Pengaruh penerapan strategi pemecahan masalah drawa picture terhadap kemampuan menyelesaikan soal cerita

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh

SAWATI

106017000490

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2010


(2)

SAWATI (106017000490), ”Pengaruh Penerapan Strategi Pemecahan Masalah Draw A Picture Terhadap Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita”. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Januari 2010.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh strategi pemecahan draw a picture terhadap kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa. Penelitian ini dilakukan di SD Islam Ruhama,Cirendeu- Tangerang Selatan Tahun Ajaran 2010/2011. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen dengan desain penelitian

Randomized Subjects Post-test Only Control Group Design. Subyek penelitian ini adalah 50 siswa yang terdiri dari 24 siswa untuk kelas eksperimen dan 26 siswa untuk kelas kontrol yang diperoleh dengan teknik cluster random sampling pada siswa kelas V. Pengumpulan data setelah diberikan perlakuan diperoleh dari nilai tes kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa pada pokok bahasan bilangan bulat. Tes yang diberikan terdiri dari 11 soal bentuk uraian. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa strategi pemecahan masalah draw a picture

berpengaruh terhadap kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa. Rata-rata kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa yang diajarkan dengan strategi pemecahan masalah draw a picture lebih tinggi dari rata-rata kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa yang diajarkan dengan strategi konvensional.


(3)

SAWATI (106017000490), “The Effect of Draw A Picture Problem Solving Strategy to The Ability to Finish The Story’s Question”. Thesis for Math Education, Faculty of Tarbiya and Teaching Science, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, January 2010.

The purpose of this research is to determine the effect of draw a picture problem solving strategy to the ability to finish the story’s question. The research was conducted at SD Islam Ruhama, Cirendeu-South Tangerang City for academic year 2010/2011. The method used in this research is quasi experimental method with Randomized Subjects Post-test Only Control Group Design. Subject for this research are 50 students consist of 24 students for of experimental group and 26 students for of control group which selected in cluster random sampling technique. The data collection after being given treatment obtained from the test scores of the ability to finish the story’s question at the subject of spherical number. Tests consisted of 11 questions in essay. The result of research revealed that there is effect of draw a picture problem solving strategy to the ability to finish the story’s question. The students who taught with draw a picture problem solving strategy have mean score of the ability to finish the story’s question higher than who taught with convensional strategy.


(4)

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya maka skripsi ini dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Matematika pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Disadari sepenuhnya bahwa kemampuan dan pengetahuan penulis sangat terbatas, maka adanya bimbingan, pengarahan dan dukungan dari berbagai pihak sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya, kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. H. Dede Rosyada, M.A, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

2. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd, sebagai Ketua Jurusan Pendidikan Matematika. 3. Bapak Otong Suhyanto, M.Si, sebagai Sekretaris Jurusan Pendidikan

Matematika.

4. Bapak Dr. Kadir, M.Pd, sebagai pembimbing I dan Ibu Lia Kurniawati, M.Pd, sebagai pembimbing II yang selalu memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

5. Bapak Firdausi, M.Pd, sebagai penasihat akademik yang selalu memberikan bimbingan dan nasihat kepada penulis selama proses perkuliahan.

6. Seluruh Dosen dan Staff Jurusan Pendidikan Matematika.

7. Bapak Hamidi, S.Pd.I, sebagai kepala SD Islam Ruhama, Cirendeu-Tangerang Selatan yang telah banyak membantu penulis selama penelitian berlangsung. 8. Bapak Fiqi Ramansyah, S.Pd, dan Ibu Dra.Aan, sebagai guru pamong tempat

penulis mengadakan penelitian.

9. Suamiku tercinta, Agustina Setiawan, S.E, yang senantiasa membantu, memotivasi, dan memberikan dukungan baik moril maupun materil.

10.Ayahanda dan Ibunda tercinta, Bapak Madsari dan Ibu Murti juga Bapak Madtolib Yusuf dan Ibu Enat Muhpaeni yang senantiasa memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(5)

dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

12.Siswa dan siswi kelas V SD Islam Ruhama, Cirendeu-Tangerang Selatan, khususnya kelas V.A dan V.B yang telah bersikap kooperatif selama penulis mengadakan penelitian.

13.Teman-temanku tercinta, Adlin Palina, Siti Mariam Juwaeni Ulfah, Rida,dan seluruh mahasiswa/mahasiswi jurusan pendidikan matematika angkatan 2006, semoga kebersamaan kita menjadi kenangan terindah untuk menggapai kesuksesan dimasa mendatang.

14.Teman-teman seperjuanganku, Dwi Ratna Wulandari, Mahmudah, Resti Restuati Fatimah, Ka Mimin, Ka Mas’udah, Mia Usniati, Nia Kurnia, Siti Chairunnisa, dan Lidya Ekawati yang selalu memberikan motivasi dan saling bertukar informasi selama penulisan skripsi ini. Semoga kita bisa wisuda bersama-sama.

15.Semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan, dorongan dan informasi serta pendapat yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Allah SWT dapat menerima sebagai amal kebaikan atas jasa baik yang diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan-kekurangan karena terbatasnya kemampuan penulis. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan umumnya bagi khazanah ilmu pengetahuan. Amin.

Jakarta, Oktober 2010

Penulis,

SAWATI


(6)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 8

A. Kajian Teoritis... 8

1. Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika ... 8

a. Pengertian Matematika... 8

b. Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika .... 15

2. Strategi Pemecahan Masalah Matematika ... 18

a. Masalah Matematika ... 18

b. Strategi Pemecahan Masalah... 21

3. Strategi Pemecahan Masalah Draw A Picture... 26

4. Strategi Pembelajaran Konvensional ... 34

5. Hasil Penelitian yang Relevan ... 39

B. Kerangka Berpikir... 40

C. Hipotesis Penelitian... 42


(7)

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 43

B. Metode dan Desain Penelitian... 43

C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ... 44

D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 45

1. Variabel yang Diteliti... 45

2. Sumber Data... 45

3. Instrumen Penelitian ... 45

4. Kisi-kisi Instrumen Tes... .... 46

5. Uji Instrumen Tes Penelitian... 47

a. Uji Validitas ... 50

b. Uji Reliabilitas ... 48

c. Taraf Kesukaran Butir Soal... 49

d. Daya Pembeda Butir Soal ... 50

E. Teknik Analisis Data... 51

1. Uji Normalitas... 51

2. Uji Homogenitas ... 52

3. Uji Hipotesis ... 53

F. Hipotesis Statistik ... 54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 55

A. Deskripsi Data... 55

1. Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Kelompok Eksperimen... 55

2. Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Kelompok Kontrol 57 B. Pengujian Persyaratan Analisis ... 61

1. Uji Normalitas... 61

a. Uji Normalitas Kelompok Eksperimen... 61

b. Uji Normalitas Kelompok Kontrol... 61

2. Uji Homogenitas ... 62

C. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan... 63

1. Pengujian Hipotesis... 63


(8)

D. Keterbatasan Penelitian... 70

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 71

A. Kesimpulan ... 71

B. Saran... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 73

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 76


(9)

Tabel 2.1. Perbedaan Strategi Pemecahan Masalah Draw A Picture Dengan

Strategi Konvensional... 38

Tabel 3.1. Kisi-kisi Instrumen Tes... 46

Tabel 3.2. Klasifikasi Interpretasi Taraf Kesukaran ... 49

Tabel 3.3. Klasifikasi Interpretasi Daya Pembeda ... 50

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Kelompok Eksperimen ... 56

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Kelompok Kontrol ... 58

Tabel 4.3. Perbandingan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol... 60

Tabel 4.4. Hasil Perhitungan Uji Normalitas ... 62

Tabel 4.5. Hasil Perhitungan Uji Homogenitas ... 62

Tabel 4.4. Hasil Uji Perbedaan dengan Statistik Uji t ... 64


(10)

Gambar 2.1. Teori Belajar Matematika Menurut M. Gagne... 11 Gambar 2.2. Tahapan Pemecahan Masalah Menurut G. Polya... 23 Gambar 2.3. Kerangka Berpikir ... 41 Gambar 4.1. Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Kemampuan

Menyelesaikan Soal Cerita Kelompok Eksperimen ... 57 Gambar 4.2. Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Kemampuan

Menyelesaikan Soal Cerita Kelompok Kontrol ... 59 Gambar 4.3. Suasana Kegiatan Belajar Mengajar di Kelas Dengan Strategi

Pemecahan Masalah Draw A Picture... 65


(11)

Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen 75

Lampiran 2. Lembar Kerja Siswa (LKS)... 93

Lampiran 3. Melakukan Operasi Hitung Bilangan Bulat Termasuk Penggunaan Sifat-sifatnya, Pembulatan, dan Penaksiran... 123

Lampiran 4. Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika ... 131

Lampiran 5. Kunci Jawaban Uji Coba Instrumen Tes... 133

Lampiran 6. Instrumen Penelitian ... 138

Lampiran 7. Kunci Jawaban Instrumen Penelitian ... 140

Lampiran 8. Perhitungan Validitas ... 144

Lampiran 9. Perhitungan Reliabilitas ... 146

Lampiran 10. Uji Tarap Kesukaran ... 147

Lampiran 11. Uji Daya Pembeda Butir Soal ... 149

Lampiran 12. Perhitungan Uji Validitas, Reliabilitas, Taraf Kesukaran dan Daya Pembeda... 151

Lampiran 13. Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika Kelompok Eksperimen Dan Kelompok Kontrol... 153

Lampiran 14. Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi, Mean, Median, Modus, Quartil, Presentil, Varians, Simpangan Baku, Kemiringan, dan Kurtosis Kelompok Eksperimen ... 154

Lampiran 15. Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi, Mean, Median, Modus, Quartil, Presentil, Varians, Simpangan Baku, Kemiringan, dan Kurtosis Kelompok Kelompok Kontrol ... 158

Lampiran 16. Perhitungan Uji Normalitas Kelompok Eksperimen... 162

Lampiran 17. Perhitungan Uji Normalitas Kelompok Kontrol ... 164

Lampiran 18. Perhitungan Uji Homogenitas ... 166

Lampiran 19. Perhitungan Uji Hipotesis Statistik ... 167

Lampiran 20. Pedoman Wawancara Siswa ... 169


(12)

xi

Lampiran 22. Hasil Pengerjaan LKS Siswa... 173

Lampiran 23. Nilai Koefisien Korelasi ”r” Product Moment... 202

Lampiran 24. Luas Kurva Di Bawah Normal... 204

Lampiran 25. Nilai Kritis Distribusi Kai Kuadrat (Chi Square) ... 205

Lampiran 26. Nilai Kritis Distribusi F... 207


(13)

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat dewasa ini menuntut umat manusia untuk terus mengembangkan wawasan dan kemampuan diberbagai bidang, terutama dibidang sains dan teknologi. Oleh karena itu, maka pendidikan menjadi suatu hal penting untuk dikembangkan. Pendidikan adalah investasi sumber daya manusia jangka panjang yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan peradaban manusia di dunia. Oleh sebab itu, hampir semua Negara menempatkan variabel pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan utama dalam konteks pembangunan bangsa dan Negara. Begitu juga Indonesia menempatkan pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan utama. Hal ini dapat dilihat dari isi pembukaan UUD 1945 alinea IV yang menegaskan bahwa salahsatu tujuan nasional bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.

