82 dusun Anggrek. Pihak BPN Deli Serdang menanggapi bahwa hal ini dikarenakan
lahan tersebut merupakan bagian dari HGU Puskopad sejak tahun 1984 yang selalu berubah-ubah luasnya. Pihak BPN tidak mengetahui dusun Anggrek Baru
Desa Perkebunan Ramunia berada dibagian mana dari sejarah HGU Puskopad. Lembaga pertanahan ini juga mengatakan bahwa apabila masyarakat dusun
Anggrek Baru Desa Perkebunan Ramunia ingin mengurus sertifikat, maka BPN harus mengukur kembali dan mengambil titik koordinat batas-batas HGU
Puskopad, terkait sertifikat maka menyangkut perorangan, bukan satu wilayah dusun atau desa.
Kekhawatiran masyarakat adalah apabila tanah tersebut sudah diturunkan atau diserahkan tanpa sertifikat lahan kepada anak-anak mereka yang tidak
memahami secara betul bagaimana lahan tersebut dan sejarahnya. Masyarakat tidak ingin apabila nanti ketika anak-anak mereka yang mengurus lahan diganggu
oleh pihak-pihak tertentu yang mau mengambil lahan. Oleh karena itu, masyarakat ingin memiliki sertifikat atas lahannya untuk menghindari hal-hal
yang tidak diinginkan di masa depan. Berbeda kondisi dengan sekarang ini dimana tokoh-tokoh perjuangan petani desa masih ada.
4.2.3. Konflik Horizontal Masyarakat Dusun Anggrek Baru dengan Desa Tetangga
Keberhasilan masyarakat dusun Anggrek Baru mendapatkan lahan menjadi perhatian masyrakat desa tetangga. Pada tahun 2008, desa tetangga yang
didominasi oleh masyarakat Melayu meluncurkan kabar ingin mengeksekusi lahan Dusun Anggrek. Kabar eksekusi ini sampai ke telinga masyarakat dusun
Universitas Sumatera Utara
83 Anggrek, awalnya masyarakat tidak mengetahui siapa ada di balik rencana ini.
Pak Sopat berkata, “Waktu itu tahun 2008, Desa sebelah itu, mau ngambel lahan
kita, orang itu uda bawa pendamping hukum, pas pula Pak Tukiran ini lagi merantau, terpaksalah kami ngubungi dia.
Kamigak tinggal diam, enak aja kok tiba-tiba lahan kami mau diambil, kami lawan lah, terus lah dipukul kentongan di Mesjid
biar pada ngumpul semua kayak waktu berjuang dulu.”
Kebersamaan itu sangat terlihat ketika ada pihak-pihak yang mengganggu desa dan bukandalam hal itu saja. Terdapat pihak tertentu tepatnya dari desa
sebelah atau desa yang bertetanggaan dengan desa Perkebunan Ramunia berusaha merebut lahan Dusun Anggrek Baru. Alasannya adalah klaim yang dilakukan
desa yang mengatakan bahwa lahan di dusun Anggrek Baru merupakan lahan desa mereka. Pihak-pihak tertentu tersebut membawa orang bayarannya dari
pengadilan untuk mengeksekusi lahan tersebut, dan menyebarkan berita eksekusi ke masyarakat dusun Anggrek. Mendengar kabar tersebut, pada malam harinya
kentongan Mesjid berbunyi. Hal ini menjadi simbol untuk mengumpulkan masyarakat. Dalam perkumpulan, masyarakat mengadakan pembahasan mengenai
permasalahan dan membuat rencana bersama untuk menentang pihak yang ingin melakukan eksekusi tersebut. Setelah beberapa minggu, pihak yang ingin
mengeksekusi tersebut membatalkan eksekusi yang dianggap buruk oleh masyarakat petani di dusun Anggrek Baru. Pembatalan ini dikarenakan
masyarakat sudah memahami siapa propokator atau orang dibalik isu eksekusi tersebut yang dilakukan oleh masyarakat desa tetangga dengan berusaha membuat
pengakuan secara sah terhadap lahan di dusun Anggrek Baru. Lahan dusun Anggrek Baru tidak memiliki hubungan dengan sejarah lahan desa sebelah
Universitas Sumatera Utara
84 tersebut. Masyarakat petani di dusun Aggrek Baru telah siap melawan bahkan
perang sampai titik darah penghabisan. Sementara itu, pihak-pihak yang dibayar oleh desa sebelah untuk mengeksekusi ditangkap saat sedang ke kantor kepala
desa Perkebunan Ramunia. Tindak lanjut dari hasil pembahasan permasalahan lahan yang baru muncul
tersebut adalah masyarakat bersama-sama mendatangi kantor Kepala Desa. Dalam melakukan aksi tersebut, masyarakat bertemu dengan Seseorang yang mencoba
melakukan eksekusi. Masyarakat dusun Anggrek Baru meminta agar seseorang tersebut mengatakan kepada teman-teman yang ingin mengeksekusi lahan dusun
Anggrek untuk menghentikan tujuan mereka. Apabila keluhan masyarakat ini tidak ditanggapi, masyarakat dusun Anggrek Baru akan siap untuk menyerang
balik, yakni orang-orang yang melakukan eksekusi. Sejak inilah niat eksekusi dibatalkan.
