor/tahun. Pada skenario moderat, pembenihan sebesar 1.396.932 ekor/tahun, pembesaran 1.191.312 ekor/tahun dan pasca panen 971.004 ekor/tahun. Untuk skenario pesimistis, produksi optimal pembenihan adalah 843.300 ekor/tahun, pembesaran 786.096 ekor/tahun dan pasca panen 668.508 ekor/tahun. Hasil ini menunjukkan kebutuhan benih, budidaya maupun pasca panen kerapu macan yang harus disediakan untuk memenuhi kebutuhan pasar Hong Kong, sehingga dapat dijadikan sebagai dasar bagi perencanaan pengembangan kegiatan usaha dan menghindarkan terjadinya produksi yang
(7)
vii
berlebih. Dengan menggunakan data permintaan jenis ikan kerapu lain dapat pula diprediksikan kapasitas produksi yang sesuai dengan kebutuhan.
Keuntungan yang diperoleh masing-masing subsistem dalam industri perikanan kerapu disimulasikan dengan menggunakan harga jual sebagai faktor peubah, sedangkan variabel teknis lainnya sesuai dengan kondisi di lapangan. Berdasarkan simulasi diperoleh informasi bahwa bila lakukan perubahan terhadap variabel harga jual benih dari Rp 6000,-/ekor menjadi Rp 7.000,-, terjadi perubahan total profit kumulatif pada subsistem pembenihan dari 17,89 M menjadi 21,21 M, perubahan profit pada subsistem budidaya dari Rp 43,36 menjadi Rp 41,59 M, dan tidak terjadi perubahan pada subsistem pascapanen yaitu tetap Rp 39,39 M. Apabila dilakukan perubahan terhadap harga jual benih dari Rp 6000,- menjadi Rp 8.000,-. Perubahan harga ini memberikan dampak pada komposisi keuntungan subsistem pembenihan, budidaya dan pasca panen masing-masing menjadi Rp 25,49 M, Rp 37,48 M dan Rp 39,39 M. Tampak bahwa peningkatan harga jual benih telah memberikan pengaruh terhadap pemerataan pendapatan industri budidaya perikanan kerapu, sehingga dapat digunakan sebagai instrumen kebijakan.
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa model dinamis pengelolaan industri perikanan kerapu dapat digunakan untuk mensimulasikan proses peningkatan nilai tambah maksimum pada rantai produksi pembenihan, budidaya dan penanganan pasca panen, prediksi kapasitas produksi optimal serta pemerataan distribusi profit.
Faktor teknis yang menentukan keuntungan pembenihan berturut-turut adalah peningkatan frekuensi memijah, fekunditas telur, dan sintasan larva. Keuntungan pembesaran ditentukan oleh pertumbuhan ikan, padat penebaran dan sintasan ikan. Keuntungan pasca panen ditentukan oleh pertumbuhan ikan, padat penebaran dan sintasan ikan. Kebijakan yang diperlukan guna meniungkatkan pengembangan industri perikanan kerapu budidaya adalah pengembangan pakan buatan, pengembangan induk unggul, penggunaan obat/vitamin/vaksin , penggunaan benih bermutu, pengaturan padat tebar, perbaikan kualitas air , perawatan KJA,
grading/seleksi ikan, pengembangan sistem informasi pasar, sertifikasi benih dan
penerapan Good Aquaculture Practices .
Model pengembangan kapasitas produksi dapat memprediksi tingkat produksi optimal pembenihan, budidaya dan penanganan pasca panen untuk menghindarkan terjadinya produksi berlebih (ekses suplai). Perencanaan tersebut dirancang untuk setiap spesies kerapu bernilai ekonomis tinggi sehingga dapat digunakan untuk membatasi atau mengembangkan industri perikanan kerapu sesuai dengan spesies kerapu yang menjadi unggulan Indonesia. Model distribusi keuntungan dapat digunakan untuk merumuskan kebijakan subsidi harga yang dapat menarik minat investor untuk berinvestasi di kegiatan usaha yang secara finansial tidak menarik.
Untuk meningkatkan efektivitas program, hasil penelitian ini perlu didukung dengan penanganan aspek non teknis melalui kebijakan pemerintah yang mendorong pengembangan kawasan, litbang teknologi produksi melalui peran aktif pihak swasta. Secara spesifik pemerintah perlu mendorong produksi induk unggul, industri pakan, vaksin dan obat-obatan serta meningkatkan promosi pasar untuk memperluas pemasaran ikan kerapu.
(8)
viii
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
(9)
ix
RANCANG BANGUN MODEL DINAMIS
PENGELOLAAN AGROINDUSTRI KERAPU
IDING CHAIDIR
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor Pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
(10)
x
Judul Disertasi : Rancang Bangun Model Dinamis Pengelolaan
Agroindustri Kerapu
Nama Mahasiswa : Iding Chaidir
Nomor Pokok : P 25600007
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Irawadi Jamaran Ketua
Prof. Dr. Daniel R. Monintja Prof. Dr. Ir. A. Aziz Darwis, M.Sc
Anggota Anggota
Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc. Dr. Ir. Anas M. Fauzi, M.Eng
Anggota Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Teknologi Industri Pertanian
Dr. Ir. Irawadi Jamaran Prof. Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MSi.
(11)
xi
PRAKATA
Penulis menyampaikan puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan karunianya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian ini bertemakan agroindustri kerapu budidaya, dengan judul Rancang Bangun Model Dinamis Pengelolaan Agroindustri Kerapu.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Irawadi Jamaran sebagai ketua komisi pembimbing, Bapak-bapak
Prof. Dr. Ir. Daniel R. Monintja, Prof. Dr. Ir. A. Aziz Darwis MSc, Dr. Ir. Anas M. Fauzi M.Eng, dan Prof. Dr. Ir. Marimin MSc sebagai anggota
komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan secara tulus sejak penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian hingga penyusunan disertasi ini.
Ucapan terima kasih dan penghargaan juga disampaikan kepada
Dr. Ir. Amril Aman MSc sebagai penguji luar komisi, dan pimpinan Institut Pertanian Bogor, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB beserta seluruh staf yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti program S3 di IPB.
Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Bapak Dr. Wahono Sumaryono, Apt. APU, Deputi Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi, beserta jajaran pimpinan dan teman-teman di Pusat Teknologi Produksi Pertanian yang telah memberikan dukungan moril maupun materil selama saya melaksanakan studi S3 di IPB.
Ungkapan terima kasih disampaikan kepada istri dan anak-anak saya yang terus menerus memberikan dorongan semangat, pengertian, dan pengorbanan selama saya melaksanakan studi ini. Terima kasih dan penghargaan juga disampaikan kepada teman-teman sesama mahasiswa S-3 Teknologi Industri Pertanian IPB yang sering memberikan dorongan semangat dan dukungan bahan-bahan referensi untuk penyelesaian studi.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan bagi pembangunan sektor perikanan pada khususnya dan pembangunan nasional pada umumnya.
(12)
xii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 8 September 1956 sebagai anak ke 5 dari 8 bersaudara dari pasangan Mas Abdul Hadi dan Nontjik Nurimah, menyelesaikan pendidikan SD dan SMP di kota Palembang dan SMA di Cilimus - Kuningan. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Budi daya Perikanan, Fakultas Perikanan IPB, lulus pada tahun 1979. Pada tahun 1985, disponsori oleh pemerintah RI melalui Overseas Fellowship Program, penulis diterima studi S-2 di
Departement of Agricultural Economics and Rural Development, Universitas North Carolina Agricultural and Technical State University, Greensboro, North Carolina, USA dan menyelesaikannya pada tahun 1987. Kesempatan untuk melanjutkan ke program Doktor diperoleh pada tahun 2000 di Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana IPB.
Penulis bekerja di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sejak tahun 1979 dan ditempatkan di Jakarta. Selama bekerja di BPPT penulis pernah menjabat sebagai Ketua Kelompok Studi Pengkajian Sistem Pedesaan (1988-1992), Kasubdit Pengkajian Sistem Industri Pertanian (1992-1997), Direktur Pengkajian Sistem Industri Primer (1997-1998), dan Direktur Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Budi daya Pertanian (1998-2006). Selama bekerja di BPPT banyak melakukan penelitian khususnya di bidang budi daya perikanan. Selama melaksanakan penelitian ini, penulis juga menjabat sebagai Penanggung Jawab Program Riset Unggulan Strategis Nasional (RUSNAS) Kerapu yang diselenggarakan oleh Kementerian Riset dan Teknologi.
