Saran Rancang bangun sistem dinamis pengambilan keputusan kompleks pengembangan agroindustri gula tebu

strategis ini merupakan langkah strategis dalam rangka meningkatkan daya keberlangsungan usaha agroindustri gula tebu dan daya saing di masa depan. 12. Hasil olah software ISM secara struktur setelah pengambilan keputusan pengembangan poroduk alternatif, akan terlihat menjadi dua cabang yang secara paralel dapat dilaksanakan secara simultan, yaitu cabang pertama berupa rencana aksi strategis untuk memperoleh Dukungan Sosial dan Politis di daerah kepentingan kerja dan cabang kedua berisi dua rencana aksi strategis berupa upaya Perbaikan Irigasi dan Penyediaan Fasilitas Kredit Bank dengan Suku bunga pinjaman kompetitif. 13. Hasil akhir olah software ISM secara struktur menunjukan urutan rencana ide aksi strategis berupa tercapainya tata kelola yang menjamin terjadinya Kelancaran Praktek Perdagangan Gula Internasional pengaturan importasi. Hal ini secara struktur berada di belakang cabang pertama yang berisi ide strategis untuk memperoleh Dukungan Sosial dan Politis di daerah. Sebagai rangkaian terakhir yang berisi dua ide rancangan aksi strategis berupa Pengaturan Jadwal Kuantitas Impor Gula Pasir Putih dan Gula Mentah dan berupa Penerapan Penetapan Tingkat Pajak Bea Masuk importasi gula. Kedua ide rancangan aksi strategis secara struktur berada tepat di belakang cabang kedua yang di dalamnya berisikan ide strategis berupa Perbaikan Irigasi dan Penyediaan Fasiltias Pendanaan. 14. Dari hasil laporan olah Jejaring Keyakinan Bayesian Bayesian Belief Network menunjukan bahwa produktifitas tebu akan dapat ditingkatkan secara baik di atas target dengan probilitas 34, diikuti peningkatan produktifitas mencapai level normal dengan probabilitas 33 dan terakhir pencapaian yang relatif buruk akan terjadi dengan probabilitas 32. 15. Kondisi hasil capaian di atas akan berubah-ubah sesuai dengan elemen-elemen alamiah lain yang saling mempengaruhi, antara lain: ketersediaan sarana produksi, konservasi lahan, perluasan lahan, perbaikan irigasi, ketersediaan SDM, kondisi alam cuaca, pemupukan, penanganan hama dan penyakit tanaman serta kualitas bibit.

