7
1.2. Tinjauan Pustaka
Lahan merupakan tanah dengan segala ciri, kemampuan maupun sifatnya beserta segala sesuatu yang terdapat diatasnya termasuk didalamnya kegiatan
manusia dalam memanfaatkan lahan. Lahan memiliki banyak fungsi yang dapat dimanfaatkan oleh manusia dalam usaha meningkatkan kualitas
hidupnya.Penggunaanlahan land use adalah setiapbentuk intervensi campur tangan manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya
baik materil maupun spiritual. Penggunaan lahan major kinds of land use sendiri adalah Penggolongan penggunaan lahan secara umum seperti pertanian tadah
hujan, pertanian beririgasi, padang rumput, kehutanan atau daerah rekreasi
2
Petani “peasant” tidak diarahkan ke komoditas perkebunan, namun tetap diletakkan sebagai petani penanam pangan. Petani hanya berhak menjadi buruh
bagi perkebunan dan bila mereka mandiri berhak atas tanaman pangan untuk .
Pertanian merupakan salah satu penggunaan lahan yang dimanfaatkan untuk aktivitas bertani.
Berbicara petani dan lahan, maka sangat terkait dengan desa. Desa sebagai sebuah kesatuan budaya dimana sekelompok masyarakat hidup mengembangkan
kebudayaannya dan tidak terlepas dari dunia luar. Kata Desa berasal dari bahasa Sansekerta yaitu desi, dusun yang berarti tempat asal, tempat tinggal, negeri asal,
atau tanah leluhur yang merujuk pada satu kesatuan hidup, satu kesatuan norma, serta memiliki batas yang jelas Purnomo, 2004; 28-29. Desa memiliki budaya
yang khas dengan basis ekonominya yaitu pertanian.
2
http:file.upi.eduDirektoriFPIPSJUR._PEND._GEOGRAFI196006151988031- JUPRILAHAN.pdf
. Diakses pada Kamis, 2 Juni 2016, Pukul 08.16 WIB.
Universitas Sumatera Utara
8 mendukung industri perkebunan
3
Kebudayaan dalam hal ini menentukan sekelompok orang dengan keunikannya dalam suatu skop pandangan dunia mengacu pada kandungan
kognitif, suatu kerangka dari asumsi-asumsi kognitif serta tempat yang segala perilaku sehari-hari diarahkan dan yang didapat adalah suatu sistem kepercayaan
dan pengetahuan. Geertz juga menambahkan tentang aspek evaluatif dimana pengetahuan dan kepercayaan tertranformasikan menjadi nilai-nilai.
Mentranformasikan menjadi nilai-nilai ini berarti bahwa sistem nilai budaya menetapkan etos kepada pendukung suatu kebudayaan menyangkut nilai-nilai
yang bersifat moral maupun yang bersifat estetik. Selanjutnya kedua aspek tersebut aspek kognitif dan evaluatif dapat dikomunikasikan melalui sistem
simbol . Redfield juga melukiskan bagaimana seorang
petani mengendalikan secara efektif sebidang tanah yang dirinya sendiri sudah lama terikat oleh ikatan-ikatan tradisi dan perasaan kepada tanah. Tanah dan
dirinya adalah bagian dari satu hal, suatu kerangka hubungan yang telah berdiri lama.
Budaya Petani
4
Petani di Dusun Aggrek Desa Perkebunan Ramunia berjuang mendapatkan lahannya dengan berbagai cara, perjuangan tersebut menciptakan suatu tatanan
.
3
Mangku Purnomo, Pembaruan Desa, Mencari Bentuk Penataan Produksi Desa. Yogyakarta: Lapera Pustaka Utama, 2004, 42.
4
Sistem simbol ini adalah sebuah “tempat” yang makna bisa diteruskan secara historis dan mampu ditampilkan atau diekspresikan lewat simbol-simbol yang dengan itu manusia
berkomunikasi, melestarikan dan mengembangkan pengetahuan mereka tentang kehidupan dan sikap-sikap tentang kehidupan dan dipergunakan untuk memasukkan makna dalam
pengalaman.Imam Styobudi, Menari Di Antara Sawah Dan Kota, Ambiguitas Diri, Petani-Petani terakhir di Yogyakarta. Magelang: Indonesiantera, 2001, 12-13.