(13)
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xvii
DAFTAR GAMBAR ... xxi
DAFTAR LAMPIRAN ... xxiv
1 PENDAHULUAN ………..……… 1
1.1 Latar Belakang ………... 1
1.2 Tujuan ...…..………... 6
1.3 Ruang Lingkup ... ………... 6
1.3.1 Ruang lingkup rancang bangun model ... 6
1.3.2 Ruang lingkup pengelolaan ... 7
1.3.3 Ruang lingkup agroindustri kerapu budi daya ... 7
1.3.4 Lokasi penelitian ... 8
1.3.5 Jenis ikan kerapu ... 8
2 TINJAUAN PUSTAKA ……….………... 9
2.1 Industri Perikanan Kerapu ………... 9
2.2 Rancang Bangun Model Sistem Dinamis……… 11
2.3 Rantai Pasokan ……… 14
2.4 Rantai Nilai….………... 15
2.5 Metode AHP (Analytical Hierarchy Process) .………... 16
2.6 Analisis Kelayakan Finansial ………. 17
3 METODOLOGI………..……….. 19
3.1 Kerangka Pemikiran ……… 19
3.2 Tahapan Penelitian………... 22
3.2.1 Analisis kebutuhan ……… 25
3.2.2 Permodelan sistem ……… 25
3.2.3 Rancangbangun model dan impelemtasi komputer ………….. 26
3.2.4 Operasi ……….. 27
3.2.5 Simulasi model ……….. 28
3.3 Pengumpulan Data………... 28
3.3.1 Jenis data ………... 28
3.3.2 Metode pengumpulan data ……… 28
3.4 Metode Pengolahan Data………. 31
(14)
xiv
Halaman
4 KERAGAAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA ...…….. 32
4.1 Deskripsi Kawasan Perikanan Kerapu Budidaya... 32
4.2 Aspek Teknis Agroindustri Kerapu Budi daya ... 33
4.2.1 Industri pembenihan kerapu... 33
4.2.2 Industri pembesaran kerapu ... 35
4.2.3 Industri pascapanen dan perdagangan kerapu ... 36
4.3 Aspek Pasar Ikan Kerapu Hidup ... 37
4.3.1 Perkembangan pasar ikan kerapu hidup di Hong Kong... 37
4.3.2 Pangsa pasar kerapu Indonesia di Hong Kong ... 40
5 PE NGEMBANGAN MODEL ………... 42
5.1 Analisis Sistem Agroindustri Kerapu Budi Daya ... 42
5.1.1 Analisis kebutuhan ………..………... 42
5.1.2 Formulasi permasalahan .……… 43
5.1.3 Identifikasi sistem .……….. 46
5.2 Rancang Bangun Model………..…… 51
5.2.1 Rancang bangun model peningkatan keuntungan agroindustri kerapu budidaya... 51
5.2.2 Rancang bangun model penguatan struktur industri kerapu budi daya ...……... 65
5.3 Pengujian Model... 73
5.3.1 Verifikasi model... 73
5.3.2 Validasi model ... 74
5.3.3 Analisis sensitivitas ... 75
5.3.4 Analisis stabilitas ... 75
5.4 Pengoperasian Model ... 76
6 SIMULASI MODEL DINAMIS PENGELOLAAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA... 77 6.1 Simulasi Peningkatan Keuntungan Agroindustri Kerapu Budi Daya... 77
6.1.1 Simulasi peningkatan keuntungan pembenihan melalui perba-ikan fekunditas, persentase memijah dan sintasan benih... 77
6.1.2 Simulasi peningkatan keuntungan pembenihan melalui optimasi jumlah induk digunakan... 86
6.1.3 Simulasi peningkatan keuntungan pembesaran nelalui perba- ikan padat penebaran, sintasan dan lama pemeliharaan... 90
(15)
xv
Halaman
6.1.4 Simulasi peningkatan keuntungan pembesaran melalui
optimalisasi jumlah KJA digunakan ... 97
6.15 Simulasi peningkatan keuntungan pasca panen melalui perbaikan sintasan, padat tebar dan lama pemeliharaan. ... 101
6.1.6 Simulasi peningkatan keuntungan pascapanen melalui optimasi jumlah KJA digunakan... 108
6.2 Simulasi Perencanaan Kapasitas Produksi Agroindustri Kerapu Budi Daya... 112
6.2.1 Kapasitas produksi pembenihan... 115
6.2.2 Kapasitas produksi pembesaran dan pascapanen... 116
6.3 Simulasi Pemerataan Distribusi Keuntungan Agroindustri Kerapu Budi Daya ... 117
6.3.1 Hasil simulasi distribusi keuntungan………..………... 117
6.3.2 Hasil analisis finansial………... 119
6.4 Simulasi Titik Kritis Agroindustri Kerapu Budidaya ... 127
6.4.1 Titik kritis pembenihan kerapu ………..………... 127
6.4.2 Titik kritis pembesaran kerapu ………. 129
6.4.2 Titik kritis pasca panen kerapu ….………... 130
7 ANALISIS PRIORITAS PENINGKATAN KEUNTUNGAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA... 131
7.1 Pemeringkatan Prioritas Perbaikan Faktor Produksi Berdasarkan Hasil Simulasi ... 131
7.1.1 Pemeringkatan prioritas perbaikan faktor produksi pembenihan ... 131
7.1.2 Pemeringkatan prioritas perbaikan faktor produksi pembesaran ... 134
7.1.3 Pemeringkatan prioritas perbaikan faktor produksi pasca panen ... 136
7.2 Pemeringkatan Prioritas Kebijakan Pengembangan Agroindustri Kerapu Berdasarkan Akuisisi Pendapat Pakar Dengan Metode AHP... 139
8 ANALISIS KESEIMBANGAN KAPASITAS PRODUKSI DAN PEMERATAAN DISTRIBUSI KEUNTUNGAN ... 145
8.1 Perencanaan Kapasitas Produksi Agregat ... 146
8.2 Pemerataan Distribusi Keuntungan ... 148
9 IMPLIKASI BAGI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA ... 150
(16)
xvi
9.1 Kebijakan Perbaikan kInerja Teknis Produksi... 150
9.1.1 Perbaikan faktor produksi pembenihan kerapu ... 150
9.1.2 Perbaikan faktor produksi pembesaran kerapu ... 151
9.1.3 Perbaikan faktor produksi pasca panen kerapu ... 152
9.2 Kebijakan Pengembangan Program Pendukung ... 153
9.2.1 Pengembangan produksi pakan buatan... 153
9.2.2 Pengembangan induk unggul... 155
9.2.3 Penggunaan obat-obatan dan vitamin ... 157
9.2.4 Penerapan prosedur operasi terstandar ... 157
9.3 Kebijakan Penciptaan Iklim Kondusif ... 158
9.3.1 Aspek perdagangan dan pemasaran ... 158
9.3.2 Pengaturan kapasitas produksi agregat ... 159
9.3.3 Pengembangan kawasan budi daya kerapu ... 160
9.3.4 Pengembangan industri alat dan mesin produksi ... 161
10 KESIMPULAN DAN SARAN ... 162
10.1 Keimpulan ………. 162
10.2 Saran ………. 164
DAFTAR PUSTAKA ……… 165
(17)
xvii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Perkembangan produksi kerapu berdasarkan jenis usaha dan produk 2
2. Jenis, sumber, dan cara pengumpulan data dalam penelitian ini ... 29
3. Volume ekspor ikan kerapu asal Barelang tahun 2002 dan 2003……. 36
4. Perkembangan volume impor kerapu Hong Kong berdasarkan jenis
(satuan: Kg) ……….……… 37
5. Perkembangan nilai impor kerapu Hong Kong berdasarkan jenis
(satuan: $ HK) ... 38
6. Perkembangan rata-rata harga ikan kerapu di Hong Kong ($ HK)... 38
7. Perkembangan volume impor ikan kerapu Hong Kong berdasarkan
negara pemasok tahun 2000-2005 (Satuan: Kg)... 39
8. Volume ekspor kerapu Indonesia ke Hong Kong berdasarkan jenis
kerapu... 40
9. Kontribusi pasokan kerapu Indonesia terhadap impor kerapu Hong
Kong berdasarkan jenis (%)……….. 41
10. Daftar keinginan dan konflik kepentingan antar pelaku dalam sistem
industri kerapu budidaya ... 44
11. Deskripsi elemen pada model peningkatan keuntungan industri
pembenihan ikan kerapu... 55
12. Deskripsi elemen pada model peningkatan keuntungan industri budi
daya ikan kerapu. ……….... 60
13. Deskripsi elemen pada model peningkatan keuntungan industri
pascapanen ikan kerapu………... 64
14. Tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan pada berbagai
tingkat fekunditas induk (FK)... 81
15. Tingkat produksi bulanan pembenihan pada berbagai tingkat
fekunditas induk (FK) ... 81
16. Tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan pada berbagai
tingkat sintasan benih (SR)... 83
17. Tingkat produksi bulanan pembenihan pada berbagai tingkat sintasan
benih (FK) ... 83
18. Tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan pada berbagai
tingkat persentase induk memijah ... 85
19. Tingkat produksi bulanan pembenihan pada berbagai tingkat
fekunditas induk (FK)... 86
20. Jumlah induk yang harus disediakan pada berbagai tingkat survival
(18)
xviii
Halaman
21. 22. 23.
Jumlah induk yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembenihan pada berbagai prosentase jumlah induk memijah ... Jumlah induk yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembenihan pada berbagai tingkat fekunditas induk ...
Tingkat keuntungan yang diperoleh usaha budi daya pada berbagai
tingkat padat penebaran pembesaran ...
88 90 92 24. Tingkat produksi bulanan pembesaran pada berbagai tingkat padat
penebaran benih /KJA ... 93
25. Tingkat keuntunganyang diperoleh usaha pembesaran pada berbagai
tingkat sintasan pembesaran ... 94
26. Tingkat produksi bulanan pembesaran pada berbagai tingkat sintasan 95
27. Tingkat keuntunganyang diperoleh usaha pembesaran pada berbagai
tingkat lama proses pembesaran ... 96
28. Tingkat produksi bulanan pembesaran pada berbagai tingkat lama
proses pembesaran ... 97
29. 30.
Jumlah karamba jaring apung (KJA) untuk maksimalisasi profit pembesaran pada berbagai tingkat sintasan (SR) ikan ... Jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembesaran pada berbagai tingkat padat penebaran...
99 100 31.
32.
Jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembesaran pada berbagai lama waktu pembesaran... Tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pascapanen pada berbagai tingkat sintasan...