9.2 Saran

1. Dalam rangka meningkatkan produktifitas hasil panen tebu, disarankan agar ada tindak lanjut berupa pembentukan gugus tugas yang melibatkan para pemangku kepentingan untuk memantau penentuan tingkat rendemen sehingga para pihak dapat mencapai kesepakatan yang adil dan obyektif. 2. Sehubungan dengan upaya untuk memperoleh dukungan sosial kemasyarakatan di masing-masing daerah kepentingan, disarankan agar para pemangku kepentingan membangun kondisi keamanan, ketertiban yang kondusif termasuk pengamanan dan kelancaran transportasi bahan baku hingga produk akhir 3. Terkait dengan upaya pengembangan produk alternatif selain produk gula tebu, disarankan agar dibentuk gugus tugas untuk menyiapkan studi kelayakan pengembangan produk berbasis tebu seperti yang telah berhasil dilakukan secara sukses di negara Jamaica, Brazil dan lain-lain yang telah mengembangkan produk alternatif berbasis tebu menjadi sumber energi alternatif seperti ethanol 4. Sehubungan dengan peningkatan produktifitas dan kaitanya dengan ketersediaan kualitas benih, hasil penelitian ini menyarankan agar dibentuk lembaga gugus tugas dan bila lembaga tersebut sudah ada maka dijaga efektifitas lembaga tersebut dalam rangka pengelolaan keunggulan teknologi dan ketersediaan benih tebu unggul, informasi fasilitas peremajaan ratoon, informasi tata kelola pupuk yang menjamin ketersediaa dengan harga yang stabil dan wajar. Disarankan keberadaan lembaga ini sebagai hasil keputusan bersama para pemangku kepentingan dandapat memberikan layanan yang terjangkau. 5. Hasil penelitian menyarankan adanya upaya serius atas penanganan masalah ketersediaan dan perluasan lahan tanam baru sebagai upaya mengatasi laju penurunan alih fungsi lahan tanam tebu yang secara gencar telah terjadi di kawasan pulau Jawa. 6. Dari rangkuman hasil FGD disarankan bahwa terkait dengan penerapan tarif pajak dan bea masuk impor gula mentah, gula pasir putih, dan gula rafinasi harus dilakukan kriteria nomor harmoni komoditas dengan kriteria berbasis standar ICUMSA yang jelas dan tidak saling tumpang tindih. Hal ini mutlak penting dilakukan sehingga batasan legal atas persyaatan komoditas dapat dengan jelas ditentukan. Hal serupa akan menghindari peluang yang merusak sistem dengan cara praktek tidak terpuji seperti pemanfaatan disparitas harga melalui kegiatan penyelundupan maupun permainan persyaratan ICUMSA untuk tujuan importasi yang merusak sistem karena memperlemah daya saing produk dalam negeri. 7. Penelitian ini mengakomodir para pemangku kepentingan yang menyarankan agar dibuat gugus tugas yang membidangi usaha penerapan proses produksi gula yang baik, dalam bentuk standard operasional yang perlu diterapkan secara nasional berkenaan dengan upaya peningkatan produktifitas nasional. 8. Sejalan dengan target swa sembada gula tahun 2014, para pemangku kepentingan menyarankan agar ada prioritas kemudahan pendanaan dari pihak tekait, kemudahan investasi berupa penundaan atau pembebasan bea masuk barang masuk peralatan permesinan. DAFTAR PUSTAKA ___________________, 2005. Profil Pabrik Gula Indonesia Tahun 2005. Jakarta. Abidin, Zainal. 2000. “Dampak Liberalisasi Perdagangan Terhadap Keragaan Industri Gula Indonesia: Suatu Analisis Kebijakan “. Bogor: Program Pascasarjana IPB. Amang, Beddu,1993. Kebijakan pemasaran Gula di Indonesia. PT. Dharma Karsa Utama. Jakarta. Anonymous, 1980. Sejarah Perkebunan di Indonesia. Staf Bina Perusahaan Negara DepartemenPertanian. Jakarta Anonymous, 2002. Program Akselerasi Peningkatan dan prospek Investasi Gula Nasional: 2002 – 2007. Buku 1. Direktorat Jendral Bina Produksi Perkebunan. Jakarta. Austin, J.E. 1992. Agroindustrial Project Analysis, Critical Design Factor, EDI Series in Economic Development. The John Hopkins University Press, Baltimore and London B. van Ark, 1988, ”The Volume and Price of Indonesian Export, 1823 to 1940: The Long Term Trend and Its Measurement”, Bulletin of Indonesian Economic Studies 24 3, hal. 87-120. Boehlje, M. 1999. ”Structural changes in the agricultural industries: how do we measure, analyze and understand them?”, American Journal of Agricultural Economics, Vol 81 No. 5, pp. 10- 28. Breyceson, Kim P., Smith, Carl S. 2008. ”Abstraction and Modelling of Agri-food Chains as Complex Decision Making Sistem”, Paper prepared for presentation at the 110th EAAE Seminar on Sistem Dynamics and Innovation in Food Networks, Innsbruck-Igls, Austria Brown, J.G.1994. Agroindustrial Investment and Operations, The World Bank, Washington DC. Coyle, R. 1998. “ The practice of Sistem Dynamics: Milestones, lessons and ideas from 30 years experiences”. System Dynamics Review 14 14, 343-365. Chaidir, Iding. 2007. “Rancang Bangun Model Dinamis Pengelolaan Agroindustri Kerapu”, Bogor: Program Pascasarjana IPB. Dawson, Billi. 2007. Bertalanffy Revisited: Operationalizing a General Sistems Theory Based Business Model Through General Sistems Theory Thinking, Modeling and Practices. Proceeding of the 2007 ISSS Conference. Departemen Perdagangan 2006. Regulasi gula. http: www.depdag.id. Departemen Pertanian, 2005. Prospek Dan Arah Pengembangan Agribisnis Tebu. Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Dewan Gula Indonesia, 1999. Restrukturisasi Gula Indonesia April 1999. Publikasi Intern DGI dan Bahan Diskusi Reformasi Gula Indonesia. Jakarta. Djojosubroto, D.I. 1995. Masalah Gula di Tengah Dinamika Ekonomi Indonesia. Seminar Pergulaan Nasional dalam rangka menghadapi perdagangan bebas. Badan Litbang Departemen Pertanian dan Yayasan Sakharosa, Jakarta. Doyle, J. and D. Ford. 1998. “ Mental models concepts for Sistem Dynamics research”.Sistem Dynamics Review141, 3-29. Eriyatno. 1996. “ Ilmu Sistem: Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen”. Bogor: IPB Press. Ford, Andrew. 1999. “Modeling the Environment: An Introduction to Sistem Dynamics Models of Environmental Sistem”. Washington, D.C.: Island Press. Forrester,J.W. 1987. 14 Obvious Truths, Sistem Dynamic Review 32, 156-159. Gregory, Amanda J. 2007. A Sistem Approach to Strategic Management. Proceeding of the 2007 ISSS Conference. Hafsah, Muhammad Jafar, 2002. Bisnis Gula di Indonesia. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Houck, James P. 1986. ”Element of Agricultural Trade Policy”, New York, NY: Macmillan Publishing Company. http:www.cabinetoffice.gov.uk http:www.tempointeraktif.com Ismail, Nur Mahmudi., 2005, “Restrukturisasi Industri Gula Nasional”, Di dalam: Seminar Nasional: Proyek Unggulan Teknologi, BPPT. Jakarta 19 Januari 2005. Jamaran, Irawadi. 2009. Bahan Kuliah Strategi Pengembangan Agroindustri, TIP IPB tidak dipublikasikan. Keat, P. And P.K.Young. 2002. “Managerial Economics: Economic Tools for Today’s Decision Makers”. Macmillan Publishing Company, New York. Khudori. 2005. “Gula Rasa Neoliberalisme”. Jakarta: LP3ES. Machfud. 2001. “Rekayasa Model Penunjang Keputusan Kelompok Dengan Fuzzy Logic Untuk Sistem Pengembangan Agroindustri Minyak Atsiri”. Bogor: Program Pascasarjana IPB. Marimin, 2004. “Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk”. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Marimin, 2005. ”Teori dan Aplikasi Sistem Pakar dalam Teknologi Manajerial”. Bogor: IPB Press. Marimin, L. Herlina, A. Aulia, Motohide Umano, Itsuo Hatono, Hiroyuki Tamura: “Expert Sistem for new product strategy development. APMS 1996: 303-314 Marimin, Motohide Umano, Itsuo Hatono, Hiroyuki Tamura: “Hierarchical semi-numeric method for pair wise fuzzy group decision making”. IEEE Transactions on Sistems, Man, and Cybernetics, Part B 325: 691-700 2002 Saaty, T.L. 2005. “ Theory and Applications of the Analytical Network Process, Decision Making with Benefits, Opportunities, Costs, and Risks”. Pittsburg USA. RWS Publications. Saaty, T.L. Cillo, Brady. 2008. “ The Encyclicon, Volume2: A Dictionary of Complex Decisions Using The Analytical Network Process”.Pittsburg, USA. RWS Publications Sargent, Robert G., 1998. Verification and Validation of Simulation Model. Proceeding of the 1988 Winter Simulation Conference. Sargent, Robert G., 2001. Some Approaches and Paradigms for Verifying and Validating Simulation Models. Proceeding of the 2001 Winter Simulation Conference. Schon, D. 1992. The Theory of Inquiry. Dewey’s Legacy to Education. 222, 119-139 Senge, P. and J. Sterman. 1992. “Sistem Thinking and Organizational Learning: Acting locally and thinking globally in the organization of the future”. European Journal of Operational Research 59 1, 137-150. Siagian, Victor. 1999. “Analisis Efisiensi Biaya Produksi Gula di Indonesia: Pendekatan Fungsi Biaya Multi-input Multi-output”. Bogor: Program Pascasarjana IPB. Sterman, John D. 1998b. “Modeling the Formation of Expectations: The history of energy demand forecasts”. International Journal of Forecasting 4, 243-259 Sterman, John D. 2004. “Business Dynamics: Sistem Thinking and Modeling for a Complex World”, Singapore: McGrawHill. Sudi Mardianto, et al. 2005. Peta Jalan Road Map Dan Kebijakan Pengembangan Industri Gula Nasional.Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Suparno. 2004. Analisis Dampak Kebijakan Tata Niaga Gula terhadap Kesejahteraan Petani Tebu di Indonesia. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Vakili, K., Izadi Ehsan F., Moteabbed S. 2007. Resisting Dynamic Structure in Shifting toward ”sistem thinking”. Proceeding of the 2007 ISSS Conference. Warfield, John N. 1974. “Developing SubSistem Matrices in Structural Modeling”. IEEE Trans. On Sistems, Man Cybernetics v SMC-4 n1 January 1974 pg. 74-80. Warfield, John N. 1976. “ Societal Sistems: Planning, Policy, and Complexity”. USA. John Wiley Publications. Warfield, John N. 2003. “ The Mathematics of Structure”. USA. AJAR Publishing Company. Wayan R. Susila dan Bonar M. Sinaga, 2005. Pengembangan Industri Gula Indonesia Yang Kompetitif Pada Situasi Persaingan Yang Adil, Lembaga Riset Perkebunan Indonesia. Bogor. Williamson, Oliver E. 1981. ”The Economics of Organization: The Transaction Cost Approach”, The American Journal of Sociology 87 3: 548 - 577 Yandra, Marimin, Irawadi Jamaran, Eriyatno, Hiroyuki Tamura. 2007. An Integration of Multi- Objective Genetic Algorithm and Fuzzy for Optimization of Agroindustrial Supply Chain Design. Proceeding of the 2007 ISSS Conference. +,-.-...0,+. +,+-,++.0-,123- +,+-,+.0-,.1- +,-.0123--4-103-10 +,- .0121, +,-.0123-1450. +,- .0+12 +,-.0123--34+0- +,- +,.++ +,-.0123-4-154 +,- .+0.01 +,-.-012-1-.334135611- +,-. +,-.012320.1456.05347032829 +,-.0102 +,-.01232 +,-.01234143+,- ✦ ✁✂ ✄☎ ✆ +,-.0.012.3243.5 +,-.0123.324.5465., +,-.0123.324.5465.,7 +,-.0123.324.5465.,7 Lampiran 17 Disajikan secara terpisah dalam format “printout” hasil hitungan ANP ABSTRACT MUHAMMAD ARIEF BINTORO DIBYOSEPUTRO, System dynamic modeling of complex decision making for the development of sugar cane agroindstry, under supervision of IRAWADI JAMARAN, MACHFUD, MARIMIN, BUNASOR SANIM, and YANDRA ARKEMAN. The modeling outlined in this research is an initiative to find approaches to the development of sugar cane agroindustry and its related complex decision making processes. The model is expected to be used for optimizing added values and to better evaluating the impact of relevant decisions associated with information available across the components. The entirely model consists of i system dynamic model, for mapping entirely system, decision making purposes and learning through simulation process, ii interpretive structural modeling to visualize vision, generate ideas, and compose unstructured ideas into structural and operational steps of actions, iii analytical network process as an approach to make decisions and policies by accommodating complexity of internal and external criteria, and iv Bayesian believe network as an approach to look at the likelihood of realization under specific scenarios. The simulation indicates that demand for sugar is relatively stable and predictable. In the other hand the supply is relatively volatile due to productivity level, land use competition with other crops, climatic factor, market sentiment caused by economic factor, trade and socio-politico factors. The development of sugar cane agroindustry requires multidimensional facets and inter-organizational decision making along the process of adding values to sugar cane plantation, sugar production, trading export-import, and distribution to final consumers. The simulation shows that the improvement of productivity and manufacturing can be achieved by mainly improving better cane seed, larger cane field, good planting and estate management practice, and betterment of machineries. The trade-distribution management requires timely scheduling and precise calculation for importation of raw sugar, white sugar or refined sugar. The majority of stakeholders suggest in order to develop the performance of sugar cane agroindustry, there should be attempts to innovate product alternatives aside from conventional products, e.g ethanol as alternative energy source, liquefied sugar. Key words: sugar cane agroindustry, system dynamic model, interpretive structural modeling, analytical network process, Bayesian believe network . 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kompleksitas dinamis merupakan salah satu ciri yang terjadi pada ranah agroindustri saat ini. Fenomena ini merupakan akibat yang disebabkan sekurang- kurangnya oleh tiga hal: 1 terjadi inovasi di berbagai bidang teknologi terutama teknologi informasi dan komunikasi, 2 perubahan dinamis pada supply-demand di tiga bidang utama yaitu makanan, energi, dan air food, energy, and water, dan 3 pemanfaatan produk pertanian serta produk terbarukan lainya untuk keperluan energy Yandra, et. al. 2007. Pada agroindustri gula tebu, perubahan kompleksitas dinamis merupakan permasalahan yang mencakup semakin banyaknya peubah yang saling terkait, peubah yang mengandung probabilitas, dan peubah yang berbeda sesuai perubahan waktu. Beberapa contoh kompleksitas agroindustri gula tebu dapat ditemukan pada pengelolaan sinkronisasi antar elemen dan pengelolaan unsur resiko. Berkenaan dengan resiko yang dihadapi oleh agroindustri gula, salah satu contoh adalah resiko dinamika perubahan biaya atau harga. Bila penyerapan biaya produksi mengalami perubahan dinamis sehingga biaya mendekati nilai tambah yang diciptakan, maka margin atau laba yang diciptakan menjadi semakin tipis sehingga perusahaan berpotensi rugi dan menanggung konsekuensi ikutan yang dapat lebih buruk Boehlje, 1999. Sejalan dengan problematika kompleksitas, pendekatan sistem dinamis diakui oleh para peneliti dan praktisi sebagai metoda yang mampu memberikan pemahaman dan membantu penyelesaian masalah dalam semesta sistem yang kompleks dengan lebih baik Richmond, 2004. Oleh karena itu penelitian ini akan menggunakan pendekatan sistem dinamis untuk membangun model. Adapun sebagai obyek kajian utama, penelitian ini akan membahas agroindustri gula tebu sebagai fokus kajian dan upaya pengembanganya. Agroindustri gula tebu memiliki karakteristik unsur dinamika perubahan dan kompleksitas permasalahan yang tinggi di banyak sisi. Secara konseptual, pendekatan sistem dinamis mampu menggambarkan secara lebih jelas mengenai hubungan antar elemen dan perilakunya. Dengan demikian diharapkan bagi para pengambil keputusan akan terbantu pada saat menghadapi pengambilan keputusan persoalan yang kompleks. Hal ini terutama terjadi dalam evaluasi hasil proses pengambilan keputusan dan kaitanya dengan pengelolaan arus informasi dari tiap-tiap komponen atau agent yang menjadi bagian integral dalam rangkaian keseluruhan sistem Bryceson, et.al. 2008. Merujuk pada sejarah perkembangan agroindustri gula tebu dari masa ke masa, penelitian ini diharapkan dapat menangkap kerumitan pengelolaan agroindustri gula tebu dengan persoalan yang berciri multidimensional. Selama masa pendudukan pihak asing pada rentang waktu tahun 1823 sampai dengan sebelum kemerdekaan, Indonesia tercatat sebagai produsen gula terbesar kedua setelah Cuba, seperti pada Tabel 1. Pada kurun waktu tersebut, meskipun tingkat produktifitas gula tinggi, namun fakta agroindustri gula tebu di Indonesia diwarnai oleh munculnya para pihak pemangku kepentingan petani dan pemilik lahan yang amat dirugikan oleh pemangku kepentingan lain yang lebih berkuasa. Sebaliknya ada sedikit pihak tertentu yang amat diuntungkan, seperti para pihak pemilik modal. Tabel 1 Ekspor gula Indonesia periode 1823 - 1940 Di balik kinerja yang amat mengesankan dari tabel di atas ternyata mekanisme produksi gula dilaksanakan dengan kebijakan yang amat bertentangan dengan kaidah kemanusiaan. Sejarah mencatat adanya distribusi pendapatan yang amat tidak adil, seperti praktek Kebijakan Tanam Paksa yang penuh dengan pelanggaran dan Tahun Vol Ton Harga Guilder ton Nilai 1,000 Guilder 1823 3,291 204 671 1830 6,710 233 1,563 1840 61,750 219 13,523 1850 84,548 199 16,825 1860 128,265 249 31,938 1970 146,670 216 31,681 1880 222,242 220 48,893 1890 367,785 140 51,490 1995 575,662 140 80,593 1900 736,606 100 73,661 1913 1,278,486 119 152,140 1920 1,510,971 694 1,048,614 1929 2,402,974 127 305,178 1940 803,494 65 52,227 Sumber: B van Ark, “The Volume and Price of Indonesian Exports, 1823 to 1940: The Long-Term Trend and Its Measurement”, dalam Bulletin of Indonesian Economic Studies 24 3, 1988, hal. 87-120. penyalahgunaan kekuasaan sehingga menghalangi praktek-praktek pengelolaan industri yang baik dan adil. Selama periode Kebijakan Tanam Paksa telah diterapkan secara sistemik pola kebijakan integratif mikro-makro yang pada tingkat operasional diwujudkan dalam bentuk: 1 tanam paksa di bidang budidaya, 2 monopoli di bidang industri pengolahan, 3 monopsoni di bidang industri perdagangan, dan 4 integrasi vertikal dalam organisasi industri secara menyeluruh Khudori, 2005. Kebijakan Tanam Paksa pada intinya merupakan mekanisme pengerdilan hak petani sebagai salah satu pelaku dalam agroindustri gula tebu, yaitu berupa penghapusan paksa pendapatan tenaga kerja dan pendapatan sewa lahan. Pada masa setelah kemerdekaan, keprihatinan dan penderitaan petani tebu yang merupakan salah satu mata rantai penting dalam agroindustri gula tebu, ternyata belum sepenuhnya membaik, walaupun keprihatinan tersebut berwujud dalam bentuk lain yaitu seperti menurunya efisiensi di berbagai lini yang berakhir pada menurunya pendapatan. Pada dekade 1990, ditengarai penyebab menurunya efisiensi dalam agroindustri gula tebu disebabkan karena terjadinya penurunan produktifitas dan rendemen Djojosubroto, 1995. Dalam hasil penelitian yang sama, penurunan produktifitas disebabkan karena: 1 pergeseran lahan tanam dari areal sawah ke lahan kering, 2 pergeseran lahan tanam tidak diikuti oleh inovasi dan penerapan teknologi budidaya tebu pada lahan kering, dan 3 meningkatnya biaya produksi khususnya di Jawa. Sedangkan penurunan tingkat rendemen disebabkan karena: 1 semakin panjangnya hari giling sehingga berakibat buruk terhadap kemasakan tebu yang optimal, 2 berkurangnya pasokan tebu, dan 3 hilang bobot pada rantai proses. Pada dekade 2000, kondisi agroindustri gula tebu masih belum membaik, ditandai oleh perselisihan penentuan rendemen yang tak kunjung usai antara para pihak pabrik gula, petani tebu dan pihak terkait pada level produksi. Para pemain penting ini tak kunjung selaras dalam memecahkan masalah kesepakatan penentuan rendemen Lembaga Penelitian IPB, 2002. Pada tahun 2003, ditemukan disparitas rendemen sebesar 2,45 yaitu perbedaan antara rendemen pabrik guala swasta, PT. Gunung Madu Plantation yang mencapai rata-rata 9,66 dan rendemen rata-rata 58 pabrik gula BUMN sebesar 7,21. Perbedaan rendemen ini setara dengan gula sebanyak 563,500 ton atau 2,45 dari total tebu yang digiling sebanyak 23 juta ton tebu pada tahun 2003. Dalam satuan rupiah, potensi kerugian saat itu mencapai kurang lebih Rp 2 triliun Ismail, 2005. Praktek monopoli dalam produksi masih berlangsung, meskipun mengalami perubahan bentuk namun tetap sebagai pemegang kekuatan pasar produksi. Dua kelompok produsen besar yaitu satu kelompok di bawah naungan perusahaan negara kelompok PT.Perkebutan Negara, PTPN dan satu kelompok di bawah kelompok perusahaan swasta masih memegang kendali terbesar agroindustri gula tebu saat ini. Monopsoni dalam perdagangan masih amat kuat pengaruhnya, meski warna dan ciri mereka sedikit berubah namun ciri khas monopsoni atau kartel tetap ada. Hal ini terjadi di wilayah domestik maupun internasional. Perdagangan gula dunia dikontrol oleh tujuh perusahaan pemain yang menguasi 83.4 pangsa pasar dunia, secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Perusahaan multinasional produsen dan pedagang gula dunia tahun 2005 Sisi permintaan gula domestik menunjukan peningkatan searah dengan jumlah penduduk, yaitu semakin bertambahnya kebutuhan fundamental kelompok konsumen rumah tangga dan industri. Sekitar 95 hasil panen tebu yang dihasilkan oleh petani tebu di Indonesia akan diproses sebagai bahan baku industri gula. Atas hasil produksi domestik ini, sejumlah 66,8 akan dikonsumsi oleh konsumen rumah tangga. Sisi pasokan gula domestik menunjukan penurunan tajam rata-rata sebesar 36 selama periode 1999 – 2009. Hal ini disebabkan karena beberapa hal: penurunan areal tebu rata-rataterjadi sebesar 22 selama kurun tersebut, penurunan produktifitas sebesar 10, dan selama periode 8 tahun terakhir ada 13 pabrik gula yang terpaksa harus ditutup sumber: diolah dari data DGI Nama Perusahaan Juta Ton Raw Value Pangsa Ekspor Dunia J. Lion 1.7 4.9 Sucden 2.2 6.3 Cargill 5.1 14.6 T L 8.1 23.2 Man 4.7 13.5 Dryfus 3.2 9.2 Cubazukar 4.1 11.7 Total Ekspor 7 Perusahaan 29.1 83.4 Lain-lain 5.8 16.6 Total Ekspor Gula Dunia 34.9 100 Sumber: I Nodeco, “A Changing World: Production and Market Outlook for Cuba”, World Sugar and Sweetener Conference, Bankok, Thailand, 26-27 March 1996 data olahan sampai dengan tahun 2005 dari Cargill Indonesia Ketimpangan antara supply-demand yang amat signifikan mulai terjadi pada tahun 2007 hingga saat ini. Pada tahun 2007 terjadi hal demikian karena lonjakan kebutuhan gula yang semakin meningkat mendekati hampir 2,7 juta ton terdiri dari kebutuhan 2.1 juta ton gula kristal putih dan 600 ribu ton gula rafinasi, sementara produksi dalam negeri hanya mencapai 1.5 juta ton pada waktu itu. Hal ini mengakibatkan impor gula naik mencapai sebesar 1,2 juta ton, seperti terlihat pada Tabel 3. Keadaan timpang supply-demand agroindustri gula tebu mengakibatkan timbulnya dorongan sementara golongan untuk melakukan tindak penyelundupan. Sebagai gambaran disparitas harga gula, pada tahun 2009 harga gula impor termasuk di dalamnya komponen biaya lain mencapai Rp 4.150 per kilo, jauh lebih rendah dari pada harga gula pasar domestik yang mencapai Rp 9.500 per kilo. Kondisi ini berlangsung terus hingga tahun 2010. Tabel 3 Permintaan, produksi, dan impor gula nasional Perbedaan harga dan selisih difisit pasokan gula domestik inilah yang mendorong penyelundupan gula. Kondisi ini diperburuk oleh munculnya implikasi negatif dari ketidak tepatan pelaksanaan kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah mis-match policy, lemahnya aparat pengendali perdagangan dan lemahnya prosedur administrasi pengelolaan impor gula. Implikasi pelaksanaan kebijakan bea masuk sebesar 25 bagi gula impor perlu dikaji ulang. Hal ini mengingat bahwa menurut data dari Dewan Gula Indonesia, posisi Indonesia sejak tahun 2004 tercatat sebagai importir besar dengan bea masuk rendah secara berurutan setelah negara Mesir 30, Sri Langka 66, Philippines 133, USA 155, dan Bangladesh 200 DGI, 2004. Semua fenomena yang terjadi pada agroindustri gula tebu pada dekade 2000 di atas mencerminkan sedang berlangsungnya dinamika proses menuju kondisi keseimbangan nasional, regional, dan internasional Abidin, 2000. Bila dilihat dari sisi dinamika supply-demand dan rangkaian proses transformasi produksi tebu sejak ditanam, diproses di pabrik, diperdagangkan dan Uraian 2007 2008 2009 2010 1. Permintaan 2,729,295 3,000,000 3,100,000 3,200,000 2. Produksi 1,496,027 1,750,000 1,498,000 1,880,000 3. Difisit 1,233,268 1,250,000 1,602,000 1,320,000 4. Impor 972,985 2,187,133 1,556,688 1,284,791 Surplus defisit 260,283 937,133 45,312 35,209 Sumber: BPS Dewan Gula Indonesia diolah dikonsumsi oleh pengguna produk, maka agroindustri gula tebu memiliki ciri kompleksitas dalam pengelolaan dan pengembangan. Telaah historis agroindustri gula tebu menunjukan persoalan yang relatif sama dan terjadi pada periode waktu yang relatif amat panjang, namun demikian pemecahan persoalan tidak kunjung memberikan hasil yang diharapkan. Penelitan ini memandang perlu berfikir sistem dinamis system dynamic thinking untuk digunakan sebagai pendekatan yang diharapkan akan membantu menguraikan permasalahan secara lebih integratif dari elemen-elemen yang saling terpisah dan mandiri. Bila dalam penelitian sebelumnya ada yang belum memasukan mekanisme pembelajaran ke dalam sistem, maka penerapan sistem dinamis dalam penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan pentingnya kaidah mekanisme feedback dalam rangka pengambilan keputusan kompleks. Dengan demikian penelitian ini diharapkan dapat mencapai solusi yang optimal dan dapat diterima secara baik oleh para pemangku kepentingan.