Fungsi dan tujuan pendidikan di Indonesia salah satunya adalah untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, yang cerdas intelektualnya, dan mempunyai iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sebagaimana tertera dalam undang-undang RI No.20 Tahun 2003 tentang pendidikan nasional menjelaskan:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembanganya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.1

Mutu pendidikan yang baik akan menciptakan output yang baik pula serta dapat memberikan kompetensi yang bermanfaat. Salah satu upaya untuk

1

Badrudin dkk, Media Pendidikan, Jurnal Pendidikan Keagamaan, Vol.XXIV, No.1, (Bandung: Redaksi Media Pendidikan, 2009), h.10


(14)

meningkatkan mutu pendidikan adalah dengan mengoptimalkan proses pembelajaran di kelas. Para ahli pendidikan dan pemerintah tak henti-hentinya berusaha menyempurnakan sistem pembelajaran melalui pemutakhiran kurikulum dan pendekatan pembelajaran. Peran pemerintah sangat besar dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Pemerintah secara terus-menerus melakukan upaya-upaya strategis agar mutu pendidikan tiap tahunnya meningkat. Hal ini ditandai dengan beberapa kali perubahan kurikulum, tujuan perubahan tersebut tidak lain agar terwujud pendidikan yang bermutu.

Upaya mewujudkan tujuan pendidikan tersebut diatas, banyak terdapat permasalahan, salah satunya adalah rendahnya prestasi belajar siswa dalam bidang studi tertentu termasuk didalamnya bidang studi matematika yang dirasa sangat sulit, banyak siswa merasa takut, enggan dan kurang tertarik terhadap mata pelajaran matematika. Banyak siswa yang kurang tertantang untuk mempelajari dan menyelesaikan soal matematika, terutama soal-soal cerita. Padahal matematika sangat diperlukan siswa dalam mempelajari dan memahami mata pelajaran lain.

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern. Selain itu, matematika juga berperan penting dalam mengembangkan berbagai disiplin ilmu dan dan memajukan daya pikir manusia. Hal ini terlihat jelas dengan diterapkannya beragam ilmu matematika seperti teori bilangan, aljabar, teori peluang, dan matematika diskrit sebagai penunjang utama dalam mengembangkan bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini. Untuk menguasai dan mencipta teknologi ini tentu saja diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.

Matematika diajarkan sejak dibangku sekolah dasar sangatlah tepat, sebab paling tidak jika seseorang belajar matematika maka orang tersebut mampu melakukan perhitungan-perhitungan sederhana, memiliki persyaratan untuk belajar ilmu-ilmu yang lain, mampu melakukan perhitungan secara


(15)

mudah dan praktis serta diharapkan pula orang mempelajari matematika dapat menjadi orang yang tekun, kritis, berpikir logis, bertanggung jawab dan mampu menyelesaikan masalah. Kemampuan dasar berhitung ditingkat sekolah dasar merupakan kemampuan matematis yang didalamnya termuat kemampuan melakukan pengerjaan-pengerjaan hitung seperti menjumlah, mengurang, mengalikan, membagi, memangkatkan, menarik logaritma, memanipulasi bilangan-bilangan dan lambang-lambang matematika, serta kemampuan untuk mengubah bahasa verbal kedalam model matematika (kemampuan menyelesaikan soal cerita). Kemampuan tersebut hingga saat ini masih belum seperti yang diharapkan.

Swafford dan Langrall sebagaimana yang dikutip oleh Lia Kurniawati dalam pendekatan baru dalam proses pembelajaran matematika dan sains dasar menyatakan bahwa “dari hasil penelitian terhadap siswa kelas 6 yang diberikan soal-soal cerita/word problem dengan berbagai macam/tingkatan soal cerita tersebut, hanya 20% siswa yang dapat menginterpretasikan soal cerita kedalam bentuk symbol. Akibatnya hanya sedikit sekali yang mampu menggunakan persamaan untuk memecahkan soal-soal yang berkaitan”.2 Hal ini selaras dengan hasil penelitian Soedjadi menyatakan bahwa daya serap rata-rata siswa SD untuk mata pelajaran matematika hanya sebesar 42%. Kenyataan ini juga didukung oleh Jailani yang menyatakan bahwa kemampuan siswa untuk membuat model matematika dan menyelesaikan soal cerita masih sangat rendah. Rendahnya penguasaan siswa akan soal cerita ini disebabkan oleh kurangnya penguasaan materi pengait dan prosedur penyelesaian.3

Kenyataan itu menunjukkan bahwa dalam pembelajaran matematika soal-soal yang berbentuk cerita perlu dikembangkan. Soal cerita merupakan penerapan keterampilan berhitung dalam kehidupan sehari-hari. Disamping itu juga soal cerita dapat melatih siswa untuk berpikir secara deduktif,

2

Gelar Dwirahayu dkk, pendekatan Baru Dalam Pembelajaran Sains dan Matematika Dasar: Sebuah Antologi, Cet.I,(Jakarta: PIC UIN Jakarta, 2007), h. 46

3

Winihasih dkk, Sekolah Dasar (Kajian Teori dan Praktik Pendidikan), (Malang: Unit Pelaksana Program Guru Kelas Sekolah Dasar, 2000), h. 55


(16)

membiasakan siswa untuk melihat hubungan antara kehidupan sehari-hari dengan pengetahuan matematika yang telah mereka peroleh di sekolah, dan memperkuat pemahaman terhadap konsep matematika tertentu.

Menurut Bahri, rendahnya kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita matematika disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:4

1. Metode belajar yang dipilih guru dinilai kurang tepat karena masih menggunakan metode konvensional yang masih belum dapat mengakomodasi peningkatan kemampuan siswa dalam memahami soal cerita.

2. Kurangnya interaksi antar siswa dalam kelompok dan 3. Rendahnya motivasi siswa dalam menyelesaikan soal cerita.

Berdasarkan pada beberapa penyebab permasalahan di atas, maka dapat diketahui bahwa sebenarnya daya analisis siswalah yang menjadi letak permasalahan tersebut. Siswa masih mengalami kesulitan dalam memahami masalah, membuat model matematika, menyelesaikan masalah, serta menafsirkan masalah untuk menentukan solusinya. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemecahan masalah (problem solving) merupakan salah satu strategi pembelajaran yang dianggap efisien dalam usaha untuk mencapai tujuan pengajaran.

Menurut Darwis, pembelajaran pemecahan masalah merupakan salah satu strategi belajar yang dapat menolong siswa dalam meningkatkan daya analisisnya.5 Sedangkan Gagne dalam Suwangsih, menyatakan bahwa “keterampilan intelektual tingkat tinggi dapat dikembangkan melalui pemecahan masalah”. Hal ini dapat dipahami sebab pemecahan masalah

4

Saeful Bahri, Peningkatan Kemampuan Menyelesaikan Soal cerita Sistem Persamaan Linear Dua Variabel Melalui Strategi Problem Solving, Jurnal Pendidikan Inovatif, Jilid 4, Nomor 2, (Balik Papan: YSN-KPS, 2009), h. 78 Dari http://www.saskschool.ca/curr_content/mathcatch/problem_solve/pdf. 18 Agustus 2010, 19.27 WIB.

5


(17)

merupakan tipe belajar yang paling tinggi dari tipe-tipe belajar yang dikemukakan Gagne, yaitu : belajar isyarat, stimulus respon, rangkaian gerak, rangkaian verbal, membedakan, pembentukan konsep, pembentukan aturan dan pemecahan masalah.

Lebih spesifik lagi, bahwa strategi pembelajaran pemecahan masalah yang diberikan adalah dengan membuat gambar (draw a picture). Strategi ini berkait dengan pembuatan sket atau gambar, sehingga dengan strategi ini, hal-hal yang diketahui tidak hanya dibayangkan di dalam otak saja namun bisa dituangkan ke atas kertas. Penggunaan gambar dalam pembelajaran matematika juga memungkinkan siswa secara visual mengkonstruksi masalahnya. Beberapa masalah dapat diselesaikan lebih mudah setelah ada gambarnya. Penggunaan gambar membantu siswa menemukan hubungan. Antar komponen dalam masalah serta dengan menggunakan gambar pula, siswa terbantu belajar menemukan informasi kunci di dalam suatu masalah serta mengabaikan informasi yang tidak perlu.

Strategi ini dapat membantu siswa untuk mengungkapkan informasi yang terkandung dalam masalah sehingga hubungan antar komponen dalam masalah tersebut dapat telihar dengan lebih jelas. Hal yang perlu digambar adalah bagian-bagian terpenting yang diperkirakan mampu memperjelas permasalahan yang dihadapi. Menurut Krismanto, Strategi pemecahan masalah dengan membuat gambar dapat mempermudah memahami masalahnya dan mempermudah mendapatkan gambaran umum penyelesaiannya.6

Menurut teori belajar Peaget seorang ahli psikologi berkebangsaan Swiss, anak SD (usia 7 – 11 tahun) termasuk kepada tahap perkembangan operasi Konkrit. Umumnya anak-anak pada tahap ini belum mampu berpikir secara abstrak tetapi mampu memahami operasi logis dengan bantuan

6

Krismanto, Beberapa Teknik, Model, Dan Strategi Pembelajaran Matematika,( Yogyakarta: DEPDIKNAS, 2003), Dari http://matemarso.files.wordpress.com/2008/04/strategi pembelajaran-matematika.pdf, h. 6. 5 Agustus 2010 16.00 WIB


(18)

benda konkrit. Berdasarkan hal ini Adjie dan Maulana dalam bukunya Pemecahan Masalah Matematika mengatakan, bahwa bagi siswa yang belum dapat berpikir abstrak pendekatan pembelajaran dengan membuat gambar terlebih dahulu akan sangat membantu. Hal tersebut dapat dilakukan secara konkrit atau dengan gambaran obyek yang dimaksud.

Dengan adanya penerapan straegi pembelajaran pemecahan masalah

draw a picture diharapkan dapat membantu siswa sekolah dasar dalam memahami konsep matematika dan menganalisis setiap soal yang diberikan serta dapat terlibat lebih jauh dalam proses belajar mengajar secara efektif sehingga siswa terdorong untuk memahami setiap materi yang diajarkan guru. Berdasarkan uraian-uraian yang dipaparkan, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pembelajaran matematika dengan judul

“Pengaruh Penerapan Strategi Pemecahan Masalah Draw A Picture Terhadap Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita”.

B.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Hasil belajar Matematika rendah.

2. Siswa beranggapan bahwa matematika adalah pelajaran yang menakutkan. 3. Proses pembelajaran matematika di kelas masih monoton.

4. Rendahnya motivasi dan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita.

C.