Permasalahan ini tidak sampai menjadi konflik yang besar dengan desa tetangga. Bagi masyarakat, pembatalan ekekusi lahan sudah dapat meredam
amarah mereka. Menurut beberapa informan, desa tetangga tersebut tidak mempunyai ikatan atau hubungan dengan masyarakat dusun Anggrek Baru.
Termasuk latar belakang masyarakat yang sangat berbeda, mereka merupakan penduduk lokal Suku Melayu dan pendatang dari daerah lain.
Kentongan menjadi sebuah simbol akan adanya suatu peristiwa yang menyangkut permasalahan bagi masyarakat. Benda yang memiliki arti atau makna
lain dalam pandangan masyarakat, hal ini dilakukan tidak terlepas dari apa yang telah dilakukan di masa lalu. Pada saat berjuang dahulu, kentongan menjadi alat
Universitas Sumatera Utara
85 yang digunakan untuk mengumpulkan masyarakat dusun Anggrek Baru.
Kentongan sebagai sebuah simbol untuk berkumpul di Mesjid untuk membahas atau menyelesaikan suatu permasalahan sehingga menghasilkan keputusan-
keputusan ataupun menjadi arena diskusi masyarakat terhadap pergerakan- pergerakan yang akan dilakukan. Latar belakang sejarah petani di Ramunia tidak
melunturkan solidaritas, peristiwa waktu lampau menjadi sebuah proses bagi masyarakat petani untuk tetap kolektif, bersama, dan bahkan menjadi nilai-nilai
budaya yang tetap dianut sampai sekarang. Hal ini bisa dilihat dari sebuah dusun yang baru sebagai wujud dari kebersamaan sebuah persatuaan, sementara perilaku
juga tampak dari masing-masing informan yang rendah hati dan berani. Hal ini juga menunjukan sebuah ikatan-ikatan yang sangat kuat terhadap lahan, dimana
kekuatan-kekuatan atau perlawanan-perlawanan muncul kembali di saat lahan mendapat gangguan. Walaupun kepemilikan lahan di Dusun Anggrek Baru sudah
bersifat individu. Masyarakat petani di dusun Anggrek Baru memahami desa mereka sebagai
sebuah tempat yang bersejarah. Tempat yang selalu mengingatkan mereka terhadap perjuangan lahan yang dilakukan, tempat masyarakat melihat perubahan
nyata dan perubahan yang bukan tanpa sengaja. Kondisi sekarang merupakan cita- cita bersama yang tampak dalam sebuah perwujudan yang nyata yaitu dusun
Anggrek Baru. Dusun ini menunjukkan sebuah kekompakan masyarakat yang tidak nampak secara kasat mata. Tanpa masuk ke dalam, kekompakan tidak dapat
dilihat, kekompakan tersebut makin jelas tampak melalui cerita-cerita sejarah
Universitas Sumatera Utara
86 masyarakat dan kondisi yang sekarang. Sulitnya melihat kekompakan ini
dikarenakan wujud fisik dusun yang jarak antar rumah tidak dekat. Lahan merupakan sebuah area yang dapat digunakan untuk keperluan apa
saja seperti pertanian, perumahan, dan sebagainya. Lahan mempunyai kompleksitas dimana terdapat bermacam-macam mahluk hidup dari yang tak
kasat mata sampai yang dapat dilihat dengan mata. tanah dan lahan berbeda, tanah adalah bagian dari lahan tersebut. Tanahlah yang diolah sedemikian rupa oleh
masyarakat untuk memenuhi segala kebutuhannya, termasuk kebutuhan akan pangan dan tempat tinggal. Masyarakat petani memanfaatkan lahan sebagai
tempat bercocok tanam, selain sebagai tempat tinggal. Tanah dan petani adalah bagian dari satu hal, suatu kerangka hubungan yang telah berdiri lama. Apabila
