Awal Perjuangan Masyarakat Masuknya BITRA dan Mahasiswa Sebagai Pendamping

53 Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria UUPA. Undang-Undang ini bertujuan untuk menghilangkan dualisme di antara hukum- hukum tanah. UUPA berpedoman pada hukum adat sebagai sumber hukum rakyat. Tujuannya bagus, tetapi praktis tinggal nama, terutama setelah G-30-S PKI. Saragih menegaskan bahwa Mandat dari UU No. 5 Tahun 1960 sangat tegas ingin mendobrak ketidakadilan struktural untuk mempersiapkan prakondisi sosial demi membagun kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat tani menuju masyarakat Indonesia yang adil dan makmur 12 Perjuangan masyarakat bermula pada akhir tahun 1991, saat itu Pak Tukiran yang merupakan informan kunci penulis menyebutkan bahwa saat itu mereka sebenarnya tidak tahu bagaimana cara berjuang mendapatkan lahan seluas 91 hektar yang tidak ditanami oleh organisasi ABRI. Dasar perjuangan bagi masyarakat adalah bahwa mereka lahir dan dibesarkan di desa tersebut, masyarakat yang berjuang ini merupakan generasi kedua, mereka lahir dan besar di Perkebunan Ramunia sedangkan orang tua mereka merupakan pendatang atau . Masyarakat di Desa Perkebunan Ramunia merupakan masyarakat buruh yang semakin tidak jelas kehidupannya. Tidak jelas dalam hal ini yaitu mengenai status masyarakat sebagai masyarakat penunggu, tidak memiliki apa-apa dan hanya tinggal di barak-barak peninggalan Belanda yang merupakan tuan tanah pada masa penjajahan dulu.

3.3.1. Awal Perjuangan Masyarakat

12 Henry Saragih, Makalah Serikat Petani Indonesia “Urgensi Reforma Agraria Sebagai Model Penyelesaian Konflik dan Pemenuhan Hak Asasi Petani,” Disampaikan pada diskusi Publik Reforma Agraria, diselenggarakan oleh KontraS Sumut, KAHMI Kota Medan dan Departemen Perdata Fakultas Hukum USU, tanggal 12 Oktober 2016 di Peradilan Semu FH USU Universitas Sumatera Utara 54 buruh yang didatangkan oleh perkebunan Belanda. Masyarakat tidak bisa menduduki atau mengolah lahan, padahal terdapat lahan yang tidak diolah seluas 91 hektar, masyarakat selalu bertanya-tanya sebenarnya tanah itu adalah hak untuk masyarakat penunggu bekas buruh perkebunan Ramunia. Dalam hal ini masyarakat tidak memahami bagaimana sebenarnya realisasi dari UUPA Undang-Undang Pokok Agraria tahun 1960 yang mengatakan bahwa tanah bekas perkebunan Belanda menjadi milik masyarakat. Ini menegaskan bahwa semangat sebuah perjuangan dan ingatan yang tajam untuk mengingat masa lalu. Selain itu dalam UUPA pasal 34 ayat , menyatakan bahwa salah satu yang menyebabkan hapusnya HGU Hak Guna Usaha adalah ditelantarkan. Ini menguatkan masyarakat menduduki lahan 91 hektar yang tidak diusahai oleh perkebunan Puskopad.