101 103 33. Tingkat produksi bulanan pascapanen yang diperoleh pada berbagai
tingkat sintasan ikan pascapanen ... 103
34. Tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pascapanen pada berbagai
tingkat padat penebaran... 105
35. Tingkat produksi bulanan usaha pascapanen pada berbagai tingkat
padat penebaran ikan / KJA ... 106
36. Tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pascapanen pada berbagai
tingkat lama proses pascapanen ... 107
37. Tingkat produksi bulanan usaha pascapanen pada berbagai lama
proses pascapanen ... 108
38. Jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pasca
panen pada berbagai tingkat sintasan ikan... 109
39. Jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pasca
(19)
xix
Halaman
40. Jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pasca panen pada berbagai lama waktu pasca panen...
112 41. Hasil simulasi kapasitas produksi maksimal pembenihan, pembesaran
dan pascapanen kerapu macan untuk memenuhi pasar Hong Kong per
tahun merurut tiga skenario pertumbuhan (ekor)... 115
42. Perbandingan tingkat keuntungan bulanan yang diperoleh ketiga
subsistem dalam industri pembesaran perikanan kerapu... 118
43. Pengaruh perubahan variabel dalam subsistem pembenihan terhadap
total keuntunganketiga subsistem industri... 119
44. Biaya investasi pembenihan kerapu skala produksi 1 juta ekor benih
per bulan. ... 121
45. Biaya operasional pembenihan ikan kerapu setiap siklus (6 bulan)... 122
46. Biaya investasi pembesaran kerapu skala 4 unit karamba... 123
47. Biaya operasional pembesaran ikan kerapu (4 karamba)... 124
48. Biaya investasi penanganan pascapanen kerapu skala 4 unit karamba. 125
49. Biaya operasional usaha pascapanen ikan kerapu (4 karamba)... 126
50. Hasil simulasi penghitungan titik kritis variabel pembenihan pada
tingkat keuntungan pembenihan sama dengan nol ... 128
51. Hasil simulasi penghitungan titik kritis variabel pembesaran kerapu
pada tingkat keuntungan pembesaran sama dengan nol ... 129
52. Hasil simulasi penghitungan titik kritis variabel pasca panen kerapu
pada tingkat keuntungan pasca panen sama dengan nol... 130
53. Pengaruh perubahan faktor produksi pembenihan terhadap perubahan
tingkat keuntungan dan tingkat produksi pembenihan ikan kerapu... 132
54. Pemeringkatan alternatif pilihan program peningkatan keuntungan
pembenihan menggunakan AHP... 133
55. Hasil pemeringkatan alternatif program peningkatan keuntungan
pembenihan menggunakan AHP... 133
56. Pengaruh perubahan faktor produksi pembesaran terhadap perubahan
tingkat keuntungan pembesaran ikan kerapu... 134
57. Pemeringkatan alternatif pilihan program peningkatan keuntungan
pembesaran menggunakan AHP... 135
58. Hasil pemeringkatan alternatif program peningkatan keuntungan
pembesaran menggunakan AHP... 136
59. Pengaruh perubahan faktor produksi pascapanen terhadap perubahan
(20)
xx
Halaman
60. Pemeringkatan alternatif pilihan program peningkatan keuntungan
pascapanen menggunakan AHP ... 138
61. Hasil pemeringkatan alternatif program peningkatan keuntungan
pascapanen menggunakan AHP ... 138
62. Hasil perbandingan berpasangan dari peranan aktor terhadap program
pengembangan agroindustri kerapu budidaya ... 141
(21)
xxi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Impor Hong Kong untuk kerapu asal Indonesia 2002-2003…………... 3
2. Perkembangan harga kerapu tahun 2002-2003 di tingkat pedagang
pengumpul di Kepulauan Riau ………... 4
3. Simbol-simbol yang digunakan dalam pemrograman STELLA... 13
4. Simbol-simbol yang digunakan dalam pemrograman
POWERSIM... 13
5. Rabtai nilai generik (Porter, 1994)……… 16
6. Kerangka konseptual sistem pengelolaan agroindustri perikanan
kerapu... 20 7. Tahap penelitian dan rancang bangun model dinamis pengelolaan
agroindustri perikanan kerapu... 23
8. Tahapan pendekatan sistem dalam rancang bangun model pengelolaan
agroindustri budidaya perikanan kerapu... 24
9. Diagram sebab-akibat sistem pengembangan agroindustri kerapu budi
daya. ... 48
10. Diagram input output sistem pengembangan agroindustri kerapu budi
daya... 50 11. Diagram hubungan sebab-akibat dalam model peningkatan
keuntungan industri pembenihan kerapu. ……… 53
12. Struktur model peningkatan keuntungan industri pembenihan kerapu
menggunakan program Powersim Studio. ……….. 54
13. Diagram hubungan sebab-akibat dalam model peningkatan
keuntungan industri budi daya perikanan kerapu. ………. 57
14. Struktur sub model peningkatan keuntungan industri budi daya
kerapu menggunakan program Powersim Studio……… 59
15. Diagram hubungan sebab-akibat dalam model peningkatan
keuntungan penanganan pascapanen kerapu. ……… 61
16. Struktur sub model peningkatan keuntungan penanganan pasca panen kerapu………... 63 17. Diagram sebab akibat untuk model penguatan struktur industri
perikanan kerapu ……….……….. 67
18. Struktur model penguatan struktur industri perikanan kerapu
menggunakan program Powersim Studio... 72
19. Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan pada berbagai
tingkat fekunditas induk (FK)... 80
20. Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan pada berbagai
(22)
xxii
Halaman
21. Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan pada berbagai
tingkat persentase induk memijah... 85
22. 23. 24.
Grafik jumlah induk yang harus disediakan pada berbagai tingkat survival benih untuk maksimalisasi profit pembenihan ... Grafik jumlah induk yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembenihan pada berbagai prosentase jumlah induk memijah... Grafik jumlah induk yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembenihan pada berbagai tingkat fekunditas induk ...
87 88 89 25. Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pembesaran
berdasarkan hasil simulasi menggunakan peubah padat penebaran pada
tiga tingkatan berbeda... 92
26. Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pembesaran berdasarkan hasil simulasi menggunakan peubah tingkat sintasan pada
tiga tingkatan berbeda... 94
27. Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pembesaran berdasarkan hasil simulasi menggunakan peubah lama pembesaran pada
tiga tingkatan berbeda... 96
28. 29. 30.
Grafik jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembesaran pada berbagai tingkat sintasan (SR) ikan ... Grafik jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembesaran pada berbagai tingkat padat penebaran ikan ... Grafik jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembesaran pada berbagai lama waktu pembesaran ...
98 99 100 31. Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pascapanen
berdasarkan hasil simulasi menggunakan peubah tingkat sintasan pada
tiga tingkatan berbeda... 102
32. Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pascapanen berdasarkan hasil simulasi menggunakan peubah padat penebaran pada
tiga tingkatan berbeda... 105
33.
34 35 36.
Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pascapanen berdasarkan hasil simulasi menggunakan peubah padat penebaran pada tiga tingkatan berbeda... Grafik jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pasca panen pada berbagai tingkat sintasan (SR) ikan ... Grafik jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pasca panen pada berbagai tingkat padat penebaran ... Grafik jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pasca panen pada berbagai lama waktu pasca panen ...
107 109 110 111
(23)
xxiii
Halaman
37. Grafik peningkatan kapasitas produksi benih, pembesaran, dan
pascapanen untuk kerapu macan dengan skenario optimistik... 113
38. Grafik peningkatan kapasitas produksi benih, pembesaran, dan pascapanen untuk kerapu macan dengan skenario moderat... 114 39. Grafik peningkatan kapasitas produksi benih, pembesaran, dan
pascapanen untuk kerapu macan dengan skenario pesimistik... 114 40. Grafik perbandingan tingkat keuntungan yang diperoleh ketiga
subsistem produksi dalam agroindustri kerapu budi daya... 118
41. Hierarki untuk menentukan prioritas program pengembangan agroindustri kerapu budidaya... 140 42. Bentuk tampilan pada layar komputer penghitungan AHP menggunakan
Expert Choice Versi 11 ... 142 43. Tampilan hasil AHP peringkat kebijakan pengembangan agroindustri
kerapu menggunakan Expert Choice Versi 11 ... 143
(24)
xxiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Perkembangan produksi ikan kerapu tangkap Indonesia (Kg) ... 171
2. Perkembangan produksi ikan kerapu dari budi daya (Kg)………… 172
3. Produksi benih nasional 1999-2002………. 173
4. Impor Hong Kong untuk kerapu asal Indonesia 2002 dan 2003... 174
5. Elemen yang terlibat dalam sistem agroindustri kerapu budi daya .. 177
6. Peta kawasan Batam - Rempang – Galang (Barelang) lokasi utama
penelitian dilaksanakan... 178
7. Diskripsi fisik jenis-jenis ikan kerapu yang banyak
diperdagangkan di Indonesia... 179
8a .
