Peranan Bank Perkreditan Rakyat Binaan Bank Nagari Terhadap Kinerja Usaha Kecil Di Sumatera Barat
PERANAN BANK PERKREDITAN RAKYAT BINAAN BANK NAGARI TERHADAP KINERJA USAHA KECIL
DI SUMATERA BARAT
ZEDNITA AZRIANI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2008
(2)
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul:
PERANAN BANK PERKREDITAN RAKYAT BINAAN BANK NAGARI TERHADAP KINERJA USAHA KECIL DI SUMATERA BARAT
Merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri dengan pembimbingan komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan oleh sumbernya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di Perguruan Tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, 5 Februari 2008
Zednita Azriani NRP A.151050071
(3)
ABSTRACT
Rural banks (BPRs) have some roles to small industries especially in rural area, but they have some problems to conduct their roles. Several efforts were needed to improve the rural bank performance, for example rural bank construction by Bank Nagari. The objectives of this study were: (1) to describe of Bank Nagari construction activities to rural banks, (2) to compare financial performance between constructed rural banks and non-constructed rural banks, (3) analyzing the impact of credit to the increasing of small industries performance. Those objectives can be analyzed using descriptive approaches and econometrics in form of small industries model as simultaneous equation. The result showed that Bank Nagari have constructed BPR in form: (1) establishment of BPRs, (2) accretion of BPRs, and (3) recovery of BPRs. Bank Nagari could construct rural bank especially in transfering of management, training and education activity, monitoring and evaluation, but there were several activities that must be increased. For example Bank Nagari should make the schedule of training and education periodically, and establish the online system network. The financial performance of constructed rural bank was better than non-constructed rural bank but not significantly. Amount of credit that received by small industries was only significant to omzet small industries but not significant to using labor. There was no difference between the performance of constructed rural bank’s credit clients and non-constructed rural bank’s credit clients.
(4)
RINGKASAN
Bank Perkeditan Rakyat (BPR) merupakan lembaga keuangan yang terutama untuk melayani jasa-jasa perbankan bagi masyarakat ekonomi lemah terutama usaha kecil di Indonesia. Peran BPR kepada usaha kecil dianggap penting bagi peningkatan pembiayaan usaha mikro dan kecil, karena selama ini usaha kecil sebagai sektor yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia memerlukan suntikan modal dari pihak luar. Namun demikian, peran BPR dalam pembiayan usaha kecil tersebut masih menempati porsi yang relatif kecil dibandingkan pembiayaan oleh bank umum. Hal ini tidak terlepas dari kondisi BPR yang secara umum masih menghadapi berbagai kendala dan tantangan dalam memberikan pelayanan kepada usaha kecil, seperti: struktur pendanaan BPR belum didukung oleh permodalan yang kuat, kualitas sumberdaya yang belum memadai sehingga menyebabkan tingginya biaya overhead dalam operasional BPR, dan belum adanya lembaga pendukung industri BPR yang dapat berfungsi sebagai penyangga dana likuiditas bagi BPR.
Untuk mengatasi masalah yang dihadapi BPR dan untuk meningkatkan perkembangan BPR di Sumatera Barat, Bank Nagari telah berusaha untuk melakukan kegiatan pembinaan kepada beberapa BPR di Sumatera Barat. Bank Nagari telah memiliki 49 BPR binaan sampai akhir tahun 2006. Pembinaan yang telah dilakukan Bank Nagari kepada BPR binaannya selama ini dalam bentuk antara lain penyertaan modal kepada BPR, pelatihan kepada karyawan BPR, pengawasan dan monitoring.
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : (1) menelaah perkembangan pembinaan terhadap BPR yang telah dilakukan oleh Bank Nagari selama ini, (2) membandingkan kinerja beberapa BPR yang menjadi binaan Bank Nagari dengan BPR non-binaan dan
(5)
faktor-faktor yang mempengaruhinya, dan (3) menganalisis peranan kredit BPR terhadap kinerja usaha kecil di Sumatera Barat.
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja BPR binaan Bank Nagari di Sumatera Barat. Penelitian dilaksanakan sejak bulan April sampai September 2007. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Penelitian dilakukan pada tiga tingkat, yaitu tingkat Bank Nagari, tingkat BPR dan usaha kecil. Penelitian pada tingkat Bank Nagari hanya mengetahui pembinaan yang telah dilakukan oleh Bank Nagari terhadap BPR binaannya selama ini. Penelitian di tingkat BPR dilakukan dengan membandingkan kinerja BPR binaan Bank Nagari dengan non-binaan Bank Nagari. Pengambilan sampel BPR hanya dilakukan pada satu kabupaten yang ada di Sumatera Barat, kabupaten yang dijadikan sebagai lokasi pemilihan sampel BPR adalah Kabupaten 50 Kota. Pemilihan kabupaten ini dilakukan secara purposive karena Kabupaten 50 Kota memiliki jumlah BPR binaan Bank Nagari yang paling banyak. Sampel BPR dipilih secara acak sebanyak 3 BPR binaan Bank Nagari dan 3 BPR non-binaan Bank Nagari. Teknik pengambilan
sampel pada nasabah dilakukan secara Stratified Proporsional Random
Sampling pada 3 BPR sampel yang terpilih. Jumlah total sampel adalah sebanyak 165 orang.
Untuk menilai tingkat efektifitas pembinaan yang telah dilakukan oleh
Bank Nagari digunakan analisis Skala Likert. Analisis perbandingan kinerja BPR binaan Bank Nagari dengan BPR non-binaan dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan analisis kuantitatif yang didasarkan kepada aspek keuangan dan manajemen. Analisis untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja BPR dilakukan dengan menggunakan analisis korelasi dengan menggunakan pool data dari tahun 2003 sampai tahun 2006. Model untuk mengetahui dampak BPR terhadap kinerja usaha kecil dapat
(6)
dianalisis dengan menggunakan model persamaan simultan. Persamaan tersebut terdiri dari besar kredit, nilai omset penjualan, nilai keuntungan, asset yang dimiliki usaha kecil, penggunaan tenaga kerja dalam keluarga, penggunaan tenaga kerja luar keluarga, dan penggunaan tenaga kerja total. Analisis model pengembalian kredit menggunakan model logit.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk pembinaan yang telah dilakukan oleh Bank Nagari terhadap BPR selama ini dapat dibagi menjadi 3 (tiga) kegiatan pokok, yaitu (1) melakukan pembentukan BPR, (2) melakukan penyertaan modal kepada BPR, dan (3) melakukan pengakuisisian BPR yang tidak aktif lagi. Kegiatan pembinaan yang telah dilakukan oleh Bank Nagari dalam aspek manajemen, sistem operasional, pendidikan dan pelatihan, serta pengawasan monitoring terhadap BPR binaan sudah cukup efektif, namun masih ada beberapa kegiatan yang belum berjalan maksimal yaitu: (1) belum adanya jadwal pendidikan dan pelatihan secara teratur pada setiap tahun anggaran, (2) sistem informasi kepada BPR binaan masih manual belum menggunakan sistem online, (3) sistem pengawasan oleh komisaris BPR yang merupakan pegawai Bank Nagari belum optimal. BPR binaan Bank Nagari memiliki kinerja yang lebih baik daripada BPR non-binaan, namun tidak terlalu berbeda nyata. Derajat hubungan korelasi yang terbesar terhadap tingkat kesehatan BPR terjadi pada jumlah nasabah sedangkan jumlah modal memiliki hubungan korelasi yang terkecil terhadap tingkat kesehatan BPR. Kredit yang diterima usaha kecil berpengaruh positif dan berbeda nyata terhadap nilai omset penjualan, namun tidak berpengaruh secara nyata terhadap penyerapan tenaga kerja usaha kecil. Kinerja usaha nasabah BPR binaan Bank Nagari ternyata tidak berbeda nyata dengan kinerja usaha nasabah BPR non-binaan Bank Nagari.
(7)
Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2008
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
(8)
PERANAN BANK PERKREDITAN RAKYAT BINAAN BANK NAGARI TERHADAP KINERJA USAHA KECIL
DI SUMATERA BARAT
ZEDNITA AZRIANI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk melaksanakan penelitian Tesis Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA ISTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2008
(9)
Judul Penelitian : Peranan Bank Perkreditan Rakyat Binaan
Bank Nagari terhadap Kinerja Usaha Kecil di Sumatera Barat
Nama Mahasiswa : Zednita Azriani
Nomor Pokok : A151050071
Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian
Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Harianto, MS Dr.Ir. Nunung Nuryartono, M.Si
Ketua Anggota
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana
Ilmu Ekonomi Pertanian
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
(10)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena hanya dengan rahmat dan ridhoNya penelitian dengan judul ”Peranan Bank Perkreditan Rakyat Binaan Bank Nagari Terhadap Kinerja Usaha Kecil di Sumatera Barat” dapat diselesaikan dengan baik.
Penyusunan tesis ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Harianto, MS selaku ketua komisi pembimbing atas segala saran, arahan dan bimbingannya serta waktu yang telah diberikan selama penelitian dan penulisan tesis ini. Selanjutnya ucapan terima kasih penulis tujukan kepada Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan saran dan kritik serta waktu dalam penyelesai tesis ini.
2. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA, sebagai Ketua Program Studi Ilmu
Ekonomi Pertanian (EPN) atas segala masukan dan sarannya selama penyusunan tesis ini.
3. Kepala Divisi Mikro Banking Bank Nagari, serta kepada Direksi BPR
Harau, BPR Labuh Gunung, BPR Suliki Gunung Mas, BPR Guguk Mas Makmur, BPR Bunsu Sinamar Makmur, dan BPR Sulit Air serta pegawai kredit yang telah bersedia membantu dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian dan memperoleh informasi serta atas kerjasama yang telah diberikan selama penelitian berlangsung.
4. Rektor Universitas Andalas, Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, atas kesempatan studi
(11)
yang diberikan kepada penulis pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
5. Teman-teman EPN angkatan 2005: Mbak Ve serta Abang Rasyidin,
Yusuf, Mbak Dewi, Budi, Lala, Pak Wiji, Pini, buyung, Buk Ranti, dan teman-teman tanpa terkecuali atas kerjasama dan bantuannya dalam penyusunan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pegawai sekretariat EPN atas kerjasama dan bantuannya selama ini.
6. Keluarga tercinta Mama dan Papa yang selalu mendoakan keberhasilan
putrinya, serta kepada suami dan anak tercinta atas segala pengertian dan pengorbanannya selama ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karenanya, penulis mengharapkan saran dan kritik guna penyempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat dan berguna bagi masyarakat, pemerintah, dan pihak-pihak lain yang memerlukannya.
Bogor, 5 Februari 2008
Zednita Azriani
(12)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Padang Propinsi Sumatera Barat pada tanggal 23 September 1977, yang merupakan anak kedua dari empat bersaudara dengan orang tua Bapanda Zarkani Boer dan Ibunda Nuraini Ali Syam.
Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan pada Tahun 1990 dari SD 05 Kecamatan Nanggalo Padang, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan pada Tahun 1993 dari Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) 12 Padang, dan pendidikan Sekolah Menangah Atas diselesaikan Tahun 1996 dari Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) 3 Padang. Pada tahun yang sama penulis masuk Universitas Andalas Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian dengan jalur PMDK. Penulis berhasil memperoleh gelar Sarjana Pertanian dan lulus
dengan prediket ”Cum Laude” Tahun 2000 dari Fakultas Pertanian Universitas
Andalas Padang.
Sejak Tahun 2001 penulis diterima sebagai staf pengajar di Program Studi Agribisnis pada Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Andalas. Pada Tahun 2005 penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan pendidikan S2 pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Institut Pertanian Bogor dengan Beasiswa Pendidikan Program Pascasarjana (BPPS) Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Penulis telah menikah sejak Tahun 2002 dengan suami yang bernama Irgon Sukafdi, SP serta telah dikaruniai satu orang anak yang bernama Rasyid Al-Luthfi Sukafdi, dan saat ini sedang hamil anak kedua.