Pembatasan Masalah

Brdasarkan identifikasi masalah diatas, maka pada penelitian ini dibatasi pada poin kelima yaitu pada masalah perbandingan kemampuan


(19)

siswa dalam menyelesaikan soal cerita yang diajar menggunakan strategi pemecahan masalah draw a picture dengan siswa yang diajar menggunakan pembelajaran konvensional di kelas V SD Islam Ruhama.

D.

Perumusan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada rumusan masalah yaitu, (1) Apakah terdapat pengaruh penerapan strategi pemecahan masalah draw a picture dalam pembelajaran di kelas terhadap kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita, dan (2) Bagaimana kemampuan siswa menyelesaikan soal cerita dengan strategi pemecahan masalah draw a picture.

E.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memperoleh strategi pembelajaran yang cocok bagi siswa SD/MI kelas V yang dapat meningkatkan kemampuan matematika siswa, serta untuk mengetahui apakah strategi pemecahan masalah draw a picture dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita?

F.

Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan:

1. Siswa merasa senang dalam mengikuti proses pembelajaran matematika sehingga dapat meningkatkan aktivitas dan minat belajarnya terhadap matematika.


(20)

3. Memberikan alternatif kepada guru untuk menentukan strategi yang sesuai dalam pembelajaran matematika di kelas.

4. Memberikan kontribusi penerapan pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah draw a picture terhadap peningkatan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita.

5. Dapat memberikan motivasi untuk memahami bahan materi yang diajarkan.

6. Dapat memberikan alternatif pembelajaran untuk diterapkan dan dikembangkan di sekolah serta dapat menjadi informasi untuk mengenalkan lebih dalam tentang penerapan strategi pembelajaran pemecahan masalah dengan membuat gambar (draw a picture).


(21)

BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A.

Kajian Teoritis

1.

Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika

a.

Pengertian Matematika

Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang berkaitan erat dengan fenomena kehidupan, mulai dari fenomena yang sederhana sampai fenomena yang kompleks. Penguasaan matematika sangat diperlukan dalam kehidupan, hal ini karena ilmu matematika memberikan sumbangan yang cukup besar dalam pembentukan manusia unggul dimana salah satu kriteria manusia unggul adalah manusia yang dapat menggunakan nalarnya untuk kemajuan umatnya, berfikir kreatif dan produktif, mampu mengambil keputusan, mampu memcahkan masalah, dan mampu mengelola/mengendalikan diri.

Soedjadi memberikan enam definisi atau pengertian tentang matematika, yaitu: (1) matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir dengan baik, (2) matematika adalah pengetahuan tntang bilangan dan kalkulasi, (3) matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logika dan berhubungan dengan bilangan, (4) matematika adalah pengetahuan tetang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk, (5) matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik, dan (6) matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.1

Reys dkk berpendapat bahwa matematika adalah telaahan tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berfikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat. Hal ini selaras dengan pendapatnya Johnson dan Rising yang mengemukakan bahwa matematika adalah pola berfikir, pola

1

Nahrowi Adjie dan Maulana, Pemecahan Masalah Matematika,Ed.I. Cet.I, (Bandung : UPI PRESS, 2006), h. 34


(22)

mengorganisasikan, pembuktian yang logis, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi. Matematika adalah pengetahuan struktur yang terorganisasi, sifat-sifat dalam teori-teori dibuat secara deduktif berdasarkan kepada unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, sifat atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya. Matematika adalah ilmu tentang keteraturan pola atau ide, dan matematika itu adalah suatu seni, keindahannya terdapat pada keterurutan dan keharmonisannya.2

Dari beberapa definisi matematika yang dikemukakan oleh para ahli diatas, maka jelas sekali bahwa matematika merupakan salah satu bagian yang terpenting dalam bidang ilmu pengetahuan. Apabila dilihat dari sudut pengklasifikasian bidang ilmu pengetahuan, matematika termasuk ke dalam kelompok ilmu-ilmu eksakta, yang lebih banyak memerlukan pemahaman daripada hapalan. Untuk dapat memahami suatu pokok bahasan dalam matematika, siswa harus mampu menguasai konsep-konsep matematika dan keterkaitannya serta mampu menerapkan konsep-konsep tersebut untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.

Dalam kurikulum SD 2004, matematika berfungsi mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus matematika sederhana yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari melalui materi bilangan, pengukuran dan geometri. Matematika juga berfunsi mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan bahasa melalui model matematika yang dapat berupa kalimat dan persamaan matematika, diagram, grafik, atau tabel. Dan tujuan pembelajaran matematika adalah :3

1) Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyalidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukan kesamaan, perbedaan, konsisten, dan inkonsisten.

2

Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, Cet.I, (Bandung: UPI PRESS, 2006) , h.4

3


(23)

2) Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan serta mencoba-coba.

3) Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.

4) Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau

mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, peta, dan diagram dalam menjelaskan gagasan.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan, bahwa matematika adalah suatu ilmu pengetahuan tentang bilangan, logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang direpresentasikan menggunakan simbol-simbol, yang dipandang dapat menstrukturkan pola berpikir yang sistematis, kritis, logis, cermat dan konsisten dalam menyelesaikan suatu masalah.

Menurut Gagne dalam Suwangsih, mengemukakan bahwa dalam belajar matematika ada dua objek yang dapat diperoleh siswa, yaitu objek langsung dan objek tidak langsing. Objek tidak langsung antara lain kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, belajar mandiri, bersikap positif terhadap matematika, dan tahu bagaimana semestinya belajar. Sedangkan objek langsung berupa fakta, keterampilan, konsep, dan aturan.

1) Fakta

Fakta adalah objek matematika yang tinggal menerimanya, seperti lambang bilangan, sudut, dan notasi-notasi matematika liannya.

2) Keterampilan

Keterampilan yaitu berupa kemampuan memberikan jawaban dengan cepat dan tepat.

3) Konsep

Konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan kita dapat megelompokkan objek kedalam contoh dan non contoh.

4) Aturan


(24)

Gagne yakin bahwa belajar dapat ditingkatkan jika subtugas-subtugas yang dibutuhkan untuk menuntaskan tugas-tugas yang lebih luas sudah secara jelas diidentifikasi dan diurutkan. Agar lebih jelas, perhatikan diagram berikut :

Sumber: Suwangsih dan Tiurlina (2006: 80)

Gambar 2.1Teori belajar matematika menurut M. Gagne Kemampuan

Dalam hal ini a dan b merupakan sub tugas, sedangkan c, d, e, f, dan g merupakan subtugas yang lebih kecil dari subtugas a dan b. Sebagai contoh, untuk menjelaskan konsep atau tugas utama tentang perpangkatan, kita membutuhkan subtugas konsep perkalian. Sedangkan konsep perkalian membutuhkan konsep penambahan. Misalnya

Adjie dan Maulana dalam bukunya yang berjudul pemecahan masalah matematika mengatakan bahwa:

Belajar matematika tidaklah bermakna jika tidak dikaitkan dalam kehidupan sehari-hari. Karena dalam kegiatan kehidupan sehari-hari manusia sering membutuhkan bantuan ilmu matematika, misalnya dalam jual beli, bertani dan lain-lain. Karena memang matematika tumbuh dan berkembang dari kehidupan sehari-hari manusia dengan segala aktivitasnya. Misalnya saja dalam perkembangan bilangan, yang dimulai dari bilangan asli, bilangan cacah, bilangan bulat, bilangan rasional/irrasional, bilangan khayal, dan bilangan kompleks muncul secara bertahap sesuai dengan kebutuhan manusia terhadap bilangan.4

4

Ibid, h. 45

a

c

b

f g


(25)

Hal ini tercermin bahwa belajar matematika pada hakikatnya adalah belajar tentang kehidupan manusia sehari-hari, karena dalam kehidupan sehari-hari manusia sering melakukan aktivitas-aktivitas yang brhubungan dengan kegiatan yang membutuhkan suatu cara untuk melakukannya dengan penalaran yang melibatkan ilmu matematika. Dengan demikian, belajar matematika memberikan sumbangan yang cukup besar dalam membantu manusia untuk mampu berkompetisi dalam memenuhi segala kebutuhan hidupnya.

Menurut Suwangsih dan Tiurlina, Sifat-sifat proses belajar matematika adalah:

1) Belajar matematika merupakan suatu interaksi antara anak dengan lingkungan. Dari lingkungannya si anak memilih apa yang ia butuhkan dan apa yang dapat ia pergunakan untuk pertumbuhan dan perkembangannya.

2) Belajar berarti berbuat

Belajar matematika adalah suatu kegiatan, dengan bermain, berbuat, bekerja dengan alat-alat. Dengan berbuat anak menghayati sesuatu dengan seluruh indera dan jiwanya. Konsep-konsep matematika menjadi lebih jelas dan mudah dipahami oleh anak sehingga konsep itu benar-benar tahan lama didalam ingatan siswa.

3) Belajar matematika berarti mengalami

Mengalami berarti menghayati sesuatu aktual penghayatan. Dengan mengalami berulang-ulang perbuatan maka belajar matematika akan menjadi efektif, teknik akan menjadi lancar, konsep makin lama makin jelas dan generalisasi makin mudah disimpulkan. Belajar matematika adalah suatu aktivitas yang bertujuan supaya tujuan matematika yang dirumuskan tercapai, maka pembelajaran harus menimbulkan aktivitas pada anak didik. Dengan meningkatnya aktivitas anak maka semakin meningkat pula pengalaman anak.


(26)

4) Belajar matematika memerlukan motivasi

Anak didik adalah manusia yang membutuhkan bantuan dari sekitarnya sehingga dapat berkembang secara harmonis. Anak didik membutuhkan kemampuan untuk berkembang, misalnya kebutuha untuk mengetahui dan menyelidiki , memperbaiki prestasi dan mendapatkan kepuasan atas hasil pekerjaannya. Dengan memenuhi kebutuhan anak akan merupakan motivasi untuk mendorong atau melakukan suatu kegiatan. Motivasi itu dapat dirangsang melalui:

a) Merencanakan kegiatan belajar matematika dengan memperhitungkan kebutuhan minat dan kesanggupan anak didik.

b) Menggunakan perencanaan pembelajaran matematika bersama dengan anak didik.

5) Belajar matematika memerlukan kesiapan anak didik

Kesiapan artinya bahwa anak sudah matang dan sudah menguasai apa yang diperlukan. Anak yang belum siap tidak bolah dipaksa untuk belajar matematika karena akan membuat anak itu malas belajar dan merasa tidak mampu belajar.

6) Belajar matematika harus menggunakan daya pikir

Berpikir konkrit pada prinsipnya hanya pada jenjang SD dan setelah itu akan beralih ke taraf berpikir abstrak. Hal ini disebabkan matematika merupakan ilmu yang abstrak. Untuk membantu anak berpikir abstrak, harus banyak dinerikan pengalaman-pengalaman dengan berbagai alat peraga. Pengalaman-pengalamn berpikir akan memberikan kesanggupan kepada anak untuk memecahkan persoalan dalam kehidupan sehari-hari. 7) Belajar matematika melalui latihan (drill)

Untuk memperoleh keterampilan dalam matematika dipeoleh latihan berkali-kali atau terus menerus.