Proyeksi permintaan kerapu macan menggunakan metode kuadrat terkecil... 180 8b. Proyeksi harga kerapu macan di pasar Hong Kong (HK$)
menggunakan metode kuadrat terkecil (skenario optimistis)... 181
9. Manual pengoperasian model simulasi pengelolaan agroindustri kerapu budi daya ...
182 10. Hasil simulasi maksimalisasi keuntungan usaha pembenihan
menggunakan peubah gabungan Fekunditas secara
probabilistik... 187
11. Hasil simulasi maksimalisasi keuntungan usaha pembenihan
menggunakan peubah sintasan benih secara probabilistik... 187
12. Hasil simulasi maksimalisasi keuntungan usaha pembenihan menggunakan peubah persentase induk memijah secara
probabilistik... 188
13. Hasil simulasi maksimalisasi keuntungan usaha pembesaran
menggunakan peubah padat penebaran secara probabilistik ... 188
14. Hasil simulasi maksimalisasi keuntungan usaha pembesaran
menggunakan peubah sintasan ikan secara probabilistik ... 189
15. Hasil simulasi maksimalisasi keuntungan usaha pembesaran
menggunakan peubah lama pemeliharaan secara probabilistik... 189
16. Hasil simulasi optimalisasi distribusi keuntungan, harga benih naik
dari Rp 6.000,- menjadi Rp 7.000,- ... 190
17. Hasil simulasi optimalisasi distribusi keuntungan, harga benih naik
dari Rp 6.000,- menjadi Rp 8.000,-... 190
18. Proyeksi produksi dan harga-harga proyek pembenihan... 191
19. Proyeksi biaya operasi pembenihan kerapu... 192
(25)
xxv
Halaman
21. Jadwal angsuran pokok pinjaman dan bunga modal pembenihan
kerapu... 194
22. Proyeksi rugi laba pembenihan kerapu... 195
23. Proyeksi arus kas (cash flow) pembenihan kerapu... 196
24. Proyeksi neraca pembenihan kerapu ... 197
25. Internal rate of return, sensitivitas, NPV, B/C, dan payback period pembenihan kerapu……….. 198
26. Analisa break even pembenihan kerapu... 200
27. Proyeksi produksi dan harga-harga proyek pembesaran... 201
28. Proyeksi biaya operasi pembesaran kerapu... 202
29. Proyeksi penyusutan dan amortisasi pembesaran kerapu... 203
30. Jadwal angsuran pokok pinjaman dan bunga modal pembesaran
kerapu... 204
31. Proyeksi rugi laba pembesaran kerapu... 205
32. Proyeksi arus kas (cash flow) pembesaran kerapu………. 206
33. Proyeksi neraca pembesaran kerapu... 207
34. Internal rate of return, sensitivitas, NPV, B/C, dan payback period pembesaran kerapu……….. 208
35. Analisa break even pembesaran kerapu... 209
36. Proyeksi produksi dan harga-harga proyek pascapanen... 211
37. Proyeksi biaya operasi pascapanen kerapu... 212
38. Proyeksi penyusutan dan amortisasi pascapanen kerapu... 213
39. Jadwal angsuran pokok pinjaman dan bunga modal pascapanen . 214
40. Proyeksi rugi laba pascapanen kerapu... 215
41. Proyeksi arus kas (cash flow) pascapanen kerapu... 216
42. Proyeksi neraca pascapanen kerapu... 217
43. Internal rate of return, sensitivitas, NPV, B/C, dan payback period pascapanen kerapu………. 218
44. Analisis break even pascapanen kerapu... 220
45. Hasil simulasi titik kritis fekunditas induk terhadap keuntungan
pembenihan ... 222
46. Hasil simulasi titik kritis persentase induk memijah terhadap
(26)
xxvi
Halaman
47. Hasil simulasi titik kritis biaya pakan benih terhadap keuntungan pembenihan ...
223 48. Hasil simulasi titik kritis tingkat sintasan benih terhadap
keuntungan pembenihan...
223 49. Hasil simulasi titik kritis tingkat harga jual benih terhadap
keuntungan pembenihan...
224 50. Hasil simulasi titik kritis tingkat harga jual kerapu terhadap
keuntungan pembesaran...
224 51. Hasil simulasi titik kritis tingkat harga beli benih terhadap
keuntungan pembesaran...
225 52. Hasil simulasi titik kritis tingkat biaya pakan ikan terhadap
keuntungan pembesaran...
225 53. Hasil simulasi titik kritis padat penebaran benih terhadap
keuntungan pembesaran ...
226 54. Hasil simulasi titik kritis tingkat sintasan terhadap keuntungan
pembesaran...
226 55. Hasil simulasi titik kritis tingkat harga jual kerapu terhadap
keuntungan pasca panen...
227 56. Hasil simulasi titik kritis tingkat harga beli kerapu terhadap
keuntungan pasca panen...
227 57. Hasil simulasi titik kritis tingkat harga pakan terhadap
keuntungan pasca panen...
228 58. Hasil simulasi titik kritis tingkat padat tebar ikan terhadap
keuntungan pasca panen...
228 59. Hasil simulasi titik kritis tingkat sintasan ikan terhadap
keuntungan pasca panen...
229
(27)
xxvii
DAFTAR ISTILAH
AHP : Analytical Hierarchy Process, merupakan metoda yang
digunakan untuk menstrukturkan suatu situasi yang kompleks, mengidentifikasi kriteria dan faktornya, mengukur interaksi antar sesamanya dan mensintesis semua informasi untuk memperoleh berbagai prioritas
Break even point : Titik impas, yaitu jumlah unit penjualan pada kondisi keuntungannya adalah nol.
Causal loop diagram : Diagram sebab-akibat yang menggambarkan hubungan antar variabel dalam suatu sistem yang dikaji.
Expert Choice : Paket program komputer yang dapat digunakan untuk penyusunan struktur hierarki dan penghitungan nilai dalam metoda AHP.
Fekunditas : Jumlah butir telur yang dikandung oleh rata-rata seekor
induk ikan.
Hatchery : Pembenihan, yaitu fasilitas yang digunakan untuk mengembangbiakkan ikan melalui pemijahan dan pemeliharaan larva.
IRR : Internal rate of return, tingkat bunga yang
menggambarkan bahwa nilai sekarang dari benefit dan
nilai sekarang dari cost sama dengan nol.
KJA : Karamba jaring apung. Perlengkapan untuk memelihara
ikan di perairan terbuka, terdiri atas kerangka kayu persegi empat dilengkapi pelampung dan jaring.
Memijah : Saat induk betina melepas telur dan dibuahi oleh ikan
jantan.
Mortalitas : Persentase jumlah ikan yang mati dibandingkan dengan
populasi awal.
MSY : Maximum sustainable yield. Jumlah ikan maksimum
yang dapat ditangkap secara berkelanjutan.
Net Present Value : Nilai sekarang dari laba yang diperoleh di masa yang akan datang atas suatu investasi.
Pascapanen :
Proses lanjutan dari pembesaran sebelum ikan dijual ke pasar yang terdiri atas seleksi, grading, dan pemulihan kondisi ikan hingga siap dijual ke pasar.
Pembenihan : Lihat: Hatchery.
Pembesaran : Pemeliharan ikan berukuran benih hingga ukuran
konsumsi. Dalam kasus ikan kerapu, pembesaran dilaksanakan di dalam karamba jaring apung yang diletakkan di laut.
(28)
xxviii Phytoplankton : Jasad renik di dalam air yang berupa tanaman dan
mengandung butir hijau daun (chlorophyl).
Powersim Studio Paket pemodelan sistem dinamis secara grafikal yang
berbasis Windows yang didukung dengan fasilitas untuk menggambarkan diagram alir dan diagram sebab-akibat serta persamaan yang menghubungkan antar variabel.
Padat penebaran : Jumlah ikan / benih yang ditebarkan dalam satuan
volume air (m3).
Payback period : Jangka waktu periode yang diperlukan untuk membayar kembali semua biaya biaya yang telah dikeluarkan dalam investasi suatu proyek.
Rasio biaya manfaat : Benefit cost ratio, merupakan perbandingan antara nilai
sekarang dari benefit bersih dan nilai sekarang dari biaya bersih.
Sintasan : Survival rate. Persentase jumlah ikan yang bertahan
hidup dari populasi awal.
Sistem dinamis : Metode analisis masalah yang melibatkan aspek waktu
sebagai faktor penting. Metode ini mempelajari sejauh mana suatu sistem dapat dipertahankan atau memperoleh manfaat dari adanya goncangan (perubahan) dari dunia luar yang menerpa sistem tersebut
Validasi model : Proses pengujuan bahwa model komputer yang dibuat
dalam lingkup aplikasinya memiliki kisaran akurasi yang memuaskan dan konsisten dengan maksud dari penerapan model
Verifikasi model : Proses meyakinkan bahwa program komputer dari
model yang dibuat beserta implementasinya adalah benar. Cara yang dilakukan adalah menguji sejauh mana program komputer yang dibuat telah menunjukkan prilaku dan respon yang sesuai dengan tujuan dari model.
(29)
xxix
Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup: Dr. Ir. Amril Aman, MSc.
Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka:
1. Dr. Wahono Sumaryono, Apt.APU 2. Dr. Ir. Made L Nurdjana
(30)
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai negara kepulauan dengan luas wilayah daratan 1,9 juta km2 dan
wilayah laut 5,8 juta km2 dan panjang garis pantai 81.290 km, Indonesia memiliki
potensi sumber daya perikanan yang cukup besar. Tingkat pemanfaatan lestari (maximum sustainable yield) sumber daya perikanan laut seluruh perairan Indonesia adalah sebesar 6,18 juta ton. Sementara itu, produksi perikanan laut Indonesia pada tahun 1998 sebesar 3,6 juta ton, atau 58,5% dari tingkat pemanfaatan lestarinya (Dahuri 2003). Potensi perikanan tersebut merupakan salah satu keunggulan komparatif yang dapat menjadi modal dasar bagi Indonesia dalam persaingan perdagangan internasional.
Pemanfaatan potensi perikanan melalui kegiatan penangkapan memiliki keterbatasan karena dapat mengancam kelestarian. Karena adanya keterbatasan tersebut, maka produksi perikanan mulai beralih dari penangkapan ke kegiatan budi daya. Perkembangan produksi perikanan tangkap di laut Indonesia selama kurun waktu 2002-2005 hanya meningkat rata-rata sebesar 4,31%, sedangkan produksi perikanan budi daya di laut pada kurun waktu yang sama meningkat
sebesar 23,35% (Koeshendrajana et al. 2006).