1.2 Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk merancangbangun sebuah model yang berbasis sistem dinamis untuk membantu pengambilan keputusan kompleks dalam rangka pengembangan agroindustri gula tebu.

1.3 Ruang lingkup

1.3.1 Ruang lingkup rancang bangun model

Ruang lingkup penelitian meliputi identifikasi elemen-elemen yang berpengaruh dalam pelaksanaan dan tata kelola agroindustri gula tebu. Secara lebih rinci lingkup penelitian meliputi elemen yang dapat digunakan untuk optimalisasi pengambilan keputusan serta simulasi model secara menyeluruh yang terdiri dari beberapa model sub-sistem, sebagai berikut: 1. Pemodelan sub-sistem dinamis produksi tebu, meliputi pengelolaan perkebunan dan pola perilaku kegiatan petani sebagai pihak agent produsen bahan baku tebu. 2. Pemodelan sub-sistem dinamis produksi gula, meliputi fungsi produksi yang terkait dengan produksi gula oleh pabrik gula. 3. Pemodelan sub-sistem konsumsi gula tebu, meliputi fungsi saluran distribusi produk dari pabrik gula ke konsumen akhir. 4. Pemodelan sub-sistem kebijakan pemerintah, meliputi kebijakan fiskal dan kebijakan moneter yang terkait dengan agroindustri gula tebu.

1.3.2 Ruang lingkup management

Penelitian ini membatasi diri pada lingkup managemen tingkatan strategis. Bila penelitian ini melakukan analisis pada tingkat praktis, hal ini ditujukan untuk mendukung keputusan-keputusan strategis secara makro. Dengan demikian diharapkan hasil penelitian ini berada pada ranah managemen strategis.

