Pengujian Hipotesis Pembahasan Pengujian Hipotesis dan Pembahasan

63

C. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan

1. Pengujian Hipotesis

Setelah dilakukan uji persyaratan analisis, selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis. Pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah rata- rata kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa pada kelompok eksperimen yang dalam pembelajarannya menggunakan strategi pemecahan masalah draw a picture lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa pada kelompok kontrol yang dalam pembelajarannya menggunakan strategi konvensional. Untuk pengujian tersebut diajukan hipotesis sebagai berikut: H 0 : 2 1 μ μ ≤ H 1 : 2 1 μ μ Keterangan: 1 μ : rata-rata kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa pada kelompok eksperimen 2 μ : rata-rata kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa pada kelompok kontrol Pengujian hipotesis tersebut diuji dengan uji t, dengan kriteria pengujian yaitu, jika t hitung t tabel maka H diterima dan H 1 ditolak. Sedangkan, jika t hitung ≥ t tabel maka H 1 diterima dan H ditolak, pada taraf kepercayaan 95 atau taraf signifikansi α = 5. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh t hitung sebesar 2,24 dan t tabel sebesar 2,01 lampiran 18. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa t hitung ≥ t tabel 2,24 ≥ 2,01. Dengan demikian, H ditolak dan H 1 diterima, atau dengan kata lain rata-rata kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa pada kelompok eksperimen lebih tinggi dari rata-rata kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa pada kelompok kontrol. Secara ringkas, hasil perhitungan uji t tersebut dapat dilihat pada tabel berikut: 64 Tabel 4.6 Hasil Uji Perbedaan Dengan Statistik Uji t t hitung t tabel Kesimpulan 2,24 2,01 Tolak H dan Terima H 1