Salah satu komoditi perikanan laut yang memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan adalah ikan kerapu karena memiliki nilai ekonomis dan permintaan pasar ekspor yang tinggi. Beberapa jenis ikan kerapu yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi antara lain adalah kerapu bebek atau kerapu tikus (Cromileptes altivelis), kerapu macan (Ephinephelus fuscogutatus), kerapu
lumpur (Ephinephelus tauvina), kerapu malabar (Ephinephelus malabaricus),
kerapu sunu (Plectopomus leopardus), dan ikan napoleon (Cheilinus undulatus).
Sekitar 93% produksi ikan kerapu di Indonesia (tahun 2001) masih didominasi oleh kegiatan penangkapan di laut, selebihnya merupakan hasil budi daya. Penangkapan dilakukan dengan cara-cara yang tidak memperhatikan kelestariannya seperti penggunaan bahan peledak atau racun sianida. Akibatnya terjadi kerusakan terumbu karang yang merupakan habitat ikan kerapu dan mengancam kelestarian ikan kerapu di alam.
Budi daya atau pembesaran (grow-out) ikan kerapu dalam karamba jaring
(31)
2 menggunakan dari alam telah mulai berkembang di beberapa daerah seperti di Lampung, Bali, dan Riau. Pengembangan budi daya ikan kerapu ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan dan petani ikan, mengurangi tekanan terhadap kerusakan lingkungan melalui penangkapan di laut, dan menghasilkan devisa melalui ekspor.
Tabel 1 Perkembangan produksi kerapu berdasarkan jenis usaha dan produk
Tahun Produksi
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Penangkapan (ton)*)
39.342 48.422 48.516 48.400 53.743 t.a.d t.a.d Budi daya
(ton)**)
1.759 6.879 3.818 7.057 8.638 6.552 12.00 0 Benih (ekor) 186.100 287.000 2.742.900 3.356.200 t.a.d t.a.d t.a.d Sumber: *) Ditjen Perikanan Tangkap (2005) dikutip oleh Koeshendrajana (2007). **)Laporan Tahunan Ditjen Perikanan Budidaya , 2005
t.a.d = tidak ada data,
Perkembangan industri perikanan kerapu budi daya di Indonesia sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1, masih belum seperti yang diharapkan, tercermin dari lambatnya peningkatan volume produksi dan jumlah usaha budi daya kerapu. Perkembangan produksi penangkapan kerapu sesuai dengan provinsi dapat dilihat di Lampiran 1, sedangkan perkembangan produksi asal budi daya per provinsi dapat dilihat di Lampiran 2, dan perkembangan produksi benih kerapu, khususnya kerapu macan dan kerapu bebek dapat dilihat di Lampiran 3.
Sebagian besar produksi ikan kerapu Indonesia baik melalui penangkapan maupun budi daya diekspor ke luar negeri, terutama Hong Kong. Perkembangan volume dan jenis kerapu yang diimpor oleh Hong Kong dari Indonesia tahun 2002 dan 2006 dapat dilihat pada Gambar 1. Dapat dilihat pula bahwa volume impor kerapu Hong Kong tersebut sangat berfluktuasi sesuai dengan perkembangan permintaan pasar pada musim tertentu yang dikaitkan dengan perayaan hari-hari besar di kawasan tersebut. Meskipun demikian, prospek pasar ikan kerapu di masa yang akan datang sangat cerah karena masyarakat etnis cina tersebar di berbagai negara. Data lebih rinci mengenai perkembangan impor Hong Kong untuk kerapu asal Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 4.
Fluktuasi permintaan yang juga mempengaruhi tingkat harga pada gilirannya menentukan tingkat keuntungan yang diperoleh produsen ikan
(32)
3 kerapu. Sering terjadi kondisi bahwa ikan yang telah siap dipanen tidak dapat diserap pasar karena permintaan sedang turun, atau sebaliknya permintaan tinggi tetapi tidak tersedia pasokan dari produsen. Sementara itu, untuk memproduksi ikan kerapu diperlukan jangka waktu setidaknya 1 tahun sejak
benih ikan ditebarkan. Benih tersebut harus dipesan dari pembenihan (hatchery)
yang belum tentu “ready stock” karena juga dipengaruhi musim. Kondisi seperti
ini mencerminkan ketidakpastian dalam melaksanakan usaha pembenihan, pembesaran maupun pascapanen, sehingga mengakibatkan tidak berkembangnya agroindustri kerapu budi daya di Indonesia secara pesat.
0 10,000 20,000 30,000 40,000 50,000 60,000 70,000
Jan
'02 Apr Ju
l
Oc
t
Jan
'03 Apr Ju
l
Oc
t
Jan
'04 Apr Ju
l
Oc
t
Jan
'05 Apr Ju
l
Oc
t
Jan
'06 Apr Bulan/Tahun
V
o
lu
m
e
(
K
g
) / B
u
la
n
Kerapu Tikus Kerapu Lumpur Kerapu Macan
Kerapu Malabar Kerapu Sunu Leopard Kerapu Sunu Totol
Napoleon
(Sumber: Hong Kong Trade Statistics, 2006).
Gambar 1 Impor Hong Kong untuk kerapu asal Indonesia tahun 2002-2006. Permasalahan yang dihadapi dalam agroindustri kerapu budi daya sebagaimana dijelaskan di atas terjadi karena masih belum terbentuknya keterkaitan yang erat antar pelaku-pelaku usaha yang terlibat di dalam rantai produksi perikanan kerapu. Aliran informasi tentang permintaan pasar masih belum transparan, sehingga pembudidaya tidak mengetahui secara pasti kapan
(33)
4 harus mulai memproduksi agar sesuai kebutuhan pasar. Demikian pula halnya dengan produsen benih yang tidak dapat mengantisipasi kapan harus menyediakan benih sesuai kebutuhan. Hal ini menunjukkan adanya ketidakpastian dalam pelaksanaan kegiatan usaha bagi pelaku dalam rantai produksi agroindustri kerapu budi daya.
Ketidakpastian dalam kegiatan usaha dalam agroindustri kerapu budi daya diindikasikan dengan terjadinya fluktuasi harga kerapu sepanjang tahun. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2, yang menunjukkan fluktuasi harga kerapu di tingkat pedagang pengumpul di Kepulauan Riau selama tahun 2002-2003. Dapat dilihat bahwa perubahan harga ikan kerapu berubah setiap bulan dengan fluktuasi yang cukup besar. Perubahan tersebut sangat ditentukan oleh kondisi permintaan pasar di Hong Kong. Tingkat fluktuasi harga yang sangat besar ini jelas menyulitkan produsen ikan kerapu untuk memperoleh keuntungan secara pasti.
-10,000 20,000 30,000 40,000 50,000 60,000 70,000 80,000 90,000 100,000
Janu ari0
2 Ma
ret Mei Juli Sep
tem ber
Nope mb
er Janu
ari 0 3
Ma
ret Mei Juli Sep
tem ber
Nop em
ber
Bulan
Rp
/
k
g
Rata-rata Harga Macan Sunu Halus Lumpur Napoleon
(Sumber: PT Trimina Dinasti Agung – Tanjung Pinang).
Gambar 2 Perkembangan harga kerapu tahun 2002-2003 di tingkat pedagang pengumpul di Kepulauan Riau.
(34)
5 Selain permasalahan yang terjadi pada rantai pasokan agroindustri kerapu budi daya yang diakibatkan oleh faktor eksternal sebagaimana diuraikan di atas, permasalahan yang bersifat internal terutama menyangkut belum dikuasainya teknologi pembenihan, pembesaran, dan pascapanen ikut mempengaruhi kinerja pelaku usaha di bidang agroindustri kerapu budi daya. Belum dikuasainya teknologi antara lain berimplikasi pada masih tingginya tingkat kematian (mortality rate) ikan dan rendahnya produktivitas pada usaha pembenihan maupun pembesaran.
Mengingat agroindustri perikanan budi daya kerapu sangat potensial sebagai sumber pendapatan dan penyediaan lapangan pekerjaan, sekaligus mendorong pertumbuhan perekonomian daerah, maka pengembangannya di masa yang akan datang perlu didukung oleh perencanaan komprehensif yang mampu mengatasi permasalahan yang dihadapi. Perencanaan tersebut perlu dituangkan dalam suatu konsep manajemen yang meningkatkan keterkaitan antar pelaku yang terlibat dalam agroindustri kerapu budi daya dan meningkatkan penguasaan teknologi oleh pelaku usaha. Dengan demikian akan menjamin tumbuhnya industri perikanan yang berkelanjutan yang memberikan keuntungan yang maksimum bagi para pelaku usaha, baik pembenih, pembudidaya maupun
pascapanen, sekaligus memberikan efek pengganda (multiplier effect) terhadap
berkembangnya kegiatan ekonomi lainnya.
Manajemen industri perikanan melibatkan interaksi rumit antara proses biologis, lingkungan yang bervariasi, kelompok pengguna yang berbeda, dan tujuan manajemen yang bertentangan. Selain itu, industri perikanan berhubungan dengan perilaku yang berubah menurut waktu sehingga bersifat dinamis (Johnson 1995). Pemecahan masalah yang kompleks tidak dapat dilakukan dengan cara sederhana dengan menggunakan penyebab tunggal, tetapi dengan menerapkan pendekatan sistem yang dapat memberikan dasar untuk memahami penyebab ganda dari suatu masalah dalam kerangka sistem (Marimin 2005). Selanjutnya Eriyatno (1999) menyatakan bahwa keunggulan pendekatan sistem adalah dapat mengidentifikasi dan memahami berbagai aspek dari suatu permasalahan dan dapat mengarahkan pemecahannya secara menyeluruh.
Pemecahan masalah malalui pendekatan sistem dilakukan antara lain melalui tahap pembuatan model (pemodelan) dan simulasi. Model tersebut dapat
(35)
6 diklasifikasikan sebagai model statik dan model dinamik. Dalam model statis, perubahan input memiliki pengaruh langsung terhadap output, karena tidak
melibatkan waktu tunda (delays) atau konstanta waktu (time constant).