Universitas Sumatera Utara
9 dalam sebuah dusun. Terbentuknya suatu komunitas ialah tempat kehidupan,
akan tetapi kesatuan wilayah saja belum cukup untuk mengidentifikasikan kelompok masyarakat sebagai suatu komunitas. Oleh karena itu, anggotanya
harus memiliki rasa cinta akan wilayahnya, punya kepribadian kelompok, saling mengenal dan bergaul, dapat saling menghayati sebagian besar dari lapangan
kehidupan mereka secara utuh Soemardjan, 1998; 227 . Petani sebagai masyarakat yang memiliki pandangan terhadap dunianya
sendiri tidak pernah lepas dari kekangan-kekangan sistem yang lebih besar dari mereka. Pada beberapa hal petani dilihat oleh banyak ahli memiliki pola
hubungan yang unik dengan alam dan profesinya. Yang menarik dari hal tersebut adalah sisi religiusitas petani dan pandangan terhadap makna kehidupan. Meski
terkesan banyak berbau tahyul dan irasional, akan tetapi kerap kali pilihan mereka terhadap usaha tani sangat rasional. Di sinilah pertemuan antara
mentalitas dan pandangan hidup juga cita-cita menjadi suatu irisan walaupun antar satu tempat dengan tempat yang lain berbeda-beda. Sistem nilai budaya
dari suatu masyarakat petani di beberapa daerah di Indonesia tidak sama, tentu ada variasi-variasi di masing-masing daerah seperti Aceh, Tapanuli,
Minangkabau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Kalimantan, Makasar, Nusa Tenggara, dan Papua. Bahkan mungkin corak yang berbeda akan
ditemukan antar desa di Jawa ataupuntempat lain. Meski demikian, dapat dirangkai suatu perkiraan berdasarkan kesan mengenai sistem nilai budaya petani
Jawa dan di Indonesia Purnomo, 2004; 10-11.
Universitas Sumatera Utara
10 Menurut Shahin dalam Scott
5
Menurut Redfield 1982; 56-71 kebudayaan masyarakat petani adalah otonom, yaitu aspek atau dimensi peradaban yang satu bagian. Sebagaimana
, ciri-ciri masyarakat petani peasant adalah:
1. Satuan keluarga rumah tangga petani adalah satuan dasar dalam
masyarakat desa yang berdimensi ganda. 2.
Petani hidup dari usaha tani, dengan mengolah tanah lahan. 3.
Pola kebudayaan petani berciri tradisional dan khas. 4.
Petani menduduki posisi rendah dalam masyarakat, mereka adalah “orang kecil” terhadap masyarakat di atas desa.
Apa yang dikatakan Shahin tentang petani menjelaskan bahwa petani mempunyai ciri yang berbeda dengan masyarakat lain di luar dirinya sendiri.
Petani mengolah lahan untuk kehidupannya, dan bukan hanya kehidupannya tapi juga kehidupan masyarakat pada umumnya karena sebagai penghasil bahan
makanan walaupun dalam keadaannya yang jauh berbeda. Petani merupakan masyarakat dengan stratifikasi yang rendah dalam masyarakat. Spengler dalam
Scott, 1993 menyatakan bahwa petani adalah manusia abadi, tidak tergantung pada kebudayaan yang menyembunyikan dirinya dalam kota. Ia mendahuluinya,
ia hidup lebih lama darinya. Ia adalah sumber asal darah yang selalu mengalir yang menciptakan sejarah dunia dalam kota-kota. Walaupun demikian yang
dikatakan Spengler, tetap saja petani merupakan kelompok masyarakat dengan budaya yang berbeda dengan kelompok kota.
