Rentabilitas Profil Bank Perkreditan Rakyat – Lumbung Pitih Nagari Sulit Air

perkembangan nasabah yang dimiliki masing-masing BPR sampel dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Perkembangan Jumlah Nasabah pada Bank Perkreditan Rakyat Sampel Tahun 2003-2006 Orang No Nama BPR 2003 2004 2005 2006 BPR Binaan Bank Nagari 1. BPR Harau 6875 7175 5987 6346 2. BPR Labuh Gunung 6229 7433 7861 7781 3. BPR Suliki gunung Emas 9096 9744 9685 9770 Nilai Rata-rata 7400 8117 7844 7966 BPR Non-Binaan Bank Nagari 4. BPR Bunsu Sinamar Makmur 3360 5024 5599 6119 5. BPR Guguk Mas Makmur 2926 3990 4585 5931 6. BPR Sulit Air 2088 2610 3132 4072 Nilai Rata-rata 2791 3875 4439 5374 Pada Tabel 12 terlihat rata-rata jumlah nasabah yang dimiliki BPR binaan Bank Nagari lebih tinggi dari rata-rata jumlah nasabah BPR non-binaan Bank Nagari. Perbedaan jumlah nasabah setiap tahunnya cukup signifikan. Berdasarkan uji-t terhadap rata-rata jumlah nasabah BPR binaan Bank Nagari dan BPR non-binaan Bank Nagari tahun 2006 terlihat nilai t statistik adalah 2.181 dan signifikan pada taraf nyata 10 persen.

6.2.4. Rentabilitas

Aspek rentabilitas menunjukkan kemampuan bank dalam meningkatkan laba dan efisiensi usaha yang dicapai. Dalam analisis ini, 2 dua indikator rentabilitas yang digunakan adalah ROA dan BOPO. ROA dapat mencerminkan tingkat efisiensi pengelolaan bank. Semakin tinggi angka ROA menunjukkan bahwa bank tersebut semakin efisien, karena tingkat pertambahan laba lebih tinggi dari tingkat pertambahan aset. Standar ROA yang harus dicapai sebuah BPR menurut ketentuan BI adalah 1.215 persen. Tabel 13 menunjukkan bahwa rata-rata nilai ROA yang dimiliki oleh BPR binaan Bank Nagari lebih tinggi dari BPR non-binaan Bank Nagari. Nilai ROA terendah dari BPR sampel adalah PT. BPR Sulit Air dengan angka ROA masih kurang dari 2.00. Ini menunjukkan bahwa tingkat efisiensi dari BPR ini masih kurang baik. Hal ini disebabkan masih kurangnya produktifitas pegawai dalam menarik nasabah, baik nasabah tabungan maupun kredit, sehingga pendapatan dan laba yang diperoleh oleh BPR masih relatif rendah dibandingkan dengan pertambahan asset BPR. Tabel 13. Perkembangan Nilai Return On Assets Bank Perkreditan Rakyat Sampel Tahun 2003-2006 Persen No Nama BPR 2003 2004 2005 2006 BPR Binaan Bank Nagari 1. BPR Harau 6.14 5.36 4.22 4.03 2. BPR Labuh Gunung 4.31 5.52 5.86 3.76 3. BPR Suliki gunung Emas 4.85 5.36 5.59 5.41 Nilai Rata-rata 5.10 5.42 5.22 4.40 BPR Non-Binaan Bank Nagari 4. BPR Bunsu Sinamar Makmur 2.55 3.94 2.89 3.15 5. BPR Guguk Mas Makmur -0.53 4.16 4.60 3.94 6. BPR Sulit Air -2.79 1.07 1.98 1.37 Nilai Rata-rata -0.26 3.06 3.16 2.82 Aspek rentabilitas lain yang digunakan untuk menilai BPR selain ROA adalah BOPO. BOPO merupakan perbandingan antara biaya operasional dengan pendapatan operasional. BPR dikatakan sehat apabila nilai BOPO kurang dari 93.52 persen. Semakin rendah nilai BOPO menunjukkan pendapatan operasional dapat menutupi biaya operasional dengan baik, dan akan menghasilkan laba operasional yang lebih tinggi. Perbandingan perkembangan nilai BOPO BPR Bank Nagari dengan BPR non-binaan Bank Nagari