Sebaliknya model dinamis melibatkan umpan balik dan waktu tunda informasi
untuk memahami perilaku dinamis suatu sistem yang kompleks (Laurikkala et al.
2001).
Sejalan dengan pendapat di atas, Coyle (1995) menyatakan bahwa sistem
dinamisadalah suatu pendekatan sistem yang memperhatikan aspek umpan balik
(feedback) dan waktu tunda untuk mengetahui perilaku sistem yang kompleks
secara keseluruhan. Permodelan sistem dinamis bertujuan untuk menjelaskan
sistem dan memahami, melalui model kualitatif dan model kuantitatif, bagaimana
umpan balik (feedback) informasi mempengaruhi perilaku sistem tersebut, dan
mendisain struktur umpan balik informasi yang tepat serta kebijakan pengontrolan melalui simulasi dan optimalisasi (Coyle 1995).
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan rancangan model pengelolaan agroindustri kerapu budi daya dengan menggunakan teknik permodelan sistem dinamis dan akuisisi pendapat pakar. Model yang dihasilkan digunakan untuk simulasi peningkatan keuntungan maksimum, prediksi kapasitas produksi optimal, dan penyeimbangan distribusi keuntungan pada rantai produksi pembenihan, pembesaran, dan penanganan pascapanen kerapu.
1.3 Ruang Lingkup
1.3.1 Ruang lingkup rancangbangun model dinamis
Rancang bangun model dinamis yang dilaksanakan dalam penelitian ini meliputi tahap-tahap (1) identifikasi faktor-faktor atau komponen yang berpengaruh dalam pengelolaan agroindustri kerapu budi daya, (2) rancang bangun model dinamis yang dapat digunakan untuk optimalisasi sistem pengelolaan agroindustri kerapu budi daya, dan (3) simulasi dalam rangka optimalisasi sistem pengelolaan agroindustri kerapu budi daya. Proses rancang bangun dan simulasi model dilakukan dengan menggunakan paket program Powersim Studio Versi 2005.
(36)
7
1.3.2 Ruang lingkup pengelolaan (manajemen)
Pengelolaan adalah penggunaan sumberdaya, termasuk SDM, modal, peralatan, dan material, secara bijak dan terencana untuk mencapai tujuan. Fungsi pengelolaan meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengadaan staf, pengarahan dan pengendalian (Wedemeyer 2001). Pengelolaan yang dibahas dalam penelitian ini terdiri atas pengelolaan pada level taktis dan level strategis. Pengelolaan pada level taktis meliputi pengelolaan input untuk memperoleh keuntungan maksimum pada usaha pembenihan, pembesaran dan pascapanen. Pengelolaan pada level strategis meliputi (1) pengelolaan kapasitas produksi
untuk menghindarkan terjadinya produksi berlebih (excess supply) di pasar, dan
(2) pengelolaan distribusi keuntungan untuk menyeimbangkan keuntungan yang diperoleh masing-masing mata rantai produksi perikanan kerapu.
1.3.3 Ruang lingkup agroindustri kerapu budi daya
Ruang lingkup sistem agroindustri kerapu budi daya yang dibahas dalam penelitian dapat dilihat pada Lampiran 5. Fokus penelitian ini dibatasi pada:
(1)Subsistem pembenihan (hatchery),
(2)Subsistem pembesaran (grow-out),
(3)Subsistem penanganan pascapanen (pengumpulan, grading, dan pengolahan).
Subsistem lain yang terkait dan mempengaruhi kinerja subsistem inti, yang juga mendapat perhatian dalam penelitian ini adalah:
(1)Subsistem nelayan (pemasok induk dan pakan ikan rucah)
(2)Subsistem transportasi dan pemasaran,
(3)Subsistem produksi pakan buatan,
(4)Subsistem produksi / pemasok obat ikan dan bahan kimia,
(5)Subsistem industri alat dan mesin perikanan kerapu.
(6)Subsistem pembiayaan
(7)Subsistem penyedia teknologi (litbang)
Agroindustri kerapu budi daya dalam penelitian ini dibatasi pada produksi perikanan budi daya yang berbeda dengan perikanan tangkap yang tidak menjadi fokus penelitian ini.
(37)
8
1.3.4 Lokasi penelitian
Lokasi yang dijadikan sebagai kasus penelitian ini adalah kawasan Batam-Rempang-Galang (Barelang), Propinsi Kepulauan Riau (Lampiran 6). Lokasi ini dipilih karena di kawasan tersebut telah tersedia unit pembenihan ikan kerapu milik Departemen Kelautan dan Perikanan maupun swasta, dan Pemerintah Daerah setempat sangat mendorong pengembangan industri budi daya ikan laut, khususnya kerapu. Kegiatan budi daya kerapu di kawasan ini masih belum berkembang karena masih menghadapi berbagai kendala yang perlu diatasi melalui penelitian yang komprehensif.
1.3.5 Jenis ikan kerapu
Jenis ikan kerapu yang dijadikan sebagai objek penelitian ini adalah ikan
kerapu macan (E. fuscoguttatus) dan ikan kerapu tikus (C. altivelis) yang
benihnya telah dapat diproduksi di panti pembenihan (hatchery), dan di beberapa
lokasi telah berkembang usaha budidayanya. Pemasaran jenis ikan ini terutama ditujukan ke pasaran Hong Kong sebagaimana telah berkembang selama ini. Gambar jenis ikan kerapu macan, kerapu tikus dan beberapa jenis ikan kerapu komersial lainnya dapat dilihat pada Lampiran 7.
(38)
9
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Agroindustri Kerapu Budi Daya
Agroindustri adalah kegiatan usaha yang memproses bahan nabati atau hewani. Proses tersebut mencakup perubahan dan pengawetan melalui perwakilan fisik atau kimiawi, penyimpanan, pengemasan, dan distribusi. Produk yang dihasilkan dari agroindustri dapat merupakan produk akhir siap dikonsumsi atau digunakan oleh manusia, atau sebagai produk yang merupakan bahan baku untuk industri lain (Austin 1992). Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Selanjutnya disebutkan bahwa pembudidayaan adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan, dan/atau membiakkan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan terkontrol (Undang Undang RI No 31 /2004, tentang Perikanan).
Pemanfaatan sumberdaya ikan terdiri atas kegiatan penangkapan (fishing)
dan kegiatan budi daya (aquaculture). Berdasarkan habitat tempat produksi,
usaha aquakultur dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu budi daya perikanan
berbasis daratan (land based aquaculture) dan budi daya perikanan berbasis laut
(marine based aquaculture). Berdasarkan sistem produksinya, budi daya dibedakan menjadi budi daya tradisional, budi daya semi intensif dan budi daya intensif (Dahuri 2003).
Pembudidayaan ikan adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan, dan/atau membiakkan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya (Undang Undang RI No 31 /2004, tentang Perikanan). Selanjutnya undang-undang tersebut menjelaskan bahwa pengelolaan perikanan adalah semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumber daya ikan, dan implementasi serta penegakkan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumber daya hayati perairan dan tujuan yang disepakati.
(39)
10
Menurut Sadovy et al. (2003), industri perikanan kerapu yang
berkembang di kawasan indo-pasifik terdiri atas (1) penangkapan ikan kerapu
hidup di terumbu karang, (2) pembesaran (grow out) di dalam karamba ikan
kerapu berukuran kecil (under size) hasil tangkapan di laut hingga ukuran
konsumsi, dan (3) akuakultur (budi daya) siklus penuh (full-cycle aquaculture),
yaitu pemeliharaan ikan sejak dari telur hasil pengembangbiakan di pembenihan
hingga ukuran konsumsi. Pomeroy (2002) menjelaskan bahwa budi daya
kerapu berkembang pesat di berbagai daerah di Indonesia. Hal ini ditunjukkan oleh meningkatnya kegiatan usaha budi daya karamba dengan tingkat pertumbuhan 16 persen selama tahun 1990-an. Daerah utama pembesaran kerapu di Indonesia adalah Aceh, Sumatera Utara (Nias dan Sibolga), Kepulauan Riau, Pulau Bangka, Lampung, Jawa Barat, Karimunjawa (Jateng), Teluk Saleh (NTB), Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tenggara. Budi daya kerapu di Indonesia dicirikan dengan digunakannya benih asal tangkapan di alam dan
penggunaan ikan rucah sebagai pakan. Penggunaan benih asal hatchery masih
sangat terbatas, meskipun penggunaannya terus berkembang. Kerapu terutama dipelihara di dalam karamba jaring apung dan beberapa dilakukan di kolam dengan jaring apung berukuran kecil, tetapi semakin terbatasnya lahan untuk
kolam membatasi perkembangannya (Sadovy et al. 2000).
Produktivitas usaha pembenihan kerapu masih dicirikan oleh tingkat
kelulusan hidup (survival rate) atau sintasan yang masih sangat rendah, yaitu
rata-rata hanya 4% (Rimmer 2000). Sementara itu pada usaha pembesaran masih banyak menghadapi kematian yang tinggi akibat serangan penyakit dan suplai pakan yang masih menggunakan ikan rucah karena belum berkembangnya industri pakan buatan khusus untuk kerapu.
Johnson (1995) menunjukkan bahwa manajemen perikanan sering
melibatkan interaksi rumit antara proses biologis, lingkungan yang bervariasi, kelompok pengguna yang berbeda, dan tujuan manajemen yang bertentangan. Manajemen dapat didefinisikan sebagai proses penganalisaan risiko dan keuntungan dari barbagai alternatif tindakan, kemudian menetapkan tindakan mana yang perlu dilaksanakan untuk mencapai tujuan manajemen. Salah satu cara untuk memahami hubungan yang kompleks dan pengaruhnya terhadap manajemen adalah melalui simulasi dan pemodelan. Berbagai jenis model yang
(40)
11
telah tersedia antara lain (1) population dynamics, (2) peraturan penangkapan (3)
pengkajian resiko (4) analisis keputusan, (5) bioenergetik (6) fate of
contaminants, dan (7) kualitas air.