1.3.3 Lokasi penelitiandan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengundang para pemangku kepentingan dalam pertemuan Focused Group Discussion yang dilakukan di Jakarta dan Surabaya. Peserta FGD terdiri dari para wakil petani tebu, pabrik gula kristal putih, pabrik gula kristal rafinasi, kementerian terkait Pertanian, Perindustrian, Perdagangan, BUMN, Keungan, para Asosiasi, dan pusat-pusat pengembangan dan penelitian, serta pemuka masyarakat. Penelitian lapangan khusus pabrik gula dilakukan di Pabrik Gula dan Spritus Madu Kismo, Yogyakarta, Pabrik Gula Gondang Madu, Pabrik Gula Mojo pada kurun waktu 2008 – 2010. 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Agroindustri gula tebu

Pelaku utama agroindustri gula tebu Indonesia adalah pabrik gula kristal putih yang terdiri dari 51 pabrik di bawah kepemilikan BUMN dan 9 pabrik gula swasta yang sebagian besar beroperasi di pulau Jawa, di provinsi Sulawesi Selatan, Gorontali, Sumatra Utara, Sumatra Selatan, dan Lampung. Di samping itu ada sebanyak 8 delapan pabrik gula kristal rafinasi yang memasok kebutuhan gula rafinasi di Indonesia. Pabrik gula rafinasi tidak memerlukan bahan gula tebu melainkan memerlukan gula mentah sebagai bahan baku yang diimpor dari luar negeri. Oleh karena itu pabrik gula kristal rafinasi dalam penelitian ini tidak dilibatkan dalam kajian secara rinci, mengingat ada terputusnya satu rantai sub-sistem perkebunan tebu. Menurut data tahun 2010 luas lahan tanam tebu nasional mencapai total 436,504 Ha. Produksi gula tebu nasional mencapai 2,56 juta ton pada tahun yang sama, dan dari total produksi ini kontribusi pabrik gula BUMN mencapai 1,38 juta ton atau sekitar 54 dari total produksi. Produksi ini dihasilkan dari luas lahan pabrik gula BUMN sekitar 286,579 Ha atau sekitar 66 dari luas lahan total Revitalisasi Industri Gula BUMN 2010-2014. Angka ini menunjukan bahwa ada berbedaan produktifitas yang signifikan antara pabrik gula BUMN 51 pabrik dan pabrik gula swasta 9 pabrik. Penggunaan luas lahan 66 oleh pabrik gula BUMN dari total lahan menghasilkan 54 produk dari total produksi gula nasional. Sebaliknya penggunaan luas lahan pabrik gula swasta sebesar 34 dapat menghasilkan 46 dari total produksi gula nasional. Permasalahan kesenjangan produktifitas yang dialami oleh pabrik gula BUMN secara umum disebabkan karena: 1 kesulitan pengembangan lahan tanam, karena persaingan penggunaan lahan oleh komoditas lain dan alih fungsi lahan. Hal ini di alami oleh mayoritas pabrik gula BUMN yang terletak di pulau Jawa, 2 faktor usia pabrik gula yang menua dan belum disertai dengan revitalisasi investasi mesin dan pembaruan teknologi. Gambaran keadaan di atas merupakan fenomena lapangan yang ada pada saat ini, dan penelitian ini berupaya untuk mencapai produktifitas yang distandarkan sebagai sasaran tolok ukur seperti kinerja pada dekade 1980, yaitu pencapaian rendemen sekitar 10 dan produktifitas gula sebesar 9 ton ha.

2.2 Sistem dinamis: kompleksitas detail Detail Complexity System

Bila membahas sistem kompleks dalam kaitan dengan pengambilan keputusan, maka pada umumnya yang muncul pertama adalah mengaitkan kompleksitas dengan unsur banyaknya komponen peubah dalam sistem, atau banyaknya kombinasi bagi pengambil keputusan yang harus diperhitungkan. Kompleksitas sistem semacam ini termasuk kategori detail complexity system yaitu sistem kompleks yang ditandai banyaknya hal-hal rinci dan atau banyaknya probabilitas kombinasi solusi. Teladan sederhana yang dapat ditemui sehari-hari adalah sistem penentuan jadwal penerbangan di suatu bandar udara yang sangat sibuk Sterman, 1989.

2.3 Sistem dinamis: kompleksitas dinamis Dinamic Complexity System

Demikian sebaliknya suatu sistem kompleks dapat terjadi pada kondisi yang kurang detail, tidak terlalu rinci, dan berpeluang kombinasi solusi yang tidak terlalu tinggi. Dalam sistem seperti ini ciri kompleksitas terletak pada eksistensi interaksi yang terus menerus antara para agen pihak yang terkait. Sitem kompleks ini disebut dynamic complexity sistem. Teladan standar dapat dilihat pada kasus perusahaan minuman The Beer Distribution Game Sterman, 1989 yang menggambarkan proses produksi dan distribusi produk barang konsumsi, dengan kompleksitas tiap-tiap lini sejak proses pengadaan bahan baku, proses produksi di pabrik hingga distribusi ke konsumen. Teladan ini menggambarkan sebuah sistem yang tidak kompleks bila dilihat pada sisi banyaknya komponen, namun sangat kompleks bila ditelaah sisi interaksi yang tanpa henti dari para pihak terkait. Penelitian ini akan menggunakan kedua buah pendekatan di atas, dengan penekanan lebih terfokus pada pendekatan dynamic complexity system untuk menjawab persoalan penyelarasan, sinkronisasi, dan interaksi antar pelaku pada agroindustri gula tebu. Teladan dapat dilihat pada sensitifitas akibat dan pengaruh keterlambatan kebijakan time delay terhadap produktifitas tebu, perubahan harga, dan perubahan supply-demand secara keseluruhan.

2.4 Resistensi perubahan

Ketidaktepatan waktu time delay pengambilan keputusan suatu kebijakan yang terkait dengan persaratan berjalanya sebuah sistem merupakan kejadian yang sering terjadi.Hal ini menjadi salah satu pemicu persoalantentang mengapa suatu perubahan yang diharapkan menghadapi tingkat resistensi tinggi, sehingga akan menyulitkan suksesnya suatu kebijakan Richmond, 2005. Dalam dynamic complexity system, bila terjadi time delay maka akan menyebabkan gejala disequilibrium, berupa kondisi ketidakseimbangan yang terus menerus melingkar-lingkar. Sementara di sisi lain ada aktivitas dalam rangkaian sistem yang tidak bisa diputar ulang irreversible consequences, seperti contoh kejadian bila petani tebu sudah memutuskan untuk menanam tebu dan terjadi kebijakan yang kontra produktif yang tidak tepat waktu misal: penurunan mendadak tarif impor gula maka petani tebu akan berada pada posisi lemah. Mereka tidak dapat segera memutuskan mengganti tanaman tebu, sehingga mereka hanya menunggu realisasi akibat negatif di kemudian hari berupa kerugian usaha. Persoalan seperti di atas yang mengakibatkan resistensi perubahan bagi tiap- tiap agen dalam rangkaian sistem. Masalah irreversible consequences merupakan tantangan besar yang harus dipecahkan dalam pengambilan keputusan kompleks. Oleh karena itu penelitian ini akan menggunakan pendekatan sistem dinamis sebagai upaya mengatasi persoalan tersebut. Resistensi perubahan dapat terjadi pada level pabrik gula khususnya yang dibawah naungan BUMN. Meskipun hal ini bukan merupakan fokus penelitian, namun dalam telaah lapangan ditemukan salah satu penyebab resistensi perubahan yaitu berupa kondisi lingkungan kerja nyaman comfort zone yang tidak memberikan insentif bagi adanya perubahan yang baik.

2.5 Model sistem dinamis virtual

Suatu model virtual merupakan representasi dunia nyata yang dituangkan ke dalam model sedemikian rupa sehingga dapat memberikan peluang bagi pengambil keputusan untuk mempelajari perilaku realitas, umpan balik dan pengaruhnya, serta menyegarkan kembali keputusan yang pernah diambil melalui proses simulasi. Kelebihan model virtual antara lain adalah biaya yang rendah. Konsekuensi hubungan antar keputusan yang diambil dan hasil yang beresiko tinggi dapat ditekan melalui penggunaan model virtual. Pengaruh irreversible consequence dapat segera diketahui dan bila berdampak negatif dapat segera dihentikan sehingga ada peluang untuk merubah keputusan alternatif lain yang lebih baik. Model virtual dapat menghasilkan umpan balik yang berkualitas. Hal ini dapat dicapai karena simulasi keputusan dan strategi dapat dikontrol dan dipelajari dengan baik. Di samping itu dengan model virtual dapat sedikit demi sedikit membuka ”black box phenomena” yang selalu tertutup di dalam dunia nyata. Manfaat lain adalah berupa proses waktu simulasi yang singkat dapat menggambarkan perjalanan kegiatan dunia nyata yang amat panjang dimensi waktunya. Model virtual di atas akan semakin memberikan manfaat yang tinggi ketika model ini bersifat reflektif sehingga mampu mengulang proses pemikiran, reflective thought Schon, 1992. Model virtual tidak terlepas dari keterbatasan, yaitu dapat terabaikanya prinsip-prinsip metodologi ilmiah. Namun demikian dengan diterapkanya sistem dinamis kompleks yang fokus pada dynamic complexity sistem, maka peneliti berpeluang lebar untuk melakukan komunikasi dua arah dan langsung dengan dunia nyata yang sedang ditelitinya. Kondisi inilah yang dimaksudkan sebagai model virtual reflektif. Kegiatan pemodelan sistem dinamis virtual belumlah mencukupi kesempurnaan pengambilan keputusan kompleks. Hal ini kemungkinan besar disebabkan karena pembuat model menentukan batas-batas yang terlalu sempit pada elemen temporal dan spatial bila dibandingkan dengan realitas yang ada. Lain dari pada itu ada 4 penyebab yang mengurangi kualitas pemodelan sistem dinamis, seperti: 1 kecenderungan negatif pemodel yang kurang memperhatikan kelengkapan feedback yang terlalu lambat jalanya karena time delay, 2 pemahaman yang kurang komprehensif tentang seluk beluk industri itu sendiri, 3 reaksi pemodel yang cenderung defensif, dan 4 dampak negatif akibat biaya penelitian yang tinggi. Sistem dinamis didesain untuk mengatasi keterbatasan-keterbatasan sehingga menghasilkan gambaran yang lebih riel dari dunia nyata. Forester 1987 mengatakan bahwa simulasi akan berhasil dengan baik bila pengembangan model dilakukan dengan asumsi realistis mengenai perilaku para pelakunya human behaviour, diramu dengan studi lapangan yang lengkap, dan pemanfaatan data-data primer yang optimal untuk melengkapi dan menyempurnakan data-data sekunder. Simulasi merupakan cara yang praktis untuk menguji kehandalan model atau hasil rancang bangun ini. Tanpa simulasi pengujian terhadap suatu model tidak dapat dilakukan. Peningkatan kinerja model hanya dapat dilakukan dengan baik bila ada pembelajaran feedback dari representasi dunia nyata. Penelitian ini akan mensimulasikan faktor-faktor utama yang berpengaruh dalam sistem secara keseluruhan. Hasil kajian tentang sistem yang sudah diverifikasi dan divalidasi ditambah dengan hipotesa dinamis akan menghasilkan model simulasi. Berdasarkan model simulasi ini akan dilakukan simulasi “what-if” dari unsur pembentuk sistem utama seperti unsur dari input, output, dan proses. Atas hasil simulasi diharapkan rekayasa model lebih lanjut dapat dihasilkan berupa rancang bangun model dinamis yang sejalan dengan model yang diharapkan. Dalam penelitian ini simulasi akan dilakukan sesuai dengan kondisi riel sehingga diperlukan perumusan yang utuh mengenai persamaan-persamaan, parameter, dan kondisi tertentu dari variabel yang diperlukan. Formalisasi model simulasi akan dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Stella. Dalam program simulasi diharapkan dapat memunculkan berbagai alternative strategi dan kebijakan.