menggunakan cara berpikir seperti ini, maka bukan menuntut petani untuk memiliki tanah atau jenis-jenis penguasaan tanah tertentu atau bentuk-bentuk
hubungan dengan kaum yang lebih tinggi atau masyarakat yang lebih tinggi. Bagaimana tidak, petani di dusun Anggrek Baru justru berbeda, sejarah dan latar
belakang masyarakat berbeda dengan apa yang telah direkontruksi. Masyarakat bukan lahir dari orang tua yang petani, tetapi masyarakat lahir sebagai anak buruh
perkebunan dan besar dilingkungan perkebunan. Lahan perkebunan yang berganti secara terus menerus baik secara kepemilikan dan fisik lahan perkebunan tersebut
menjadi keterdesakan yang tidak diinginkan oleh masyarakat sendiri dan membuat masyarakat berjuang. Masyarakat mempunyai ikatan yang erat dan
sudah sangat menyatu dengan lahan perkebunan yang kemudian berjuang
memperoleh lahan untuk dijadikan lahan pertanian.
Universitas Sumatera Utara
87 Dusun Anggrek Desa Perkebunan Ramunia menjadi sebuah desa pertanian,
hal ini dapat dilihat dari berbagai tanaman masyarakat. Tanaman padi menjadi dominan di desa ini, sedangkan tanaman sayur-sayuran sangat sedikit. Tanaman
padi ditanam di lahan hasil perjuangan, lahan seluas 55 hektar yang telah dikelola masyarakat tidak sepenuhnya menjadi lahan pertanian. Karena telah menjadi
sebuah perkampungan, lahan pertanian berdampingan dengan perumahan. Lahan pertanian masyarakat biasanya berada didekat rumahnya, hal ini bisa terjadi
karena pada saat masyarakat belum pindah ke lahan perjuangan, masing-masing masyarakat yang mendapatkan lahan membangun rumah di lahan yang telah
didapat dari hasil perjuangan. Dalam hal ini pemukiman bukanlah sekedar mengandung arti suatu tempat tinggal, tetapi suatu satuan yang kompleks, yang
melibatkan berbagai unsur-unsur kebudayaan yang mewujudkan bukan hanya kegiatan-kegiatan biologis semata, tetapi juga berbagai kegiatan sosial, ekonomi,
politik, agama, dan sebagainya. Suatu pemukiman dapat dilihat sebagai suatu dunia tersendiri di mana para masyarakatnya menemukan identitasnya, merasa
aman, merasa sebagai mahluk sosial, dan tempat dia menyalurkan nalurinya
untuk berkembang biak menyambung keturunannya.
Kondisi dari penilaian subjektif petani di Desa Perkebunan Ramunia terhadap perkembangan lingkungan tempat tinggalnya, dari sebuah desa
perkebunan menjadi desa pertanian mendatangkan suatu sikap kebanggaan. Ada hal-hal ketika diri masyarakat mengingat masa lalu yang sangat kelam, hidup
dengan penuh kesusahan, tidak memiliki lahan, dan lain sebagainya. Dapat dibayangkan perjuangan untuk berusaha menuntut hak atas lahan dan cita-
Universitas Sumatera Utara
88 citauntuk dapat bercocok tanam di lahan sendiri yang memiliki titik terang yakni
sebuah kemenangan. Ini sebuah perjuangan yang tidak sengaja, tapi memang direncanakan dan diupayakan. Walaupun titik terang yang didapat tidak dapat
menopang kehidupannya secara keseluruhan, lahan yang diperoleh tidak dapat menopang kebutuhan pokok masyarakat sehingga tetap saja masyarakat bekerja di
sektor lain juga. Inilah sebuah makna dari perjuangan yang dilakukan dan menyangkut pengakuan-pengakuan yang belum sepenuhnya juga didapat.