dapat dilihat pada Tabel 14. Pada tabel 14 terlihat, perbandingan BOPO antara BPR binaan Bank Nagari dengan BPR non-binaan hampir seimbang. Rata-rata nilai BOPO BPR binaan Bank Nagari lebih rendah daripada BPR non-binaan Bank Nagari. Berdasarkan uji-t terhadap rata-rata nilai BOPO BPR binaan Bank Nagari dan BPR non-binaan Bank Nagari tahun 2006 terlihat bahwa nilai t statistik yang dihasilkan adalah -0.102 dan tidak signifikan pada taraf nyata 5 persen. Ini menunjukkan bahwa BPR binaan Bank Nagari memiliki perbandingan pendapatan operasional yang lebih besar dari biaya operasional dibandingkan dengan BPR non-binaan Bank Nagari. Apabila dilihat dari biaya operasional yang dikeluarkan oleh BPR binaan dan BPR non-binaan Bank Nagari terlihat biaya operasional BPR non-binaan lebih kecil dari biaya operasional BPR binaan. Walaupun biaya operasional BPR non-binaan lebih kecil daripada BPR binaan Bank Nagari, tetapi pendapatan operasional yang dihasilkan juga lebih kecil, sehingga perbandingan BOPO BPR non-binaan Bank Nagari juga lebih kecil. Tabel 14. Perkembangan Nilai Biaya Operasional Pendapatan Operasional Bank Perkreditan Rakyat Sampel Tahun 2003-2006 Persen No Nama BPR 2003 2004 2005 2006 BPR Binaan Bank Nagari 1. BPR Harau 45.76 44.47 50.26 49.69 2. BPR Labuh Gunung 80.56 75.69 75.76 83.01 3. BPR Suliki gunung Emas 52.71 48.04 46.22 46.62 Nilai Rata-rata 59.67 56.07 57.41 59.77 BPR Non-Binaan Bank Nagari 4. BPR Bunsu Sinamar Makmur 45.99 48.36 52.19 46.75 5. BPR Guguk Mas Makmur 59.67 40.98 48.61 44.83 6. BPR Sulit Air 132.24 93.41 91.68 93.80 Nilai Rata-rata 79.30 60.92 64.16 61.79 6.2.5. Likuiditas Ukuran likuiditas yang digunakan adalah Loan to Deposit Ratio LDR. LDR merupakan rasio antara total kredit yang diberikan dengan total dana yang diterima. Menurut ketentuan BI, BPR dikatakan sehat apabila nilai LDR ≤ 94.75 persen Perkembangan Nilai LDR BPR sampel dari tahun 2003 sampai tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 15. Pada Tabel 15 terlihat bahwa rata-rata nilai LDR BPR binaan Bank Nagari lebih kecil daripada BPR non-binaan Bank Nagari, artinya BPR binaan Bank Nagari lebih likuid daripada BPR non-binaan Bank Nagari. Total dana yang diterima oleh BPR binaan baik dari tabungan, deposito, pinjaman dan modal inti lebih besar dibandingkan dengan kredit yang disalurkan kepada debitur. Berdasarkan uji-t terhadap rata-rata LDR BPR binaan dan BPR non-binaan Bank Nagari terlihat bahwa nilai t statistik yang dihasilkan adalah -0.420 dan tidak signifikan pada taraf nyata 5 persen. Hal ini menunjukkan nilai rata-rata LDR BPR binaan dan BPR non-binaan tidak terlalu berbeda. Tabel 15. Perkembangan Nilai Loan to Deposit Ratio Bank Perkreditan Rakyat Sampel Tahun 2003-2006 Persen No Nama BPR 2003 2004 2005 2006 BPR Binaan Bank Nagari 1. BPR Harau 57.46 64.14 70.13 57.17 2. BPR Labuh Gunung 78.57 70.20 94.19 80.68 3. BPR Suliki gunung Emas 56.51 72.24 85.00 79.52 Nilai Rata-rata 64.18 68.86 83.11 72.46 BPR Non-Binaan Bank Nagari 4. BPR Bunsu Sinamar Makmur 73.77 81.46 87.59 78.89 5. BPR Guguk Mas Makmur 86.46 86.46 95.33 82.34 6. BPR Sulit Air 66.60 53.00 67.27 67.35 