2.6 Rantai kegiatan agroindustri gula tebu

Tahapan kegiatan agroindustri gula tebu dimulai dari kegiatan perkebunan tebu yang menghasilkan produk tebu sebagai bahan baku, dilanjutkan dengan pengolahan hasil tebu oleh pabrik gula, selanjutnya produk gula dilelang, dijual dan didistribusikan ke pasar untuk memenuhi permintaan konsumen langsung segmen rumah tangga dan konsumen tidak langsung segmen industri besar dan industri menengah kecil. Di luar tahapan tersebut ada satu kegiatan lain berupa tata niaga impor sebagai kegiatan pemenuhan defisit supply produksi dalam negeri. Menurut Keat dan Young 2002, tiap-tiap tahapan produksi di atas menciptakan pasar input dan output masing-masing, dengan kata lain setiap tahap kegiatan mengakibatkan fungsi permintaan input yang dapat diturunkan derived demand dari fungsi permintaan outputnya. Berdasarkan hubungan inilah model sistem dinamis akan dibangun.

2.7 Rangkaian permintaan dan penawaran

Dalam rangkaian permintaan dan penawaran ini dapat terlihat proses permintaan input dan penawaran output yang membentuk beberapa sub-sistem, seperti yang terjadi pada tingkatan perkebunan tebu dan pabrik gula. Perilaku pada tingkatan ini adalah bahwa produsen yang rasional akan melakukan optimasi keuntungan melalui minimalisasi biaya input dengan kendala teknologi dan pasar yang akan dilayani. Konsekuensi pemahaman perilaku produsen tebu di atas akan menajamkan pemahaman perilaku lanjutan bahwa produsen dalam rantai agroindustri gula tebu yang rasional hanya akan melakukan kegiatan pembiayaan input bila produsen mengetahui prediksi jumlah output besaran manfaat yang akan diterima di masa depan. Pada saat terjadi hubungan antara pasar output dan pasar input inilah dapat diturunkan fungsi permintaan yang disebut derived demand sehingga pada tahapan lanjutan permintaan gula secara agregat dapat diprediksi jumlahnya. Berdasarkan rasionalitas di atas, analisis strategi dan kebijakan dapat dilakukan melalui telaah biaya input, modal kerja, tenaga kerja dan input lain yang digunakan dalam proses produksi sejak dari produksi tebu sampai dengan hasil agroindustri gula tebu. Bila timbul kesenjangan informasi asymetric information antar pelaku pasar, maka dapat mengakibatkan perbedaan negatif atas harapan bagi pengambil keputusan pada tingkat petani atau produsen gula, hal mana dapat mengakibatkan penurunan motifasi untuk melakukan tanam tebu atau produksi gula. Kondisi informasi yang melingkar ini selayaknya dijadikan pertimbangan utama dalam penentuan kebijakan yang integratif, sehingga dapat menjamin berjalanya sistem secara saling mendukung ke arah tujuan re-inforcing dan bukan sebaliknya. 2.8 Desain kebijakan Bila struktur dan perilaku model sudah stabil dan meyakinkan, maka model dapat digunakan sebagai alat untuk membuat dan melakukan evaluasi atas kebijakan yang telah berjalan maupun untuk mendesain kebijakan pada masa depan.Keragaan kebijakan dan sensitivitas terhadap ketidakpastian dalam parameter model harus dinilai, termasuk pengetesan atas model yang mengakomodir pilihan skenario kebijakan.

2.9 Tinjauan studi sebelumnya

Studi yang pernah dilakukan sebelumnya tentang pemodelan integratif merupakan sumber referensi yang digunakan pada penelitian ini, seperti seperti yang dilakukan oleh: 1 Sterman, Modeling the Formation of Expectations. 2 Senge, P. and J. Sterman, Systems thinking and organizational learning 3 Coyle, R., The practice of Sistem Dinamiss: Milestones, lessons and ideas from 30 years experiences. 4 Doyle, J. and D. Ford, Mental models concepts for Sistem Dinamiss research. 5 Khudori, Gula Rasa Neoliberalisme. 6 Nur Mahmudi Ismail, Restrukturisasi Industri Gula Nasional. 7 Zainal Abidin, Dampak Lineralisasi Perdagangan 8 Victor Siagian, Analisis Efisiensi Biaya Produksi Gula 9 Wayan R. Susila dan Bonar M. Sinaga, 2005 berjudul Pengembangan Industri Gula Indonesia yang Kompetitif pada Situasi Persaingan yang Adil, dikeluarkan oleh Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, Bogor. Referensi di atas dirinci lebih lanjut mengenai metodologi yang digunakan, esensi dan isi kajian, serta keterkaitanya dengan penelitian ini, seperti dalam Tabel 4. Tabel 4 Ringkasan referensi studi terkait No Nama Judul Metodologi Isi Utama Relevansi dg Disertasi 1 Sterman, John D. Modeling the Formation of Expectations: The history of energy demand forecasts Menggunakan pemodelan sistem dinamis Memprediksi suatu permintaan kebutuhan energy di masa dating Metoda Isi akan digunakan sebagai referensi prediksi permintaan gula di masa depan 2 Senge, P. and J. D. Sterman, Sistems thinking and organiza- tional learning: Acting locally and thinking globally in the organization of the future Menggunakan pendekatan Sistem Thinking Menggambarkan pentingnya kajian perilaku organisasi yang dinamis, yang melakukan pembelajaran diri menggunakan mekanisme feedback Metoda Isi sangat relevan untuk mengkaji unsur perilaku dalam agroindustri gula tebu, serta menggambarkan pentingnya makna feedback dalam pembelajaran suatu organisasi. 3 Coyle, R., The practice of Sistem Dynamics: Milestones, lessons and ideas from 30 years experiences Menggunakan pemodelan Sistem Dinamis Menggambarkan fleksibilitas pendekatan sistem dinamis dalam berbagai aspek kehidupan, meliputi bidang eksak maupun soft science. Membantu memecahkan masalah dinamika dalam kelembagaan yang terkait agroindustri gula 4 Doyle, J. And D. Ford Mental models concepts for Sistem Dinamiss research Menggunakan pemodelan dan pendekatan Sistem Thinking, Menekankan mekanisme pembelajaran, kaji ulang, feedback, dan mekanisme jalanya sistem thingking dan sistem dinamis Metoda Isi menjadi rujukan teori utama dalam penerapan pemodelan sistem dinamis agroindustri gula tebu 5 Kim P. Bryceson, Carl S. Smith Abstaction and Modelling of Agri-food Chains As Complex Decision Making Sistem Jurnal ilmiah pada Seminar EAAE ke 110, 18-22 Feb. 08, Di Austria Jurnal disajikan sbg Sistem Dynamics and Innovation in Food Network Memberi pemahaman yang lebih mendalam tentang kegunaan Sistem Dynamic dalam Food Chains. 6 Zainal Abidin, Dampak Lineralisasi Perdagangan Terhadap Keragaan Industri Gula Indonesia: Suatu Analisis Kebijakan Disertasi S3 IPB, Fak Pertanian, Sosial Ekonomi, menggunakan metoda Ekonometrika Menggambarkan analisis dampak kebijakan, tipologi analisis sistem, tidak menyinggung sistem desain dan sistem control Memberi gambaran yang memadai tentang agroindustri gula khusus dari sisi pandang ekonomi semata. 7 Nur Mahmudi Ismail Restrukturisasi Industri Gula Nasional Kajian BPPT, menggunakan pendekatan ekonometrika Khusus mengkaji informasi asimetris antara petani dan PG, kasus rendemen Mendukung penajaman salah satu permasalahan agroindustri gula 8 Victor Siagian Analisis Efisiensi Biaya Produksi Gula di Indonesia: Pendekatan Fungsi Biaya Mutli-input Multi- output Thesis S2 IPB, Fak Pertanian, Sosial Ekonomi, menggunakan metoda input- output Menitikberatkan pada analisis biaya produksi PG yang beroperasi di Jawa Mendukung pemutakhiran komposisi biaya produksi gula pada saat membuat FS Investasi . 9 Wayan R. Susila Pengembangan Industri Gula Indonesia yang Kompetitif pada situasi persaingan yang Adil Kajian pada Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, Bogor Memfokuskan pada simulasi berbasis Ekonometrika, tdk ada rancang bangun sistem baru. Memberi gambaran yang memadai tentang agroindustri gula khusus dari sisi pandang ekonomi semata. 3 LANDASAN TEORI

