commit to user
Tahun 2006 dan Permendagri Nomor 59 Tahun 200 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah Nomor 24 Thn 2005
Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Perubahan ini terutama terkait dengan pelaksanaan penatausahaan dan pengakuntansian pendapatan dan belanja yang di level
SKPD sehingga dituntut adanya kemampuan SKPD dalam menatusahakan dan menyusun laporan realisasi, neraca dan catatan atas laporan keuangan.
E. PENELITIAN TERDAHULU YANG RELEVAN
Muhammad Satya Karya Azhar 2008, melakukan penelitian tentang analisis
kinerja pemerintah daerah sebelum dan sesudah otonomi daerah. Dengan sampel penelitian pada pemerintah daerah Propinsi NAD dan Sumatra Utara, hasil penelitiannya
menyimpulkan bahwa terjadi perbedaan yang significant dalam pencapaian kinerja keuangan pemerintah daerah setelah otonomi daerah ditetapkandiberlakukan. Kinerja
keuangan tersebut diukur lewat desentralisasi fiskal, upaya fiskal dan tingkat efisiensi penggunaan anggaran yang tidak memiliki perbedaan yang signifikan.
Local Governance Support Program LGSP-USAID bekerja sama dengan Ditjen Pemerintahan Umum Depdagri 2009 melakukan kajian tentang Tantangan dalam
penyelenggaraan Evaluasi Kinerja Berbasis Hasil Outcome-Based untuk seluruh pemerintah Daerah di Indonesia. Diuraikan bahwa Mengacu kepada berbagai regulasi,
penerapan manajemen yang berorientasi kepada kinerja hasil outcome di lingkungan instansi pemerintah di Indonesia merupakan sebuah keniscayaan dan keharusan.
Seluruh aktivitas dalam lingkungan instansi pemerintah akan diukur dari sisi akuntabilitas kinerjanya, baik dari sisi kinerja individu, kinerja unit kerja dan kinerja
commit to user
instansi dan bahkan juga kinerja pemerintahan secara keseluruhan. Di masa lalu pengukuran kinerja pemerintah Indonesia masih terfokus pada pengukuran masukan
input dan keluaran output. Dibanding dengan pengukuran hasil outcome yang dilihat adalah manfaat benefit dan dampak impact.
Pengukuran ini masih berfokus pada sisi sumberdaya yang telah dihabiskan tentang anggaran dan realisasi anggaran akan tetapi belum memberi perhatian yang memadai
kepada hasil dan dampak nyata program dan kegiatan pemerintah terhadap proses pelayanan masyarakat. Hal yang sama juga tercermin dalam proses pelaporan dan
pengawasan kinerja
penyelenggaraan pemerintahan.
Dari penelitian
tersebut menyimpulkan bahwa Penataan Regulasi, Penataan Kelembagan dan Penguatan kapasitas
Sumber Daya Manusia sangat perlu di perhatikan sebagai suatu masalah yang cukup serius dalam pengelolaan keuangan di tingkat daerah. Tentang penataan regulasi perlunya
memperhatikan penyederhanaan regulasi, substansi dari regulasi itu sendiri serta integrasi penilaian kerja pegawai terhadap kinerja kelembagaan. Untuk penataan kelembagan di
tingkat daerah dalam hal implementasi manajemen kinerja yakni dalam upaya mempercepat setting mengukur kinerja birokrasi yang semakin baik dari waktu ke waktu.
Sedangkan untuk penguatan kapasitas SDM adalah perlunya kerjasama semua pihak ditingkat pusat maupun daerah untuk upaya skenario peningkatan kapasitas SDM. Selain
itu perlunya didukun oleh kecukupan alokasi anggaran serta kesiapan SDM yang memadai.
Local Governance Support Program LGSP-USAID bekerja sama dengan Ditjen Pemerintahan Umum Depdagri 2009 melakukan kajian tentang Pembaharuan
dalam manajemen Pelayanan Publik Daerah di Indonesia. Dikemukakan bahwa b eberapa
commit to user
kendala pada pelayanan publik yang baik adalah Minat yang tumbuh untuk perbaikan manajemen pelayanan publik, Contoh pembaharuan di beberapa provinsikabupatenkota,
Faktor-faktor pendukung pembaharuan dalam pelayanan publik dan Kesimpulan serta saran untuk upaya-upaya pembaharuan berikutnya. Infrastruktur dan sumber daya yang
mencukupi sering disebut sebagai modal utama dalam pemberian pelayanan publik yang baik di tingkat kabupatenkota. Meskipun demikian, yang sama pentingnya dan mungkin
yang lebih menantang adalah kerangka kelembagaan bagi pelayanan publik. Di Indonesia, keterbatasan kelembagaan menjadi kendala besar bagi pelayanan
publik yang sukar diatasi, seperti digambarkan di bawah ini. Meskipun peraturan perundangan diera tahun 1999 telah melimpahkan urusan dan kewenangan begitu besar
atas manajemen dan pelaksanaan pelayanan publik bagi pemerintah daerah, kurang konsistennya kerangka hukum dan peraturan perundangan bagi desentralisasi pemerintahan
membuat pemerintah kabupatenkota harus berjuang untuk merumuskan serta melaksanakan peran dan tanggungjawabnya. Hal ini mempersulit perencanaan dan
anggaran dan seringkali menyebabkan semacam kelumpuhan, dimana tidak berbuat apa- apa dianggap lebih aman daripada melakukan tindakan tertentu. Pemerintah
kabupatenkota yang terperangkap dalam status perundangan yang tidak jelas seperti ini pada umumnya tidak proaktif dalam mengarahkan pengembangan daerah dan manajemen
pelayanan publik.