Erdmann dan Pet-Soede (1996) menjelaskan bahwa perdagangan ikan karang hidup terjadi karena adanya permintaan yang tinggi di pasaran Hong Kong, Singapura, Taiwan, Cina, dan sentra pecinan lainnya untuk memperoleh ikan yang benar-benar segar, yaitu dengan memilih ikan hidup dari akuarium restoran beberapa menit sebelum dimakan. Jenis ikan ini dihargai sangat tinggi bukan hanya karena kesegarannya dan rasanya, tetapi juga karena reputasinya
dalam membangkitkan kejantanan (virility) dan mempertahankan kesehatan
jasmani. Aspek negatif dari perdagangan ikan karang hidup adalah rusaknya
terumbu karang karena penangkapan ikan yang menggunakan sodium cyanide.
Rimmer M et al. (1997)menyatakan bahwapemasaran ikan laut di Hong
Kong lebih dari 220.000 ton per tahun, dan pasar saat ini untuk ikan karang hidup berkualitas tinggi diperkirakan sebesar 1.600 – 1.700 ton per tahun. Besarnya permintaan ini akan meningkat dua kali lipat setiap 6 tahun.
Stok ikan karang yang ditangkap dari laut untuk memasok permintaan ikan karang hidup di pasar Asia dilaporkan sangat berkurang karena ”overfishing” dan penggunaan cara penangkapan yang tidak berkelanjutan seperti penggunaan sianida (Johannes dan Riepen 1995).
2.2 Rancangbangun Model Sistem Dinamis
Menurut Eriyatno (1999) model didefinisikan sebagai suatu perwakilan
atau abstraksi dari sebuah objek atau situasi aktual. Model memperlihatkan hubungan-hubungan langsung maupun tidak langsung serta kaitan timbal-balik dalam istilah sebab-akibat. Oleh karena suatu model adalah suatu abstraksi dari realitas, maka pada wujudnya kurang kompleks daripada realitas itu sendiri. Model dikatakan lengkap apabila dapat mewakili berbagai aspek dari realitas yang sedang dikaji.
Marimin (2005) menyatakan bahwa sistem adalah suatu kesatuan usaha
yang terdiri atas bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain yang berusaha mencapai suatu tujuan dalam suatu lingkungan yang kompleks. Ditinjau dari
komponen input, proses, output, suatu sistem dapat diklasifikasikan dalam 3
(41)
12 sistem adalah suatu pendekatan analisis organisatoris yang menggunakan ciri-ciri sistem sebagai titik tolak analisis.
Selanjutnya Eriyatno (1999) menyatakan bahwa sistem merupakan totalitas himpunan hubungan yang mempunyai struktur dalam nilai posisional serta matra dimensional terutama dimensi ruang dan waktu. Oleh karena itu, setiap pendekatan kesisteman selalu mengutamakan kajian tentang struktur sistem baik yang bersifat penjelasan maupun sebagai dukungan kebijakan. Metodologi sistem pada dasarnya melalui enam tahap analisis sebelum sintesa (rekayasa), meliputi: (1) analisis kebutuhan, (2) identifikasi sistem, (3) formulasi masalah, (4) pembentukan alternatif sistem, (5) determinasi dari realisasi fisik, sosial dan politik, (6) penentuan kelayakan ekonomi dan keuangan (finansial).
Sistem dinamis adalah suatu metode analisis masalah yang melibatkan aspek waktu sebagai faktor penting. Metode ini mempelajari sejauh mana suatu sistem dapat dipertahankan atau memperoleh manfaat dari adanya goncangan (perubahan) dari dunia luar yang menerpa sistem tersebut. Sistem dinamis berhubungan dengan perilaku suatu sistem yang berubah menurut waktu, dengan
tujuan menjelaskan dan memahami bagaimana umpan balik (feedback) informasi
mempengaruhi perilaku sistem tersebut, dan mendesain struktur umpan balik informasi serta kebijakan pengontrolan yang tepat melalui simulasi dan optimalisasi sistem dengan menggunakan model kualitatif dan model kuantitatif. (Coyle 1995).
Menurut System Dynamic Society (2005), sistem dinamis adalah suatu
metodologi untuk mempelajari dan mengelola sistem umpan balik yang kompleks seperti yang ditemukan pada sistem bisnis dan sistem sosial lainnya. Metodologi sistem dinamik tersebut mencakup (1) identifikasi masalah, (2) mengembangkan hipotesis dinamis menjelaskan penyebab timbulnya masalah, (3) membangun model simulasi komputer untuk sistem tersebut pada akar permasalahannya, (4) menguji model untuk meyakinkan bahwa model tersebut mereproduksi perilaku yang sama pada dunia nyata, (5) melengkapi dan menguji model alternatif kebijakan yang dapat memecahkan masalah, dan (6) mengimplementasikan pemecahan masalah. Tahapan tersebut biasanya melalui proses review untuk memperbaiki tahap sebelumnya. Sistem dinamik dapat diterapkan pada bidang-bidang (1) perencanaan korporat dan disain kebijakan, (2) manajemen dan
(42)
13 kebijakan publik, (3) modeling biologi dan medika, (4) energi dan lingkungan, (5) pengembangan teori pada ilmu pengetahuan alam dan sosial, (6) pengambilan keputusan dinamik dan (7) dinamik nonlinear yang kompleks.
STELLA merupakan salah satu software yang dapat digunakan untuk
analisis sistem dinamis yang menggunakan simbol-simbol (ikon) grafis yang
mudah dimengerti. Ikon-ikon yang digunakan terdiri atas: stok (stock), aliran
(flows), pengubah (converter) dan penghubung (connectors) (Gambar 3). Kesemua ikon tersebut mewakili semua bagian yang mempengaruhi perilaku sistem. STELLA didesain untuk memudahkan proses pengembangan model, penspesifikasian model, mengotomatiskan proses komputasi, dan dengan mudah menghasilkan output dalam bentuk grafik atau angka ( Ruth and Linholm 2001).
Gambar 3 Simbol-simbol yang digunakan dalam pemrograman STELLA. Selain STELLA, dapat juga digunakan POWERSIM STUDIO untuk pemrograman sistem dinamis yang karakteristik dan cara pengoperasian yang agak mirip antara keduanya. Dalam Powersim Studio peristilahan untuk simbol-simbol yang digunakan adalah sebagai berikut:
Gambar 4 Simbol-simbol yang digunakan dalam pemrograman POWERSIM STUDIO.
STOCK FLOW
CONVERTER
CONNECTOR
LEVEL FLOW
VARIABLE LINKS CONSTANT
(43)
14 Powersim adalah paket pemodelan sistem dinamis secara grafikal yang berbasis Windows. Paket pemodelan ini didukung dengan fasilitas untuk
menggambarkan diagram alir (flow diagram) dan diagram sebab-akibat (causal
loop diagram). Persamaan (equation) yang menghubungkan antar variabel dalam model dapat dibuat dengan panduan yang ada dalam paket dan ditampilkan secara visual dalam bentuk grafik. Hasil simulasi dapat ditampilkan dalam bentuk animasi, angka maupun grafik. Perubahan parameter untuk proses
simlulasi dapat dilakukan dengan menggunakan tobol geser (slider button),
tombol tekan (push button), maupun tombol radio (radio button) (Coyle 1995).
Dengan menggunakan program Powersim Studio dapat dilakukan berbagai operasi simulasi dengan merubah parameter tertentu untuk mencapai tujuan
tertentu, optimisasi yang mengoptimalkan variabel penentu (prime decision
variable) untuk mencapai tujuan, pengkajian risiko (risk assessment) atau disebut juga dengan analisis sensitivitas, dan manajemen risiko yang merupakan
kombinasi dari optimisasi dan pengkajian risiko (www.powersim.com).
2.3 Rantai Pasokan
Rantai pasokan (Supply chain) adalah suatu sistem dimana
pelaku-pelakunya yang terdiri atas pemasok bahan baku, fasilitas produksi, jasa
distribusi, dan pelanggan dihubungkan (linked) satu dengan lainnya melalui
aliran material ke depan (feed-forward flow) dan aliran informasi ke belakang
(feedback flow) (Stevens 1989 yang diacu dalam Angerhover and Angelides 2000).
Menurut Angerhofer dan Angelides (2000), ada 6 jenis sistem aliran dalam rantai pasokan, yaitu (1) aliran informasi, (2) aliran material, (3) aliran order, (4) aliran uang, (5) aliran tenaga kerja, dan (6) aliran peralatan modal (capital equipment). Selanjutnya dijelaskan oleh Akkermans et al. (1999) yang diacu dalam Angerhover and Angelides (2000), bahwa dalam manajemen rantai pasokan dipersyaratkan adanya (1) keterlibatan multiple eselon, proses dan fungsi organisasi, (2) menggambarkan secara jelas fokus pada koordinasi dan/atau integrasi, (3) ditujukan pada peningkatan secara simultan pelayanan terhadap konsumen dan keuntungan (profitabilitas).