3.1 Sistem dinamis

Pada dasarnya sistem dinamis menggunakan landasan teori dinamika non-linier dan pengendalian umpan balik feedback control seperti yang diterapkan dalam ilmu matematika dan fisika. Selanjutnya sistem dinamis menerapkan konsep dasar di atas ke dalam ranah perilaku manusia sama seperti yang terjadi pada ranah sistem fisika dan sistem teknik lainya. Dengan demikian sistem dinamis dapat diterapkan secara baik di ranah lain seperti management, kehidupan sosial, kegiatan ekonomi, dan ilmu- ilmu sosial lainya. Sehubungan dengan pengembangan agroindustri gula tebu, berbagai alternatif strategi pengembangan adalah merupakan hasil keputusan managemen puncak, yaitu barupa arahan-arahan strategis yang bersifat direktif. Lingkup strategi pengembangan meliputi rentang waktu yang berjangka panjang, masuk pada level lingkungan dinamis dengan berbagai faktor yang saling mempengaruhi dan memiliki cirri khas ketidakpastian yang tinggi, seperti diuraikan pada Tabel 5. Bila dilihat dari sisi karakteristik komponen sistem agroindustri gula tebu di Indonesia, pemberlakuan suatu strategi pengembangan kebijakan dapat mempengaruhi dan dapat diterapkan pada komponen input, proses, maupun output. Tabel 5 Karakteristik dan linkgup permasalah manajemen Sumber: Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk Marimin, 2004 Ditinjau dari karakteristik atau jenis sistem berdasarkan sifat komponen, maka kajian strategi pengembangan dan kebijakan dapat berubah-ubah secara fleksibel dari satu jenis sistem ke jenis sistem lainya. Kajian kebijakan dapat berada pada sistem analis, sistem desain, maupun sistem kontrol seperti pada Tabel 6. Jangka Lingkungan Sifat Direktif Panjang Dinamis probabilistic Arahan-arahan Strategis, terkadang intuitif Strategis Panjang Dinamis mempengaruhi faktor-2 dengan kepastian rendah Tidak bisa diprogram karena preferensi pengambil keputusan perlu masuk secara utuh Taktis Menengah Pendek Dinamis mempengaruhi faktor-2 dengan asumsi kepastian tinggi Bisa dibuat program dengan masukan preferensi pengambil keputusan Operasional Pendek Dianggap static tidak mempengaruhi faktor-2 Bisa dibuat program karena berulang Tabel 6 Jenis-jenis sistem Sistem Dinamis merupakan suatu metoda untuk meningkatkan kemampuan pembelajaran dalam suatu sistem yang amat kompleks Sterman, 2004. Sistem dinamis mengembangkan mekanisme feedback melalui metoda simulasi sehingga dapat membantu mengatasi kompleksitas suatu permasalahan, memahami sumber- sumber resistensi suatu penerepan kebijakan, dan membantu desain kebijakan yang lebih efektif. 3.2 Struktur dan aspek operasional dalam pemodelan sistem dinamis Perilaku suatu sistem muncul dari struktur sistemnya. Struktur sistem terdiri dari feedback loops, stocks, danflows, serta kondisi hubungan non-linearitas akibat interaksi yang terjadi antara struktur fisik sistem dan proses pengambilan keputusan para pelakunya Richmond, 2002. Salah satu aspek perilaku penting dalam sistem dinamis adalah struktur feed back yang dihasilkan oleh sistem tersebut. Bila feedback berakibat positif, maka jenis perilakunya disebut jenis growth atau tumbuh. Bila feedback berakibat negatif, maka sistem dikatakan teridentifikasi sebagai goal seeking. Bila ada pengaruh time lag time delay dari feedback yang ditimbulkan, maka sistem dapat diidentifikasi sebagi oscillations, limit cycles, atau chaos. Aspek operasional dalam sistem dinamis terdiri dari thinking, communicating, dan learning.

3.2.1 Thinking

Dalam langkah pertama berupa eksplorasi pemikiran atau Thinking, terdiri dari dua kegiatan utama yaitu: membuat konstruksi model dan melakukan simulasi untuk mengambil kesimpulan. Model adalah penyederhanaan kondisi nyata berupa representasi yang dapat menangkap karakteristik keadaan realitas keadaan nyata, yang secara simbol sistem dinamis diuraikan pada Gambar 1. Sistem Input Proses Output Analis Diketahui Diketahui Direkayasadiatur Desain Diketahui Direkayasadiatur Diketahui Kontrol Direkayasadiatur Diketahui Diketahui Sumber: Teori dan Aplikasi Sistem Pakar dalam Teknologi Manajerial Marimin, 2005 Gambar 1 Tahapan constructing dalam pemodelan sistem dinamis

3.2.2 Communicating

Output dari kegiatan eksplorasi pemikiran atau Thinking merupakan bahan pokok bagi kegiatan selanjutnya, yaitu communicating. Ada tiga bahan pokok dalam kegiatan communicating yaitu berupa: mental model, hasil simulasi, dan kesimpulan. Secara garis besar kegiatan communicating dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2 Tahapan communicating dalam pemodelan sistem dinamis

3.2.3 Learning

Kegiatan selanjutnya adalah merupakan kegiatan pembelajaran atau Learning. Ada dua macam learning, yaitu:Self Relfective LearningdanOther Inspired Learning Self-reflective learning merupakan hasil simulasi yang dihasilkan dari mental model Other Inspired learning merupakan gabungan hasil dari self reflective learning dan kesimpulan hasil simulasi, seperti diterangkan pada Gambar 3. Gambar 3 Tahapan Learning dalam pemodelansistem dinamis

3.3 Elemen kebijakan agroindustri

3.3.1 Kebijakan fiskal dan moneter

Kebijakan fiskal meliputi kebijakan yang langsung terkait dengan pendapatan dan biaya suatu produk atau jasa, seperti pajak dan berbagai kebijakan sektor riel lainya. Kebijakan fiskal berkaitan dengan kegitan operasional sektor riel, oleh karena itu kebijakan ini mencakup rentang wilayah seluas keterkaitan dengan kegiatan operasional sektor riel itu sendiri. Subyek penentu kebijakan fiskal dapat dilakukan oleh berbagai pihak otoritas yang relefan dengan obyek yang diatur. Kebijakan Moneter secara garis besar terkait dengan pengendalian suku bunga pinjaman, tingkat inflasi dan nilai tukar mata uang asing Houck, 1986. Kebijakan moneter dilakukan oleh otoritas utama yaitu Bank Indonesia sebagai bank sentral. Kedua instrumen kebijakan tersebut dapat bersifat protektif maupun terbuka. Negara Indonesia yang mengimpor gula, dapat melakukan proteksi diri dari ekspansi pasokan gula internasional melalui mekanisme kebijakan tarif dan atau kuota. Disamping itu, negara importir dapat melindungi dan menjaga kesejahteraan produsen dengan menerapkan instrumen kebijakan fiskal. Dalam pelaksanaanya dapat pula dilakukan kuota impor secara proporsional atau dalam bentuk subsidi sarana produksi secara langsung bagi produsen dalam negeri. Kebijakan lain yang dapat dilakukan oleh negara importir adalah berupa subsidi konsumsi dan atau subsidi impor. Bila penelitian ini dikaitkan dengan praktek perdagangan internasional, maka terlepas dari argumentasi teoritis tentang bermanfaatnya perdagangan bebas, namun kebijakan perdagangan bebas akan menghadapi resistensi kuat dari para pihak tertentu Houck, 1986. Beberapa alasan utama yang mendukung penolakan perdagangan bebas atau berpihak pada kebijakan proteksi adalah: • Melindungi agroindustri yang lemah • Melindungi keamanan dan ketahanan nasional • Melindungi kesejahteraan nasional • Melindungi praktek perdagangan yang tidak adil • Melindungi program nasional yang sedang digalakan • Melindungi posisi neraca pembayaran

3.3.2 Kebijakan pengembangan produk alternatif

Kebijakan ini sesungguhnya merupakan kategori kebijakan fiskal, namun demikian mengingat pentingnya penekanan pada aspek pengembangan produk alternatif berbasis bahan baku tebu, maka secara khusus disebutkan kebijakan pengembangan produk alternatif berbasis tebu selain untuk diproses menjadi gula tebu. Adapun contoh produk alternatif dalam penelitian ini adalah ethanol, gula cair, dan produk alternatif lainya. Penelitian ini mengakomodir keingingan para peserta Focused Group Discussion yang mengharapkan dibentuknya kelompok kerja untuk memikirkan secara khusus tentang peluang alternatif produk berbasis tebu.

3.4 Interpretive Structural Modelling

Dalam kaitan dengan pengumpulan pendapat berupa identifikasi aktivitas setiap bidang dan hubungan kepentingan antar pelaku, penelitian ini menggunakan hasil diskusi kelompok Focused Group Discussion yang pesertanya antara lain adalah semua para pemangku kepentingan dalam rangkaian kegiatan agroindustri gula tebu. Berkaitan dengan elemen aktivitas sub-sistem agroindustri gula tebu, penelitian ini merencanakan akan membahas elemen aktivitas: a. Bidang produksi perkebunan tebu b. Bidang produksi pabrik gula pengolah tebu c. Bidang distribusi ke konsumen dan trend permintaan d. Bidang penentuan kebijakan Hasil akhir dari teknik ISM adalah elemen kunci dan diagram struktur. Meskipun demikian dalam penelitan ini tidak akan membahas secara khusus matrix Driver Power Dependence DPD bagi elemen-elemen aktivitas di atas, dengan demikian peneliatian ini tidak sampai pada analisis klasifikasi sub-elemen berikut: a. weak driver - weak dependent variable autonomous b. weak driver – strongly dependent variable dependent c. strong driver – strongly dependent variable linkage d. strong driver – weak dependent variables independent