(13)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 6
1.3. Tujuan Penelitian ... 9
1.4. Ruang Lingkup Penelitian ... 9
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11
2.1. Lembaga Keuangan dan Perkreditan ... 11
2.2. Sejarah dan Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat di Indonesia ... 13
2.3. Arah Kebijakan Perbankan ke Depan ... 16
2.4. Penilaian Kinerja Bank Perkreditan Rakyat ... 17
2.5. Penelitian Terdahulu ... 23
III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 34
3.1. Kerangka Teoritis ... 34
3.1.1. Dampak Kredit terhadap Kinerja Usaha Kecil ... 34
3.1.2. Kredit dan Tingkat Penggunaan Input ... 35
3.1.3. Perhitungan Pengembalian Kredit... 41
3.2. Kerangka Berpikir Penelitian ... 45
3.3. Hipotesis ... 47
IV. METODE PENELITIAN ... 49
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 49
4.2. Data dan Sumber Data ... 49
4.3. Metode Pengambilan Sampel ... 50
4.4. Analisis Data ... 52
4.4.1. Analisis Pembinaan Bank Nagari terhadap Bank Perkreditan Rakyat ... 52
(14)
4.4.2. Analisis Perbandingan Kinerja Bank Perkreditan
Rakyat dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya.... 53
4.4.3. Analisis Peranan Bank Perkreditan Rakyat terhadap Kinerja Usaha Kecil... 56
4.4.4. Definisi Operasional... 61
4.4.5. Prosedur Analisis ... 62
V. PEMBINAAN BANK NAGARI TERHADAP BANK PERKREDITAN RAKYAT DI SUMATERA BARAT ... 66
5.1. Sejarah Singkat Lumbung Pitih Nagari ... 66
5.2. Pengembangan Bank Perkreditan Rakyat Oleh Bank Nagari... 67 5.2.1. Penyertaan Modal Bank Nagari pada Bank Perkreditan Rakyat... 69
5.2.2. Pendirian Bank Perkreditan Rakyat Kelompok Bank Nagari... 70
5.2.3. Akuisisi Bank Perkreditan Rakyat – Lumbung Pitih Nagari ... 71
5.3. Keberhasilan Pembinaan Bank Perkreditan Rakyat oleh Bank Nagari... 72
VI. PERBANDINGAN KINERJA BANK PERKREDITAN RAKYAT BINAAN BANK NAGARI DAN BANK PERKREDITAN RAKYAT NON-BINAAN BANK NAGARI... 75
6.1. Profil Bank Perkreditan Rakyat Sampel ... 75
6.1.1. Profil Bank Perkreditan Rakyat Binaan Bank Nagari... 75
6.1.2. Profil Bank Perkreditan Rakyat Non-binaan Bank Nagari... 85
6.2. Analisis Perbandingan Kinerja Bank Perkreditan Rakyat Binaan Bank Nagari dan Bank Perkreditan Rakyat Non- binaan Bank Nagari... 91
6.2.1. Perkembangan Aspek Permodalan ... 91
6.2.2. Kualitas Asset ... 93
6.2.3. Kualitas Manajemen... 93
6.2.4. Rentabilitas... 96
6.2.5. Likuiditas... 98
6.2.6. Resiko Kredit... 99
6.3. Perbandingan Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat Binaan Bank Nagari dengan Bank Perkreditan Rakyat Non-Binaan Bank Nagari... 102
(15)
6.4. Hasil Analisis Korelasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat ... 104
VII. PERANAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT TERHADAP KINERJA USAHA KECIL... 107
7.1. Karakteristik Sosial Ekonomi Usaha Kecil... 107
7.1.1. Hubungan Tingkat Umur Pemilik Usaha Kecil dengan Omset Yang Dimiliki... 111
7.1.2. Hubungan Lama Pendidikan Pemilik Usaha Kecil dengan Nilai Omset Penjualan... 112
7.1.3. Hubungan Pengalaman Usaha dengan Nilai Omset Penjualan Usaha Kecil... 113
7.1.4. Perilaku Kredit Pemilik Usaha Kecil Sebagai Nasabah Bank Perkreditan Rakyat ... 114
7.2. Hasil Pendugaan Kinerja Usaha Kecil... 117
7.2.1. Besar Kredit Usaha Kecil... 117
7.2.2. Nilai Omset Penjualan Usaha Kecil... 119
7.2.3. Keuntungan Usaha Kecil……….. 121
7.2.4. Nilai Asset Usaha Kecil………. 122
7.2.5. Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Keluarga………... 123
7.2.6. Penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga………….... 125
7.2.7. Pengembalian Kredit Usaha Kecil………... 126
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN…………... 129
8.1. Kesimpulan... 8.2. Saran... 129 130 DAFTAR PUSTAKA ... 131
(16)
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Perkembangan Jumlah dan Kegiatan Usaha Bank Perkreditan
Rakyat Seluruh Indonesia ...……….... 3
2. Perkembangan Kinerja Bank Perkreditan Rakyat di Sumatera
Barat Tahun 2001-2005 ... 5
3. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat Binaan Bank Nagari
Tahun 2001-2005 ... 8
4. Faktor-Faktor dan Komponen Penilaian Bank Perkreditan
Rakyat serta Bobot Penilaian ... 23
5. Indikator Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan
Rakyat dan Pembobotan Faktor Tingkat Kesehatan Bank
Perkreditan Rakyat... 55
6. Status Bank Perkreditan Rakyat di Sumatera Barat Tahun
1990... 67
7. Perkembangan Jumlah Karyawan Bank Perkreditan Rakyat
Sampel Tahun 2003 -2006………... 91
8. Perkembangan Capital Adequacy Ratio Bank Perkreditan
Rakyat Sampel dari Tahun 2003 – 2006... 92
9. Perkembangan Tingkat Kualitas Aktiva Produktif Bank
Perkreditan Rakyat Sampel Tahun 2003-2006... 93
10. Hasil Penilaian Aspek Manajemen pada Bank Perkreditan
Rakyat Sampel Tahun 2006... 94
11. Perkembangan Produktifitas Pegawai Bank Perkreditan
Rakyat Sampel Tahun 2003-2006... 95
12. Perkembangan Jumlah Nasabah pada Bank Perkreditan
Rakyat Sampel Tahun 2003-2006... 96
13. Perkembangan Nilai Return On Asset Bank Perkreditan
Rakyat Sampel Tahun 2003-2006... 97 14. Perkembangan Nilai Biaya Operasional Pendapatan
Operasional Bank Perkreditan Rakyat Sampel Tahun 2003-2006... 98
15. Perkembangan Nilai Loan to Deposito Ratio Bank Perkreditan
Rakyat Sampel Tahun 2003-2006... 99
(17)
Sampel Berdasarkan Sektor Ekonomi Tahun 2006... 100
17. Perkembangan Nilai Non Performing Loan Ratio BPR Sampel
Tahun 2003-2006... 101
18. Kondisi Kredit Yang Disalurkan Bank Perkreditan Rakyat
Sampel Tahun 2006... 101
19. Batas Minimum Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan
Rakyat... 103
20. Ringkasan Hasil Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
Perkreditan Rakyat Sampel Tahun 2003-2006... 103
21. Hasil Analisis Koefisien Korelasi Tingkat Kesehatan Bank
Perkreditan Rakyat Sampel... 105
22. Rata-rata Karakteristik Sampel Nasabah Bank Perkreditan
Rakyat Binaan dan Bank Perkreditan Rakyat Non-binaan
Berdasarkan Sektor Ekonomi Tahun 2006…... 107
23. Rata-rata Kinerja Usaha Responden Nasabah Bank
Perkreditan Rakyat Binaan dan Bank Perkreditan Rakyat
non-binaan Bank Nagari Berdasarkan Sektor Ekonomi Tahun 2006 109
24. Tabulasi Silang antara Tingkat Umur dengan Nilai Omset
Penjualan Nasabah Sampel………... 111
25. Tabulasi Silang antara Lama Pendidikan Pemilik Usaha Kecil
dengan Nilai Omset Penjualan Nasabah Sampel... 112
26. Tabulasi Silang Pengalaman Usaha dengan Nilai Omset
Penjualan Nasabah Usaha Kecil Bank Perkreditan Rakyat
Sampel Tahun 2006 …... 113
27. Rata-rata Perilaku Kredit oleh Sampel Nasabah Bank
Perkreditan Rakyat Binaan dan Bank Perkreditan Rakyat non-binaan Bank Nagari………... 114
28. Pengelompokan Penggunaan Kredit yang Diterima Usaha
Kecil…... 116
29. Hasil Pendugaan Besar Kredit yang Diterima Usaha
Kecil……... 117
30. Alasan-alasan Responden Nasabah Bank Perkreditan Rakyat
untuk Meminjam Kredit ke Bank Perkreditan Rakyat…….…... 118
31. Hasil Pendugaan Nilai Omset Penjualan Responden Nasabah
(18)
32. Hasil Pendugaan Nilai Keuntungan Responden Nasabah
Usaha Kecil………... 121
33. Hasil Pendugaan Nilai Asset Usaha Kecil Responden
Nasabah Usaha Kecil………. 122
34. Hasil Pendugaan Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Keluarga
Usaha Kecil………... 123
35. Hasil Pendugaan Penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga
Usaha Kecil………... 125
36. Hasil Pendugaan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Pengembalian Kredit Bank Perkreditan Rakyat oleh Usaha
(19)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Pengaruh Teknologi Baru terhadap Penggunaan Masukan
Produk Total dan Nilai Produk Marginal ………... 37
2. Pengaruh Kredit Terhadap Kombinasi Input Biaya Minimum
dan Jalur Perluasan Usaha ... 41
3. Kerangka Konseptual Dampak Bank Perkreditan Rakyat
Binaan Bank Nagari terhadap Kinerja Usaha Kecil di Sumatera Barat ... 48
4. Model Ekonometrik Dampak Bank Perkreditan Rakyat
(20)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Aspek Pembinaan dan Indikator Pembinaan Bank
Perkreditan Rakyat oleh Bank Nagari ... 135
2. Hasil Perhitungan Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan
Rakyat Sampel Tahun 2003-2006... 141
3. Data yang Digunakan untuk Analisis Korelasi Bank
Perkreditan Rakyat Sampel... 143
4. Hasil Analisis Korelasi Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan
Rakyat Sampel... 145
5. Hasil Uji Beda rata-rata Capital Adequacy Ratio Bank
Perkreditan Rakyat binaan dan Bank Perkreditan Rakyat
non-binaan Bank Nagari………... 146
6. Hasil Uji Beda rata-rata Kualitas Aktiva Produktif Bank Perkreditan Rakyat binaan dan Bank Perkreditan Rakyat
non-binaan Bank Nagari... 147
7. Uji Beda rata-rata Produktifitas pegawai Bank Perkreditan
Rakyat binaan dan Bank Perkreditan Rakyat non-binaan
Bank Nagari... 148
8. Uji Beda rata-rata Jumlah nasabah Bank Perkreditan Rakyat
binaan dan Bank Perkreditan Rakyat non-binaan Bank
Nagari ... 149 9. Hasil Uji beda rata-rata Return On Assets Bank Perkreditan
Rakyat binaan dan Bank Perkreditan Rakyat non-binaan
Bank Nagari ... 150
10. Hasil Uji Beda rata-rata Biaya Operasional Pendapatan
Operasional Bank Perkreditan Rakyat binaan dan Bank Perkreditan Rakyat non-binaan Bank Nagari ... 151 11. Hasil Uji beda rata-rata Loan to Deposito Ratio Bank
Perkreditan Rakyat binaan dan Bank Perkreditan Rakyat
non-binaan Bank Nagari ... 152 12. Hasil Uji beda rata-rata Non Performing Loan Ratio Bank
Perkreditan Rakyat binaan dan Bank Perkreditan Rakyat
(21)
13. Hasil Uji beda rata-rata Pengalaman Usaha nasabah Bank
Perkreditan Rakyat binaan dan Bank Perkreditan Rakyat
non-binaan Bank Nagari ... 154
14. Hasil Uji beda rata-rata lama pendidikan nasabah Bank
Perkreditan Rakyat binaan dan Bank Perkreditan Rakyat
non-binaan Bank Nagari………. 155
15. Hasil Uji beda rata-rata keuntungan nasabah Bank
Perkreditan Rakyat binaan dan Bank Perkreditan Rakyat
non-binaan Bank Nagari ... 156 16. Hasil Uji beda rata-rata nilai asset nasabah Bank
Perkreditan Rakyat binaan dan Bank Perkreditan Rakyat
non-binaan Bank Nagari ... 157 17. Hasil Uji beda rata-rata nilai omset nasabah Bank
Perkreditan Rakyat binaan dan Bank Perkreditan Rakyat
non-binaan Bank Nagari………. 158
18. Data yang Digunakan untuk Pendugaan Model Kinerja
Usaha Kecil... 159
19. Program Pendugaan Model Kinerja Usaha Kecil dengan
Metode 2SLS dan Prosedur SYSLIN dengan Menggunakan
Program SAS Versi 8 ………... 166
20. Hasil Pengolahan Model Kinerja Usaha Kecil dengan Metode
2SLS dan Prosedur SYSLIN dengan Menggunakan Program
SAS Versi 8………... 167
21. Data yang Digunakan untuk Pendugaan Model
Pengembalian Kredit BPR oleh Usaha Kecil……….. 173
22. Program Pengolahan Model Pengembalian Kredit Usaha
Kecil dengan Metode Logit Menggunakan Program SAS
Versi 8…... 177
23. Hasil Pengolahan Model Pengembalian Kredit dengan
(22)
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan lembaga keuangan yang dibentuk terutama untuk melayani kebutuhan pelayanan jasa-jasa perbankan bagi masyarakat ekonomi lemah terutama usaha kecil di Indonesia. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 pasal 1 ayat 6 menyatakan bahwa Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensiona dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa lalu lintas pembayaran.
