60 dalam maksud dan logika mengandung arti penyesuaian dengan sistem dominan
yang ada. Sebaliknya perlawanan “sungguh-sunguh” ditandai dengan: a lebih teroganisasi, sistematis, dan kooperatif, b berprinsip atau tanpa pamrih, c
mempunyai akibat-akibat revolusioner, dan d mengandung gagasan atau tujuan yang meniadakan dasar dari dominasi. Scott juga mengatakan bahwa apapun
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh petani dapat dilihat sebagai perlawanan seperti aksi mencuri hasil panen jika hal tersebut sesuai dengan tujuan definisi
perlawanan. Perlawanan petani juga tidak harus dalam bentuk aksi bersama. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa perjuangan lahan
yang dilakukan oleh masyarakat dilakukan secara sungguh-sungguh. Masyarakat mempunyai organisasi yang menjadi ruang bagi terwujudnya persatuan untuk
mencapai tujuan bersama. Walaupun terdapat hal yang berbeda dalam organisasi BPMR Badan Perjuangan Masyarakat Ramunia yaitu seolah-olah organisasi ini
tidak memiliki struktur. Ini menjadi strategi untuk mencegah pihak Puskopad yang selalu mencari tau pemimpin organisasi tersebut sehingga dalam berjuang,
masyarakat mengatasnamakan dirinya sebagai BPMR. Perjuangan tersebut dilakukan masyarakat tanpa pamrih karena bagi masyarakat ini adalah perjuangan
bersama dan cita-cita bersama.
3.3.3. Berjuang Melalui Jalur Hukum
Perjuangan ini dilakukan secara terus menerus demi terwujudnya cita-cita masyarakat dusun Anggrek Baru atau masyarakat penunggu. Perjuangan
masyarakat melalui hukum di dampingi oleh pengacara-pengacara atau tim kuasa hukum LBH Lembaga Bantuan Hukum Medan yang dihubungkan oleh BITRA
Universitas Sumatera Utara
61 untuk membela masyarakat. Perjuangan ini biasa dilakukan dengan membuat
surat yang ditujukan kepada pengadilan, badan pertanahan, dan kepada anggota DPRD dengan perihal meminta penyelesaian. Adapun dana untuk membayar
pengacara-pengacara yang mendampingi masyarakat berasal dari dana kolektif atau dana kutipan kepada masyarakat yang sedang berjuang. Sungguh heran
apabila mendengar masyarakat yang tidak memiliki kerja yang tetap, dan melakukan perjuangan tanah memiliki uang. Tapi masyarakat rela berkorban demi
apa yang menjadi impiannya yaitu memperoleh lahan. Pada saat berjuang, masyarakat sambil bekerja tidak tetap menjadi buruh tani, apabila terdapat dana
untuk keperluan perjuangan, masyarakat rela menyisihkan uangnya untuk hal-hal seperti ini. Bahkan sampai meminjam uang kepada kerabat dan teman. Ini juga
dilakukan oleh Pak Tukiran dan beberapa orang informan. Berjuang melalui jalur hukum ini tidak membuahkan hasil bagi masyarakat, tapi justru tidak menciutkan
semangat untuk tetap berjuang.
3.2.4. Aksi Demonstrasi
Berbeda apabila perjuangan ini dilakukan pada era sekarang yang serba terbuka dan setiap orang bebas berbicara politik. Perjuangan yang dilakukan oleh
masyarakat terjadi di era orde baru yang dikenal dengan rezim yang otoriter, masyarakat tidak berhak bersuara, apalagi sampai mengkritik pemerintah.
Ditambah lagi perjuangan yang dilakukan masyarakat dusun Anggrek Baru adalah melawan pemerintah dan aparat negara yang langsung turut serta dalam
kepemilikan lahan perkebunan Ramunia.
Universitas Sumatera Utara
62 Masuknya BITRA dan mahasiswa ke Dusun Anggrek membuat perubahan.
Dalam pembicaraan itu terdengar suara tertawa dari Pak Misran yang sedang ngobrol santai bersama,
“Hahahahaha, lucu lah kalo inget itu, sering kali orang itu ngajak diskusi, rupanya itu diskusi ya ngumpul dan ada yang
dibahas, ya kayak musyawarah gitu, baru tau lah kita. Masyarakat penunggu selalu diajak berdiskusi, diskusi biasa
dilakukan malam hari, kalo diskusi ya kita membahas apa saja yang mau kita perjuangkan, misalnya kalo kita mau aksi, terus
menduduki lahan yang kita perjuangkan, pokoknya banyak lah yang selalu kita diskusikan.”
Diskusi dilakukan untuk membicarakan strategi-strategi yang akan dilakukan saat menjelang turun ke jalan. Turun ke jalan dalam hal ini yaitu
melakukan aksi demonstrasi ke kantor pemerintahan. Masyarakat Desa Perkebunan Ramunia merupakan orang-orang yang pertama melakukan aksi
demonstrasi di Sumatera Utara saat zaman orde baru, padahal zaman orde baru sangat anti dengan aksi-aksi demonstrasi. Pada masa orde baru, masyarakat tidak
berani melakukan aksi demonstrasi. “Dulu tahun 1994, kita lah yang pertama kali melakukan aksi
demontrasi, itu kita lakukan pertama di depan kantor DPRD Kabupaten Deli Serdang, pas kita aksi waktu itu, banyak kali
orang berhenti nengokin kita.”