Belajar matematika menurut paham konstruktivisme yaitu ketika siswa mencoba menyelesaikan tugas-tugas di kelas, maka pengetahuan matematika dikonstruksi secara aktif. Para ahli konstruktivisme yang lain mengatakan bahwa dari perspektifnya konstruktivis, belajar matematika


(27)

bukanlah suatu proses ’pengepakan’ pengetahuan secara hati-hati, melainkan hal mengorganisir aktivitas, dimana kegiatan ini diinterpretasikan secara luas termasuk aktivitas dan berfikir konseptual. Selanjutnya didefinisikan oleh Cobb bahwa belajar matematika merupakan proses dimana siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan matematika.5

Hal ini nampak bahwa para ahli konstruktivis setuju bahwa belajar matematika melibatkan manipulasi aktif dari pemaknaan bukan hanya bilangan dan rumus-rumus saja. Setiap tahap dari pembelajaran harus melibatkan suatu proses penelitian terhadap makna dan penyampaian keterampilan hafalan dengan cara yang tidak ada jaminan bahwa siswa akan menggunakan keterampilan intellegennya dalam setting matematika.

Dalam pembelajaran matematika ini beberapa ahli konstruktivisme telah menguraikan indikator belajar mengajar berdasarkan konstruktivisme. Confrey menyatakan :

...sebagai seorang konstruktivisme ketika saya mengajarkan matematika, saya tidak mengajarkan tentang struktur matematika yang objeknya ada di dunia ini. Saya mengajar mereka, bagaimana mengembangkan kognisi mereka, bagaimana melihat dunia melalui sekumpulan lensa kuantitatif yang saya percaya akan menyediakan suatu cara yang powerful untuk memahami dunia, bagaimana mereflesikan lensa-lensa itu untuk menciptakan lensa-lensa yang lebih kuat, dan bagaimana mengapresiasi peranan dari lensa dalam memainkan pengembangan kultur mereka. Saya mencoba untuk mengajarkan untuk mengembangkan satu alat intelektual yaitu matematika.6

Hal ini tercermin bahwa matematika hanyalah sebagai alat untuk berfikir, fokus utama mengajar matematika adalah memberdayakan siswa untuk berfikir mengkonstruksi pengetahuan matematika yang pernah ditemukan oleh ahli-ahli sebelumnya.

Dari uraian diatas, maka dapat dikatan bahwa belajar matematika merupakan suatu interaksi antara anak dengan lingkungan, belajar menggunakan daya pikir, dan belajar matematika merupakan belajar yang

5

Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, Cet.I, (Bandung: UPI PRESS, (2006),h.114

6


(28)

cenderung melatih dan membimbing siswa yang mengarah pada kemampuan kognitif, yaitu berkenaan dengan kemampuan berpikir, mengetahui, memahami, bernalar, dan memecahkan masalah.

b.

Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, kata ‘mampu’ mempunyai arti “kuasa, bisa, dapat, dan sanggup untuk melakukan sesuatu”. Sedangkan ‘kemampuan’ yaitu “kesanggupan, kekuatan, dan kecakapan seseorang dalam melakukan sesuatu”.7

Jadi, kemampuan adalah kesanggupan seseorang untuk dapat melakukan sesuatu dengan baik dan terampil. Kesanggupan dan kecakapan sangat dibutuhkan untuk menemukan ide-ide baru dalam menghadapi suatu permasalahan. Kemampuan merupakan perwujudan dari bakat yang telah dilatih melalui pembelajaran berupa tindakan yang terencana dan dapat dilakukan pada saat diperlukan. Kemampuan juga dapat diartikan sebagai kesanggupan seseorang dalam melakukan sesuatu usaha atau tindakan sebagai hasil dari pembawaan dan latihan. Kemampuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam mengerjakan soal cerita matematika.

Salah satu tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam pelajaran matematika adalah tes yang berbentuk uraian, tes ini dapat berupa soal cerita yang dapat berfungsi untuk memperlancar daya pikir atau nalar siswa dalam menginterpretasikan pengertian-pengertian yang dimiliki siswa. Hal itu penting sekali diberikan dalam pembelajaran matematika, karena pada umumnya soal cerita dapat digunakan untuk melatih siswa dalam menyelesaikan masalah. Masalah timbul ketika siswa berhadapan dengan kesulitan yang tidak dapat menemui jawaban atau pemecahan secara langsung.

7

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed. 3 – cet.2, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 707


(29)

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, ‘soal’ mempunyai arti “suatu pertanyaan yang menuntut jawaban atau sesuatu hal atau masalah yang harus dipecahkan”.8 Sedangkan ‘cerita’ adalah “tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal, peristiwa, atau kejadian”.9

Dari pengertian mengenai ‘soal’ dan ‘cerita’ diatas, maka dapatlah diartikan bahwa soal cerita matematika adalah soal matematika yang diungkapkan melalui kalimat yang bermakna. Kebermaknaan berarti soal tersebut mengandung masalah yang menuntut pemecahan. Bobot masalah yang diungkapkan akan mempengaruhi panjang pendeknya cerita tersebut.10 Selain itu, dapat diartikan pula bahwa soal cerita dalam matematika adalah soal yang disajikan dalam bentuk kalimat sehari-hari dan umumnya merupakan aplikasi dari konsep matematika yang dipelajari.11

Selaras dengan hal diatas, Schwarzkopf menyatakan bahwa “soal cerita sebagai kebutuhan terjemahan antara dunia nyata (real world) dan matematika, dua bingkai tentang pemecahan soal cerita : disatu sisi ada ‘real world’ tersusun, memberi suatu pemahaman sehari-hari tentang soal cerita. Pada sisi yang lain adalah ‘matematika’ tersusun, mungkin dalam bentuk pertanyaan atau konteks dari pelajaran matematika. untuk memecahkan suatu soal cerita, para siswa akan menghubungkan pengetahuan yang terbentuk dari dua hal tadi”.12

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa soal cerita adalah uraian kalimat yang dituangkan dalam bahasa verbal yang menguraikan suatu masalah yang mengandung suatu pertanyaan yang harus dipecahkan, serta merupakan suatu bentuk masalah yang memiliki prosedur yang terpola. Bahasa verbal dalam matematika adalah suatu bentuk kalimat dimana kalimat terakhirnya merupakan kalimat pertanyaan yang

8

Ibid, h. 1080

9

Ibid, h. 210

10

Winihasih dkk, Sekolah Dasar (Kajian Teori dan Praktik Pendidikan), (Malang: Unit Pelaksana Program Guru Kelas Sekolah Dasar, 2000), h. 55

11

Gelar Dwirahayu dkk, Pendekatan Baru Dalam Pembelajaran Sains dan Matematika Dasar: Sebuah Antologi, Cet.I,(Jakarta: PIC UIN Jakarta, 2007), h. 48

12


(30)

memerlukan jawaban. Sedangkan yang dimaksud memiliki prosedur terpola adalah menyelesaikan masalah sesuai dengan konsep-konsep atau stuktur-struktur matematika yang telah didapat dan dipelajari.

Jadi, kemampuan menyelesaikan soal cerita adalah kesanggupan seseorang dalam menyelesaikan soal matematika yang disajikan dengan kalimat yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari serta memuat masalah yang menuntut pemecahan dengan baik dan terampil sebagai hasil dari latihan selama proses pembelajaran.

Karakteristik soal cerita adalah sebagai berikut:13

1) Soal dalam bentuk ini merupakan suatu uraian yang memusat satu/beberapa konsep matematika sehingga siswa ditugaskan untuk merinci konsep-konsep yang terkandung dalam soal tersebut.

2) Umumnya uraian soal merupakan aplikasi konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari /keadaan nyata/real world, sehingga siswa seakan-akan menghadapi kenyataan sebenarnya.

3) Siswa dituntut menguasai materi test dan bisa mengungkapkannya dalam bahasa tulisan yang baik dan benar.

4) Baik untuk menarik hubungan antara pengetahuan yang telah dimiliki siswa dengan materi yang sedang dipikirkannya.

Penyelesaian soal cerita memerlukan keterampilan memilah apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, dan pengerjaan apa yang diperlukan.14 Keterampilan memilah apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan merupakan keterampilan dalam memahami persoalan. Untuk memahami persoalan siswa diminta untuk membaca soal, menyatakan kembali dengan kata-kata sendiri, mengungkap makna dari setiap kalimat, apa yang diketahui, dan apa yang ditanyakan. Sedangkan melakukan pengerjaan apa yang diperlukan merupakan keterampilan siswa dalam membuat model atau kalimat matematika dan menghubungkan jenis operasi bilangan yang diperlukan dari soal cerita dan menyelesaikan kalimat matematika tersebut

13

Ibid, h. 48

14

Winihasih dkk, Sekolah Dasar (Kajian Teori dan Praktik Pendidikan), (Malang: Unit Pelaksana Program Guru Kelas Sekolah Dasar, 2000), h. 57


(31)

serta melihat kembali jawabannya untuk mengetahui benar atau salah hasil pengerjaannya itu.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa untuk dapat menyelesaikan soal cerita matematika diperlukan kemampuan menetukan kalimat yang diketahui dalam soal, kemampuan menentukan kalimat yang ditanyakan dalam soal, kemampuan membuat model matematika, kemampuan melakukan komputasi, dan kemampuan menginterpretasi jawaban model pada permasalahan semula.

Terkait dengan hal di atas, Marsudi Raharjo dalam Pembelajaran Soal Cerita Berkait Penjumlahan Dan Pengurangan di SD mengemukakan, bahwa penyelesaian soal cerita dengan membuat gambar dari materi yang sedang diceritakan itu jelas akan menurunkan tingkat kesulitan soal dari gambaran semula yang terasa gelap menjadi terang, yakni dari sulit menjadi mudah dan menarik.15 Dengan demikian, penggunaan strategi pemecahan masalah draw a picture (dengan membuat gambar) merupakan suatu cara belajar yang dianggap efisien dalam usaha untuk membantu siswa dalam memahami maksud dan isi dalam soal cerita di sekolah dasar (SD) yang belum dapat berpikir abstrak.

2.

Strategi Pemecahan Masalah Matematika

a.

Masalah Matematika

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering dihadapkan kepada masalah-masalah yang menuntut kita untuk menyelesaikannya. Kata ”masalah” mengandung arti yang komprehensif. Oleh karenanya akan terjadi berbagai tanggapan yang berbeda dalam menghadapi masalah tertentu. Dalam hal ini terjadi perbedaan sikap terhadap sesuatu kejadian

15

Marsudi Raharjo, Pembelajaran Soal Cerita Berkait Penjumlahan Dan Pengurangan di SD, Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan, (Yogyakarta: Pusat Pengembangan Dan Pemberdayaan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Matematika, 2008), Dari http://www.saskschool.ca/curr_content/mathcatch/PAKEM/str.pdf h.10. 25 Juli 2010 WIB


(32)

atau kondisi tertentu. Misalnya, sesuatu akan menjadi masalah bagi anak-anak, tetapi belum tentu menjadi masalah bagi orang dewasa.

