Sejak awal tahun 2000 kebijakan pemerintah Indonesia cenderung mengkondisikan pasar gula diserahkan kepada mekanisme pasar sesuai hukum supply-demandsehingga
harga gula mengikuti harga internasional yang merujuk pada pasar berjangka London. Kebijakan pasar bebas ini mengakibatkan semakin terpuruknya beberapa pelaku usaha gula
nasional yang tidak dapat bersaing dengan pasar internasional. Pemangku penentu kebijakan menyadari hal ini, sehingga mulai tahun 2010 pemerintah menempuh kebijakan
jaminan kepastian harga berupa dana talangan yang bersaing dan mekanismenya seperti pada Gambar 11 dengan penjelasan sebagai berikut:
a. Apabila harga pasar terjadi di bawah harga talangan, maka petani akan dijamin memperoleh harga sesuai dengan harga talangan.
b. Apabila harga pasar terjadi di atas harga talangan, maka petani akan menikmati tambahan harga sesuai kesepakatan antara pemerintah dan petani.
Sebagai contoh penerapan mekanisme kebijakan harga talangan di atas, misal terjadi kesepakatan harga minimal yang akan dijamin penalangan oleh PTPN PG BUMN
sebesar Rp 5,000 per kg, dan kondisi pasar menunjukan harga Rp 6,500 per kg, maka bila disepakati distribusi proporsi Petani:PTPN = 60 : 40 masing-masing pihak akan
menerima kelebihan harga sebesar Rp 1,500 sebagai berikut: a. Petani : 60 x Rp 1,500 = Rp 900
b. PTPN : 40 x Rp 1,500 = Rp 600 Apabila harga pasar jatuh di bawah harga talangan harga minimal Rp 5,000, maka pihak
PTPN tetap akan memberikan talangan seharga Rp 5,000 per kg.
5.3 Aspek supply-demand dan pasar gula tebu di Indonesia
Hingga tahun 2010, kondisi neraca gula di Indonesia masih timpang pada posisi kekurangan supply sehingga bila kondisi defisit ini tidak dikendalikan maka akan
mengakibatkan kenaikan harga gula tanpa kendali. Pemerintah melaksanakan kebijakan pemenuhan kekurangan supply dalam jangka pendek dengan melakukan importasi gula,
yang mekanismenya dapat dijelaskan pada Gambar 12.
Gambar 12 Mekanisme kebijakan cadangan penyangga
Kebijakan cadangan penyangga dimaksudkan untuk menjaga stabilitas supply-demand dan harga, sehingga dengan terpeliharanya stabilitas pasok dan harga akan mengakibatkan
pemasok dan konsumen dapat melakukan perencanaan dengan mudah. Adapun mekanisme kebijakan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Apabila cadangan gula cenderung berlimpah sehingga harga pasar cenderung di bawah harga wajar, pemerintah melalui Perum BULOG akan membeli kelebihan
gula di pasar. b. Apabila harga pasar berada di atas harga wajar, pemerintah melalui Perum BULOG
akan melepas cadangan dan apabila cadangan tidak mencukupi maka akan dilakukan importasi gula dari pasar internasional.
5.4 Tantangan agroindustri gula tebu ke depan
Pada tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia mencapai 236 juta. Untuk memenuhi kebutuhan konsumsi gula, Indonesia memerlukan pasokan gula sebanyak 5 juta ton yang
terdiri dari 2.75 juta ton bagi pemenuhan konsumen langsung rumah tangga dan 2.25 juta ton untuk keperluan industri.
Merujuk pada Gambar 13 mengenai importasi gula, meskipun pola importasi sempat menurun setelah puncak importasi tertinggi tahun 2007, namun kecenderungan ke
depan diperkirakan akan semakin menaik sejalan dengan kenaikan permintaan konsumen. Produk gula nasional baru mampu memenuhi kebutuhan sebesar 53 saja sehingga masih
perlu impor sebesar 47 dari total kebutuhan.
Gambar 13 Importasi gula tebu 2005 – 2010
Dengan asumsi angka yang dikeluarkan oleh Kementerian BUMN bahwa kebutuhan gula konsumsi langsung rumah tangga meningkat per tahun sebesar 1.83 dan gula keperluan
industri naik sebesar 5 per tahun maka pada tahun 2014 akan diperlukan gula sebesar 5.7 juta ton. Suatu tantangan yang berat mengingat kondisi kemampuan produksi dalam
negeri yang jauh tertinggal dari kelajuan pertumbuhan permintaan.
Gambar 14 Strategi generik kebijakan impor - ekspor
Melihat strategi generik kebijakan impor-ekspor seperti pada Gambar 14 Jamaran, 2009, dalam kondisi defisit pasokan gula di dalam negeri, bila pemerintah belum dapat
melakukan kebijakan substitusi impor gula secara total, maka pemerintah dapat mendorong adanya foreign home investment atau mendorong pengolahan gula mentah di wilayah
790 1,510
2,990 1,820
1,600 2,040
‐ 1,000
2,000 3,000
4,000
1 2
3 4
5 6
Importasi Gula 2005 ‐ 2010 Sumber: DGI 2010
Indonesia. Berkenaan dengan ini, pemerintah telah memberikan ijin baru pembangunan pabrik gula rafinasi untuk meningkatkan kapasitas produksi gula.
Namun demikian kebijakan ini tidak semudah yang diharapkan karena terkandung kesulitan dalam penataan kondisi harmonis antara dua pabrik gula kristal putih berbahan
baku tebu dan pabrik gula kristal rafinasi berbahan baku gula mentah impor. Di samping itu kebijakan meningkatkan kinerja pabrik gula rafinasi mengandung resiko
ketergantungan pihak asing, mengingat hingga saat ini kebutuhan bahan baku gula mentah untuk pabrik gula rafinasi sepenuhnya diimpor dari luar negeri. Selain itu pabrik gula
rafinasi tidak mengakibatkan multiplier effect di sektor hulu, seperti penyerapan tenaga
kerja dan usaha terkait lainya.