Pak Tukiran juga mengatakan bahwa mereka awalnya takut melakukannya, tapi ketakutannya hilang karena apa yang dituntut adalah hak-hak
masyarakat. Selain itu, ketakutan tersebut menjadi hilang karena persatuan masyarakat yang kuat serta dalam melakukan aksi-aksi demonstrasi, BITRA dan
mahasiswa selalu mendampingi masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
63 Aksi Massa atau Demonstrasi merupakan salah satu cara yang dilakukan
oleh masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya dihadapan pengambil kebijakan. Demonstrasi melibatkan BITRA dan mahasiswa,selain menduduki
lahan yang diperjuangkan, demo merupakan cara agar tuntutan masyarakat dapat didengar oleh pengambil kebijakan. Walaupun saat itu merupakan zaman Orde
Baru, dimana masyarakat ataupun siapapun dilarang membahas hal-hal yang berbau politik, apalagi sampai melakukan aksi demonstrasi. Tetapi masyarakat
dusun Anggrek Baru, BITRA, dan mahasiswa tidak menghiraukan hal tersebut demi berjuang untuk menuntut hak-hak masyarakat.
Berbagai aksi demonstrasi dilakukan di Kantor DPRD Deli Serdang, Kantor Bupati Deli Serdang, Kantor DPRD Sumatera Utara, dan Kantor Gubernur
Sumatera Utara. Aksi demonstrasi dilakukan sampai berhari-hari bahkan sampai satu minggu. Aksi melibatkan anak-anak dan perempuan, sedangkan remaja dan
pemuda tinggal di tanah perjuangan. Demonstrasi yang dilakukan selama berhari- hari membutuhkan logistik makanan untuk yang turun melakukan aksi
demonstrasi. Kebutuhan logistik biasanya disiapkan oleh kaum perempuan yang tinggal di desa, mereka khusus ditugaskan untuk menyiapkan makanan. Makanan
biasanya datang di siang hari dan menjelang malam. Sementara untuk sarapan, demonstran yang menginap memasak sendiri di tempat melakukan demo
menggunakan peralatan-peralatan yang sudah dibawa sejak awal melakukan aksi. Cara membawa makanan ini juga merupakan salah satu strategi-strategi yang
dilakukan, mengapa hal ini strategi, seorang informan yaitu Pak Sopat berkata dengan wajah yang semangat,
Universitas Sumatera Utara
64 “Itu kalo ingat pas demo berhari-hari, ngerilah, tapi ada
lucunya juga. Makanan kita itu waktu demo ada yang ngirim dari kampung, kita kan kalo demo dari pagi, nah mulai agak
siang, itu perempuan-perempuan mulai ada masak, yang kita masak nasi jagung di tempat demo itu, lauknya pun cuma ikan
asen dan dimakan siang itu juga, pas mau kami makan, kami yang demo sampe rebutan makanan itu, terus uda gitu kami
makannya lahap kali dan anak-anak kecil yang kami bawa demo banyak yang nanges karena rebutan ini. Kami lihat orang-orang
yang lewat dan, bahkan orang kantor tempat kami demo ngeliatin kami semua makan sampek mereka pun iba melihat
kami makan nasi jagung sampek rebutan, karna kelaparan dan kecapekan, mungkin mereka beranggapan nasi jagung aja
sampek rebutan, dan ada juga yang sampek nangis lihat kami makan. Jadi kami pun banyak dapat bantuan makanan dari
orang yang lewat, dari orang kantor itu dan yang lainnya berupa beras, ikan, minuman, dan lain-lain lah.”
Makan nasi jagung, rebutan makanan, dan anak-anak yang menangis merupakan salah satu strategi aksi yang sengaja dirancang dalam manajemen aksi.
Ini dilakukan untuk menarik perhatian orang-orang terutama para pejabat dan wakil rakyat agar melihat, menerima aspirasi, dan ikut merasakan penderitaan
demonstran. Sementara itu, makanan yang disiapkan dari desa tetap diantarkan juga di siang menjelang sore sekaligus makanan untuk malam. Makanan yang
diantar ini merupakan makanan dengan sayur dan lauk yang lengkap. Sementara pihak yang demonstran menginap di kantor teras tempat melakukan aksi demo,
kemudian pada pagi hari masyarakat melanjutkan aksi demo kembali. Untuk sarapan pagi, masyarakat kembali memasak makanan, tetapi dalam hal ini
makanan yang dimasak adalah jagung, ubi kayu, dan pisang dari hasil tanaman di tanah perjuangan dan makanan ini hanya direbus. Hal ini dilakukan untuk hal
yang sama seperti makan beras jagung. Inilah yang membuat Pak Sopat dan Pak Tukiran mengatakan bahwa perjuangan waktu demo ini sedih dan terdapat hal-hal
Universitas Sumatera Utara
65 lucu yang membuat mereka meratapi kekelaman perjuangan masa lalu dalam
pembicaraan penuh semangat dan tawa.
3.2.5. Penjagaan Lahan