Usaha Bank Perkreditan Rakyat dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 meliputi: (1) menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, (2) memberikan kredit, (3) menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah, dan (4) menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain.
BPR telah tumbuh dan berkembang sebagai lembaga keuangan kecil di masyarakat dalam beberapa tahun terakhir ini. BPR merupakan ujung tombak dalam memacu pertumbuhan ekonomi khususnya untuk mengembangkan usaha kecil. BPR merupakan bank yang menjadi perhatian masyarakat, khususnya masyarakat usaha mikro dan kecil sejak tahun 2003. Kondisi itu wajar karena BPR memang lahir dari bawah oleh dan untuk masyarakat bawah, sehingga BPR tetap menyatu dengan masyarakat. Keberadaan BPR di Indonesia ternyata mampu menunjukkan perannya memberikan pelayanan jasa keuangan kepada usaha kecil. Beberapa tahun terakhir industri BPR menunjukkan perkembangan
(23)
yang positif. Dari kondisi tersebut, tergambar kepercayaan masyarakat terhadap BPR semakin meningkat. Peningkatan kepercayaan itu tidak hanya diakibatkan performance BPR yang semakin baik, tetapi ditunjang juga oleh semakin dipermudahnya pengucuran modal kepada pelaku usaha kecil (Luthan, 2006).
Keberadaan BPR yang selama ini telah melayani usaha kecil semakin dirasakan penting. Hal ini tidak terlepas dari karakteristik operasional BPR yang sesuai dengan nasabah yang dilayani yaitu prosedur yang sederhana dan waktu pemrosesan yang singkat (Bank Indonesia, 2006a). Peran BPR kepada usaha kecil dianggap penting bagi peningkatan pembiayaan usaha mikro dan kecil, karena selama ini usaha kecil sebagai sektor yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia memerlukan suntikan modal dari pihak luar.
Peran usaha kecil yang besar ditunjukkan oleh kontribusinya terhadap produksi nasional, jumlah unit usaha dan pengusaha, serta penyerapan tenaga kerja. Kontribusi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam Poduk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2003 adalah sebesar 56.7 persen dari total PDB nasional, terdiri dari kontribusi usaha mikro dan kecil sebesar 41.1 persen dan skala usaha menengah sebesar 15.6 persen. Atas dasar harga konstan tahun 1993, laju pertumbuhan PDB UMKM pada tahun 2003 tercatat sebesar 4.6 persen atau tumbuh lebih cepat daripada PDB nasional yang tercatat sebesar 4.1 persen. Sementara pada tahun yang sama, jumlah UMKM adalah sebanyak 42.4 juta unit usaha atau 99.9 persen dari jumlah seluruh unit usaha, yang bagian terbesarnya berupa usaha skala mikro. UMKM tersebut dapat menyerap lebih dari 79.0 juta tenaga kerja atau 99.5 persen dari jumlah tenaga kerja, meliputi usaha mikro dan kecil sebanyak 70.3 juta tenaga kerja dan usaha menengah sebanyak 8.7 juta tenaga kerja (Badan Perencanaan Nasional, 2004).
BPR mengalami perkembangan yang cukup pesat, baik dari segi jumlah BPR maupun kegiatan usaha yang dijalankan sejak tahun 2002. Pada Tabel 1
(24)
terlihat bahwa jumlah BPR dari tahun 2002 sampai 2004 mengalami peningkatan, namun sejak tahun 2005 terjadi sedikit penurunan jumlah BPR. Meskipun jumlah BPR mengalami penurunan, namun kegiatan usaha yang dijalankan seperti jumlah tabungan, jumlah deposito, jumlah kredit yang diberikan dan volume usaha tetap mengalami peningkatan setiap tahunnya. Jumlah nasabah BPR juga mengalami peningkatan setiap tahun, kecuali nasabah deposito yang mengalami penurunan pada tahun 2004 tapi kembali meningkat dari tahun 2005 sampai sekarang. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pasar BPR masih menjanjikan dan memerlukan dukungan dari berbagai pihak (Bank Indonesia, 2006b).
Tabel 1. Perkembangan Jumlah dan Kegiatan Usaha Bank Perkreditan Rakyat Seluruh Indonesia Tahun 2002-2006
Aspek 2002 2003 2004 2005 2006
Jumlah BPR (unit) 2 141 2 141 2 158 2 009 1 901
Tabungan (Rp) 2 001 608 031 2 616 834 968 3 301 322 557 3 757 223 413 4 447 586 613 Deposito (Rp) 4 124 398 431 6 151 198 247 7 859 700 689 9 420 748 545 11 113 273 947 Kredit Yang
Diberikan (Rp) 6 682 855 972 8 984 844 880 12 149 078 727 14 654 080 238 17 040 559 301 Jumlah nasabah
tabungan (Org) 4 891 000 5 045 552 5 439 438 5 672 116 6 420 730 Jumlah nasabah
deposito (Org) 438 000 489 359 321 557 332 299 361 423
Jumlah Debitur (Org) 1 825 000 1 993 128 2 166 685 2 478 390 2 486 725 Volume Usaha (Rp) 9 079 569 710 12 634 523 508 16 706 911 084 20 311 943 426 22 824 940 156
Sumber : Bank Indonesia, 2006b
Namun demikian, peran BPR dalam pembiayaan usaha kecil tersebut masih menempati porsi yang relatif kecil dibandingkan pembiayaan oleh bank umum. Hal ini tidak terlepas dari kondisi BPR yang secara umum masih menghadapi berbagai kendala dan tantangan dalam memberikan pelayanan kepada usaha kecil, yaitu: (1) struktur pendanaan BPR belum didukung oleh permodalan yang kuat serta keterbatasan dalam menghimpunan dana masyarakat, (2) kualitas sumberdaya yang belum memadai baik ditingkat manajerial maupun teknis operasional sehingga menyebabkan tingginya biaya overhead dalam operasional BPR yang akhirnya menyebabkan suku bunga BPR
(25)
menjadi tinggi, (3) belum adanya sarana pendukung industri BPR seperti lembaga yang dapat berfungsi sebagai penyangga dana likuiditas bagi BPR, (4) lemahnya pengendalian dan inefisiensi kegiatan operasional, dan (5) terkonsentrasinya BPR di Jawa dan Bali yang menyebabkan pelayanan BPR kepada usaha kecil tidak merata di seluruh Indonesia (Bank Indonesia, 2006a). Berbagai tantangan dan kendala yang dihadapi BPR tersebut perlu diatasi dengan melibatkan berbagai pihak untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan BPR, sehingga pada akhirnya perkembangan BPR tersebut akan memberikan dampak positif terhadap perkembangan usaha kecil di seluruh Indonesia.
Sumatera Barat sebagai propinsi yang sektor usahanya didominasi oleh Usaha Mikro dan Kecil (UMK) dan didukung oleh faktor sosial budaya masyarakat yang memiliki jiwa kewirausahaan yang relatif lebih tinggi, maka dengan kebijaksanaan pengembangan UMK yang terencana akan memberikan manfaat maksimum terhadap pembangunan ekonomi daerah seperti penciptaan lapangan kerja, penyediaan barang dan jasa, pemerataan pembangunan, dan alih teknologi. Jumlah UMKM yang ada di sumatera Barat sampai tahun 2003 adalah sekitar 42.000 unit, dan sekitar 90 persen dari jumlah tersebut merupakan usaha mikro dan kecil. Adanya lembaga keuangan lokal merupakan salah satu faktor penting untuk mendukung percepatan pengembangan UMK di daerah. Lembaga keuangan lokal yang telah banyak berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi daerah di Sumatera Barat selama ini adalah Bank Perkreditan Rakyat (Herri, et al. 2006).
Propinsi Sumatera Barat telah memiliki lembaga keuangan mikro yang telah berkembang dari zaman penjajahan. Lembaga keuangan mikro yang lebih berakar kepada masyarakat disebut Lumbung Pitih Nagari (LPN) yang sejak tahun 1990 berubah nama menjadi BPR-LPN. Perkembangan BPR di Sumatera
(26)
Barat sampai dengan akhir tahun 2005 berjumlah 103 BPR dengan jumlah kantor sebanyak 131 unit. Dari 103 BPR yang ada di Sumatera Barat, sebanyak 45 BPR merupakan BPR Binaan Bank Nagari sedangkan sisanya merupakan BPR Gebu Minang dan BPR lainnya. Adapun perkembangan kinerja BPR yang ada di Sumatera Barat untuk beberapa tahun terakhir tercantum dalam Tabel 2.
Tabel 2. Perkembangan Kinerja Bank Perkreditan Rakyat di Sumatera Barat Tahun 2001-2005
(Juta Rupiah)
No Kriteria Tahun
2001 2002 2003 2004 2005
1. Jumlah Aktiva 119 015 178 902 257 376 354 879 430 288 2. Posisi dana simpanan 74 171 119 023 117 688 249 171 283 248 3. Posisi Kredit 81 189 121 407 169 436 246 710 298 469
Sumber : Bank Indonesia, Statistik Ekonomi Keuangan Daerah Sumatera Barat, 2006
Tabel 2 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah aktiva, posisi dana simpanan dan kredit setiap tahunnya. Peningkatan jumlah aktiva rata-rata setiap tahunnya adalah sebesar 38.33 persen. Perkembangan posisi dana simpanan juga menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Posisi dana simpanan pada tahun 2005 sebesar Rp. 283.248 miliar atau meningkat sebesar 281.9 persen dari tahun 2001, sedangkan peningkatan dana simpanan rata-rata pertahun adalah sebesar 92.28 persen. Perkembangan posisi kredit pada tahun 2005 sebesar Rp. 298.469 miliar atau meningkat sebesar 267.6 persen dari tahun 2001. Peningkatan rata-rata posisi kredit setiap tahunnya adalah sebesar 209.01 persen. Namun peranan BPR dalam pemberian kredit kepada usaha kecil sampai dengan akhir tahun 2005 hanya sebesar 7.62 persen dari jumlah kredit mikro dan kecil yang disalurkan perbankan di Sumatera Barat. Masih kecilnya proporsi kredit yang diberikan oleh BPR tidak terlepas dari berbagai permasalahan yang dihadapi oleh BPR di Sumatera Barat selama ini.