3.5 Analytical Hierarchy Process dan Analytical Network Process

Analytical Hierarchy Process AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty Saaty,1982 menjadi salah satu alat bantu pengambilan keputusan yang melibatkan elemen-elemen keputusan yang sulit dikuantifikasikan dan belum jelas strukturnya. AHP menggunakan asumsi bahwa reaksi logis manusia ketika menghadapi pengambilan keputusan yang kompleks cenderung mengelompokan elemen penentu keputusan sesuai dengan karakteristik umum yang berlaku. Proses sistemik AHP meliputi penyusunan secara hirarkhis guna memilahkan elemen dalam suatu sistem dalam berbagai tingkat yang berbeda dan mengelompokan elemen serupa dalam tiap tingkat. Tingkat puncak yang disebut fokus atau goal adalah sasaran keseluruhan yang liputannya luas. Di bawahnya ditempatkan level kriteria sebagai tolok ukur dalam melakukan pemeringkatan. Selebihnya adalah level alternatif dari berbagai pilihan yang dihadapi yang berdasarkan kriteria harus dipilih dan ditentukan prioritasnya. Analytical Network Process ANP merupakan bentuk yang lebih umum dari AHP dan dapat digunakan untuk menampilkan kerangka umum bagi pengambilan keputusan tanpa harus membuat asumsi elemen-elemen yang terikat oleh aturan hirarkhis. Elemen-elemen ANP dapat saling berdiri sendiri tanpa mengikuti aturan peringkat seperti pada AHP. Keunggulan ANP yang paling menonjol terletak pada kemudahan menggabungkan elemen yang saling terkait dan kemampuan mengakomodasikan mekanisme feedback ke dalam jejaring pengambilan keputusan Saaty, 2008 Dalam penelitian ini akan menggunakan ANP berbasis kriteria Benefit Cost Opportunity Risk BCOR. Kaidah BCOR memiliki kesamaan makna dengan urutan pada analisis Strenght Weakness Opportunity Threat SWOT, sehingga BCOR dapat memetakan kondisi lapangan dan dapat membantu secara mudah untuk mengarahkan strategi ke depan sesuai dengan yang diinginkan. Adapun alternatif pilihan kebijakan yang akan diuji dan diurutkan prioritasnya dengan menggunakan model BCOR adalah Kebijakan Moneter, Kebijakan Fiskal, dan atau Kebijakan Pengembangan Produk Alternatif, yang skemanya pada Gambar 4. Gambar 4 Struktur ANP berbasis benefit cost opportunity risk Secara narasi yang lebih rinci, model BCOR akan menggunakan kriteria kontrol yang terdiri dari tiga faktor, yaitu ekonomi, politik dan sosia. Kemudian diikuti oleh Klaster pada masing-masing faktor kriteria kontrol dan pada penghujungnya diikuti elemen masing-masing, seperti terlihat pada Tabel 7. Tabel 7 Rincian elemen benefit cost opportunity risk Kriteria Kontrol Klaster Elemen Benef it ‐ S tr e n g h t Ekonomi Recovery Industri Gula Struktur Ekonomi Lapangan Kerja di Agrin Gula, di industri terkait, reorganisasi industri nasional, pemberdayaan teknologi Supply Demand Politik Kredibilitas Politik Kepercayaan partisan parpol meningkat, Dunungan parpol pada kebijakan pemerintah, Reputasi partai politik Stabilitas Politik Pencapaian tujuan parpol, Peningkatan jumlah pemilih, Konsistensi kebijakan gula nasional Han Kam Tib Sosial Lingkungan Hidup Tingkat Penyerapan Tng Kerja Co st ‐ W e a k n e ss Ekonomi Harga Barang Lain yg terkait Harga Gula Tingkat Inflasi Retaliasi produk ekspor Indonesia Kinerja ekspor Indonesia, Pasar tenaga kerja, Keunggulan kompetitif Politik Kredibilitas Internasional Reputasi Internasional, Pengaruh Internasional, Dukungan pada isu‐2 internasional Dukungan Intl pada Free Trade Sosial Tingkat Kriminalitas Kesejahteraan Op p o rt u n it y Ekonomi Globalisasi Dukungan pengembangan tekno. Politik Popularitas politik domestik Pemilu legislatif 2014, Pemilu presiden 2014, Persiapan kebijakan pem yad Praktek Perdagangan Intl Promosikan free trade, Meningkatkan fair trade, Peran kepemimpinan di WTO Sosial Ri sk Ekonomi Dukungan internasional Infrastruktur Industri Domestik Lapangan kerja, Pekerjaan lain terkait, Dukungan ekonomi pada peningkatan teknologi Kepemimpinan WTO Politik Kredibilitas Global Sosial Semua Network Alternative Penerapan Tarif Bea Masuk, Dukungan Kebijakan Moneter, Pengembangan Produk Alternatif

3.6 Jejaring keyakinan Bayesian Bayesian Belief Network

3.6.1 Model umum jejaring keyakinan Bayesian

Model Jejaring Keyakinan Bayesian JKB merupakan cabang dari teori probabilitas matematika yang dapat memodelkan ketidakpastian fenomena atau realitas kehidupan keseharian. Pemodelan ketidakpastian ini dilakukan dengan cara menggabungkan penalaran yang logis dan bukti-bukti kenyataan yang diperoleh melalui observasi, dengan cara memasukan unsur peluang atau probabilitas atas suatu keadaan. Jejaring Keyakinan Bayesian akan digunakan untuk mendukung analisis fenomena agroindustri yang mengandung unsur probalilitas pada peubahnya. Tiap- tiap agen sub-sistem yang digambarkan oleh pemodelan sistem dinamis memiliki probabilitas masing-masing. Persepsi atas arus informasi dari satu sub-sistem akan mengalir ke sub-sistem yang lain sehingga akan mempengaruhi tingkat keyakinan, persepsi, belief sub-sistem lain dalam merespon informasi tersebut. Sebagai contoh peubah harga produk, kondisi cuaca, persepsi pemasaran produk dan peubah lainya, dapat mempengaruhi keputusan para pelaku sub-sistem. Dengan pendekatan model Jejaring Keyakinan Bayesian diharapkan dapat menyempurnakan proses pengambilan keputusan. Jejaring Keyakinan Bayesian merupakan alat yang tangguh untuk membuat model yang melibatkan keyakinan probabilitas hubungan sebab-akibat antar variabel. Jejaring ini berisikan berbagai tingkat probabilitas variable yang disertai dengan hubungan historis antar variable tersebut. Jejaring Keyakinan Bayesian merupakan alat yang efektif untuk membuat model dengan kekhasan adanya informasi yang sudah diketahui, bersamaan dengan hadirnya data yang berkarakter tidak menentu serta data yang secara parsial tidak lengkap. Hal inilah yang membedakan antara Jejaring Keyakinan Bayesian dan Sistem Pakar expert sistem, ruled-based sistem. Pada Sistem Pakar, ketidak-tentuan atau ketidak-tersediaan data akan mengakibatkan ketidak-efektifan atau ketidak-akuratan penjelasan yang logis reasonings atas suatu fenomena. Sebaliknya dengan menggunakan Jejaring Keyakinan Bayesian, ketidak- lengkapan data dapat diatasi sehingga ketersediaan data yang tidak sempurna tetap dapat digunakan untuk memodelkan fenomena yang menuntut penjelasan logis secara cepat waktu. Ketidak-tentuan dapat muncul dalam berbagai situasi. Bahkan sumber pakar dapat menyatakan ketidak-tentuan atau ketidak-akuratan atas kondisi informasi pada suatu model. Dalam kondisi seperti ini, Jejaring Keyajinan Bayesian bermanfaat untuk menghadapi kondisi yang samar, tidak menentu, tidak utuh, dan saling bertentangan vague, uncertain, incomplete, and conflicting. Bentuk umum JKB terdiri dari tiga elemen utama, yaitu : 1. Elemen nodes yang merupakan representasi variable dalam sistem. Tiap-tiap node bersifat mutually exclusive dan node dapat bermakna sebagai variable. 2. Elemen links, sebagai penghubung hubungan sebab akibat antar nodes 3. Elemen probabilities, yang melekat pada node dan menunjukan tingkat keyakinan atau probabilitas sutau node sehubungan dengan sebab-akibat dengan node yang lainya.

3.6.2 Struktur umum jejaring keyakinan bayesian

Model Jejaring Keyakinan Bayesian dapat disusun dengan mengikuti kaedah struktur umum dengan alur seperti pada Gambar 5 yang terdiri dari 6 enam kategori variable seagai berikut: 1. Tujuan Model 2. Faktor-faktor Pengendali 3. Faktor-faktor Intermediasi 4. Intervensi Tindakan 5. Faktor-faktor Implementasi 6. Dampak-dampak ikutan Gambar 5 Struktur umum jejaring keyakinan Bayesian Dalam pengaplikasian pada model, faktor-faktor implementasi akan berhubungan langsung dengan elemen-elemen pada intervensi tindakan. Pada saat bersamaan intervensi tindakan berbubungan dengan faktor-faktor intermediasi atau faktor-faktor antara. Contoh pengembangan struktur model jejaring keyakinan Bayesian dapat dilihat pada Tabel 8. Pada saat memulai membangun Jejaring Keyakinan Bayesian, pemodel perlu mendahulukan logika dasar dari model sistem yang akan dibangun. Kemudian diikuti oleh ide-ide penting yang paling relevan dan perlu ditampilkan dalam model sehingga model Jejaring Keyakinan Bayesian menjadi efektif dan efisien. Tabel 8 Rincian struktur jejaring keyakinan Bayesian Kategori Penjelasan Contoh Tujuan Suatu hal yang ingin dicapai dan dipengaruhi oleh tata kelola model pengembangan agroindustri gula tebu. • Tingkat produktifitas hasil panen gula tebu • Kontinuitas sumber daya alam • Kontinuitas agroindustri gula tebu secara umum Intervensi Tindakan Hal-hal yang ingin diimplemen- tasikan guna mencapai tujuan. Hal ini dapat berupa pilihan-pilihan tindakan managerial, seperti konservasi lahan tanam, pemberian bantuan saprodi • Peningkatan konservasi lahan tanam • Penggunaan bibit unggul • Pemberian Subsidi • Pelatihan kemampuan SDM Faktor-faktor Antara intermediate factors Faktor-faktor yang menghubungkan antara Intervensi Tindakan dan Tujuan model jejaring • Luas lahan tanam menghu bungkan antara luas lahan yang ada dan rencana perluasan • Tingkat Produktifitas menghubungkan antara Pelaku Usaha Petani dan Tingkat Pendapatan Faktor-faktor Pengendali Faktor-faktor yang tidak dapat dirubah dengan Intervensi Tindakan namun faktor-faktor ini turut mengendalikan lingkungan sistem. • Jumlah penduduk • Tingkat curah hujan • Kecocokan sifat tanah dan tanaman tebu. Faktor-faktor implementasi Faktor-faktor yang secara langsung mempengruhi apakah intervensi tindakan dapat berhasil dilakukan dalam jangka waktu singkat atau panjang • Pengelolaan pupuk yang sesuai dengan sarat kebutuhan tanaman tebu • Pengelolaan Hama Penyakit Tanaman Tebu • Pengelolaan pembersihan tanaman pengganggu gulma Dampak-dampak Ikutan Faktor-faktor yang secara tidak langsung ikut berubah sebagai akibat dari intervensi tindakan namun perubahan ini tidak mempengaruhi sama sekali atau secara signifikan terhadap lingkungan sistem yang sedang dikaji. • Peningkatan ketersediaan supply air bagi masyarakat sebagai akibat positif konservasi lahan • Peningkatan ternak yang memanfaatkan pakan dari limbah daun tebu.