2. Pembahasan

Dari hasil wawancara terhadap beberapa orang siswa yang diambil secara acak dan hasil pengamatan selama berlangsungnya proses pembelajaran diperoleh kesimpulan bahwa terdapat respon positif terhadap diterapkannya strategi pemecahan masalah draw a picture dalam pembelajaran matematika. Dari hasil wawancara ini diperoleh pula informasi, bahwa sebelum dilakukan pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah draw a picture, kegiatan pembelajaran berpusat pada guru teacher centered. Setelah diterapkan strategi pemecahan masalah draw a picture pada kelompok eksperimen, siswa dapat berpikir secara sistematis, siswa juga terlatih untuk memahami sendiri dan menggunakan penalaran mereka dalam menyelesaikan soal-soal matematika yang diberikan, terutama soal- soal yang berbentuk cerita dengan terlebih dahulu dibuat sketsa gambar dari soal tersebut untuk mempermudah pemahaman siswa dalam menyelesaikan soal. Hasil wawancara dapat dilihat pada lampiran 20. Dalam pembelajaran pemecahan masalah draw a picture ini siswa juga terlihat lebih semangat belajar, berani mengemukakan pendapat dan mau mengerjakan soal yang diberikan serta belajar secara sama-sama dengan adanya diskusi kelompok. Berikut adalah suasana kegiatan belajar mengajar di kelas dengan strategi pemecahan masalah draw a picture: 65 G a mb a r G a mb a r G a mb a r G a mb a r Gambar 4.3 Suasana Kegiatan Belajar Mengajar di Kelas Dengan Strategi Pemecahan Masalah Draw A Picture Gambar a menunjukkan kegiatan belajar siswa setelah diberikan LKS, ketua kelompok langsung membagi soal-soal yang ada dalam LKS kepada anggota kelompoknya masing-masing untuk selanjutnya dikerjakan secara individu. Gambar b, setelah soal-soal dalam LKS dikerjakan secara individu selanjutnya didiskusikan kembali dalam kelompok masing-masing untuk mencapai kesepakatan seluruh jawaban soal dalam LKS. Gambar c, jika ada soal yang dianggap sulit dan tidak dapat dipecahkan dalam diskusi kelompok maka siswa langsung bertanya kepada guru. Gambar d, setelah diskusi kelompok selesai selanjutnya terjadilah diskusi kelas dimana perwakilan masing-masing kelompok maju kedepan kelas mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya sedangkan kelompok lain menanggapi. Berikut ini adalah contoh hasil pengerjaan siswa pada LKS pertemuan ke-5. 66 Jika pembelajaran dengan strategi konvensional berpusat pada guru teacher centered maka dengan strategi pemecahan masalah draw a picture pembelajaran menjadi berpusat pada siswa student centered, guru menjadi fasilitator yang berperan sebagai pembimbing dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Penggunaan strategi pemecahan masalah draw a picture ini lebih berhasil dibandingkan dengan strategi konvensional, hal ini dapat terlihat dari hasil perhitungan mengenai rata-rata kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa yang diajar dengan menggunakan strategi pemecahan masalah draw a picture jauh lebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan strategi konvensional. Perbedaan rata-rata kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan strategi pemecahan masalah draw a picture lebih baik dari pada pembelajaran dengan strategi konvensional. Hal ini dikarenakan strategi pemecahan masalah draw a picture memuat beberapa langkah penyelesaian yang pada prinsipnya sama dengan langkah pemecahan masalah menurut Polya. Langkah yang pertama, memahami masalah. Pada langkah ini siswa dilatih untuk dapat menemukan sendiri informasi yang diberikan serta hal yang ditanyakan dalam soal, sehingga pada langkah ini siswa semakin terlatih untuk membaca dan memahami sendiri soal yang diberikan serta memahami apa yang mereka tulis. Langkah kedua, merencakan penyelesaian masalah. Pada langkah ini siswa dilatih untuk menemukan sendiri kata kunci yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal, membuat sketsa gambar untuk mempermudah memahami soal serta membuat model matematika dari soal yang diberikan untuk selanjutnya memikirkan bagaimana cara menyelesaikannya, sehingga siswa tidak harus menghafal rumus-rumus untuk menyelesaikannya. Langkah ini sangat membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan penalarannya. Langkah ketiga, menyelesaikan masalah sesuai dengan rencana. Pada langkah ini siswa dilatih untuk menggunakan kemampuan berhitungnya 67 serta menerapkan konsep dasar yang telah diajarkan sehingga memperoleh solusi dari soal yang diberikan. Langkah terakhir, solusi yang telah diperoleh pada langkah ketiga diperiksa kembali kebenarannya dengan bergerak maju dari hal-hal yang diketahui di awal. Langkah ini melatih ketelitian siswa dalam melakukan perhitungan pada proses penyelesaian soal. Pada langkah ini siswa juga dilatih untuk menerjemahkan kembali hasil perhitungan yang diperoleh ke dalam konteks yang sebenarnya konteks asli. Tiap-tiap langkah dalam strategi pemecahan masalah draw a picture tersebut dapat meningkatkan pemahaman siswa, meningkatkan kemampuan penalaran, meningkatkan aktivitas belajar dan komunikasi siswa, serta meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal- soal aplikasi cerita atau soal-soal pemecahan masalah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Saeful Bahri 2008 yang menyebutkan bahwa aktivitas siswa yang terbentuk melalui pembelajaran problem solving mampu meningkatkan pemahaman siswa dalam menyelesaikan soal-soal aplikasi berbentuk cerita atau soal-soal pemecahan masalah. Karena penelitian dilakukan di sekolah yang tidak ada pengklasifikasian kelas pembedaan kelas antara siswa pintar dengan siswa kurang pintar, maka hanya siswa yang memiliki kemampuan lebih cepat yang dapat langsung mengikuti proses pembelajaran, sedangkan siswa yang lain masih merasa tegang dan lebih banyak diam saat pembelajaran dengan strategi draw a picture, sehingga pada pertemuan pertama aktivitas belajar belum bisa dikondisikan dan belum tercapai secara optimal, bahkan pembagian kelompok diskusipun masih sulit dilakukan. Pada diskusi kelompok yang pertama, siswa masih bingung dalam mengerjakan lembar kerja siswa LKS yang diberikan karena mereka tidak terbiasa mencari sendiri informasi yang diberikan dalam soal. Mereka kesulitan dalam menentukan apa saja yang diketahui, apa yang ditanyakan dalam soal, enggan membuat sketsa gambar serta kesulitan 68 bagaimana cara menyelesaikannya. Bagi siswa yang senang menggambar maka yang dikerjakan dalam LKS hanya gambarnya saja. Bahkan siswa yang pintar pun lebih senang mengerjakan sendiri dan tidak mau bekerja sama dengan anggota lainnya. Pada saat perwakilan kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas, siswa terlihat masih malu-malu, takut salah dan masih sulit untuk menyampaikan kepada siswa lainnya mengenai hasil diskusi kelompoknya, sehingga siswa lain lebih banyak mengobrol dan enggan menanggapi presentasi temannya. Hal ini disebabkan kebiasaan siswa pada pembelajaran sebelumnya yang berpusat pada guru, siswa hanya mendengarkan dan mencatat apa yang ditulis guru di depan kelas, mengerjakan soal yang mirip dengan contoh dan kurang adanya interaksi antar siswa sehingga mereka belum terbiasa untuk menyampaikan pendapat ataupun bertanya jika ada penjelasan yang belum di pahami. Dari hasil diskusi siswa belum terlihat adanya peningkatan pada kemampuan menyelesaikan soal cerita dan dari presentasi kelompok beberapa kelompok masih kurang rasa percaya diri dalam menyampaikan pendapatnya. Pada pertemuan selanjutnya sedikit demi sedikit ada perubahan yang baik pada kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita, hal ini terlihat dari hasil diskusi siswa dan hasil latihan soal cerita setiap kali pertemuan pada LKS yang diberikan guru. Akhirnya, dari tes kemampuan menyelesaikan soal cerita dapat dilihat bahwa siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan strategi pemecahan masalah draw a picture 70,83 mendapatkan nilai lebih dari atau sama dengan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal KKM yang ditetapkan oleh sekolah dimana dilakukan penelitian 17 siswa dari 24 siswa mendapat nilai ≥ 60. Ini berarti bahwa lebih dari 60 tujuan pembelajaran yang direncanakan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar telah tercapai termasuk dalam kategori baikminimal. Sedangkan, siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan strategi konvensional 69 hanya 50 yang mendapatkan nilai lebih dari atau sama dengan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal 13 siswa dari 26 siswa mendapat nilai ≥ 60, artinya tujuan pembelajaran yang direncanakan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar belum tercapai termasuk dalam kategori kurang. Selain itu, terbukti pula bahwa nilai rata-rata kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan strategi pemecahan masalah draw a picture lebih tinggi dari rata-rata kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan strategi konvensional.

D. Keterbatasan Penelitian