(27)
1.2. Perumusan Masalah
BPR di Sumatera Barat selama ini masih menghadapi berbagai masalah dalam melakukan kegiatan usahanya. Masalah-masalah tersebut antara lain adalah: (1) rendahnya kualitas Sumberdaya Manusia (SDM) yang dimiliki, (2) terbatasnya kemampuan dalam menghimpun dana pihak ketiga dan tingginya tingkat persaingan dengan bank umum, (3) tingkat bunga kredit yang tinggi sehingga tidak dapat mengimbangi bank umum yang mempunyai segmen pasar yang sama dengan BPR, (4) keterbatasan modal dan teknologi informasi yang belum memadai, dan (5) belum berfungsinya kelembagaan pendukung BPR sebagai penyangga dana likuiditas BPR dalam rangka menciptakan efisiensi kegiatan operasional dan meningkatkan kapasitas BPR (Luthan, 2006) .
Permasalahan utama yang dihadapi BPR di Sumatera Barat yaitu belum sepenuhnya berfungsi lembaga pendukung industri BPR dalam rangka menciptakan efisiensi kegiatan operasional dan meningkatkan kapasitas BPR untuk mencari sumber-sumber pendanaan yang murah serta memperluas jaringan. Untuk mengatasi masalah yang dihadapi BPR dan untuk meningkatkan perkembangan BPR di Sumatera Barat, Bank Nagari telah melakukan pembinaan kepada beberapa BPR yang ada di Sumatera Barat. Kegiatan pembinaan dilakukan oleh Bank Nagari pada awalnya kepada Lumbung Pitih Nagari (LPN) sejak tahun 1978, dan seiring dengan perubahan nama LPN menjadi LPN maka Bank Nagari juga melakukan pembinaan kepada BPR-LPN yang sekarang disebut BPR. Peranan Bank Nagari dalam pengembangan BPR juga diatur dalam Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 15 Tahun 1992 tentang Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat, yaitu Bab V
pasal 6 ayat 3 tentang Tugas dan Usaha: ”Sebagai alat kelengkapan otonomi
(28)
mengembangkan Bank Perkreditan Rakyat yang dibina dan dimiliki oleh Pemerintah Daerah”.
Pembinaan terhadap BPR juga didukung oleh tugas pokok Bank Nagari sebagai Bank Pembangunan Daerah yang bertugas untuk membantu atau mendorong pembangunan daerah di segala bidang dan menambah sumber pendapatan daerah serta menunjang pengembangan dunia usaha dan pertumbuhan ekonomi dengan tujuan mempertinggi taraf hidup rakyat. Untuk melaksanakan tugas tersebut, kegiatan Bank Nagari meliputi kegiatan pengerahan dana, perkreditan, pemegang kas daerah, dan pembinaan kepada LPN atau BPR. Kegiatan pembinaan kepada BPR terutama bertujuan untuk membantu pembentukan BPR dan operasional BPR karena kendala-kendala yang dihadapi BPR.
Pembinaan yang telah dilakukan Bank Nagari kepada BPR binaannya selama ini dalam bentuk antara lain pendirian BPR baru, penyertaan modal kepada BPR, pelatihan kepada karyawan BPR, pengawasan dan monitoring. Dengan adanya pembinaan tersebut, diharapkan BPR akan memiliki kinerja dan manajemen yang lebih baik. Untuk itu perlu dilihat sejauhmana pembinaan yang telah dilakukan oleh Bank Nagari kepada BPR binaannya selama ini?
BPR yang telah tergabung dalam binaan Bank Nagari sampai tahun 2005 berjumlah 45 unit yang tersebar pada wilayah kecamatan di Kabupaten atau Kota di Sumatera Barat. Perkembangan BPR binaan Bank Nagari dapat dilihat pada Tabel 3. Pada Tabel 3 terlihat bahwa secara keseluruhan terjadi peningkatan volume neraca, jumlah tabungan, deposito dan kredit yang diberikan setiap tahunnya. Namun pada tahun 2005 persentase peningkatan perkembangan BPR binaan Bank Nagari mengalami penurunan. Peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2004 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sedangkan komposisi kredit yang diberikan menurut sektor ekonomi per Juli
(29)
2006 adalah sektor pertanian sebesar 14.18 persen, perdagangan sebesar 46.51 persen, perindustrian sebesar 1.5 persen, jasa-jasa sebesar 11.33 persen, dan lainnya sebesar 25.11 persen (Bank Nagari, 2006).
Tabel 3. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat Binaan Bank Nagari Tahun 2001 – 2005
No. Keterangan Posisi (miliar rupiah)
2001 2002 2003 2004 2005
1. Asset 64.806 98.828
(52.50) 128.15 (29.67) 222.19 (73.38) 265.499 (19.49)
2. Tabungan 34.377 46.408
(35.00) 51.298 (10.54) 94.506 (84.23) 108.19 (14.48) 3.
Deposito 9.191 20.611
(124.25) 36.37 (76.46) 63.451 (74.46) 70.162 (10.58) 4. Kredit yg
diberikan 43.205 65.819 (52.34) 96.618 (46.79) 152.63 (57.97) 187.362 (22.75) Sumber : Bank Nagari, Company Profile BPR Binaan Bank Nagari, 2006 Keterangan:
(…….) = Persentase pertumbuhan dibandingkan tahun sebelumnya Terjadinya peningkatan kinerja BPR binaan beberapa tahun terakhir mengindikasikan organisasi BPR binaan telah cukup baik. Namun demikian, kinerja BPR binaan Bank Nagari belum bisa dikatakan lebih baik dibandingkan dengan kinerja BPR non-binaan Bank Nagari. Untuk itu perlu diidentifikasi apakah BPR binaan Bank Nagari memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan BPR non-binaan, faktor-faktor apa yang mempengaruhi kinerja tersebut?
Peningkatan kinerja BPR diharapkan akan mampu memberikan pelayanan yang lebih baik kepada usaha kecil. Permodalan yang lebih baik diharapkan akan meningkatkan kinerja dari usaha kecil. Peningkatan kinerja usaha kecil dapat dilihat dari segi ekonomi dalam hal peningkatan input yang digunakan, omset penjualan, keuntungan, dan jumlah asset yang dimiliki.
Namun saat ini share BPR dalam membiayai usaha kecil masih relatif rendah. Berdasarkan komposisi kredit yang diberikan menurut kelompok bank di Sumatera Barat tahun 2004, terlihat porsi kredit yang disalurkan oleh BPR hanya 1.82 persen dari total kredit yang disalurkan oleh sektor perbankan yang ada di
(30)
Sumatera Barat dan dari total kredit usaha kecil yang disalurkan perbankan di Sumatera Barat hanya 7.62 persen yang disalurkan oleh BPR (Bank Indonesia, 2006c). Sedangkan dari sisi usaha kecil sendiri menunjukkan masih banyak usaha kecil yang menggunakan modal sendiri dan memiliki minat yang rendah untuk akses kepada BPR, sementara usaha kecil itu sendiri membutuhkan tambahan modal. Sebanyak 60 persen dari permodalan UKM di Sumatera Barat bersumber dari modal sendiri, dan 20 persen permodalan tersebut berasal dari keuangan keluarga yang digabungkan sehingga banyak UKM yang berbentuk usaha bersama anggota keluarga. UKM di Sumatera Barat diperkirakan baru sekitar 14 persen yang mengakses perbankan sebagai satu sumber permodalan. Dari kondisi tersebut maka perlu mengkaji bagaimana dampak BPR binaan Bank Nagari terhadap peningkatan kinerja usaha kecil di Sumatera Barat?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :
1. Menelaah perkembangan pembinaan terhadap BPR yang telah dilakukan oleh Bank Nagari selama ini.
2. Membandingkan kinerja BPR yang menjadi binaan Bank Nagari dengan
BPR non-binaan Bank Nagari dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
3. Menganalisis dampak kredit BPR terhadap peningkatan kinerja usaha kecil
di Sumatera Barat.
1.4. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada wilayah BPR binaan Bank Nagari di Sumatera Barat. Sampel BPR diambil berdasarkan BPR yang menjadi binaan Bank Nagari dan non-binaan Bank Nagari. Pengambilan sampel nasabah usaha
(31)
kecil diperoleh dari sampel BPR binaan dan BPR non-binaan Bank Nagari. Sampel nasabah yang diambil dibagi dalam 3 kategori, yaitu sektor pertanian, sektor perdagangan,dan industri kecil. Metode analisis yang digunakan yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Peningkatan kinerja yang dimaksud adalah peningkatan penggunaan tenaga kerja, omset penjualan, keuntungan, jumlah asset yang dimiliki dan pengembalian kredit.
(32)
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Lembaga Keuangan dan Perkreditan
Lembaga keuangan adalah semua badan yang kegiatannya di bidang keuangan, secara langsung atau tidak langsung, menghimpun dana dan menyalurkannya kepada masyarakat, terutama untuk membiayai investasi perusahaan-perusahaan (Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor Kep-38/MKIV/I/72). Sedangkan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) adalah lembaga yang menyediakan beragam pelayanan keuangan, seperti tabungan, pinjaman atau kredit yang melayani masyarakat ekonomi lemah dan pengusaha mikro yang terpinggirkan oleh sistem keuangan formal. Lembaga keuangan mikro berfungsi memberikan dukungan modal bagi pengusaha mikro dan masyarakat kecil (Suyatno, 1997).
LKM di Indonesia menurut Bank Indonesia dibagi menjadi dua kategori yaitu LKM yang berwujud bank serta non bank. LKM yang berwujud bank adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Desa, BPR dan BKD (Badan Kredit Desa). Sedangkan yang bersifat non bank adalah Koperasi Simpan Pinjam (KSP), Unit
Simpan Pinjam (USP), Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP), Baitul Mal
Wattanwil (BMT), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), arisan, pola
pembiayaan Grameen, Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), dan credit union.
Secara umum lembaga keuangan berfungsi sebagai penerima dan penyalur dana bagi nasabahnya. Salah satu bentuk penyaluran dana adalah kredit. Peran kredit merupakan kebutuhan penting bagi nasabah, dan juga menjadi penggerak utama perkembangan lembaga keuangan. Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani "credere" yang berarti kepercayaan (truth atau faith). Dalam bahasa latin "Creditium" yang berarti kepercayaan akan kebenaran. Oleh karena itu dasar dari kredit ialah kepercayaan. Seseorang atau suatu badan yang
(33)
memberikan kredit (kreditur) percaya bahwa penerima kredit (debitur) dimasa mendatang sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah dijanjikan. Apa yang dijanjikan itu dapat berupa barang, uang, atau jasa ( Suyatno, 1997).
Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Pokok Perbankan, yang dimaksud dengan kredit adalah penyediaan uang, atau tagihan, yang disamakan dengan itu berdasarkan persetujuan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain, dalam hal mana peminjam berkewajiban melunasi hutangnya dalam jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan. Sedangkan kredit mikro merupakan kredit yang diberikan kepada para pelaku usaha produktif baik perorangan maupun kelompok yang mempunyai hasil penjualan paling banyak seratus juta rupiah per tahun.
