45
BAB III PERJUANGAN LAHAN
3.1. Sejarah Lahan di Perkebunan Ramunia
Secara khusus, Perkebunan Ramunia Ramoenia Cultuur berdiri pada tahun 1896 di wilayah Kesultanan Serdang. Sebelum tahun 1870-an, tanah di
Perkebunan Ramunia merupakan lahan dari kesultanan Serdang. Belanda yang melihat potensi tanah yang subur, sedangkan lahan masih banyak yang tidak
dikelola oleh kesultanan dan masyarakat, maka sejak 1870 pengusaha-pengusaha datang untuk menyewa perkebunan melalui kontrak kepada pihak kesultanan yang
ada di Sumatera Timur. Pada masa ini mulai memasuki era yang disebutkan oleh Wiradi 2002; 169 bahwa hal ini merupakan tonggak penting sejarah agraria di
Indonesia. Sejak tahun-tahun ini, mulailahmasuk modal swasta Eropa mencengkram bumi Indonesia. Masa ini antara tahun 1870-1900 yang disebut
jaman liberal
9
Menjelang tahun 1900, Pelzer 1985; 90-126 menuliskan bahwa terdapat permasalahan yang sedang berkembang yaitu aspek hukum konsesi. Konsesi yang
diatur antara para penguasa onderneming penguasa perkebunan dan para pangeran dari kerajaan-kerajaan yang diperintah secara tidak langsung di
.
9
Pengelolaan administrasi secara modern oleh perkebunan-perkebunan besar diharapkan dapat ditiru oleh petani dalam mengelola usaha taninya, Gelderen dalam Wiradi
mengomentari bahwa perkembangan perusahaan asing telah menjadikan rakyat pribumi suatu bangsa buruh, dan dengan demikian Hindia Belanda yaitu Indonesia menjadi buruh
diantara bangsa-bangsa. Gunawan Wiradi, et al, Reformasi Pertanian, Pemberdayaan Hak- hak atas Tanahditinjau dari aspek Hukum, Sosial, Politik, Ekonomi, Hankam, Teknis,
Agama dan budaya. Bandung: Mandar Maju, 2002, 169.
Universitas Sumatera Utara
46 Sumatera Timur. Permasalahan ini selalu menghindari penyelesaian yang
memenangkan pengalihan semua konsesi menjadi sewa menyewa jangka panjang yang banyak mempunyai keuntungan hukum bagi para penguasa perkebunan. Hal
ini berakibat pada penduduk pribumi yang menjadi korban dari suatu komplek persekutuan golongan golongan yang berkepentingan termasuk raja. Selama
perang dan setelah kemerdekaan, terdapat tipe-tipe penduduk setempat dan imigran baru berasal dari Tanah Karo dan Tapanuli yang datang ke Sumatera
Timur. Dalam hal ini, buruh perkebunan memperoleh hak sementara untuk mengolah lahan. Sementara itu imigran dari Tanah Karo dan Tapanuli juga
melakukan pengolahan terhadap lahan. Sementara penduduk setempat juga mengolah lahan perkebunan yang dekat dengan desa.
Masyarakat Sumatera Timur dan buruh yang didatangkan dari Jawa merupakan bagian dari integral dari tatanan sosial Sumatera Timur. Hal ini
menunjukkan bahwa Sumatera Timur merupakan area dimana daerah yang masyarakatnya beragam yaitu Melayu, Karo, dan sebagian kecil Simalungun.
Terdapat juga masyarakat Jawa yang tinggal di pondok-pondok dan hidup menetap di Sumatera Timur. Maka itu jika melihat kondisi sekarang, tidak sulit
untuk menemukan orang Jawa atau bahkan perkampungan yang dihuni oleh orang Jawa di wilayah Sumatera Timur yang masuk dalam Provinsi Sumatera Utara.
3.2. Kronologi Perubahan Kepemilikan Lahan