Dalam penelitian tersebut disimpulkan bahwa inisiatif reformasi harus dimulai dari tindakan inovatif yang sederhana, dimana komitmen dan sumber relatif mudah didapat dan
bahwa hal tersebut akan membangkitkan rasa percaya diri dan pengalaman sebelum
commit to user
dilakukan pengembangan dan perluasan. Pemerintah daerah bisa memperoleh manfaat adanya bantuan dalam membina reformasi, memberikan advokasi, memfasilitasi kelompok
pemangku kepentingan dalam melaksanakan agenda reformasi, memonitor kinerja dan mengawali serta mereplikasikan hasilnya.
Selain itu juga sebaiknya dilakukan pembinaan kemitraan antara konsultan dan pemerintah daerah untuk mengembangkan kapasitas dan memberikan keterampilan kepada
pemerintah daerah setempat. Penciptaan pasar untuk pelayanan konsultasi dan advokasi mencakup jejaring dan advokasi diantara lembaga profesional dan praktisi, badan
pengawasan publik, dan organisasi pengawas serta kelompok lembaga swadaya masyarakat. Perlu pengembangan pasar untuk instrumen yang sesuai dengan pembangunan
kapasitas, terutama instrumen yang dibantu pemerintah. Keefektifan instrumen yang dibuat oleh proyek negara donor harus diuji bersama
mitra pemerintah agar mendapat jaminan dari pemerintah, serta dimasukkannya instrumen tersebut dalam kurikulum pelatihan pemerintah. Bahkan tanpa reformasi birokrasi secara
menyeluruh, masih mungkin memperkuat sistem berbasis prestasi yang memberikan akreditasi kepada para konsultan dan memberikan penghargaan dan insentif atas kinerja
baik pemerintah daerah dan mitra mereka saat ini. Program negara donor yang mengawali dan mendukung perubahan harus membantu pemerintah daerah sehingga mereka siap
mengelola pelayanan publik melalui sarana mereka sendiri, sambil mencari penyedia pelayanan jasa yang terpercaya untuk membantu mereka melaksanakan hal tersebut.
Dalam hal ini universitas-universitas mungkin dapat memberikan jaminan terbaik dalam pelaksanaan pelayanan yang nampaknya kehadirannya lama.
Ada beberapa komponen harus sudah siap yakni Pertama, harus ada komitmen
commit to user
jelas untuk perbaikan manajemen dalam satu atau dua bidang. Kedua, harus ada ‘pasar’ yang dapat menggabungkan para pemangku kepentingan lokal dengan konsultan handal,
menggunakan instrumen dan metodologi yang dapat menginspirasikan tindakan dan sejauh mungkin diakui pemerintah. Ketiga, pihak setempat yang saling bekerja sama harus
melaksanakan itu dalam kurun waktu lama agar dapat membangun kepercayaan dan rasa percaya diri, dan membangkitkan momentum yang cukup, komitmen politis dan capaian
agar keberhasilan demi perbaikan akan berkelanjutan. Keempat, para pelaku lokal harus secara aktif mengejar dan mengambil peran penuh atas pembelajaran, jejaring, pembagian
sumber, berbagi pengalaman, dan peluang lain yang dapat membawa mereka ke capaian yang lebih tinggi. Kelima, dengan menggunakan skema tindakan sebagai ‘batu susun’
untuk pelaksanaan perbaikan-perbaikan sederhana yang mempunyai kemungkinan berhasil dan akan terus bertahan sebelum menangani program perbaikan pelayanan yang lebih
rumit.
Pusat Studi Antar Universitas-Studi Ekonomi PAU- SE UGM bekerja sama dengan Setwilda Jawa Tengah 2000 menyusun konsep manajemen pengeluaran daerah.
Standar analisis belanja SAB serta bentuk dan struktur APBD 2001. penelitian tersebut juga menyajikan contoh simulasi struktur APBD yang berdasarkan pendekatan kinerja,
pernyataan anggaran, penentuan satuan ukur dan SAB.
F. KERANGKA KONSEPTUAL