Kredit yang diberikan oleh suatu lembaga perkreditan didasarkan atas kepercayaan, sehingga dengan demikian kredit merupakan pemberian kepercayaan. Ini berarti bahwa suatu lembaga, baru akan memberikan kredit kalau betul-betul yakin bahwa si penerima kredit akan mengembalikan pinjaman yang diterimanya sesuai dengan jangka waktu dan syarat-syarat yang telah disetujui oleh kedua belah pihak. Tanpa keyakinan tersebut, suatu lembaga perkreditan tidak akan meneruskan simpanan masyarakat yang diterimanya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa unsur yang terdapat dalam kredit
adalah: (1) kepercayaan yaitu keyakinan dari pemberi kredit bahwa prestasi
yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang atau jasa akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu pada masa yang akan datang,
(2) waktuyaitu masa yang memisahkan antara pemberi prestasi dengan kontrak
prestasi yang diterima pada masa yang akan datang, (3) degree of risk yaitu suatu tingkat resiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari jangka waktu yang memisahkan antara pemberi prestasi dengan kontrak prestasi yang akan
(34)
diterimanya pada masa yang akan datang, semakin lama kredit diberikan semakin tinggi pula tingkat resikonya, sehingga dengan adanya unsur resiko ini maka timbul jaminan dalam pemberian kredit, dan (4) prestasi atau obyek kredit tidak saja diberikan dalam bentuk uang tetapi juga dapat berbentuk barang atau jasa.
Untuk dapat melaksanakan kegiatan perkreditan secara sehat, dikenal adanya prinsip C6, prinsip ini adalah: (1) character adalahsuatu pemberian kredit atas dasar kepercayaan dan keyakinan dari pihak bank bahwa si peminjam mempunyai moral, watak ataupun sifat-sifat pribadi yang positif dan juga mempunyai rasa tanggung jawab baik dalam kehidupan pribadi, sebagai anggota masyarakat, ataupun dalam menjalankan kegiatan usahanya, (2) capacity adalah penilaian kepada calon debitur mengenai kemampuan melunasi kewajibannya dari kegiatan usaha yang akan dibiayai dengan kredit bank, (3) capital yaitu jumlah dana atau modal sendiri yang dimiliki calon debitur, semakin kaya seseorang maka semakin dipercaya untuk memperoleh kredit, (4) collateral yaitu barang jaminan yang diserahkan oleh peminjam sebagai jaminan atas kredit yang diterimanya, (5) condition of Economy yaitu situasi dan kondisi politik, sosial ekonomi, dan budaya yang mempengaruhi keadaan perekonomian pada suatu saat, atau kurun waktu tertentu yang kemungkinannya akan dapat mempengaruhi kelancaran usaha dari perusahaan yang memperoleh kredit, dan
(6) constraint yaitu batasan-batasan atau hambatan-hambatan yang tidak
memungkinkan seseorang melakukan usaha di suatu tempat (Suyatno, 1997).
2.2. Sejarah dan Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat di Indonesia
Istilah BPR mengacu kepada lembaga-lembaga keuangan bank yang sejak awal perkembangannya memprioritaskan pelayanan pada skala mikro, dalam arti kepada individu dan pengusaha kecil dengan pinjaman yang juga
(35)
bernilai relatif kecil. BPR merupakan lembaga keuangan mikro yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Perkembangan BPR tidak terlepas dari perkembangan kehidupan ekonomi masyarakat yang pada masa penjajahan Belanda mengalami kemerosotan, terutama sejak diberlakukannya tanam paksa, antara 1830-1870. Seorang tokoh yang berperan dalam pendirian BPR adalah R. Bei Aria Wirjaatmadja, seorang pejabat pemerintah golongan pribumi. Wirjaatmadja menggunakan iuran mesjid di Purwokerto untuk membantu pegawai-pegawai yang terjerat hutang pada rentenir. Namun kemudian, pihak mesjid mengambil keputusan untuk melarang uang kas tersebut diluar kegiatan-kegiatan mesjid dan meminta Wirjaatmadja mengembalikan uang kas yang telah terpakai sebesar Rp. 4 000,- sementara Wirjaatmadja tidak sanggup untuk mengembalikannya. Pihak elite dalam masyarakat dan seorang Belanda yang mengetahui kejujuran Wirjaatmadja mengumpulkan uang dan membayar uang kas mesjid. Peristiwa ini merupakan pencetus didirikannya sebuah bank yang
berorientasi kepada rakyat kecil yang dinamakan Bank Pegawai atau Bank
Priyayi (Manurung dan Rahardja, 2004).
Perkembangan kehidupan ekonomi rakyat kemudian secara alami mendorong pembentukan lembaga-lembaga keuangan. Beberapa lembaga keuangan yang muncul dari masyarakat antara lain Bank Kredit Rakyat, Lumbung Desa, Bank Desa, Lumbung Pitih Nagari, dan sebagainya. Walaupun bank-bank tersebut secara ekonomis sulit mencapai efisiensi yang tinggi, namun perannya dirasakan sangat berarti. Kendala utama dari perkembangan BPR pada masa sebelum kemerdekaan adalah salah pengelolaan dan penekanan pemupukan laba kurang diprioritaskan, sehingga tidak memacu peningkatan efisiensi dan inovasi keuangan (Manurung dan Rahardja, 2004).
Setelah kemerdekaan, BPR masih dihadapkan pada kendala manajemen dan fondasi hukum, serta masalah-masalah internal seperti rendahnya kualitas
(36)
sumberdaya manusia pengelola, keterbatasan modal dan percekcokan internal. Jenis-jenis BPR yang masih sangat beragam menyebabkan sulit menentukan kriteria kinerjanya. Dengan dikeluarkannya kebijakan deregulasi yang dikenal dengan Pakto 27 Tahun 1988, maka diperkenankan membuka BPR baru. Peluang ini dimanfaatkan oleh seluruh lapisan yang ada dalam masyarakat untuk mendirikan BPR. Hanya saja masalah yang timbul adalah perkembangan kuantitas bank belum diimbangi dengan perkembangan kualitasnya.
Akhirnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang kemudian diubah (disempurnakan) dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, telah memberikan dasar hukum yang lebih kuat dan lebih baik tentang BPR. Berdasarkkan undang-undang tersebut, BPR diakui sebagai bank sama halnya dengan bank umum, sekalipun ada batasan-batasan dalam hal ruang lingkup kegiatan usaha dan wilayah operasional.
Keberadaan BPR di Indonesia semakin penting sejalan dengan meningkatnya kebutuhan pelayanan akan jasa-jasa perbankan bagi masyarakat pedesaan. Pengertian BPR ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 pasal 1 yang berbunyi Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Usaha-usaha BPR menurut pasal 13 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 adalah: (1) menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, (2) memberikan kredit, (3) menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah, dan (4) menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain. Sedangkan dalam pasal 14 menyatakan BPR dilarang menerima
(37)
simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran, melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing, melakukan penyertaan modal, melakukan usaha perasuransian, melakukan usaha lain diluar usaha yang telah ditentukan.
Dilihat dari skala usaha, BPR kurang efisien dibandingkan bank-bank umum, namun BPR memiliki kekuatan dalam hal likuiditas dibandingkan bank umum. BPR memiliki keunggulan dalam hal LDR dan CAR. Keunggulan ini mempunyai makna yang penting. Besarnya angka LDR menunjukkan bahwa BPR tetap menjalankan fungsi intermediasinya secara seimbang, sekalipun perekonomian Indonesia dalam kondisi krisis. Angka CAR yang dimiliki BPR lebih dari dua kali lipat CAR bank umum. Ini menunjukkan bahwa dari segi permodalan BPR jauh lebih sehat dibandingkan bank umum.
2.3. Arah Kebijakan Perbankan ke Depan
Keberadaan BPR dalam peta perbankan di Indonesia semakin jelas diakui dengan dikeluarkannya Arsitektur Perbankan Indonesia (API). API
merupakan suatu blueprint mengenai arah dan tatanan perbankan nasional ke
depan atau dapat dikatakan merupakan policy direction dan policy
recommendation untuk industri perbankan nasional dalam jangka panjang yaitu untuk jangka waktu sepuluh tahun kedepan.
Struktur perbankan yang kuat dibangun dengan meningkatkan peran serta BPR dalam peta perbankan nasional. BPR yang kuat dan kokoh sangat dibutuhkan agar mampu melayani lapisan masyarakat di daerah pedesaan atau daerah terpencil khususnya yang tidak terjangkau oleh pelayanan bank-bank umum. Untuk itu daya saing dari BPR harus diperkuat, sehingga BPR tidak hanya mampu bersaing dengan BPR lainnya, tetapi juga mampu bersaing dengan bank-bank umum yang memiliki cabang-cabang di wilayah pedesaan (Bank Indonesia, 2006a).
(38)
Salah satu program API adalah penguatan struktur perbankan nasional. Implementasi dari program ini dilaksanakan secara bertahap dengan beberapa kegiatan, yaitu: (1) memperkuat permodalan bank, (2) memperkuat daya saing dan kelembagaan BPR dan BPRS, dan (3) meningkatkan akses kredit dan pembiayaan UMKM. Untuk memperkuat daya saing dan kelembagaan BPR dan
BPRS dilakukan kegiatan-kegiatan yaitu: (1) meningkatkan linkage program
antara bank umum dengan BPR, (2) implementasi program aliansi strategis lembaga keuangan syariah dengan BPRS melalui kemitraan strategis dalam rangka pengembangan UMKM, (3) mendorong pendirian BPR dan BPRS di luar Pulau Jawa dan Bali, (4) mempermudah pembukaan kantor cabang BPR dan BPRS bagi yang telah memenuhi persyaratan, dan (5) memfasilitasi
pembentukan fasilitas jasa bersama untuk BPR dan BPRS (termasuk apex bank)
(Bank Indonesia, 2006a).
BPR sebagai bagian dari industri perbankan secara keseluruhan juga memiliki peranan yang sangat signifikan untuk membantu meningkatkan akses perbankan. Untuk itu BPR harus mampu beroperasi secara efisien dalam rangka meningkatkan penyediaan kredit dengan biaya yang lebih murah kepada sektor riil. Upaya yang harus dilakukan oleh BPR adalah dengan membentuk fasilitas jasa bersama diantara BPR-BPR sehingga dapat menciptakan efisiensi dalam
beberapa kegiatan operasional BPR seperti biaya overhead, biaya pemasaran,
dan penghematan untuk investasi pada teknologi informasi.
2.4. Penilaian Kinerja Bank Perkreditan Rakyat
Menurut Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 740/KMK/1989 kinerja adalah prestasi yang dicapai oleh suatu perusahaan dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan perusahaan. Untuk melakukan penilaian kesehatan sebuah bank dapat dilakukan dengan berbagai aspek.
(39)
Menurut Bank Indonesia (BI), penilaian tingkat kesehatan perbankan mempunyai beberapa tujuan: (1) sebagai tolak ukur bagi manajemen bank untuk menilai apakah pengelolaan bank yang dilakukan sejalan dengan asas-asas perbankan yang sehat dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan (2) sebagai tolak ukur untuk menetapkan arah pembinaan dan pengembangan bank baik secara individual maupun perbankan secara keseluruhan.
Ukuran untuk penilaian kesehatan bank telah ditentukan oleh BI seperti yang tercantum pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan pasal 29, yang isinya adalah: (1) pembina dan pengawasan bank dilakukan oleh BI, (2) BI menetapkan ketentuan tentang kesehatan bank dengan memperhatikan aspek permodalan, kualitas asset, kualitas manajemen, rentabilitas, likuiditas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan (3) bank wajib memelihara kesehatan bank sesuai dengan ketentuan yang dimaksud dalam ayat (2) dan wajib melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 30/12/KEP/DIR tanggal 30 April 1997 tentang Tatacara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat pasal 2 menyatakan bahwa tingkat kesehatan bank pada dasarnya dinilai dengan pendekatan kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan suatu bank. Pendekatan kualitatif yang dimaksud dilakukan dengan penilaian terhadap faktor-faktor permodalan, kualitas aktiva produktif, manajemen, rentabilitas dan
likuiditas, atau lebih dikenal dengan istilah CAMEL (Capital, Asset Quality,
Management, Earnings, dan Liquidity).