3.3.2. Masuknya BITRA dan Mahasiswa Sebagai Pendamping

Berawal dari keikutsertaan Pak Tukiran dengan sebuah salah satu partai politik, Pak Tukiran memiliki relasi dengan orang-orang penting di Dewan Perwakilan Rakyat. Salah seorang politisi partai tersebut mengatakan kepada Pak Tukiran bahwa lahan seluas 91 hektar bisa diperjuangkan asalkan masyarakat mau memperjuangkannya. Pak Tukiran tertarik apa yang dikatakan oleh seorang teman politisinya, tapi dia tidak memahami bagaimana cara berjuang mendapatkan lahan sehingga meminta bantuan kepada temannya tersebut. Kemudian dihubungkanlah masyarakat dengan BITRA. Universitas Sumatera Utara 55 BITRA 13 Salah satu aktivitas yang dilakukan BITRA Bina Keterampilan Pedesaan Indonesia atau yang sering disebut BITRA adalah sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat LSM. Kelahiran BITRA Indonesia dimotori oleh 5 orang anak muda saat itu yang terdiri dari Soekirman, Wahyudhi, Sabirin, Swaldi dan Listiani, didasari oleh keberpihakan kepada masyarakat miskin, lemah, kurang mampu dan kurang beruntung. Berangkat dari prinsip dasar itu, sejak tahun 1986, BITRA Indonesia mulai melaksanakan kegiatan-kegiatan pengembangan sumber daya manusia pedesaan di Sumatera Utara. Sejak 1986 BITRA Indonesia mulai melaksanakan kegiatan- kegiatan pengembangan sumberdaya manusia di pedesaan untuk wilayah Sumatera Utara dengan cara melakukan penguatan melalui kelompok-kelompok masyarakat. 14 13 adalah mendampingi petani dalam pembelaan kasus-kasus atas tanah rakyat di empat kabupaten antara lain Kabupaten Padang Lawas Utara Paluta, Padang Lawas Palas Deli Serdang, Langkat Aceh Timur. Program advokasi BITRA Indonesia berbentuk kegiatan yang bersifat litigasi dan non litigasi yang dilakukan melalui Pendidikan Rakyat, Kampanye Kasus-kasus Tanah Rakyat, Kampanye Isu Agraria, Membangun Jaringan dan Studi Banding. Selain itu, memperkuat kapasistas kelembagaan rakyat, seperti penguatan dan pengembangan organisasi rakyat, di tingkat desa, kecamatan, kabupaten dan propinsi, merupakan pengembangan yang dilakukan di belakang hari pada program advokasi ini. Advokasi kebijakan juga dilakukan dalam bentuk mendorongpemerintahan lokal kabupaten dan propinsi membuat http:bitra.or.id2012tentang-kami diakses pada Rabu, 20 Januari 2016, Pukul 11.25 WIB. 14 http:bitra.or.id2012advokasi diakses pada Rabu, 20 Januari 2016, Pukul 11.34 WIB Universitas Sumatera Utara 56 aturan Perda yang berpihak pada rakyat. Perda-perda yang didorong diawali dengan riset ini adalah Perda-perda yang bersifat terkait dengan dunia pertanian, agraria dan pemberdayaan masyarakat pedesaan. ”Dulu waktu datang BITRA ke sini, Bapak nggak yakin apa bisa.... ya karna mereka itu masih muda-muda, masih lajang, ada yang masih kuliah lagi, ya sebaya-baya kau lah Yan... terus banyak juga mahasiswa yang datang ke kita untuk membantu, mereka nginap dan tinggal sama kita..” Pelaksana program di BITRA sendiri masih tergolong usia muda, mereka turut membantu perjuangan masyarakat. Sebelum masuknya BITRA dan para mahasiswa, masyarakat sudah pernah berjuang dengan sendirinya. Perjuangan dilakukan oleh 125 kepala keluarga meliputi lebih kurang 500 orang masyarakat, terdiri dari 300 laki-laki, dan 200 perempuan. Kemudian pada tahun 1992, masyarakat mendirikan BPMR Badan Perjuangan Masyarakat Ramunia yang merupakan sebuah organaisasi rakyat dan sebagai wadah bagi perjuangan yang dilakukan. Dalam Mustain 2007 dijelaskan mengenai proses memobilisasi suatu gerakan perlawanan dipengaruhi oleh seorang aktor yang berpeluang mendayagunakan sejumlah potensi nilai-nilai lokal. Dalam hal ini jelas Pak Tukiran merupakan orang yang memobilisasi masyarakat dusun Anggrek untuk berjuang mendapatkan lahan. Masuknya BITRA semakin membuat perjuangan masyarakat semakin kuat. Pendampingan yang dilakukan BITRA menguatkan masyarakat secara organisasi. Organisasi ini menjadi sangat baik yaitu meliputi ketua, wakil ketua, sekretaris, bendahara, tim lapangan, tim keamanan, tim logistik, tim gerakan massa, kurir, Universitas Sumatera Utara 57 tim dokumentasi, tim data dan peta. Dalam melakukan perjuangan, masyarakat juga mengumpulkan uang iuran sebesar Rp 2000,- perbulannya. Ini semua dikelola oleh BPMR Badan Perjuangan Masyarakat Ramunia. Perjuangan masyarakat ini dilakukan dengan cara menduduki lahan yang sedang diperjuangkan. Tapi beberapa kali mereka melakukan hal ini, tetap saja gagal, lahan yang mereka tanami selalu dihabisi oleh pihak perkebunan. Pak Tukiran dapat dikatakan sebagai pemimpin. Dalam hal ini pemimpin masyarakat dalam melakukan perjuangan tanah, Pak Tukiran sebagai sosok pemberani yang diikuti oleh masyarakat. masyarakat menunjuk Pak Tukiran sebagai pemimpin mereka karena keberaniannya untuk berjuang dan memahami segala hal tentang hak-hak masyarakat penunggu. Seperti apa yang dikatakan Pak Misran, “Dulu Pak Tukiranlah pemimpin kami ini, ooo kalo dulu dia paling berani ni, makanya ya kami jadikan pemimpin kami, ya kami pun jadinya semangat untuk berjuang, apalagi semenjak dateng BITRA sama mahasiswa ke sini.” Peran seseorang sangat berpengaruh dalam memotivasi orang-orang di sekitarnya. Beberapa kali sebelum masuknya BITRA dan mahasiswa mendampingi perjuangan masyarakat, perjuangan