Biasanya masalah muncul pada saat /situasi yang tidak diharapakan atau muncul karena akibat kita melakukan suatu pekerjaan, atau jika merencanakan suatu kegiatan (proyek) kita akan menemukan berbagai permasalahan yang muncul. Munculnya masalah tersebut dapat dikatakan /dijadikan sebagai masalah jika kita mau menerimanya sebagai tantangan unutuk diselesaikan, tetapi jika kita tidak mau menerimanya sebagai tantangan berarti masalah tersebut menjadi bukan masalah yang terselesaikan.

Masalah atau problem menurut Heys adalah suatu kesenjangan (gap) antara diamana anda berada sekarang dengan tujuan yang anda inginkan, sedangkan anda tidak tahu proses apa yang akan dikerjakan.16 Webster mendefinisikan masalah sebagai berikut:17

Definition 1: "In mathematics, anything required to be done, or requiring the doing of something."

Definition 2: "A question... that is perplexing or difficult."

Dari definisi pertama dapat dikatakan bahwa masalah dalam matematika adalah segala sesuatu yang memerlukan pengerjaan atau dengan kata lain segala sesuatu yang memerlukan pemecahan. Sedangkan dari definisi kedua, masalah merupakan pertanyaan yang membingungkan atau sulit.

Menurut Shadiq, Suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukan adanya suatu tantangan (challenge) yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin (routine procedure) yang sudah diketahui si pelaku, seperti yang dinyatakan Cooney, et al. (1975: 242) berikut: ”... for a question to be a problem, it must present a challenge that

16

Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, Cet.I, (Bandung: UPI PRESS, (2006),h.126

17

Alan H. Schoenfeld, “learning to think mathematically: problem solving, metacognition,

and sense-making in mathematics”,dari

http://gse.berkeley.edu/faculty/ahschoenfeld/schoenfeld_MathThinking.pdf, h. 10. 15 Agustus 2010 18.25 WIB


(33)

cannot be resolved by some routine procedure known to the student”.18 Hal ini sejalan dengan pendapatnya Nahrowi dan Maulana yang mengemukakan bahwa Permasalahan yang kita hadapi dapat dikatan masalah jika masalah tersebut tidak bisa dijawab secara langsung, karena harus menyeleksi informasi (data) yang diperoleh. Dan tentunya jawaban yang diperoleh bukanlah kategori masalah yang rutin (tidak sekedar memindahkan/ mentransformasi dari bentuk kalimat biasa kepada kalimat matematika).19

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa masalah matematika adalah sesuatu persoalan matematika yang memerlukan pemecahan. Suatu masalah dapat dipandang sebagai ”masalah”, merupakan hal yang sangat relatif. Suatu soal yang dianggap masalah bagi seseorang, bagi orang lain mungkin hanya merupakan hal yang rutin belaka.

Menurut Nahrowi dan Maulana, permasalahan dalam matematika dapat dibedakan menjadi masalah yang berhubungan dengan masalah translasi, masalah aplikasi, masalah proses, dan masalah teka-teki.

1) Masalah Translasi

Masalah translasi merupakan masalah kehidupan sehari-hari yang untuk menyelesaikannya perlu adanya translasi (perpindahan) dari bentuk verbal ke bentuk matematika. Dalam memindahkan bentuk verbal (kalimat/kata) ke bentuk /model matematika membutuhkan kemampuan menafsirkan atau menterjemahkan kata atau kalimat biasa kedalam simbol-simbol matematika yang selanjutnya dicari cara penyelesaiannya berdasarkan aturan yang berlaku.

2) Masalah Aplikasi

Masalah aplikasi merupakan penerapan berbagai teori /konsep yang dipelajari pada matematika. Sebagai guru perlu memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikan masalah dengan menggunakan

18

Fadjar Shadiq, Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi, (Yogyakarta : Pusat Pengembangan penataran guru (PPPG) Matematika, 2004), Dari

www.fadjarp3g.files.wordpress.com.h.10. 25 Juli 2010 13.40 WIB

19

Nahrowi dan Maulana, Pemecahan Masalah Matematika, Ed.I. Cet.I. (Bandung : UPI PRESS, 2006), h. 4


(34)

bermacam-macam keterampilan dan prosedur matematika. Dengan menyelesaikan masalah semacam itu siswa dapat menyadari kegunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari.

3) Masalah Proses

Masalah proses biasanya untuk menyusun langkah-langkah merumuskan pola dan strategi khusus dalam menyelesaikan masalah. Masalah semacam ini memberikan kesempatan siswa sehingga dalam diri siswa terbentuk keterampilan menyelesaikan masalah sehingga dapat membantu siswa menjadi terbiasa menyeleksi masalah dalam berbagai situasi. Dengan demikian siswa terbiasa dengan strategi penyelesaian masalah khusus, misalnya menyusun tabel, dan akan menggunakan waktu beberapa saat dalam menyelidiki suatu permasalahn sehingga strategi tersebut dapat digunakan untuk mengembangkan penyelesaian terhadap permasalahan yang dihadapi.

4) Masalah Teka-teki

Masalah ini dimaksudkan untuk rekreasi dan kesenangan serta sebagai alat yang bermanfaat untuk mencapai tujuan efektif dalam pengajaran matematika. Masalah teka-teki dapat digunakan untuk pengantar suatu pembelajaran, seperti untuk memusatkan perhatian, untuk memberikan ganjaran (penguatan ) atau mengisi waktu kelas yang sedang tidak ada pelajaran (waktu luang). Dalam masalah teka-teki biasanya buka rumus atau cara khusus yang digunakan, akan tetapi apakah teka-teki masuk akal atau tidak.

b.

Strategi Pemecahan Masalah

Berbicara tentang pemecahan masalah tidak bisa dilepaskan dari tokoh utamanya, yaitu Polya. Menurut Polya, dalam pemecahan suatu masalah terdapat empat langkah yang harus dilakukan yaitu : (1) memahami masalah, (2) merencanakan pemecahannya, (3) menyelesaikan masalah


(35)

sesuai rencana langkah kedua, dan (4) memeriksa kembali hasil yang diperoleh (looking back). 20

1) Memahami Masalah

Pada langkah ini, para pemecah masalah (siswa atau guru) harus dapat menentukan dengan jeli apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan. Namun yang perlu diingat, kemampuan otak manusia sangatlah terbatas, sehingga hal-hal penting hendaknya dicatat, dibuat tabelnya, ataupun dibuat sket atau grafiknya.

2) Merencanakan Pemecahannya

Pada langkah ini, para pemecah masalah (siswa atau guru) harus dapat mengaitkan masalah yang ada menjadi masalah matematika. Pada tahap ini para siswa akan belajar untuk dapat mengaitkan masalah yang ada dengan konsep atau pengetahuan matematika dan mengubah masalah tersebut menjadi masalah matematika. Istilah lain yang digunakan untuk langkah ini adalah pemodelan (modelling), membuat alternatif pemecahan, dan menyusun prosedur kerja untuk dipergunakan dalam pemecahan masalah. Ada banyak cara atau strategi untuk menyelesaikan suatu masalah. Jika seseorang telah menguasai berbagai cara untuk menyelesaikan suatu masalah maka ia akan semakin terampil dalam menentukan strategi yang tepat dan cepat untuk menyelesaikan masalah tersebut.

3) Menyelesaikan Masalah Sesuai Rencana Langkah Kedua

Pada langkah ini, para pemecah masalah (siswa atau guru) harus dapat memecahkan masalah yang sudah diubah menjadi masalah murni matematika. Setelah menentukan strategi apa yang cocok untuk peyelesaian suatu masalah, langkah selanjutnya adalah mencari solusi dari permasalahn tersebut sesuai dengan strategi yang direncanakan.

20

Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: JICA-UPI, 2001), h. 91


(36)

4) Memeriksa Kembali Hasil yang Diperoleh (Looking Back)

Pada tahap ini dilakukan interpretasi jawaban melalui perwujudan kembali, memeriksa jawaban dan permasalahannya, serta mengevaluasi langkah-langkah pengerjaan secara keseluruhan.

Empat langkah pemecahan masalah menurut Polya diatas lebih jelasnya seperti terlihat pada diagram berikut:

1. Apa yang diketahui dan data apa yang diberikan?

2. Bagaimana kondisi soal, dapatkah soal dinyatakan kedalam benuk persamaan atau hubungan lainnya?

3. Apakah kondisi yang diberikan cukup atau kondisi berlebihan untuk mencari jawaban atau saling bertentangan? Tahap memahami masalah Tahap melakukan perhitungan

1. Penahkah sebelumnya kamu menjumpai soal seperti ini, yang sama atau serupa dalam bentuk lain?

2. Tahukah kamu soal yang mirip dengan soal ini, dan teori mana yang dapat digunakan untuk dapat menjawab masalah ini?

3. Perhatikan apa yang ditanyakan. Coba pikirkan soal yang pernah dikenal dengan pertanyaan sama atau serupa. Misalkan ada soal yang mirip pernah diselesaikan, dapatkah pengalaman itu digunakan kembali dalam masalah sekarang atau dapatkah hasil dan metode yang lalui digunakan disini? 4. Apakah harus dicari unsure lain agar dapat memanfaatkan

soal semula?, Dapatkah mengulang soal tadi?, dapatkah kamu menyatakan dalam bentuk yang lain?, dan kembali Tahap

merencanakan penyelesaian

pada definisi.

1. Melakukan rencana penyelesaian dan memeriksa setiap langkah apakah sudah benar, bagaimana membuktikan bahwa langkah yang dipilih sudah benar?

Tahap memeriksa

kembali proses dan

1. Bagaimana cara memeriksa kebenaran hasil yang diperoleh? 2. Dapatkah diperiksa bantahannya, dapatkah diseleaikan

dengan cara yang lain?

3. Dapatkah kamu melihatnya secara sekilas dan dapatkah cara tersebut digunakan untuk soal-soal yang lain?

Gambar 2.2 Tahapan Pemecahan Masalah Menurut Polya

hasil


(37)

Empat tahap pemecahan masalah dari Polya tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Pada pelaksanaan keempat langkah tersebut , tugas utama guru adalah membantu dan memfasilitasi siswa untuk dapat mengoptimalkan kemampuannya mencapai terselesaikannya masalah yang dihadapi secara logis, trstruktur, cermat, dan tepat.