5
James C. Scott, Perlawanan Kaum Tani. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1993, viii
Universitas Sumatera Utara
11 masyarakat petani adalah masyarakat terbelah, demikian juga kebudayaan petani
merupakan kebudayaan terbelah. Maksudnya adalah bahwa kebudayaan petani mempunyai dua hal, yaitu tradisi kecil dan tradisi besar. Tradisi kecil merupakan
pengetahuan yang diperoleh masyarakat petani dari pengalaman-pengalaman petani, tradisi ini berasal dari pemikir yang tidak refektif, dan tradisi kecil ini
berlangsung di dalam hidup itu sendiri dan mereka yang tidak terpelajar di dalam komunitas desanya. Sedangkan tradisi besar merupakan pengetahuan petani yang
diperoleh dari pendidikan atau pengetahuan orang lain yang ditransfer ke petani, tradisi besar ini lahir berasal dari beberapa pemikir reflektif, dan diolah di
sekolah-sekolah atau kuil-kuil. Apabila mempelajari petani dan kebudayaannya, konteksnya diperluas mencakup unsur-unsur tradisi besar yang berinteraksi atau
dulunya berinteraksi dengan sesuatu yang lokal dan langsung. Dalam hal ini, akan nampak komunikasi antara tradisi kecil dan tradisi besar dan perubahan-
perubahannya. Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan areal tanah amat luas nan
subur. Dalam hukum adat, hubungan tanah dengan masyarakat di sekitarnya kerap disebut “magis religius” dalam arti terdapat hubungan batin yang amat
mendalam antara tanah dan masyarakat di sekitarnya. Kendati hubungan tanah dengan masyarakat tidak terpisahkan, nyatanya nasib para petani di muka Bumi
Pertiwi ini belum seindah ungkapan verbal tersebut
6
6
Tanah dan Petani,
. Kondisi yang terjadi saat ini adalah Kondisi kepemilikan aset lahan yang sangat besar oleh pihak-pihak
tertentu termasuk perusahaan. Tanah sendiri merupakan hak asasi bagi seluruh
http:www.kpa.or.idnewsblogtanah-dan-petani . Diakses pada
Kamis, 02 Juni 2016 Pukul 09.00 WIB.
Universitas Sumatera Utara
12 rakyat Indonesia. Hal ini tentu sangat bertolak belakang dengan kondisi petani
yang tidak mendapatkan hak tersebut dikarenakan konsentrasi aset dengan bentuk penguasaan tanah yang sangat masif oleh sebagian kecil orang dan
mengakibatkan banyaknya tanah yang terlantar. Faktanya tidak semua hak guna atas tanah mampu dikelola dengan baik oleh suatu perusahaan. Ini termasuk
salah satu hal yang mendasari perjuangan lahan oleh kaum tani di Indonesia.
Gerakan Petani
Secara umum, banyak teori tentang perlawanan petani atau gerakan petani berkutat pada pertanyaan yang berkutat pada pertanyaan kelompok petani mana
yang paling revolisioner atau yang paling potensial untuk terlibat dalam gerakan- gerakan revolusioner. Terdapat tiga perspektif yakni, perspektif moral ekonomi,
pilihan rasional, dan konflik kelas. Ketiga perspektif ini berangkat dari pengertian yang berbeda mengenai petani dan kehidupan kaum tani di tengah
corak produksi yang berbeda-beda Kurzt, 2000 dalam Bachriadi 2012. Dalam pandangan teori moral ekonomi petani, petani dilihat sebagai
komunitas yang homogen yang terikat dalam suatu struktur sosial dan kebiasaan lokal yang menyediakan mekanisme budaya bagi terjaminnya subsistensi
mereka. Sementara dalam perspektif pilihan rasional, petani dilihat sebagai aktor yang rasional dan mampu membuat keputusan yang sudah tidak lagi tinggal di
desa-desa yang terisolasi, terkait ini banyak Antropolog mengatakan bahwa petani tidak lagi hidup dalam ikatan komunitas yang kuat. Sedangkan perspektif
konflik kelas dalam tradisi Marxis melihat petani dalam susunan kelas-kelas sosial di Pedesaan. Petani-petani kecil yang menjadi pemilik lahan kecil, petani
Universitas Sumatera Utara
13 penggarap yang tidak memiliki tanah maupun buruh tani, termasuk buruh-buruh
perkebunan yang terikat dan tereksploitasi dalam corak-corak produksi tertentu di pedesaan merupakan kelompok petani yang berpotensi untuk melakukan
revolusi. Buruh tani dan petani penggarap yang tidak memiliki tanah merupakan kaum proletar yang paling sejati untuk menggerakkan revolusi Bachriadi, 2012;
4-6. McAdam dkk 2001 dalam Mustain 2007 menyatakan bahwa gerakan
sosial terjadi pada masyarakat yang sedang mengalami perubahan. Perubahan tersebut merupakan perubahan transisional menuju perubahan sosial karena
terbukanya kesempatan aktor untuk merespon, memobilisasi struktur-struktur sosial dan budaya yang ada sehingga memungkinkan dilakukannya komunikasi,
koordinasi, dan komitmen di antara para aktor sehingga menghasilkan kesamaan pengertian. Hal ini juga memunculkan kesadaran bersama tentang apa yang
sebenarnya sedang terjadi. Wolf 1983; 190-192 menuliskan bahwa Gerakan protes petani seringkali berpusat pada mitos tentang suatu tatanan sosial yang
lebih bersifat hirarkis dengan harapan-harapan penataan kembali masyarakat secara radikal, dapat memobilisasi petani untuk beberapa waktu.