selalu berujung kegagalan. Ini justru tidak menurunkan semangat seorang Pak Tukiran yang masih terus berusaha sehingga ini berdampak pada semangat masyarakat lainnya. Usaha Pak Tukiran membuahkan hasil yaitu dengan masuknya BITRA dan mahasiswa membantu perjuangan masyarakat. Awal kedatangan BITRA dan mahasiswa ke Perkebunan Ramunia membuat Pak Tukiran sempat tidak yakin karena yang datang adalah pemuda-pemuda yang usianya 20-30 tahun, tetapi ini tidak membuat Pak Tukiran menjadi pesimis, malah semakin membuatnya semangat. Universitas Sumatera Utara 58 Pak Tukiran sangat senang karena mereka didukung oleh pemuda-pemuda berpendidikan yang peduli akan kondisi mereka. Seperti yang dikatakan oleh Pak Tukiran, “Ya BITRA dan mahasiswa selalu itu ngajak kami diskusi, ya kami bingung, apa itu diskusi, kami mana tau istilah itu?.” Bentuk-bentuk perlawanan yang dilakukan masyarakat dusun Anggrek Baru ini mencerminkan kondisi keterpaksaan yang menyebabkan perlawananan itu dibangkitkan. Perlawanan yang dilakukan selalu memperoleh hasil yang tidak pasti dan bahkan selalu gagal. Masyarakat berusaha bercocok tanam di lahan yang diperjuangkan dan selalu berhujung pengrusakan tanaman yang dilakukan oleh pihak Puskopad. Perlawanan yang dilakukan tidak langsung memperoleh hasil, tapi bisa dikatakan sebagai proses dari perjuangan dan tetap terus berupaya. Pelaku-pelaku utama perjuangan baik dari masyarakat atau pendampingnya yang dalam hal ini BITRA bergerak di bawah perlindungan dan larut dalam penduduk sipil untuk bersembunyi. Salah satu strategi dalam memperjuangkan lahan yaitu dengan ReclaimingUpaya mengklaim dengan menduduki tanah yang diperjuangkan. Masyarakat membangun gubuk-gubuk di tanah yang direklaiming, menanami dengan tanaman pangan seperti jagung, pisang dan lain sebagainya. Dalam melakukan pendampingan, pihak BITRA dan mahasiswa menginap dan tinggal bersama masyarakat. Mereka juga ikut dalam aktivitas keseharian masyarakat seperti bercocok tanam di lahan yang diperjuangkan. BITRA dan Mahasiswa yang mendukung dan memperkuat perjuangan lahan masyarakat membuat pihak Puskopad mencari mereka serta berupaya membatasi Universitas Sumatera Utara 59 orang-orang yang membantu perjuangan masyarakat dusun Anggrek. Ini membuat Puskopad melakukan penjagaan di sekeliling lahan yang diperjuangkan masyarakat. Pihak aparat negara dalam hal ini ABRI langsung berada dan berjaga- jaga di lahan yang sedang diperjuangkan masyarakat waktu itu. Kegagahan aparat dengan pakaian dan senjata tidak menciutkan nyali masyarakat untuk tetap berjuang, masyarakat beserta pendukungnya tetap bersatu, berdiskusi dan membangun rencana-rencana dan strategi dalam berjuang sambil menduduki lahan perjuangan. Bukan aparat negara saja yang bisa berjaga-jaga, masyarakat juga melakukan penjagaan yang ketat di setiap sudut lahan yang di perjuangkan, dan menjaga tempat yang menjadi area musyawarah masyarakat. Biasanya pihak- pihak yang berpengaruh dalam perjuangan tersebut sering bersembunyi dari pihak aparat negara yang berjaga. Mereka selalu jadi sasaran untuk ditangkap, termasuk pihak BITRA dan mahasiswa, tetapi penangkapan justru tidak pernah terjadi. Pihak BITRA dan Mahasiswa tidak juga menyerah begitu saja. Mereka membuat strategi untuk masuk ke perkampungan dengan menyamar sebagai tukang pisang. Beberapa orang dari BITRA sampai membuat KTP Kartu Tanda Penduduk sebagai masyarakat Desa Perkebunan Ramunia. Ini membuat masyarakat semakin percaya diri untuk berjuang mendapatkan lahan tanpa perduli dengan sistem pemerintahan Orde Baru pada saat itu. Scott 1993 menjelaskan perbedaan antara perlawanan “sungguh-sungguh” dengan perlawanan yang bersifat “insidental”. Perlawanan “insidental” ditandai oleh: a tidak terorganisasi, tidak sistematis, dan individual, b bersifat untung- untungan dan pamrih, c tidak mempunyai akibat-akibat revolusioner, dan d Universitas Sumatera Utara 60 dalam maksud dan logika mengandung arti penyesuaian dengan sistem dominan yang ada. Sebaliknya perlawanan “sungguh-sunguh” ditandai dengan: a lebih teroganisasi, sistematis, dan kooperatif, b berprinsip atau tanpa pamrih, c mempunyai akibat-akibat revolusioner, dan d mengandung gagasan atau tujuan yang meniadakan dasar dari dominasi. Scott juga mengatakan bahwa apapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh petani dapat dilihat sebagai perlawanan seperti aksi mencuri hasil panen jika hal tersebut sesuai dengan tujuan definisi perlawanan. Perlawanan petani juga tidak harus dalam bentuk aksi bersama. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa perjuangan lahan yang dilakukan oleh masyarakat dilakukan secara sungguh-sungguh. Masyarakat mempunyai organisasi yang menjadi ruang bagi terwujudnya persatuan untuk mencapai tujuan bersama. Walaupun terdapat hal yang berbeda dalam organisasi BPMR Badan Perjuangan Masyarakat Ramunia yaitu seolah-olah organisasi ini tidak memiliki struktur. Ini menjadi strategi untuk mencegah pihak Puskopad yang selalu mencari tau pemimpin organisasi tersebut sehingga dalam berjuang, masyarakat mengatasnamakan dirinya sebagai BPMR. Perjuangan tersebut dilakukan masyarakat tanpa pamrih karena bagi masyarakat ini adalah perjuangan bersama dan cita-cita bersama.