Beberapa strategi pemecahan masalah yang mungkin diperkenalkan pada anak sekolah antara lain:

a) Strategi Act It Out

Strategi ini dapat membantu siswa dalam proses visualisasi masalah yang tercakup dalam soal yang dihadapi. Dalam pelaksanaanya. Strategi ini dilakukan dengan melakukan gerakan-gerakan fisik atau dengan menggerakan benda-benda konkrit. Gerakan bersifat fisik ini dapat membentu atau mempermudah siswa dalam menemukan hubunagn antara komponen-komponen yang tercakup dalam sebuah masalah.

b) Membuat Gambar (draw a picture)

Strategi ini dapat membantu siswa untuk mengungkapkan informasi yang terkandung dalam masalah sehingga hubungan antar komponen dalam masalah tersebut dapat terlihat dengan lebih jelas.

c) Menemukan pola

Kegiatan matematika yang terkait dengan proses menemukan suatu pola dari sejumlah data yang diberikan, dapat mulai dilakukan melalui sekumpulan gambar tau bilangan. Kegiatan yang mungkin dilakukan antara lain dengan mengobservasi sifat-sifat yang dimiliki bersama oleh sekumpulan gambar atau bilangan yang tersedia. Sebagai suatu strategi untuk pemecahan maslah, pencarian pola yang pada awalnya hanya dilakukan secara pasif malalui klu yang diberikan guru, pada suatu saat ketermapilan itu akan terbentuk dengan sendirinya sehingga pada saat menghadapi permasalahan tertentu, salah satu pertanyaan yang mungkin muncul pada benak seseorangantara lain adalah : ”adakah pola atau keteraturan tertentu yang mengaitkan tiap data yang diberikan?”. tanpa


(38)

melalui latihan, sangat sulit bagi seseoarang untuk menyadari bahwa dalam permasalahan yang dihadapinya terdapat pola yang bisa diungkap. d) Membuat tabel

Mengorganisasi data kedalam sebuah tabel dapat membantu kia dalam mengungkapkan suatu pola tertentu serta dalam mengidentifikasi informasi yang tidak lengkap. Penggunaan tabel merupakan langkah yang snagt efisien untuk melakukan klasifikasi serta menyusun sejumlah besar data sehingga apabila muncul pertanyaan baru berkenaan dengan data tersebut, maka kita akan dengan mudah menggunakan data tersebut, sehingga jawaban pertanyaan tadi dapat diselesaikan dengan baik.

e) Memperhatika semua kemungkinan secara sistematik

Strategi ini biasanya digunakan bersamaan dengan strategi mencari pola dan menggambar tabel. Dalam menggunakan strategi ini kita mungkin tidak perlu memperhatikan keseluruhan kemungkinan yang bisa terjadi. Yang kita perhatikan adalah semua kemungkinan yang diperoleh dengan cara yang sistematik. Yang dimaksud sistematik disini misalnya dengan mengorganisasikan data berdasarkan kategori tertentu. Namun demikian, untuk masalah-masalah tertentu, mungkin kita harus memperhatikan semua kemungkinan yang bisa terjadi.

f) Tebak Periksa (Guess and Chek)

Strategi menebak yang dimaksudkan disini adalh menebak yang didasrkan pada alasan tertentu serta kehati-hatian. Selain itu, untuk dapat melakukan tebakan dengan baik seseorang perlu memiliki pengalaman cukup yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi.

g) Strategi Kerja Mundur

Suatu masalah kadang-kadang disajikan dalam suatu cara sehingga yang diketahui itu sebenarnya merupakan hasil dari proses tertentu, sedangkan komponen yang ditanyakan merupakan komponen yang seharusnya muncul lebih awal. Penyelesaian masalah seperti biasanya dapat dilakukan dengan strategi mundur.


(39)

h) Menentukan yang diketahui, yang ditanyakan, dan informasi yang diperlukan

Strategi ini merupakan cara penyelesaian yang sangat terkenal sehingga seringkali muncul dalam buku-buku matematika sekolah. Tugas-tugas dan masalah matematika yang diberikan kepada matematika sehingga mereka harus bekerja dengan bilanganbilangan yang ada pada soal tersebut. Akan tetapi, di dalam dunia di luar sekolah kejadian semacam itu sangat jarang terjadi, sehingga diperlukan kemampuan untuk mengidentifikasi informasi mana yang penting dan mana yang tidak.

i) Menggunakan Kalimat Terbuka

Strategi ini juga sering diberikan dalam buku-buku matematika sekolah dasar. Walaupun strategi ini termasuk sering digunakan, akan tetapi pada langkah awal anak seringkali mendapat kesulitan untuk menentukan kalimat terbuka yang sesuai. Untuk sampai pada kalimat yang dicari, seringkali harus melalui penggunaan strategi lain, dengan maksud agar hubungan antar unsur yang terkandung didalam masalah dapt dillihat secara jelas. Setelah itu bar dibuat kalimat terbukanya.

j) Mengubah Sudut Pandang

Strategi ini seringkali digunakan setelah kita gagal menyelesaikan masalah dengan menggunakan strategi lainnya. Waktu kita mencoba menyelesaikan masalah, sebenarnya kita mulai dengan suatu sudut pandang tertentu atau mencoba menggunakan asumsi-asumsi tertentu.

Pada penelitian ini peneliti akan mengambil fokus pada strategi pemecahan masalah dengan menggunakan gambar (Draw a Picture).

3.

Strategi Draw A Picture

Ketika kegiatan belajar mengajar berlangsung, tidak semua anak didik mampu berkonsentrasi dalam waktu yang relatif lama. Daya serap anak didik terhadap bahan pelajaran juga bermacam-macam. Hal ini menuntut guru untuk cakap memilih dan menerapkan strategi pengajaran yang bervariasi dan tepat sesuai dengan materi yang sedang diajarkan.


(40)

Secara harfiah, kata strategi dapat diartikan sebagi seni (art),

melaksanakn, stragem, yakni siasat atau rencana. Banyak padanan kata strategi dalam bahasa inggris, dan yang dianggap relevan dalam pembahasan ini ialah kata approach (pendekatan) dan kata procedure (tahapan kegia

angkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendi

er belajar sampai kepada menetapkan peran

kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah diteta

tan).21

Dalam dunia pendidikan, strategi diartikan sebagai a plan, method, or series of activities designed to achieves a particular educational goal.22 Jadi, dengan demikian strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang r

dikan tertentu.

Strategi pembelajaran menurut Kemp adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Dick and Carey menyebutnya suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang dipergunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa. Sedangkan Garlach dan Ely menyebutnya sebagai suatu pendekatan guru terhadap penggunaan informasi, mulai dari pemilihan sumb

an siswa dalam pembelajaran.23

Jadi, secara umum strategi mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan dengan belajar mengajar, strategi bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru dan anak didik dalam rangka mewujudkan

pkan.

Kita mungkin pernah mendengar pepatah mengatakan "Satu gambar bernilai seribu kata ". Makna kata tersebut senada dengan "Satu televisi bernilai ribuan radio "Hari ini. kita mengakui bahwa televisi memberikan

21

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Cet. XI, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2008), h. 214

22

Wina Sanjaya, Perencanaan Dan Desain System Pembelajaran, Ed.I. Cet.I, (Jakarta: Kencana, 2008),h. 126

23

Dewi dan Eveline, Mozaik Teknologi Pendidikan, Ed.I. Cet.II,(Jakarta: Kencana, 2007), h.67


(41)

gambar yang lebih jelas dan jauh lebih memberikan informasi dari deskripsi verbal sebuah radio. Untuk itu jelaslah bahwa gambar atau diagram dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang lebih baik dan untuk berkomunikasi yang lebih efektif.

Setiap gagasan yang dapat diwakili dengan gambar dapat dikomunikasikan lebih efektif dengan gambar itu, oleh karena itu gambar atau diagram menjadi salah atu strategi pemecahan masalah. Sebuah gambar atau diagram menjelaskan ide-ide dan mengkomunikasikan ide-ide. Banyak orang menggunakan diagram sebagai bagian dari pekerjaan mereka, terutama yang membutuhkan tahap perencanaan untuk menyelesaikan proyek, Seperti grafik proyek aliran, dan representasi visual konsep. Diagram sering digunakan untuk menunjukkan posisi dan arah karena konsep ini dapat dikomunikasikan dengan lebih mudah dan jelas dengan diagram daripada dengan kata-kata.

Draw A Picture atau Membuat gambar merupakan salah satu strategi dalam pemecahan masalah yang terkait dengan pembuatan sket atau gambar corat-coret untuk mempermudah memahami masalahnya dan mempermudah mendapatkan gambaran umum penyelesaiannya. Menurut Andri, pembuatan sket gambar merupak salah satu strategi heuristik yang bertujuan untuk membantu siswa dalam memahami suatu masalah. Membuat sket gambar merupakan hal yang sangat penting untuk membantu siswa dalam memahami masalah sebenarnya, dan mampu merencanakan suatu pemecahan masalah yang ada. Heuristik yang diberikan guru seperti: buatlah sketsa gambar dari soal (bagaimana membuat sketsa gambarnya? Objek mana yang pertama di gamb

sehingga kita dapat merumuskan rencana untuk memecahkan masalah

ar?).24

Musser dkk berpendapat, bahwa masalah matematika Sering melibatkan kondisi fisik, gambar dapat membantu lebih memahami masalah

24

Andri, “Strategi Heuristik Pada Pendekatan Pemecahan Masalah Dalam Pembelajaran Matematika”, Skripsi Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: Perpustakaan Utama UIN Jakarta, 2008), h. 19. t.d.


(42)

tersebut.25 Hal serupa dikemukakan oleh Suwangsih dan Tiurlina, bahwa Strategi membuat gambar ini dapat membantu siswa untuk mengungkapkan informasi yang terkandung dalam masalah sehingga hubungan antar komponen dalam masalah tersebut dapat terlihat dengan lebih jelas. Pada saat guru mencoba mengajarkan strategi ini, penekanan perlu dilakukan bahwa gambar yang dibuat tidak perlu sempurna, terlalu bagus atau terlalu detail. Hal ini perlu digambar atau dibuat diagramnya adalah bagian-bagian terpenting yang diperkirakan mampu memperjelas pemasalahan yang di hadapi.

Pendapat yang sama juga diungkapkan dalam program MBE–USAID, bahwa Penggunaan strategi pemecahan masalah dengan membuat gambar juga memungkinkan siswa secara visual mengkonstruksi masalahnya. Beberapa masalah dapat diselesaikan lebih mudah setelah ada gambarnya. Penggunaan gambar membantu siswa menemukan hubungan antar komponen dalam suatu masalah. Dengan menggunakan gambar, siswa terbantu belajar menemukan informasi kunci di dalam suatu masalah serta mengabaikan informasi yang tidak perlu. Adapun Yang perlu diperhatikan oleh guru dalam menerapkan strategi pemecahan masalah dengan membuat gambar ini adalah:

26

a. Ketika menggunakan strategi ini, perlu ditekankan kepada siswa bahwa mereka tidak boleh menghabiskan waktu untuk membuat gambar detil. b. Mereka hanya perlu menyediakan informasi yang secukupnya agar bisa

tergambarkan kondisi masalahnya.