3.7.3 Aturan Jejaring Keyakinan Bayesian

Jejaring Keyakinan Bayesian yang diprakarsai oleh Tn. Rev. Thomas Bayes, mengikuti aturan rumusan matematis berupa teori probabilitas bersarat. Adapun persamaan Bayes yang paling mendasar adalah: Pb|a = Pa adalah probabilitas a, dan Pb adalah probabilitas b, dan Pa|b adalah probabilitas a bila diketahui peristiwa b sudah terjadi. Sebagai ilustrasi, hama tikus dapat merusak hingga 50 tanaman tebu muda. Andaikata diketahui setiap 1 satu meter persegi dari 50,000 m2 5 Ha tanaman tebu terdapat 1 tikus, dan tiap 1 meter persegi dari 20 m2 tanaman ternyata rusak terserang hama tikus. Kita ingin mengetahui sejauh mana petani tebu mengeluhkan kerusakan tanaman tebu, maka dapat dihitung tingkat kerusakan sebagai berikut: P hama tikus kerusakan tanaman = P hama tikus kerusakan tanaman = . , = 0.0002 Bila ada petani yang mengeluhkan kerusakan tanaman, maka kemungkinan disebabkan oleh hama tikus hanya sebesar 0.02. Perumusan Jejaring Keyakinan Bayesian secara lebih kompleks dapat dirumuskan dengan mengikutkan hipotesa, pengalaman masa lampau, dan bukti-bukti sebagai berikut: PH|E, c = |, | Berdasarkan rumus di atas, tingkat keyakinan probabilitas hipotesa H dapat meningkat bila ada tambahan bukti fakta E dan dalam konteks latar belakang kejadian pengalaman masa lalu c. Bagian sisi kiri PH|E,c disebut keyakinan posterior atau probabilitas hipotesa H setelah memperhatikan pengaruh bukti fakta E dari pengalaman masa lalu c. Istilah PH|c disebut keyakinan a-priori atau probabilitas hipotesa H bila hanya diketahui kejadian pengalaman masa lalu c saja.Istilah PE|H,c disebut kecenderungan, likelihood, yang memberikan tingkat keyakinan dari bukti kejadian dengan adanya kebenaran asumsi H dan latar belakang informasi pengalaman masa lalu c. 4 METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Kerangka Pemikiran

Realisasi strategi pengembangan dan kebijakan agroindustri gula tebu yang telah dirumuskan sebelumnya belum menunjukan efektifitas sesuai yang diharapkan. Pada titik bahasan inilah penelitian ini memandang perlu menggunakan metoda sistem dinamis sebagai alat dasar yang diharapkan mampu mengupas bahwa penerapan strategi generik belum tentu menghasilkan efek yang sama pada waktu dan kesempatan yang berbeda. Metodologi sistem dinamis yang dipadu dengan Intrepretive Structural Modelling ISM, Analytical Network Process ANP dan Bayesian Biliefe Network BBN diharapkan dapat mengeliminir kesan kurangnya penekanan prioritas sebagai langkah tanggap atas kebutuhan kebijakan yang tepat bagi para pemangku kepentingan yang kompleks. Hal ini minimal dapat merespon kondisi seperti tercermin dari kurang terstrukturnya langkah kebijakan sesuai skala prioritas yang terjadi pada kebijakan terkait hal-hal berikut: a. inovasi baru teknik budidaya dan pabrik gula, b. peningkatan permintaan gula oleh industri makanan dan minuman, c. penghapusan pengendalian tataniaga oleh Bulog d. pemberian fasilitas pendanaan kredit usaha tani tebu e. program relokasi PG dari Jawa ke luar Jawa Rehabilitasi PG f. kebijakan tarif g. penguatan fungsi organisasi kelembagaan yang sesuai dan wajar Berdasarkan gambaran kompleksitas antar subyek yang berlangsung secara terus menerus, dan kondisi usaha serta tata niaga yang amat kompleks di atas, maka diharapkan pendekatan pemodelan dengan menggunakan metoda sistem dinamis yang yang dipadu dengan teknik ISM, ANP, BBNJKB dapat membantu untuk menentukan strategi pengembangan agroindustri gula tebu yang ditopang oleh kebijakan secara lebih tepat guna dan efektif dalam pelaksanaanya.

4.2 Tahapan Penelitian

Pemodelan sistem dinamis ini akan dilakukan melalui 4 empat tahapan utama yaitu: tahapan persiapan, perancangan model, pembangunan model, dan rancangan implementasi. Secara skematis rangkaian tahapan dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6 Tahapan penelitian rancang bangun model dinamispengambilan keputusan kompleks pengembangan agroindustri gula tebu Tahap persiapan meliputi kegiatan studi pustaka, pengembangan ide, persiapan kuesioner sebagai alat pengumpul data primer yang dilakukan melalui pertemuan Focused Group Discussion dengan para pemangku kepentingan. Langkah selanjutnya berupa pengumpulan data dari petani, kebutuhan konsumen rumah tangga dan industri, pengumpulan data kajian kebijakan pemerintah, dan pengumpulan data dari kepustakaan serta pendapat pakar. Tahap berikutnya adalah persiapan perancangan model. Pada tahap ini akan dilakukan tahapan pendekatan sistem, dimulai dari analisa kebutuhan sampai dengan analisa stabilitas. Selanjutnya sesuai lingkup penelitian, maka akan dihasilkan elemen model berupa sub-sistem perkebunan petani, sub-sistem produksi gula tebu, subsistem distribusi, dan subsistem kebijakan. Mengingat tidak semua elemen dapat dianalisis dengan baik oleh alat bantu software sistem dinamis Stella, maka penelitian ini akan menggunakan alat bantu analisis software ISM, ANP dan BBN JKB. Penggunaan alat bantu dan penerapanya dapat dilihat pada Gambar 7. Basis Pengetahuan Dasar Agroindustri Gula Tebu Realitas di lapangan Penilian Kondisi Bagaimana Kondisinya? Bagaimana keterkaitanya? Analisis Kesenjangan Kenyataan v.s. Harapan? Kebutuhan saat ini yad Kebutuhan Investasi Operasional Pendanaan Penentuan Prioritas Opsi‐opsi strategi Ukuran Kinerja Pengambilan Keputusan Kebijakan prioritas Strategi prioritas Langkah 1 Langkah 2 Langkah 3 Langkah 4 Langkah 5 Basis Data Pangetahuan Dimodelkan secara System Dynamic menggunakan Software Stella Model Perhitungan simulasi matematis Software Stella ISM ANP BBN Langkah 1 – 3 Berorientasi pada data Langkah 4 – 5 Metodologi Isu Kebijakan Langkah 5 – 6 Pengambilan Keputusan Langkah 6 Gambar 7 Tahapan penggunaan alat bantu software Tahapan pendekatan sistem yang berkenaan dengan rancang bangun model dinamis dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Pemodelan utama sistem dinamis menggunakan software Stella 2. Pemodelan pembangunan visi, misi, dan rencana aksi menggunakan softeware ISM Concept Star 3. Pemodelan pemeringkatan kebijakan menggunakan software ANP Super Decisions. 4. Pemodelan jejaring keyakinan Bayesian untuk menggambarkan probabilitas tercapainya langkah awal yang utama dalam rangka pengembangan agroindustri gula tebu, menggunakan software BBN Netica.

4.2.1 Analisis Kebutuhan

Analisis kebutuhan dalam penelitian ini membahas pokok-pokok kepentingan dan kebutuhan para pihak pemangku kepentingan dalam agroindustri gula tebu. Dengan menganalisis secara cermat mengenai kepentingan dan kebutuhan masing- masing pihak, diharapkan dapat menghasilkan gambaran yang lebih jelas mengenai kemungkinan munculnya potensi sinergis dan antagonis. Di samping itu dalam analisis kebutuhan akan terungkap para pelaku utama dalam agroindustri gula tebu. Kajian para pelaku dalam suatu sistem kegiatan usaha merupakan bagian dari ilmu ekonomi kelembagaan. Dalam ekonomi kelembagaan, kajian yang diarahkan untuk mengungkapkan perbedaan kepentingan yang muncul dalam pengambilan keputusan yang berorientasi pasar dan non-pasar, serta terjadinya biaya transaksi trancsaction cost dari kegiatan antar pelaku yang berulang-ulang, hal inilah merupakan unsur pembentuk harga Williamson, 1981 Pendapat Oliver E. Williamson, pemenang Nobel Ekonomi 2009, tepat diterapkan pada pengembangan agroindustri gula tebu terutama sesuai teorinya yang menyangkut ekonomi kelembagaan mengenai semakin sulitnya dan tidak menentunya biaya informasi yang pada penghujungnya sangat menentukan biaya atau harga produk gula. Lebih lanjut dalam analisis ekonomi kelembagaan berkenaan dengan para pelaku yang saling terkait dalam agroindustri gula tebu, telah mengakibatkan munculnya ketidak tentuan dan peluang aportunisme dalam setiap transaksi atau rangkaian transaksi. Hal inilah yang mengakibatkan gejala spekulasi yang dapat muncul pada tiap tahapan kegiatan agroindustri gula pada khususnya. Dengan pemahaman perilaku yang diturunkan dari teori ekonomi kelembagaan ini, maka diharapkan para pemangku kepentingan dapat menghindari setiap upaya dari luar sistem yang akan merugikan sistem. Tabel 9 Analisis kebutuhan sistem, pelaku ekonomi kelembagaan dan potensi konflik antar pelaku. No Pelaku Kebutuhan Potensi Konflik 1 Petani • Harga Tebu stabil layak • Penentuan Rendemen yang transparant • Peningkatan Pendapatan • Peningkatan Kesejahteraan • Kemudahan Info pasar • Harga tidak sesuai • Ketidak jelasan kriteria inspeksi rendemen 2 Dinas Pertanian • Peningkatan Produksi Tebu • Kesinambungan suplai tebu ke P.G. • Peningkatan Kualitas Tebu • Tercapai target produksi • Ketidaksesuaian pencapaian produksi tebu karena alternatif komoditas lain mis. Padi 3 Dinas Perdagangan • Peningkatan kualitas gula lokal • Penurungan Impor gula • Stabilitas harga gula nasional • Disparitas harga domestik dan internasional 4 Lembaga Pendana Keuangan • Tingkat suku bunga layak • Pengembalian Kredit lancar dan tepat waktu • Terjaminya modal yang diinvestasikan • Persaingan dengan sumber pendana informal 5 Pemerintah Daerah • Penciptaan lapangan pekerjaan • Peningkatan investasi daerah • Peningkatan infrastruktur • Kebocoran pasokan bahan baku tebu ke wilayah lain 6 Pemerintah Pusat • Pertumbuhan ekonomi nasional • Pengembangan agroindustri gula tebu • Pertumbuhan Kesejahteraan • Ketidakseimbangan portofolio pengembangan komoditas lain. 7 Industri Pabrikan Gula • Peningkatan keuntungan • Penurunan Biaya Produksi • Kontinuitas suplai bhn baku • Peningkatan Produktifitas • Ketersediaan Sumber Dana • Kelayakan Usaha bagi pengembangan pabrik baru • Harga tidak stabil • Kelemahan kelembagaan pendukung 8 Importir legal • Peningkatan keuntungan • Kemudahan prosedur impor • Harga gula memberikan keuntungan • Valas condong stabil • Persaingan dengan Importir ilegal penyelundupan • Nilai tukar valas fluktuatif. 9 Bea Cukai, Fiskal • Tercapai Target Pemasukan • Penurunan Penyelundupan, impor ilegal • Impor ilegal tak terkendali