2.4.1. Capital
Menurut Surat Keputusan Direksi BI Nomor 30/12/KEP/DIR tanggal 30 April 1997 bahwa penilaian terhadap faktor permodalan didasarkan pada rasio
(40)
modal terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) atau Capital
Adequacy Ratio (CAR) yang telah ditetapkan oleh BI. Permodalan yang cukup adalah berkaitan dengan penyediaan modal sendiri yang diperlukan untuk menutup resiko yang mungkin timbul dari penanaman dana dalam aktiva-aktiva produktif yang mengandung resiko serta untuk membiayai penanaman dalam benda tetap dan inventaris. Jika modal rata-rata suatu bank lebih baik dari bank lainnya maka bank yang bersangkutan akan lebih baik solvabilitasnya. (Manurung dan Rahardja, 2004) menjelaskan bahwa CAR yang didasarkan pada standar Bank for International Settlements (BIS) adalah 8 persen. Perhitungan CAR sesuai dengan standar BI adalah sebagai berikut
CAR = Jumlah Modal x 100 % ...(2.1) Jumlah ATMR
Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) merupakan penjumlahan aktiva neraca dan aktiva administrasi. ATMR neraca diperoleh dengan cara mengalikan nilai nominal aktiva yang bersangkutan dengan bobot resikonya. Sedangkan ATMR administrasi diperoleh dengan cara mengalikan nilai nominal aktiva rekening administrasi yang bersangkutan dengan bobot resikonya.
Pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) Bank bagi BPR sebesar 8 persen diberi prediket ”sehat” dengan nilai kredit 81, dan untuk setiap kenaikan 0.1 persen dari pemenuhan KPMM sebesar 8 persen nilai kredit ditambah 1 hingga maksimum 100. Pemenuhan KPMM kurang dari 8 persen sampai dengan 7.9 persen diberi prediket ”kurang sehat” dengan nilai kredit 65 dan untuk setiap penurunan 0.1 persen dari pemenuhan KPMM sebesar 7.9 persen nilai kredit dikurangi 1 dengan minimum 0. KPMM kurang dari 6.5 persen diberi prediket ”tidak sehat”.
(41)
2.4.2. Asset Quality
Penilaian terhadap faktor Kualitas Aktiva Produktif (KAP) didasarkan pada 2 rasio, yaitu : (1) rasio aktiva produktif yang diklasifikasikan terhadap aktiva produktif (KAP) dan (2) rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif yang dibentuk oleh bank terhadap penyisihan penghapusan aktiva produktif yang wajib dibentuk oleh bank (PPAP).
Apabila KAP ≥ 22.5 persen diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap
penurunan 0.15 persen mulai dari 22.5 persen nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100. PPAP sebesar 0 persen diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap kenaikan 1 persen dimulai dari 0 nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.
2.4.3. Management
Kualitas manajemen dapat dilihat dari kualitas manusianya dalam bekerja. Kualitas manajemen juga dapat dilihat dari pendidikan serta pengalaman karyawannya dalam menangani berbagai kasus yang terjadi. Penilaian terhadap faktor manajemen mencakup 2 (dua) komponen yaitu manajemen umum dan manajemen resiko.
Untuk menilai kesehatan bank dalam aspek manajemen ini, dilakukan melalui kuesioner yang ditujukan bagi pihak manajemen bank dengan 25 pertanyaan/pernyataan, yang terdiri dari 10 pertanyaan/pernyataan manajemen umum dan 15 pertanyaan/pernyataan manajemen resiko. Skala penilaian untuk setiap pertanyaan/pernyataan ditetapkan antara 0 sampai dengan 4 dengan kriteria: (1) nilai 0 mencerminkan kondisi yang lemah, (2) nilai 1,2,3 mencerminkan kondisi antara, dan (3) nilai 4 mencerminkan kondisi yang baik. Namun pengukuran manajemen tersebut sulit dilakukan karena akan terkait dengan unsur kerahasiaan bank, maka aspek manajemen diproksikan dengan
(42)
profit margin dengan pertimbangan rasio ini menunjukkan bagaimana mengelola sumber-sumber maupun penggunaan atau alokasi dana secara efisien. Adapun metode penilaiannya dapat dilakukan dengan cara:
Net Income
Profit margin = ...(2.2) Operating Income
2.4.4. Earnings
Aspek rentabilitas yang dilihat adalah kemampuan bank dalam meningkatkan laba dan efisiensi usaha yang dicapai. Bank yang sehat adalah bank yang memiliki rentabilitas yang terus meningkat. Menurut BI penilaian terhadap faktor rentabilitas didasarkan pada 2 (dua) rasio yaitu : (1) rasio Laba Sebelum pajak dalam 12 bulan terakhir terhadap rata-rata volume usaha dalam periode yang sama, dan (2) rasio biaya operasional dalam 12 bulan terakhir terhadap pendapatan operasional dalam periode yang sama. Metode penilaiannya dapat juga dilakukan dengan :
1. Perbandingan laba terhadap total asset (Return on Assets/ROA), dengan rumus :
ROA = Laba sebelum pajak x 100 % ………....(2.3) Total aktiva
Perhitungan angka kredit dilakukan sebagai berikut : (1) ROA ≤ 0 persen , nilai kredit = 0, (2) setiap kenaikan 0.015 persen, angka kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.
2. Perbandingan biaya operasional dengan pendapatan operasional (BOPO). Besarnya nilai BOPO dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
BOPO = Laba operasional x 100 % ...(2.4) Pendapatan operasional
Angka kredit dapat dihitung sebagai berikut : (1) rasio ≥ 100 persen, nilai kredit = 0, (2) setiap penurunan sebesar 0.08 persen, angka kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.
(43)
2.4.5. Liquidity
Menurut BI, penilaian terhadap faktor likuiditas didasarkan pada 2 (dua) rasio, yaitu : (1) rasio Alat Likuid terhadap Hutang Lancar, dan (2) rasio Kredit terhadap dana yang diterima oleh bank. Alat likuid meliputi kas dan penanaman pada bank lain dalam bentuk giro dan tabungan dikurangi dengan tabungan bank lain pada bank. Hutang lancar meliputi Kewajiban Segera, Tabungan, dan Deposito. Kredit meliputi kredit yang diberikan kepada masyarakat dikurangi dengan bagian kredit sindikasi yang dibiayai bank lain, penanaman kepada bank lain, dalam bentuk kredit yang diberikan dengan jangka waktu lebih dari tiga bulan dan penanaman kepada bank lain, dalam bentuk kredit dalam rangka kredit sindikasi. Dana yang diterima meliputi deposito dan tabungan masyarakat, pinjaman bukan dari bank lain dengan jangka waktu lebih dari tiga bulan, deposito dan pinjaman dari bank lain dengan jangka waktu lebih dari tiga bulan, modal inti dan modal pinjaman.
Rasio Alat Likuid terhadap Hutang Lancar sebesar 0 persen diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap kenaikan 0.05 persen nilai kredit ditambah 1 dengan
maksimum 100. Rasio Kredit terhadap Dana Yang Diterima oleh Bank ≥ 115
persen diberi nilai 0 dan setiap penurunan 1 persen mulai dari rasio 115 persen nilai kredit ditambah 4 dengan maksimum 100.
Menurut Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.30/12/KEP/DIR tanggal 30 April 1997 tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan BPR bahwa komponen faktor yang dinilai serta besarnya bobot setiap faktor dapat dilihat pada Tabel 4. Penilaian tingkat kesehatan bank ditetapkan dalam empat golongan prediket, sebagai berikut : (1) nilai kredit 81 sampai dengan 100 diberi predikat sehat, (2) nilai kredit 66 sampai dengan kurang dari 81 diberi predikat cukup sehat, (3) nilai kredit 51 sampai dengan kurang dari 66 diberi predikat
(44)
kurang sehat, dan (4) nilai kredit 0 sampai dengan kurang dari 51 diberi predikat tidak sehat.
Tabel 4. Faktor-Faktor dan Komponen Penilaian Bank Perkreditan Rakyat serta Bobot Penilaian
Faktor yang Dinilai
Komponen Bobot (%)
Permodalan Rasio modal terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)
30
Kualitas Aktiva Produktif
a. Rasio aktiva produktif yang diklasifikasikan aktiva produktif
b. Rasio penyisihan penghapusan aktiva produk-tif yang dibentuk terhadap penyisihan penghapusan aktiva produktif yang wajib dibentuk
25
5
Manajemen a. Manajemen umum b. Manajemen resiko
10 10 Rentabilitas a. Rasio laba terhadap rata-rata volume usaha
b. Rasio biaya operasional terhadap pendapat-an operasional
5 5
Likuiditas a. Rasio alat likuid terhadap hutang lancar b. Rasio kredit terhadap dana yang diterima
5 5
Sumber : Kumpulan Ketentuan BPR, Bank Indonesia.
2.5. Penelitian Terdahulu
Penelitian Zaini (2006) tentang persepsi dan preferensi pengusaha industri kecil terhadap kredit perbankan dan faktor-faktor yang mempengaruhi dan pengaruh persepsi dan peferensi pengusaha industri kecil terhadap pemanfaatkan kredit perbankan sebagai sumber modal usaha, serta hubungan kredit bank yang dimanfaatkan oleh industri kecil dengan jumlah omset dan penyerapan tenaga kerja di Kota Padang Sumatera Barat menunjukkan bahwa
(1) persepsi para pengusaha industri kecil di Kota Padang terhadap kredit
perbankan masih kurang baik, karena hanya 42.5 persen yang termasuk dalam klasifikasi baik. Sedangkan preferensi untuk memanfaatkan kredit hanya 40 persen responden termasuk dalam klasifikasi baik, (2) yang berpengaruh secara signifikan terhadap persepsi pengusaha industri kecil adalah pendidikan formal dan pendidikan khusus/diklat/kursus. Sedangkan yang berpengaruh secara
(45)
signifikan terhadap preferensi pengusaha industri kecil adalah jumlah omset, (3) dari empat variabel yang diamati hanya preferensi yang berpengaruh secara signifikan terhadap pemanfaatan kredit oleh pengusaha industri kecil. Kecendrungan atau preferensi pengusaha industri kecil untuk memanfaatkan kredit adalah 20 persen. Namun tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok pengusaha yang memanfaatkan kredit dan kelompok pengusaha yang tidak memanfaatkan kredit mengenai persepsi, persyaratan kredit dan
pelayanan bank, dan (4) hubungan kredit bank dengan perkembangan industri
kecil di Kota Padang sebagai salah satu pelaku ekonomi kerakyatan menunjukkan korelasi yang positif. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa semakin banyak industri kecil memanfaatkan kredit bank, maka akan meningkatkan jumlah omset penjualan dan jumlah tenaga kerja yang diserap akan semakin bertambah.
Hasil penelitian Fitriana (2005) tentang analisis pembiayaan usaha kecil menengah di Kota Solok Propinsi Sumatera Barat menunjukkan bahwa jumlah kredit hanya berpengaruh secara signifikan terhadap serapan tenaga kerja, dan sebaliknya jumlah kredit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap omset, teknologi dan kemampuan diversifikasi. Lemahnya efektifitas kredit terhadap kinerja usaha disebabkan karena beberapa faktor seperti: (1) adanya waktu tunggu yang lama akibat prosedur dan persyaratan administratif kredit rumit dan birokratis, (2) jumlah kredit tidak sesuai dengan kebutuhan, (3) manajemen pengelolaan kredit masih sangat lemah, sehingga kredit sering disalahgunakan untuk kebutuhan keluarga, (4) lembaga keuangan yang ada masih bersifat financial intermediary, hubungan yang dibangun belum mengarah pada ’tahap berbagi resiko’ sehingga kontrol dan pembinaan terhadap pengelolaan kredit pada usaha kecil masih sangat lemah, dan (5) kredit hanyalah merupakan salah
(46)
satu bagian dan tidak selalu merupakan bagian yang paling utama dalam meningkatkan kinerja usaha kecil.