Berkaitan dengan strategi pemecahan masalah dengan penggunaan gambar, Shadiq berpendapat, bahwa dalam memecahkan masalah khususnya dalam memahami suatu masalah kemampuan manusia sangatlah terbatas, sehingga hal-hal penting hendaklah dicatat, dibuat tabelnya, ataupun dibuat sket atau grafiknya. Tabel serta gambar ini dimaksudkan untuk

25

Garry L. Musser dkk, Essentials of Mathematics for Elementary Teachers, (America : WILEY, 2004), h.10

26

Managing Basic education-USAID, Asyik Belajar dengan PAKEM: MATEMATIKA,

(Jakarta : Program MBE, 2006), Dari www.uoregon.edu/~moursund/Books/ElMath/K8-Math.pdf. h.58. 20 Juli 2010 15.00 WIB


(43)

mempermudah memahami masalah dan mempermudah mendapatkan gambaran umum penyelesaiannya. Dengan membuat gambar,diagram, atau table, hal-hal yang diketahui tidak hanya dibayangkan didalam otak yang sangat terbatas kemampuannya, namun dapat diruangkan ke atas kertas.

Keunggulan strategi pemecahan masalah dengan membuat gambar (darw a picture) ini dikemukakan pula oleh Danie, menurutnya gambar selalu lebih memiliki kekuatan daripada kata, Danie mengatakan:

“Sebuah ‘gambar’ memiliki kemampuan untuk menyampaikan banyak informasi dengan ringkas dan dapat lebih mudah diingat daripada penjelasan yang panjang. Itulah sebabnya para politisi dan para pembuat iklan menggali seni penciptaan ‘gambar’ yang dapat meyakinkan calon pemilih atau para konsumen. Ada pepatah mengatakan ‘sebuah gambar bermakna ribuan kata’. Hal itupun berlaku bagi anak-anak dan remaja. Bagi mereka ‘gambar’ mampu berbicara, meringkas, sekaligus mengingatkan mereka kembali pada inti sebuah informasi baru. Semakin cepat sebuah gambar bisa dipakai untuk memecahkan suatu masalah yang dihadapi oleh seorang anak, maka semakin dalam kesadaran barunya akan makna gambar tersebut, dan akan semakin mudah baginya untuk mengubah perilakunya”.27

Dengan demikian, jelas bahwa dengan membuat gambar dalam memcahkan suatu masalah sangat memungkinkan siswa secara visual mengkonstruksi masalahnya. Heinich, et al mengemukakan, bahwa peran visual sangat penting dalam proses belajar mengajar, yaitu sebagai acuan pemikiran. Peran penyajian secara visual dapat menyederhanakan informasi, serta “mengulang” informasi untuk mendukung penjelasan verbal. Gardner merumuskan kecerdasan terkait dengan persepsi visual sebagai visual-seatial intelligence. Kemampuan ini tercermin dalam menggambar (gambar biasa dan bagan, seperti struktur organisasi), membaca peta, grafik, menyusun komposisi warna, dan sebagainya.28

Menurut Musser dkk, strategi pemecahan masalah Draw a picture ini cocok digunakan dalam pembelajaran apabila:

a. Melibatkan Situasi fisik.

27

Danie beaulieu, teknik-teknik yang berpengaruh di ruang kelas, Cet.I, (Jakarta : Indeks, 2008), h.17

28

Dewi dan Eveline, Mzaik Teknologi Pendidikan, Ed.I. Cet.II, (Jakarta: Kencana, 2007), h.133


(44)

Saat suatu masalah melibatkan situasi fisik, strategi membuat gambar atau diagram dapat membantu untuk memvisualisasikan hubungan yang terkandung dalam masalah tersebut.

b. Melibatkan Geometri, angka atau pengukuran.

Selain itu, Ketika melakukan pengukuran terhadap suatu benda akan lebih baik jika dilakukan dengan membuat gambaranya. Dengan melakukan pengukuran secara visual, siswa dapat mulai memikirkan masalah matematis. Membuat Gambar atau diagram juga baik untuk menggambarkan solusi dari suatu masalah, karena itu membuat gambar merupakan bagian penting dari komunikasi matematika.

c. Ketika menginginkan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dari suatu masalah.

Dalam sebuah penelitian disebutkan Training children in the process of using pictures to solve problems results in more improved problem-solving performance than training students in any other strategy (yancey, Thompson, & yancey ,1989).29 Pelatihan anak-anak dengan proses menggunakan gambar untuk memecahkan masalah mendapatkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan pemecahan masalah dengan menggunakan strategi lain.

d. Memungkinkan adanya sebuah representasi visual dari suatu masalah Strategi membuat gambar adalah teknik pemecahan masalah di mana siswa membuat representasi visual dari masalah. Menggambar sebuah diagram atau jenis representasi visual seringkali merupakan titik awal yang baik untuk menyelesaikan segala macam masalah.

Langkah-langakah penyelesaian masalah dengan strategi draw a picture

(membuat gambar), yitu:30

29

Garry L. Musser dkk, Essentials of Mathematics for Elementary Teachers, (America : WILEY, 2004), h.10

30Monica Yuskaitis, Problem Solving Draw a Picture, dari


(45)

a. Memahami masalah, meliputi:

1) Bacalah masalah dengan hati-hati atau teliti. 2) Temukan atau cari informasi penting. 3) Tuliskan informasi penting tersebut.

4) Identifikasi masalah apa yang ingin di selesaikan. b. Merencanakan pemecahan masalah

1) Temukan dan tuliskan kata kunci dari soal untuk dipergunakan dalam menyelesaikan masalah.

2) Pilih strategi membuat gambar (draw a picture) sebagai alat untuk menyelesaikan masalah.

c. Menyelesaikan masalah

1) Buatlah sketsa gambar dari soal untuk memecahkan masalah sesuai dengan informasi yang diperoleh pada langkah pertama.

d. Memeriksa kembali jawaban

1) Periksalah jawaban atau baca kembali jawaban dari langkah awal hingga langkah terakhir.

2) Periksa apakah jawaban telah sesuai dengan masalah yang ingin diselesaikan.

Langkah-langkah pembelajaran matematika dengan strategi Draw a picture yang akan diterapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Siswa dibagi kedalam beberapa kelompok yang masing-masing kelompok

terdiri dari 4-5 orang siswa.

b. Siswa diberikan LKS yang telah disusun berdasarkan langkah-langkah dalam penyelesaian masalah menurut Polya dan soal-soal yang diberikan menuntut pengerjaannya menggunakan strategi draw a picture.

c. Siswa mengerjakan LKS yang diberikan secara berkelompok dan guru memantau jalannya diskusi serta memberikan bantua kepada kelompok yang mengalami kesulitan.

d. Perwakilan siswa dari masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya.


(46)

e. Diskusi kelas, dimana anggota kelompok lain menaggapi hasil presentasi temannya. Dalam hal ini guru mengoreksi apabila ada jawaban siswa yang salah atau kurang tepat.

Berikut adalah contoh permasalahan yang berkaitan dengan bilangan bulat yang penyelesaiannya menggunakan strategi draw a picture.

“Di kelas lima ada 20 meja yang disusun secara teratur, barisan terdepan ada 4 meja. Ada berapa meja setiap baris ke belakang?”.

Penyelesaian:

Memahami Masalah

Apakah yang diketahui dari soal diatas? ƒDi kelas lima ada 20 meja.

ƒBarisan terdepan ada 4 meja.

Apakah yang ingin dicari (tujuan) dari soal diatas?

Mencari jumlah meja setiap baris ke belakang.

Merencanakan penyelesaian masalah

Apakah yang menjadi kata kunci untuk menyelesaikan soal tersebut?

Barisan terdepan ada 4 meja. Selanjutnya akan dibuat gambar sesuai dengan informasi yang diperoleh pada langkah memahami masalah.

Menyelesaikan Masalah

Membuat gambar meja barisan terdepan sebanyak 4 meja, kemudian membuat gambar meja ke belakang sambil menghitung sampai 20 meja. Sehingga gambar akan tampak seperti di bawah ini:

Barisan terdepan


(47)

Meja sebanyak 5 ke belakang merupakan jawaban dari soal di atas.

Pemeriksaan kebanaran jawaban

Periksa kembali langkah pengerjaan dari awal sampai akhir. Dengan melihat gambar, hitung jumlah meja pada barisan ke belakang, ternyata ada 5 meja. Jadi, benar bahwa setiap baris meja ke belakang ada 5 meja.

4.

Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional merupakan salah satu model pembelajaran yang selama ini masih banyak digunakan oleh guru di sekolah dimana ia mengajar. Menurut Roestiyah, cara mengajar yang paling tradisional dan telah lama dijalankan dalam sejarah Pendidikan ialah cara mengajar dengan ceramah.31 Pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah pembelajaran yang biasa dilakukan oleh para guru. Bahwa, pembelajaran konvensional (tradisional) pada umumnya memiliki kekhasan tertentu, misalnya lebih mengutamakan hapalan daripada pengertian, menekankan kepada keterampilan berhitung, mengutamakan hasil daripada proses, dan pengajaran berpusat pada guru. Guru biasanya mengajar hanya menggunakan buku teks atau LKS, dengan mengutamakan metode ceramah dan kadang-kadang tanya jawab. Tes atau evaluasi yang bersifat sumatif dengan maksud untuk mengetahui perkembangan jarang dilakukan. Siswa harus mengikuti cara

31

Sambas Salim, Model Pembelajaran Konvensional dari http://www.pgsd.co.cc/2010/04/model-pembelajaran konvensional.html 14 September 2010 16.17 WIB


(48)

belajar yang dipilih oleh guru, dengan patuh mempelajari urutan yang ditetapkan guru, dan kurang sekali mendapat kesempatan untuk menyatakan pendapat.

Dalam penelitian ini strategi yang digunakan dalam model pembelajaran konvensional adalah strategi pembelajaran Eksposirtori. Strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal. Dalam strategi ini materi pelajaran disampaikan lansung oleh guru. Siswa tidak dituntut untuk menemukan materi itu. Materi pelajaran seakan-akan sudah jadi. Oleh karena strategi ekspositori lebih menekankan kepada proses bertutur, maka sering juga dinamakan istilah strategi “chalk and talk”.32

Terdapat beberapa karakteristik strategi ekspositori diantaranya:33

a. Strategi ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan materi pelajaran secara verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam melakukan strategi ini, oleh karena itu sering orang mengidentikannya dengan ceramah.

b. Biasanya materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah jadi, seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus dihafal sehingga tidak menuntut siswa untuk berfikir ulang.

c. Tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pembelajaran itu sendiri. Artinya setelah proses pembelajaran berakhir siswa diharapkan dapat memahaminya dengan benmar dengan cara dapat mengungkapkan kembali materi yang telah diuraikan.

Strategi pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada guru (teacher centered approach). Dikatakan demikian, sebab dalam strategi ini guru memegang peran yang sangat dominan. Melalui strategi ini guru menyampaikan materi pembelajaran

32

Asep Herry Hernawan dkk, Belajar dan Pembelajaran Sekolah Dasar, Ed.I. Cet.I, (Bandung: UPI PRESS, 2007), h. 105

33


(49)

secara terstruktur dengan harapan materi pelajaran yang disampaikan itu dapat dikuasai siswa dengan baik. Fokus utama strategi ini adalah kemampuan akademik (academic achievement) siswa. Metode pembelajaran dengan kuliah (ceramah) merupakan bentuk strategi ekspositori.