Nilai Rata-rata 75.61 73.64 83.40 76.19 6.2.6. Resiko Kredit Resiko kredit credit risk disebut juga resiko gagal tagih default risk, yaitu resiko yang dihadapi karena ketidakmampuan nasabah membayar bunga dan mencicil pokok pinjaman. Resiko ini akan semakin besar bila BPR tidak mampu meningkatkan atau memperbaiki kualitas kredit yang disalurkan. Gambaran kredit yang ada pada masing-masing BPR dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 menunjukkan bahwa BPR sampel pada umumnya lebih banyak menyalurkan kredit kepada sektor perdagangan dibandingkan sektor lainnya. Lebih dari 50 persen kredit pada umumnya disalurkan ke sektor perdagangan, karena sektor perdagangan dianggap sektor yang memiliki perputaran uang yang relatif lebih cepat dibandingkan dengan sektor lainnya. Sehingga tingkat pengembalian kredit di sektor perdagangan dianggap lebih cepat dibandingkan sektor lainnya. Penyaluran kredit ke sektor pertanian berkisar antara 6 sampai 22 persen. Penyaluran kredit ke sektor pertanian pada umumnya di sub sektor peternakan, yaitu peternakan unggas. Hal ini tidak terlepas dari kondisi perekonomian daerah setempat yang terkenal dengan sentra peternakan unggas. Komposisi kredit berdasarkan sektor ekonomi pada BPR-LPN Sulit Air tidak bisa diperoleh karena keterbatasan penelitian, dan di dalam laporan keuangan BPR tersebut belum dirinci kredit berdasarkan sektor. Tabel 16. Jumlah Kredit yang Disalurkan Bank Perkreditan Rakyat Sampel Berdasarkan Sektor Ekonomi Tahun 2006 Persen Kredit Per Sektor PT. BPR Harau PT.LPN- BPR LG PT. BPR SGM PT. BPR GMM PT. BPR BSM Pertanian 6.34 9.67 13.49 22.07 9.73 Industri kecil 5.19 6.74 0.83 7.70 3.37 Perdagangan 49.86 69.28 38.49 57.02 62.83 Jasa-jasa 15.46 0.00 9.07 4.76 16.41 Lain-lain 23.15 14.31 38.12 8.45 7.66 Jumlah 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 Ukuran resiko kredit yang digunakan adalah dengan menggunakan Non Performing Loans ratio NPL. NPL merupakan rasio antara kredit bermasalah dengan total kredit yang diberikan. Kredit bermasalah yang dimaksudkan disini adalah jumlah kredit selain daripada kredit lancar. Makin kecil rasio NPL, BPR akan dikatakan semakin sehat. Tabel 17 memperlihatkan bahwa rata-rata nilai NPL BPR binaan Bank Nagari lebih rendah dari BPR non-binaan Bank Nagari. Berdasarkan uji-t terhadap rata-rata NPL BPR binaan dengan non-binaan Bank Nagari pada tahun 2006 terlihat nilai t statistik yang dihasilkan adalah -1.330 dan tidak signifikan pada taraf nyata 5 persen, namun signifikan pada taraf nyata 30 persen. Ini menunjukkan bahwa kredit bermasalah dari kredit yang diberikan oleh BPR binaan Bank Nagari relatif lebih kecil dibandingkan dengan BPR non-binaan Bank Nagari. Tabel 17. Perkembangan Nilai Non Performing Loans ratio Bank Perkreditan Rakyat Sampel Tahun 2003-2006 Persen No Nama BPR 2003 2004 2005 2006 BPR Binaan Bank Nagari 1. BPR Harau 1.79 1.74 1.58 0.96 2. BPR Labuh Gunung 4.87 1.13 1.63 1.25 3. BPR Suliki gunung Emas 3.41 1.55 2.23 3.15 Nilai Rata-rata 3.35 1.47 1.82 1.79 BPR Non-Binaan Bank Nagari 4. BPR Bunsu Sinamar Makmur 11.11 5.65 5.20 3.04 5. BPR Guguk Mas Makmur 1.91 