Austin (1992) menyatakan bahwa ada 4 keterkaitan yang harus dalam sistem agroindustri, yaitu (1) keterkaitan rantai produksi, (2) keterkaitan
(44)
15 kebijakan makro-mikro, (3) keterkaitan institusional dan (4) keterkaitan internasional. Keterkaitan rantai produksi terdiri atas bermacam tahap operasional aliran bahan sejak dari tempat produksi, melalui unit pengolahan hingga sampai ke konsumen. Keterkaitan kebijakan makro-mikro merupakan pengaruh ganda dari kebijakan makro pemerintah (seperti pajak, kredit, subsidi, dan lain-lain) terhadap operasional pada agroindustri (teknologi, harga, kualitas, dan lain-lain). Keterkaitan institusional, mencakup hubungan antar berbagai kelembagaan yang beroperasi dan berinteraksi dengan rantai produksi agroindustri hasil laut; Keterkaitan internasional, mencakup kegiatan pasar dalam dan luar negeri dimana produk agroindustri berfungsi.
Penerapan simulasi sistem dinamik dalam bidang manajemen rantai pasokan dapat dilakukan untuk mendiagnosa masalah dan mengevaluasi pemecahan masalah, mengoptimalkan operasi, dan memitigasi faktor risiko (GoldSim Technology Group LLC 2004). Simulasi model dinamis rantai pasokan pada umumnya dapat digunakan dalam kategori sebagai berikut: (1) optimisasi, (2) analisis keputusan, (3) evaluasi diagnostik, (4) manajemen risiko, dan (5) perencanaan proyek.
Aliansi strategis pada dasarnya merupakan kolaborasi atau kemitraan
sinergis antara dua atau multi pihak dalam bidang-bidang spesifik yang dinilai strategis. Aliansi strategis umumnya dilakukan untuk satu atau beberapa alasan sebagai berikut: (1) meningkatkan peluang keuntungan, (2) mencapai keunggulan yang terkait dengan skala, jangkauan, dan kecepatan, (3) meningkatkan penetrasi pasar, (4) meningkatkan daya saing dalam pasara domestik dan/atau global, (5) meningkatkan pengembangan produk, (6) mengembangkan peluang bisnis baru melalui produk dan jasa baru, (7) memperluas pengembangan pasar, (8) meningkatkan ekspor, (9) diversifikasi, (10) menciptakan bisnis baru, dan (11) mengurangi biaya (Taufik 2004).
2.4 Rantai Nilai
Porter (1994) mengembangkan konsep rantai nilai (value chain) yang
digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor yang menentukan keberhasilan suatu perusahaan dalam menjalankan bisnisnya. Faktor-faktor tersebut dibagi dalam aktivitas utama dan aktivitas pendukung seperti dapat dilihat pada Gambar 5.
(45)
16
Gambar 5 Rantai Nilai Generik (Porter 1994). Aktivitas utama terdiri atas kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
(1) Logistik ke dalam yang meliputi penerimaan, penanganan bahan,
penggudangan, pengendalian, penjadwalan kendaraan pengangkut, dan pengembalian barang kepada pemasok.
(2) Operasi, merupakan kegiatan untuk mengubah masukan menjadi produk
akhir, seperti produksi, pengemasan, perakitan, pemeliharaan peralatan, pengujian, dan operasi fasilitas.
(3) Logistik ke luar, terdiri atas kegiatan pengumpulan, penyimpanan, dan
distribusi produk kepada pembeli yang meliputi penggudangan barang jadi, operasi kendaraan, pengiriman, pemasaran pesanan, dan penjadwalan.
(4) Pemasaran dan penjualan yang meliputi penyediaan sarana yang
memungkinkan pembeli terpengaruh untuk melakukan pembelian seperti periklanan, promosi, penyediaan tenaga penjual, pemilihan saluran penjualan, hubungan dengan penyalur, dan penetapan harga.
(5) Pelayanan, meliputi kegiatan untuk meningkatkan atau mempertahankan
nilai produk yang meliputi pemasangan, reparasi, penyediaan suku cadang, dan penyesuaian produk.
Aktivitas pendukung terdiri atas kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
(1) Pembelian, yang mencakup fungsi pembelian masukan yang digunakan
dalam dalam rantai nilai perusahaan.
(2) Pengembangan teknologi, yang meliputi seluruh teknologi yang dipakai
dalam setiap titik pada rantai nilai perusahaan.
Manajemen Sumberdaya Manusia Pengembangan Teknologi
Pembelian
Operasi Logistik ke
Luar
Pemasaran Pelayanan
Margin
Margin
Aktivitas Utama Infrastruktur Perusahaan
Logistik Ke Dalam
A
kti
vi
ta
s P
end
uk
un
(46)
17
(3) Manajemen sumber daya manusia, meliputi kegiatan penerimaan, pelatihan,
pengembangan, promosi dan kompensasi karyawan.
(4) Infrastruktur perusahaan meliputi manajemen umum, perencanaan,
keuangan, hukum, hubungan dengan pemerintah, manajemen mutu, dan sebagainya.
2.5 Metode AHP ( Analytical Hierarchy Process)
AHP merupakan metode yang digunakan untuk menstrukturkan suatu situasi yang kompleks, mengidentifikasi kriteria dan faktornya, mengukur interaksi antar sesamanya dan mensintesis semua informasi untuk memperoleh berbagai prioritas (Saaty 1993). Metode ini dimaksudkan untuk membantu memecahkan masalah kualitatif yang kompleks dengan menggunakan perhitungan kuantitatif, melalui pengekpresian masalah dimaksud dalam kerangka berpikir yang terorganisir, sehingga dimugkinkan dilakukannya proses pengambilan keputusan secara efektif (Eriyatno dan Sofyar 2007).
Menurut Marimin (2004) prinsip kerja AHP adalah: (1) Penyusunan hierarki, di mana permasalahan yang akan diselesaikan diuraikan menjadi unsur-unsurnya, yaitu kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi struktur hierarki. (2) Penentuan prioritas, di mana untuk setiap kriteria dan alternatif
dilakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparison), kemudian nilai-nilai
perbandingan relatif diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif. Baik kriteria kualitatif maupun kriteria kuantitatif dapat dibandingkan
sesuai dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan
prioritas. (3) Konsistensi logis, di mana semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis.
2.6 Analisis Kelayakan Finansial
Analisis kelayakan finansial dilaksanakan untuk mengetahui apakah suatu proyek layak secara finansial untuk dijalankan. Metode yang digunakan untuk mengukur kelayakan tersebut sesuai yang ditulis oleh Gittinger (1986) dengan uraian sebagai berikut:
(1) Payback Period
Metode ini digunakan untuk mengetahui seberapa lama jangka waktu yang diperlukan agar investasi bisa kembali. Cara yang digunakan adalah
(47)
18 dengan mengakumulasikan aliran kas hingga mencapai nilai positif. Pada saat nilai kumulatif tersebut positif berarti pengeluaran proyek telah tertutupi.
(2) Net Present Value (NPV)
Metode ini mendiskontokan seluruh aliran kas, baik aliran kas masuk maupun aliran kas keluar, pada basis waktu sekarang. Untuk menghitung ini ditentukan faktor pendiskon yaitu, biaya modal. NPV adalah jumlah dari seluruh aliran kas yang telah didiskontokan. Ukuran kelayakan adalah apabila NPV lebih besar dari nol (positif) yang berarti bahwa proyek tersebut menguntungkan atau dapat diterima.
(3) Internal Rate of Return (IRR)
IRR merupakan nilai tingkat bunga yang menunjukkan bahwa jumlah nilai sekarang netto (NPV) sama dengan jumlah seluruh ongkos investasi proyek, atau dengan perkataan lain IRR adalah suatu tingkat bunga, di mana seluruh
aliran kas bersih setelah ditransformasikan dengan nilai sekarangnya (present
value) sama jumlahnya dengan investment cost (initial cost).
(4) Rasio Biaya Manfaat
Metode ini sering disebut juga dengan B/C ratio. Metode ini membandingkan atau membagi antara penerimaan proyek yang telah didiskontokan dengan pengeluaran proyek yang telah didiskontokan juga. Ukurannya adalah apabila nilai B/C < 1 maka proyek ini merugi atau dapat ditolak.
(5) Break Even Point (BEP)
BEP adalah jumlah unit penjualan di mana keuntungannya adalah nol. BEP merupakan analisis pulang pokok yang dapat digunakan untuk analisis perencanaan laba.
(1)
Lampiran 51 Hasil simulasi titik kritis tingkat harga beli benih terhadap keuntungan pembesaran
Lampiran 52 Hasil simulasi titik kritis tingkat biaya pakan ikan terhadap keuntungan pembesaran
(2)
Lampiran 53 Hasil simulasi titik kritis padat penebaran benih terhadap keuntungan pembesaran
Lampiran 54 Hasil simulasi titik kritis tingkat sintasan terhadap keuntungan pembesaran
(3)
Lampiran 55 Hasil simulasi titik kritis tingkat harga jual kerapu terhadap keuntungan pascapanen
Lampiran 56 Hasil simulasi titik kritis tingkat harga beli kerapu terhadap keuntungan pascapanen
(4)
Lampiran 57 Hasil simulasi titik kritis tingkat harga pakan terhadap keuntungan pascapanen
Lampiran 58 Hasil simulasi titik kritis tingkat padat tebar ikan terhadap keuntungan pascapanen.
(5)
Lampiran 59 Hasil simulasi titik kritis tingkat sintasan ikan terhadap keuntungan pascapanen
(6)
Lampiran 60 Grafik perkembangan harga kerapu Hong Kong 2002 -2006
Perkembangan Harga Kerapu Hongkong 2002-2006
0 50 100 150 200 250 300 350 400 Jan_
2002 Mar Me i
Jul Sep Nov Jan_
2003 Mar Mei Ju l
Sep Nov Jan_
2004 Mar Mei Ju l
Sep Nov Jan_
2005 Ma r
Mei Jul Sep Nov Jan_
2006 Ma r Mei