Gerakan petani menjadi pondasi utama bagi terwujudnya harapan petani itu sendiri. Gerakan petani muncul akibat petani yang berada pada kondisi rawan
krisis subsistensi, antara batas-batas kemampuan memenuhi kebutuhan kekurangan dasar dengan kekurangan pangan, kelaparan, bahkan kematian dan
memenuhi kebutuhan surplus sosial. Umumnya pemberontakan petani dilatarbelakangi oleh beberapa hal yaitu menimpa banyak petani, dengan cara
Universitas Sumatera Utara
14 serupa, terjadi secara tiba-tiba dan mengancam pengaturan-pengaturan
subsistensi. Scoot juga menambahkan bahwa perjuangan petani dalam mempertahankan hak-haknya mempunyai landasan dan tradisi yang dalam arti
harfiah melibatkan kepentingan-kepentingan paling vital dari partisipan- partisipannya Scoot, 1983.
Kasus konflik agraria
Sumatera Utara memiliki ratusan konflik agraria sejak munculnya Consessi konsesi terhadap tanah di Sumatera Timur sekarang termasuk dalam wilayah
administrasi provinsi Sumatera Utara pada tahun 1865. Konsesi ini diberikan oleh raja-raja di Sumatera Timur kepada Onderneming perkebunan yang
diusahakan secara besar-besaran dengan alat canggih; perkebunan budi dayadari Belanda, Belgia, Jerman, Inggris dan Swiss dan negara-negara penjajah lainnya
Pelzer, 1985. Komunitas Rakyat Penunggu di Sumatera Utara merupakan komunitas masyarakat Melayu yang menjadi salah satu korban dari konsesi ini.
Sampai saat ini, kalangan rakyat Penunggumasih berjuang untuk dan atas nama masyarakat adat. Rakyat Penunggu berjuang mendapatkan hak ulayatnya yang
sekarang berada di dalam HGU Hak Guna Usaha PTPN II. Walaupun berjuang atas tanah adat, atau tanah ulayat, Rakyat Penunggu mempunyai organisasi
bernama BPRPI Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia dengan kepengurusan sebagaimana sebuah organisasi modern yang dijadikan sebagai
wadah untuk berjuang dan berdiri sejak tahun 1953. Komunitas ini terdiri dari 67 Kampung yang berada dalam kawasan administrasi Kota Medan, Kabupaten Deli
Serdang, dan Kabupaten Langkat. Saat ini, beberapa kampung seperti Tanjung
Universitas Sumatera Utara
15 Gusta, Kelambir, Secanggang dan lain sebagainya telah menduduki lahan dan
mendirikan rumah, serta bercocok tanam di lahan yang diduduki dengan pengelolaan secara komunal walaupun belum ada pengakuan dari pemerintah.
Rakyat penunggu terus berupaya meminta pengakuan terhadap identitas mereka sebagai masyarakat adat Melayu dan wilayah adatnya.
Selanjutnya kasus konflik agraria petani di Desa Pergulaan, Serdang Bedagai dengan PT London Sumatera yang diteliti secara antropologis oleh Wina
Khairina 2012, “Konflik agraria antar petani Pergulaan VS Lonsum adalah
konflik atas tanah sebagai sumber daya yang semakin terbatas dan menentukan. Bagi petani Pergulaan, tanah adalah hak
milik, harga diri yang harus dipertahankan, dan sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan subsistensi dan
keturunannya. Tujuan awal Perlawanan petani Pergulaan adalah untuk mempertahankan subsistensinya. Perampasan
tanah yang dilakukan Lonsum disebabkan oleh perluasan perkebunan.”
Kasus Pergulaan sama dengan kasus Rakyat Penunggu yang disebabkan oleh masuknya investasi besar ke Sumatera Utara. Kasus Perkebunan Ramunia
mempunyai latar belakang besar yang sama dengan dua kasus di atas dengan perubahan masyarakat dan proses perjuangannya sendiri.
1.3. Rumusan Masalah