Metode ceramah merupakan cara yang digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran ekspositori. Metode pembelajaran ini merupakan penuturan bahan pelajaran secara lisan, yaitu guru menerangkan pelajaran didepan kelas dan biasanya mengajar hanya menggunakan buku teks atau LKS dan siswa harus mengikuti cara belajar yang dipilih oleh guru, dengan patuh mempelajari urutan yang ditetapkan guru, dan kurang sekali mendapat kesempatan untuk menyatakan pendapat. Metode ceramah senantiasa bagus bila penggunaannya betul-betul disiapkan dengan baik, didukung alat dan media serta memperhatikan batas-batas kemungkinan penggunaannya.

Metode ceramah merupakan metode yang sampai saat ini sering digunakan oleh setiap guru atau instruktur. Hal ini selain disebabkan oleh beberapa pertimbangan tertentu, juga adanya faktor kebiasaan baik dari guru atupun siswa. Guru biasanya belum merasa puas manakala dalam proses pengelolaan pembelajaran tidak melakukan ceramah. Demikian juga dengan siswa mereka akan belajar manakala ada guru yang memberikan materi pelajaran melalui ceramah, sehingga ada guru yang berceramah berarti ada proses belajar dan tidak ada guru berarti tidak belajar.

Menurut Zulfiani dkk, metode ceramah sebaiknya digunakan apabila:34 a. Bahan ajar yang akan disampaikan banyak, sedangkan waktu yang tersedia

relatif singkat.

b. Bahan ajar berupa instruksi.

c. Peserta didik yang akan diajar jumlahnya juga banyak.

d. Guru memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik (metode ini sangat menuntut kemampuan berbicara).

34

Zulfiani dkk, Strategi Pembelajaran Sains, Cet.I, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h.97


(1)

hanya 50% yang mendapatkan nilai lebih dari atau sama dengan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (13 siswa dari 26 siswa mendapat nilai ≥ 60), artinya tujuan pembelajaran yang direncanakan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar belum tercapai (termasuk dalam kategori kurang). Selain itu, terbukti pula bahwa nilai rata-rata kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan strategi pemecahan masalah draw a picture lebih tinggi dari rata-rata kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan strategi konvensional.

D.

Keterbatasan Penelitian

Penulis menyadari penelitian ini belum sempurna. Berbagai upaya telah dilakukan dalam pelaksanaan penelitian ini agar diperoleh hasil yang optimal. Kendati demikian, masih ada beberapa faktor yang sulit dikendalikan sehingga membuat penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan diantaranya.:

1. Penelitian ini hanya dilakukan pada pokok bahasan operasi hitung bilangan bulat saja, sehingga belum bisa digeneralisasikan pada pokok bahasan lain.

2. Kondisi siswa yang merasa tegang pada awal proses pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah draw a picture, karena siswa belum terbiasa. 3. Alokasi waktu yang kurang sehingga diperlukan persiapan dan pengaturan

kelompok yang baik.

4. Kemampuan berhitung siswa, seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian masih rendah sehingga cukup menghambat jalannya proses pembelajaran selama penelitian.

5. Kontrol terhadap kemampuan subjek penelitian hanya meliputi variabel strategi pemecahan masalah draw a picture, kemampuan pemecahan masalah soal cerita, dan hasil belajar matematika siswa. Variabel lain seperti minat, motivasi, inteligensi, lingkungan belajar, dan lain-lain tidak terkontrol. Karena hasil penelitian dapat saja dipengaruhi variabel lain di luar variabel yang ditetapkan dalam penelitian ini.


(2)

A.

Kesimpulan

1. Kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa pada kelompok eksperimen (yang dalam pembelajarannya menggunakan strategi pemecahan masalah draw a picture) lebih tinggi dari rata-rata kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa pada kelompok kontrol (yang dalam pembelajarannya menggunakan strategi konvensional). Perolehan nilai rata-rata kelompok eksperimen adalah sebesar 68,42 dengan ketuntasan belajar 70,83% (termasuk dalam kategori baik/minimal). Sedangkan, nilai rata-rata kelompok kontrol adalah sebesar 56,65 dengan ketuntasan belajar 50% (termasuk dalam kategori kurang). Dengan demikian, “strategi pemecahan masalah draw a picture berpengaruh nyata terhadap kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa”.

2. Terdapat respon positif terhadap diterapkannya strategi pemecahan masalah draw a picture dalam pembelajaran matematika. Siswa dapat berpikir secara sistematis, terlatih untuk memahami sendiri dan menggunakan penalaran mereka dalam menyelesaikan soal-soal cerita matematika yang diberikan. Dengan demikian, strategi pemecahan masalah draw a picture dapat digunakan sebagai salah satu alternatif strategi pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika di kelas tentunya dengan memperhatikan kekurangan-kekurangan yang terdapat pada penelitian.

B.

Saran

Terdapat beberapa saran peneliti terkait hasil penelitian pada skripsi ini, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Guru yang hendak menggunakan strategi pemecahan masalah draw a picture dalam pembelajaran matematika di kelas diharapkan dapat


(3)

menyajikan soal-soal matematika yang akan diberikan dalam bentuk permainan, karena berdasarkan pengamatan penulis selama proses pembelajaran berlangsung, siswa lebih antusias dan lebih mudah memahami soal ketika soal yang diberikan disajikan dalam bentuk permainan.

2. Strategi pemecahan masalah draw a picture sebaiknya lebih sering digunakan dalam proses pembelajaran matematika terutama materi soal cerita agar siswa dapat terbiasa menggunakan penalaran mereka dan berpikir secara sistematis.

3. Dengan adanya beberapa keterbatasan dalam melaksanakan penelitian ini, maka disarankan ada penelitian lanjut yang meneliti tentang pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah draw a picture pada pokok bahasan lain atau mengukur aspek yang lain, seperti meneliti secara lebih mendalam tentang “Bagaimana pengaruh strategi pemecahan masalah draw a picture terhadap kemampuan penalaran siswa?”


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Adjie, Nahrowi dan Maulana. 2006. Pemecahan Masalah Matematika. Ed.I. Cet.I. Bandung: UPI PRESS

Andri. 2008. “Strategi Heuristik Pada Pendekatan Pemecahan Masalah Dalam Pembelajaran Matematika”. Skripsi Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta: Perpustakaan Utama UIN Jakarta

Arikunto, Suharsimi. 2006. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Cet.VI. Jakarta: Bumi Aksara

Badrudin dkk. 2009. Media Pendidikan. Jurnal Pendidikan Keagamaan. Vol.XXIV, No.1. Bandung: Redaksi Media Pendidikan

Bahri, Saeful. 2009. Peningkatan Kemampuan Menyelesaikan Soal cerita Sistem Persamaan Linear Dua Variabel Melalui Strategi Problem Solving. Jurnal Pendidikan Inovatif. Jilid 4. Nomor 2. Balik Papan: YSN-KPS. Dari http://www.saskschool.ca/curr_content/mathcatch/problem_solve/pdf. 18 Agustus 2010, 19.27 WIB.

Beaulieu, Danie. 2008. Teknik-Teknik yang Berpengaruh di Ruang Kelas. Cet.I. Jakarta: Indeks

Dewi dan Eveline. 2007. Mozaik Teknologi Pendidikan. Ed.I. Cet.II. Jakarta: Kencana

Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Cet. III. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Dwirahayu, Gelar dkk. 2007. Pendekatan Baru Dalam Pembelajaran Sains dan Matematika Dasar: Sebuah Antologi. Cet.I. Jakarta: PIC UIN Jakarta Hernawan, Asep Herry dkk. 2007. Belajar dan Pembelajaran Sekolah Dasar.

Ed.I. Cet.I. Bandung: UPI PRESS

Kadir. 2010. Statistika Untuk Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial. Cet.I. Jakarta: Rosemata Sampurna

Kadir dkk. 2006. ALGORITMA. Jurnal Matematika Dan Pendidikan Matematika. Vol.1. No.1. Jakarta : CeMED UIN Jakarta


(5)

Krismanto. 2003. Beberapa Teknik, Model, dan Strategi Pembelajaran

Matematika. Yogyakarta: DEPDIKNAS. Dari http://matemarso.files.wordpress.com/2008/04/strategi

pembelajaran-matematika.pdf.

Managing Basic Education-USAID. 2006. Asyik Belajar dengan PAKEM:

MATEMATIKA. Jakarta: Program MBE. Dari

www.uoregon.edu/~moursund/Books/ElMath/K8-Math.pdf.

Musser, Garry L. dkk. 2004. Essentials of Mathematics for Elementary Teachers. America : WILEY

Polya, G. 1973. How To Solve It. A New Aspect of Mathematical Method. Second Edition. America: Princeton University Press

Raharjo, Marsudi. 2008. Pembelajaran Soal Cerita Berkait Penjumlahan dan Pengurangan di SD. Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika. Dari http://www.saskschool.ca/curr_content/mathcatch/PAKEM/str.pdf.

Salim, Sambas. Model Pembelajaran Konvensional. dari http://www.pgsd.co.cc/2010/04/model-pembelajaran konvensional.html Sanjaya, Wina. 2008. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Ed.I. Cet.I.

Jakarta: Kencana.

Schoenfeld, Alan H. “learning to think mathematically: problem solving, metacognition, and sense-making in mathematics”. dari http://gse.berkeley.edu/faculty/ahschoenfeld/schoenfeld_MathThinking.pd f.

Shadiq, Fadjar. 2004. Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi. Yogyakarta: Pusat Pengembangan penataran guru (PPPG) Matematika. Dariwww.fadjarp3g.files.wordpress.com.

Subana, M. dan Sudrajat. 2005. Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah. Cet.II. Bandung: Pustaka Setia

Sudijono, Anas. 2006. Pengantar Statistik Pendidikan. Cet.XVI. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Sudjana. 2005. Metode Statistika. cet.III. Bandung: Tarsito

Suherman, Erman dkk. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-UPI


(6)

Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Cet.I. Jakarta: Bumi Aksara Suryabrata, Sumadi. 2006. Metodologi Penelitian. Cet.XVIII. Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada

Suwangsih, Erna dan Tiurlina. 2006. Model Pembelajaran Matematika. Cet.I. Bandung: UPI PRESS

Syah, Muhibbin. 2008. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Cet. XI. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi.3. Cet.2. Jakarta: Balai Pustaka

Winihasih dkk. 2000. Sekolah Dasar (Kajian Teori dan Praktik Pendidikan). Malang: Unit Pelaksana Program Guru Kelas Sekolah Dasar

Yudaningsih, Rosy. 2007. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV SD Melalui Pendekatan Pemecahan Masalah Matematika. Skripsi Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta: Perpustakaan Utama UIN Jakarta

Yuskaitis, Monica. Problem Solving Draw a Picture. Dari http://gse.berkeley.edu/faculty/ahyuskaitis/yuskaitis_MathThinking.ppt. Zulfiani dkk. 2009. Strategi Pembelajaran Sains. Cet.I. Jakarta: Lembaga