Sedangkan penelitian Hendri (2001) dalam Fitriana (2005) tentang kebijakan pengembangan kredit usaha kecil di Kota Padang menunjukkan bahwa setelah memperoleh kredit, 68 persen responden mengalami peningkatan omset usaha dengan rata-rata peningkatan 18 persen. Sementara 26 persen responden omsetnya tetap dan 6 persen mengalami penurunan.
Thamrin (2002) menganalisis dampak kredit usaha kecil terhadap penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan pada usaha kecil kasus nasabah BRI Cabang Bogor menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja luar keluarga sangat besar terjadi pada sektor industri dan perdagangan. Sedangkan untuk penyerapan tenaga kerja dari dalam keluarga antara ketiga sektor mempunyai nilai rata-rata yang sama yaitu sebanyak 4 orang. Angka ini menunjukkan bahwa sifat usaha pengusaha sampel masih berbasiskan kekeluargaan. Kredit usaha kecil berperan baik terhadap peningkatan pendapatan pengusaha, terutama pada sektor pertanian. Faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan adalah besar kredit yang diambil, pengalaman usaha, pendidikan pekerja, nilai penjualan, umur pekerja, dan pendidikan pemilik usaha.
Rachmina (1994) dalam penelitiannya tentang Analisis Permintaan Kredit pada Industri Kecil di Jawa Barat dan Jawa Tengah menemukan bahwa penyaluran kredit usaha kecil pada usaha industri kecil telah mampu mendorong pembentukan modal, khususnya pada industri yang sedang menerima kredit. Analisis permintaan terhadap kredit dilakukan melalui dua pendekatan yaitu pendekatan langsung dan tidak langsung. Pendekatan langsung dilakukan melalui fungsi permintaan dimana kredit dianggap sebagai barang ekonomi. Sedangkan pendekatan tidak langsung dilakukan melalui fungsi produksi dimana
(47)
kredit dianggap sebagai sumber modal dalam kegiatan produksinya. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap permintaan kredit yaitu tingkat bunga, omset, dan kelompok bank. Semakin tinggi tingkat bunga, maka permintaan terhadap kredit semakin berkurang, sedangkan semakin besar omset maka permintaan terhadap kredit akan cendrung meningkat, dan permintaan terhadap kredit pada bank pemerintah cendrung lebih besar dibandingkan dengan swasta.
Zeller et al. (2002) melihat pengaruh micro-lending terhadap pengambilan keputusan penggunaan alokasi lahan rumahtangga petani di Bangladesh.
Penelitian ini menggunakan Heckman two-Step Method, dimana tahap pertama
menggunakan probit, dan tahap kedua menggunakan invers mills ratio. Hasilnya menunjukkan dampak dari kredit pada keputusan alokasi lahan rumah tangga petani secara signifikan tergantung pada bagaimana akses terhadap kredit
diartikan. Secara khusus, sementara credit limit ditemukan memiliki suatu
dampak positif yang signifikan pada jumlah dari lahan yang dialokasikan untuk varitas unggul, hubungan menjadi tidak signifikan ketika jumlah yang dipinjam dipertimbangkan sebagai suatu ukuran dari akses kredit.
Coleman (2002) menyelidiki dampak dari microfinance di Thailand,
melakukan survey pada desa dengan anggota yang mengikuti program pinjaman untuk kelompok wanita dan desa yang tidak mengikuti program. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ada suatu dampak positif dari program bank desa pada beberapa ukuran kesejahteraan keluarga. Dampak program bank desa menunjukkan hasil yang positif dan signifikan terhadap kesejahteraan, tabungan, pendapatan, waktu tenaga kerja, dan produktivitas pembelian pada rumahtangga yang menjadi pengurus program. Perbedaan dampak antara pengurus dan anggota dapat menjadi hasil dari perbedaan akses terhadap kredit.
Tschach (2003) meneliti tentang pengaruh jangka panjang dari peningkatan kredit skala kecil menunjukkan bahwa kredit skala kecil memiliki
(48)
pengaruh tidak langsung pada tingkat output dari nasabah lembaga keuangan mikro, tetapi tidak sebesar manfaat pada pengukuran dari pengaruh pendapatan. Non-nasabah menderita penurunan pendapatan yang lebih besar daripada peningkatan laba yang dicapai oleh nasabah keuangan mikro. Manfaat utama dari program keuangan mikro adalah tidak hanya pada usaha kecil itu sendiri, tetapi kepada konsumen dari produk mereka. Kelompok penerima manfaat kedua adalah tenaga kerja dari sektor informal. Program keuangan mikro melalui penurunan tingkat bunga dapat meningkatkan intensitas modal produksi. Ini akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan upah informal. Dengan peningkatan tingkat upah tenaga kerja informal, keuangan mikro mempunyai dampak tidak langsung terhadap pengurangan kemiskinan. Penelitian ini mengungkapkan bahwa perhatian keuangan mikro hanya memberikan pertumbuhan di sektor non-perdagangan. Pedagang tidak relevan dengan program ini, karena elastisitas tingkat bunga dari permintaan untuk kredit adalah jauh lebih tinggi di sektor produksi, sektor ini akan paling bermanfaat dari program keuangan mikro. Sektor produksi akan tumbuh lebih besar dibandingkan dari sektor perdagangan.
Doocy et al. (2005) menguji dampak hasil program keuangan mikro di
Ethiopia dalam indikator-indikator sosial ekonomi yang mencakup pendapatan rumah tangga bulanan, pendapatan rumah tangga per kapita, asset, dan nilai ternak. Kekayaan diduga berdasarkan pada produktivitas asset yang dimiliki. Survey dilakukan pada dua lokasi bagian besar pedesaan di Selatan Ethiopia yaitu Sodo dan Adama. Studi ini membandingkan tiga kelompok nasabah yang menerima kredit (nasabah yang telah menyelesaikan satu siklus kredit atau kurang, nasabah yang telah berpartisipasi dalam program kurang dari 10 bulan, dan nasabah yang telah mapan yang telah menyelesaikan dua atau lebih siklus). Hasil studi menunjukkan bahwa rata-rata asset dan nilai ternak antara tiga
(49)
kelompok berbeda secara signifikan di Sodo dan Adama. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam perubahan asset antara nasabah berikutnya dan nasabah yang sudah lama. Tidak ada perbedaan yang signifikan pada frekuensi dari produktivitas asset penjualan yang ditemukan di tiga kelompok anggota. Perubahan nilai asset dari waktu ke waktu dinilai untuk menentukan jika anggota program menghasilkan suatu peningkatan yang kontiniu pada kekayaan rumah tangganya. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada korelasi yang signifikan antara lamanya keikutsertaan pada program dan ukuran perubahan pada nilai asset menunjukkan bahwa partisipasi program kredit tidak berhubungan dengan peningkatan kekayaan nasabah. Nasabah-nasabah yang mapan memiliki sumber pendapatan yang lebih daripada pelanggan berikutnya dan kontrol masyarakat. Hasil ini menunjukkan bahwa partisipasi pada program keuangan mikro memberikan masyarakat dana untuk memperluas bisnis atau memulai usaha kecil lainnya, menghasilkan pada diversifikasi dari sumber pendapatan dan memperluas resiko dari kesulitan keuangan terhadap suatu peningkatan jumlah usaha kecil. Penelitian ini juga menemukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada pola kepemilikan rumah dan tanah antara tiga kelompok anggota. Nasabah yang mapan memiliki tingkat kepemilikan rumah yang paling tinggi. Terdapat kemungkinan peningkatan kepemilikan rumah dan lahan dengan partisipasi pada program kredit. Penemuan lainnya dari studi ini menunjukan
management The World Vision Microfinance Affiliate in Ethipia (WISDOM)
membuat keputusan management untuk memperbaiki jasa-jasa keuangan yang disediakan untuk nasabah. Management membuat usaha-usaha untuk meningkatkan persentase dari nasabah wanita, meningkatkan jasa tabungan, meningkatkan tingkat penyimpanan, dan meningkatkan diatas target. Kaitan keputusan management kepada informasi penyelenggara sosial adalah secara jelas kecendrungan dari keuangan mikro.
(50)
Karlan dan Nathanael (2006) mengkaji dampak dari keuangan mikro sebagai suatu review dari isu-isu metodologi menyatakan bahwa keuangan mikro menghasilkan dampak pada usaha nasabah, kesejahteraan nasabah, keluarga nasabah, dan masyarakat. Hasil paling langsung dari partisipasi terhadap keuangan mikro adalah perubahan pendapatan rumahtangga dan keuntungan usaha. Penerimaan usaha tidak dengan sendirinya dipertimbangkan sebagai suatu indikator dampak. Nasabah yang dilayani kredit dibutuhkan untuk menghasilkan peningkatan penerimaan diatas pembayaran kredit mereka. Oleh karena itu, keuntungan usaha adalah ukuran yang lebih disukai dari dampak keuangan dalam usaha. Dampak bisnis lainnya mencakup kepemilikan izin usaha dan jumlah tenaga kerja. Evaluasi dapat dilakukan untuk menentukan jumlah dari nasabah yang keluar dari kemiskinan, yang dapat dilihat dari kondisi rumah, asset dan sebagainya. Dampak yang lebih luas dari partisipasi terhadap keuangan mikro meliputi pendidikan dan nutrisi, stok rumah, empowerment, dan modal sosial. Sedangkan pengaruh produk-produk baru pada lembaga keuangan mikro itu sendiri dapat diperhatikan aspek-aspek yang meliputi tingkat pengembalian, tingkat tabungan nasabah, pendaftaran nasabah baru, ukuran kredit rata-rata, savings balances, komposisi profitabilitas dari nasabah.