3.3.3. Berjuang Melalui Jalur Hukum

Dokumen yang terkait

Perkebunan Tembakau Deli di Bulu Cina Kecamatan Hamparan Perak (1974-1996)

3 111 101

Evaluasi Kesesuaian Lahan di Kebun Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang untuk Tanaman Pepaya ( Carica papaya L. ) dan Pisang ( Musa acuminata COLLA )

0 62 66

Survey dan Pemetaan Tingkat Salinitas (DHL) Pada Lahan Sawah di Desa Sei Tuan Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang

9 62 42

Analisis Komparasi Usahatani Padi Sawah Antara Petani Pengguna Pompa Air Dan Petani Pengguna Irigasi Pada Lahan Irigas) Di Kabupaten Deli Serdang (Studi Kasus: Desa Sidoarjo II Ramunia, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang)

2 36 140

Petani dan Lahan (Studi Etnografi tentang Perjuangan Lahan yang Dilakukan oleh Masyarakat Dusun Anggrek Baru Desa Perkebunan Ramunia Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang)

0 0 14

Petani dan Lahan (Studi Etnografi tentang Perjuangan Lahan yang Dilakukan oleh Masyarakat Dusun Anggrek Baru Desa Perkebunan Ramunia Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang)

0 0 1

Petani dan Lahan (Studi Etnografi tentang Perjuangan Lahan yang Dilakukan oleh Masyarakat Dusun Anggrek Baru Desa Perkebunan Ramunia Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang)

0 0 27

Petani dan Lahan (Studi Etnografi tentang Perjuangan Lahan yang Dilakukan oleh Masyarakat Dusun Anggrek Baru Desa Perkebunan Ramunia Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang)

0 0 17

Petani dan Lahan (Studi Etnografi tentang Perjuangan Lahan yang Dilakukan oleh Masyarakat Dusun Anggrek Baru Desa Perkebunan Ramunia Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang)

3 4 3

Petani dan Lahan (Studi Etnografi tentang Perjuangan Lahan yang Dilakukan oleh Masyarakat Dusun Anggrek Baru Desa Perkebunan Ramunia Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang)

0 0 1