Pengakuan ini yaitu sertifikat tanah yang sampai sekarang belum didapat oleh masyarakat. Walaupun mereka secara resmi tinggal dan bertani di lahan yang
telah diperjuangkan, masih ada suatu keinginan yang belum tercapai. Saat ini, sangat sulit melihat petani yang benar-benar menjadi petani, artinya
petani yang bisa mandiri dari hasil apa yang ditanamnya. Begitu juga dengan petani di Desa Perkebunan Ramunia, bagi masyarakat, bertani adalah sebuah
pekerjaan sampingan. Aktivitas di lahan sawah hanya untuk memenuhi kebutuhan beras saja, itupun kalau padi yang dihasilkan dari panen tidak dijual dengan agen.
Mayoritas masyarakat di Desa Perkebunan Ramunia bekerja dengan orang lain, menjadi buruh lepas, tukang bangunan ataupun bekerja di tambak milik
pengusaha. Bagi masyarakat, lahan pertanian memiliki arti tersendiri yang sangat berharga. Hal ini menjadi kebanggaan masyarakat desa yang beranjak dari sebuah
perjuangan. Terdapat nilai-nilai dan makna-makna terhadap sebuah perjuangan, kebersamaan, dan cita-cita. Ini merupakan cara masyarakat memaknai lahan yang
di dalamnya adalah nilai-nilai tersebut. Perjuangan yang telah dilakukan membuahkan hasil yang tampak dan yang tak tampak, yang tampak yaitu berupa
Universitas Sumatera Utara
89 lahan pertanian yang berhasil menjadi hak milik masyarakat desa, selanjutnya
sebuah dusun Anggrek yang baru merupakan perwujudan yang tampak dari hasil perjuangan. Sedangkan yang tak tampak itu berupa kebersamaan masyarakat yang
sangat kompak, kekompakan sangat nampak ketika ada masalah di Desa. Apabila mendengar pernyataan-pernyataan para informan, maka terdengar
sangat jelas bahwa masyarakat dusun Anggrek Baru sangat berbeda dengan sekarang. Salah satunya adalah ketika dahulu mereka berada dalam hubungan
yang bersifat vertikal dengan penguasa lahan. Saat itu masyarakat hanya sebagai pekerja yang digaji di lahan milik tuan tanah, masyarakat menerima upah dari
hasil kerjanya. Sedangkan sekarang masyarakat juga bekerja, tetapi bekerja di lahan sendiri dan untuk kebutuhan sendiri tanpa ada hubungan yang bersifat
vertikal. Kondisi lahan perkebunan yang berubah menjadi lahan pertanian dianggap sebagai sebuah harapan yang sudah tercapai bagi masyarakat. Walaupun
lahan pertanian tersebut tidak banyak atau tidak luas untuk setiap keluarga di dusun Anggrek Baru. Kemudian lahan pertanian sebagai bukti perjuangan yang
telah dilakukan, meskipun sampai sekarang masyarakat belum memiliki sertifikat tanah. Lahan pertanian hanya sebatas pengakuan dari Kepala Desa dan Camat.
Tentunya masih terdapat harapan-harapan dari masyarakat dusun Anggrek Baru yaitu Sertifikat tanah tersebut.
Hal ini dikarenakan masyarakat mengantisipasi pihak-pihak yang ingin mengklaim lahan perjuangan apabila di masa yang akan datang ketika tanah
beralih ke anak-anak mereka, sementara lahan pertanian dusun Anggrek Baru merupakan lahan perjuangan yang sejarahnya diketahui oleh masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
90 Perjuangan masa lalu yang dilakukan telah selesai, tetapi bagaimana perjuangan
tersebut selesai begitu saja. Untuk lahan, masyarakat telah memilikinya bahkan masyarakat mengatakan bahwa sekarang ini masih tetap berjuang, dan masyarakat
dusun Anggrek yakin bahwa dalam hidup tetap harus berjuang.
4.2.4. Dari Sebuah Ujaran Menjadi Tradisi yang Melekat