Morris dan Carolyn (2005) meneliti tentang hasil dari suatu dampak tiga
program keuangan mikro di Uganda, yaitu FINCD (the Foundation for
International Community Assistance), FOCCAS (the Foundation for Credit and Community Assistance) dan PRIDE (the Promotion of Rural Initiatives and Development Enterprise) dan membagi nasabah program dan kelompok non-nasabah pada tiga tempat, yaitu Kabupaten Desa Mbole, Kampala, dan Kota Masaha menemukan dampak positif yang besar pada nasabah program. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nasabah program mengalami peningkatan dari produk baru dan jasa-jasa, lokasi perusahaan yang dikembangkan dan diperbaiki
(1)
Lampiran 21. Data yang Digunakan untuk Pendugaan Model Pengembalian
Kredit BPR oleh Usaha Kecil
No PKRED DBPR TU JAUK MUK JBPR BK WKRED
1 1 0 55 2 9 000 000 1000 6 000 000 15
2 1 0 35 4 131 250 000 50 40 000 000 24
3 1 0 36 5 3 600 000 60 7 000 000 24
4 1 0 42 5 165 000 000 50 8 500 000 18
5 1 0 43 4 153 950 000 1000 2 000 000 12
6 1 0 23 4 38 690 000 1000 6 000 000 24
7 1 0 36 4 121 900 000 150 15 000 000 24
8 1 0 38 4 12 200 550 4000 6 000 000 12
9 1 0 34 3 119 500 000 1500 20 000 000 24
10 1 0 59 8 59 200 000 10 3 000 000 12
11 1 0 27 6 74 300 000 3000 25 000 000 36
12 1 0 46 5 110 500 000 4000 15 000 000 24
13 0 0 36 5 53 900 000 200 25 000 000 24
14 1 0 36 5 81 000 000 250 50 000 000 24
15 1 0 57 4 103 000 000 2000 20 000 000 24
16 1 0 34 3 13 820 000 500 6 000 000 12
17 1 0 32 4 153 800 000 100 40 000 000 24
18 1 0 53 4 40 680 000 500 9 000 000 24
19 1 1 40 4 10 803 000 100 5 000 000 30
20 1 1 31 5 32 570 000 300 4 500 000 18
21 1 1 63 4 40 850 000 1000 300 000 24
22 1 1 46 3 20 400 000 800 3 000 000 18
23 1 1 40 4 7 940 000 1500 1 500 000 12
24 1 1 30 4 97 400 000 1000 50 000 000 24
25 1 1 34 4 17 880 000 1500 5 000 000 24
26 1 1 45 6 11280 000 50 1 500 000 18
27 0 1 36 5 12300 000 50 1 500 000 18
28 1 1 37 4 30150 000 500 27 000 000 24
29 1 1 30 4 17242 000 50 2 000 000 12
30 1 1 43 3 25350 000 2000 4 000 000 18
31 1 1 31 3 85500 000 1000 23 000 000 24
32 1 1 31 4 17690 000 500 50 000 000 48
33 1 1 42 5 14 470 000 500 6 000 000 24
34 1 1 54 2 49 600 000 500 30 000 000 24
35 1 1 30 3 6 973 000 500 20 000 000 12
(2)
37 1 1 27 3 23 410 000 2000 12 500 000 12
38 0 1 47 4 89 775 000 500 10 000 000 12
39 0 1 27 3 50 330 000 3000 15 000 000 30
40 0 1 47 4 8 120 000 3000 52 000 000 60
41 1 1 37 4 149 700 000 5000 5 000 000 24
42 1 1 72 2 2 000 000 2500 1 000 000 12
43 1 1 42 5 44 000 000 4000 10 000 000 24
44 1 1 33 3 135 150 000 3000 10 000 000 12
45 1 0 44 5 195 000 000 20000 30 000 000 18
Lampiran 21. Lanjutan
46 1 0 32 3 16 000 000 26000 20 000 000 12
47 1 0 34 6 28 320 000 4000 10 000 000 24
48 1 0 34 4 8 500 000 4000 11 000 000 12
49 1 0 51 2 6 010 000 100 25 000 000 24
50 1 0 24 6 125 000 000 21000 8 000 000 12
51 1 0 52 8 153 100 000 3000 12 500 000 12
52 1 0 29 4 8 000 000 10 4 000 000 24
53 1 0 25 2 27 500 000 8000 25 000 000 12
54 1 0 27 3 141 100 000 4000 22 000 000 24
55 1 0 46 3 114 800 000 5000 40 000 000 12
56 1 0 33 5 42 075 000 16000 50 000 000 24
57 1 0 33 6 16 800 000 6000 7 000 000 24
58 1 0 35 3 103 450 000 16000 10 000 000 12
59 1 0 27 4 93 870 000 6000 8 000 000 12
60 0 0 48 7 93 800 000 2000 24 000 000 24
61 0 0 42 5 24 175 000 100 5 000 000 18
62 1 1 80 4 6 110 000 8000 2 000 000 18
63 1 1 44 7 57 030 000 6000 6 000 000 18
64 1 1 31 6 96 630 000 5000 4 000 000 18
65 1 1 59 2 111 300 000 1000 30 000 000 36
66 1 1 51 3 12 830 000 8000 7 000 000 18
67 1 1 67 8 238 320 000 11000 6 000 000 18
68 1 1 35 5 22 670 000 5000 4 000 000 18
69 1 1 40 7 76 200 000 200 25 000 000 <12
70 1 1 58 1 26 950 000 14000 4 000 000 18
71 1 1 62 62 134 600 000 13000 5 000 000 12
72 1 1 34 4 14 000 000 3000 6 000 000 24
73 1 1 24 1 17 860 000 7000 3 000 000 12
74 1 1 48 2 32 850 000 15000 4 000 000 24
75 1 1 23 1 34 275 000 2000 4 000 000 24
76 0 1 54 2 20 776 000 3000 2 000 000 12
77 1 1 35 4 17 880 000 4000 5 000 000 12
78 0 1 45 6 7 500 000 10000 3 500 000 24
79 1 1 55 3 33 750 000 9000 7 000 000 12
80 1 1 42 2 3 050 000 4 000 000 24
81 1 1 38 5 14 370 000 12000 2 500 000 18
(3)
83 1 1 33 4 62 200 000 50 3 000 000 12
84 0 1 42 5 8 000 000 10000 2 000 000 12
85 1 1 40 4 50 250 000 5000 6 000 000 18
86 1 1 25 3 23 100 000 3000 3 000 000 12
87 1 1 34 3 24 950 000 500 15 000 000 36
88 1 1 30 4 190 000 000 6000 60 000 000 36
89 1 1 53 6 32 950 000 20 8 000 000 12
90 1 1 29 3 10 000 000 50 5 000 000 24
91 1 1 36 3 12 000 000 100 5 000 000 36
Lampiran 21. Lanjutan
92 1 1 42 5 7 355 000 5000 5 000 000 18
93 1 1 59 2 103 175 000 10 40 000 000 12
94 1 1 40 4 44 200 000 500 20 000 000 12
95 1 1 32 4 129 150 000 50 5 000 000 12
96 1 1 46 4 25 500 000 11 5 000 000 18
97 1 1 42 4 39 750 000 1500 12 000 000 12
98 1 0 47 7 35 500 000 2000 20 000 000 24
99 1 0 50 4 9 900 000 7000 5 000 000 18
100 0 0 50 5 10 600 000 8000 7 500 000 24
101 1 0 39 7 163 250 000 7000 10 000 000 12
102 1 0 58 2 29 000 000 7000 10 000 000 12
103 0 0 32 6 64 200 000 10000 10 000 000 24
104 1 0 29 4 11 190 000 500 10 000 000 24
105 0 0 44 6 14 500 000 11000 7 500 000 24
106 1 0 40 4 186 300 000 1000 6 000 000 18
107 0 0 51 6 143 189 600 1500 22 000 000 24
108 1 0 34 4 21 061 000 5000 11 000 000 24
109 0 0 64 4 18 820 000 3000 10 000 000 18
110 1 0 28 3 78 150 000 6000 15 000 000 24
111 1 0 39 5 33 048 000 1000 7 000 000 12
112 1 0 62 4 26 420 000 1000 5 000 000 12
113 1 0 56 2 127 100 000 4000 15 000 000 24
114 1 1 43 6 95 180 000 1000 10 000 000 12
115 1 1 33 3 207 230 000 3000 10 000 000 12
116 1 1 46 7 2 560 000 10000 250 000 12
117 1 1 57 2 79 425 000 7000 4 000 000 12
118 1 1 22 1 18 670 000 1000 5 000 000 12
119 0 0 41 6 90 670 000 15000 25 000 000 24
120 1 0 26 2 40 030 000 15000 10 000 000 18
121 1 0 26 4 17 250 000 4000 4 000 000 18
122 1 0 31 3 164 050 000 500 27 000 000 12
123 1 0 41 7 26 647 500 20 2 500 000 18
124 1 1 32 2 157 733 000 6000 17 500 000 24
125 1 1 48 4 8 930 000 2000 4 000 000 12
126 1 1 30 4 43 000 000 500 10 000 000 12
127 1 1 52 3 91 250 000 500 7 000 000 12
(4)
129 1 1 55 6 68 350 000 9000 5 000 000 24
130 1 1 33 1 147 150 000 15000 6 000 000 36
131 1 1 48 5 25 220 000 2500 6 000 000 12
132 1 1 75 3 71 270 000 12000 8 000 000 18
133 1 1 38 5 16 975 000 5000 3 000 000 18
134 1 1 26 3 40 000 000 3000 50 000 000 36
135 0 1 56 5 62 000 000 4000 1 000 000 24
136 1 1 45 5 25 250 000 3000 3 000 000 12
137 1 1 70 7 136 470 000 2000 4 000 000 12
Lampiran 21. Lanjutan
138 1 1 26 3 25 800 000 5000 4 000 000 24
139 1 1 52 4 12 925 000 2000 3 000 000 18
140 1 1 38 6 42 500 000 1000 8 000 000 24
141 1 1 38 4 69 700 000 5000 50 000 000 24
142 1 1 47 4 152 900 000 20000 10 000 000 12
143 1 0 40 4 70 500 000 2000 14 000 000 24
144 1 0 63 5 99 150 000 10 10 000 000 24
145 1 0 62 7 115 000 000 12000 6 000 000 24
146 1 1 34 4 22 550 000 3000 5 000 000 24
147 1 0 51 4 27 650 000 2000 5 000 000 12
Keterangan :
PKRED
= Peluang Kredit Lancar
DBPR
= Dummy nasabah BPR binaan
TU
=
Tingkat
Umur
JAUK
= Jumlah anggota keluarga
MUK
= Nilai asset
JBPR
= Jarak tempat nasabah ke BPR
BK
= Besar Kredit
WKRED
= Jangka waktu meminjam kredit
(5)
Lampiran 22. Program Pengolahan Model Pengembalian Kredit Usaha
Kecil dengan Metode Logit Menggunakan Program SAS
Versi 8.
options nodate nonumber;
data UKlogit;
set sasuser.logitS3; /*create data*/
/*Deskripsi Variabel */
Label TKT ='Tenaga Kerja Total' BK ='Besar Kredit'
PU ='Pengalaman Usaha'
JAUK ='Jumlah Anggota Keluarga' PPUS ='Pendidikan Pemilik Usaha' ASET ='Tingkat Aset'
NOP ='Nilai Omset Penjualan' PDP ='Tingkat Keuntungan' PKRED='Peluang kredit lancar' TU ='Tingkat Umur'
BC ='Biaya Cicilan' PerioK='Periode meminjam' LKRED ='Lama Nasabah Kredit' WKRED ='Waktu Kredit'
JBPR ='Jarak BPR' BBPR ='Biaya ke BPR'
RCOP ='Rasio Cicilan thp Omset' DBPR ='Dummy BPR Binaan'
DSK1 ='Dummy Sektor Dagang' DSK2 ='Dummy Sektor tani'
run;
proc logistic descending data=UKlogit;
model PKRED = TU JAUK ASET BK WKRED JBPR dbpr;
run;
(6)
Lampiran 23. Hasil Pengolahan Model Pengembalian Kredit dengan
Metode Logit dengan Menggunakan Program SAS
Versi 8.
The SAS System
The LOGISTIC Procedure
Analysis of Maximum Likelihood Estimates
Standard Wald
Parameter DF Estimate Error Chi‐Square Pr > ChiSq
Intercept 1 4.5733 1.4067 10.5689 0.0012
TU 1 ‐0.0337 0.0223 2.2733 0.1316
JAUK 1 ‐0.0246 0.0447 0.3022 0.5825
ASET 1 8.93E‐9 6.48E‐9 1.8991 0.1682 BK 1 1.624E‐8 2.862E‐8 0.3222 0.5703
WKRED 1 ‐0.0914 0.0413 4.8871 0.0271
JBPR 1 ‐0.00005 0.000053 0.8971 0.3436
DBPR 1 0.9036 0.5718 2.4967 0.1141
Odds Ratio Estimates
Point 95% Wald
Effect Estimate Confidence Limits
TU 0.967 0.925 1.010
JAUK 0.976 0.894 1.065
ASET 1.000 1.000 1.000
BK 1.000 1.000 1.000
WKRED 0.913 0.842 0.990
JBPR 1.000 1.000 1.000
DBPR 2.468 0.805 7.571
Association of Predicted Probabilities and Observed Responses
Percent Concordant 71.0 Somers' D 0.424
Percent Discordant 28.6 Gamma 0.426
Percent Tied 0.4 Tau‐a 0.088
Pairs 2176 c 0.712