5.12 3.79 4.08 6. BPR Sulit Air 0.95 3.40 6.91 19.02 Nilai Rata-rata 4.66 4.72 5.30 8.71 Angka paling tinggi terjadi pada BPR Sulit Air yang memiliki NPL 19.02 persen. Tingginya NPL yang dihasilkan oleh BPR-LPN Sulit Air karena kredit macet yang dimiliki relatif lebih besar, sedangkan total kredit yang dimiliki relatif kecil. Kondisi kredit yang disalurkan berdasarkan kredit lancar dan bermasalah dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Kondisi Kredit Yang Disalurkan Bank Perkreditan Rakyat Sampel Tahun 2006 Persen Kondisi Kredit BPR Harau BPR LG BPR SGM BPR GMM BPR BSM BPR SA Lancar 99.04 98.75 96.85 95.92 96.96 80.98 Kurang lancar 0.71 0.96 0.66 2.14 2.16 11.17 Diragukan 0.01 0.30 0.12 0.66 0.16 4.87 Macet 0.24 0.00 2.37 1.28 0.73 2.98 Jumlah 100.00 100.00 100 100.00 100.00 100.00 Tabel 18 menunjukkan bahwa persentase kredit lancar pada BPR binaan Bank Nagari lebih besar daripada BPR non-binaan Bank Nagari. Perbedaan yang cukup nyata terjadi pada BPR-LPN Sulit Air, dimana kondisi kredit lancar hanya sebesar 80.98 persen, sedangkan BPR sampel yang lain memiliki kredit lancar diatas 90 persen. Hal ini menyebabkan nilai NPL dari BPR-LPN Sulit Air menjadi lebih besar. 6.3. Perbandingan Tingkat Kesehatan BankPerkreditan Rakyat Binaan Bank Nagari dengan Bank Perkreditan Rakyat Non-Binaan Bank Nagari Dari beberapa kriteria kinerja kesehatan BPR yang ada, penulis mencoba membuat suatu formula untuk mencari tingkat kesehatan bank. Kriteria tingkat kesehatan berpedoman pada SK DIR BI Nomor 3012KEPDIR SE BI Nomor 303UPPB tanggal 30 April 1997 dan referensi kinerja BPR lainnya. Namun prosedur penilaian tidak sepenuhnya menggunakan prosedur penilaian yang digunakan oleh BI. Indikator-indikator yang dimasukkan dalam menganalisis tingkat kesehatan BPR adalah 1 aspek permodalan CAR, 2 Kualitas Asset KAP, 3 Kualitas Manajemen yang terdiri dari skor manajemen dan produktivitas pegawai, 4 Rentabilitas yang terdiri dari ROA dan BOPO, 5 Likuiditas LDR, dan 6 Resiko Kredit NPL. Masing-masing indikator di atas diberi bobot dan standar yang berpedoman kepada BI, namun standar produktifitas pegawai dan standar nilai NPL tidak berdasarkan ketentuan BI, karena BI tidak membuat kriteria tersebut. Standar minimum aspek produktifitas pegawai diperoleh dari nilai rata-rata dari nilai produktifitas pegawai yang banyak muncul pada BPR sampel. Untuk mendapatkan nilai bobot, maka nilai indikator dikalikan dengan bobot masing-masing indikator. Nilai tingkat kesehatan BPR diperoleh dari penjumlahan masing-masing nilai bobot tersebut. Total dari nilai bobot ini dibandingkan dengan total nilai bobot minimum untuk BPR yang dikatakan sehat. Nilai bobot minimum tersebut didasarkan pada kriteria dan besar bobot yang ditentukan oleh BI sehingga diperoleh hasil tingkat kesehatan BPR. Batas minimum berdasarkan kriteria standar BI untuk BPR dalam kriteria sehat terlihat pada Tabel 19. BPR akan dikatakan sehat apabila total nilai bobot ≥ 58.49, sedangkan apabila total nilai bobot 58.49 BPR dikatakan kurang sehat. Tabel 19. Batas Minimum Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat Indikator Kinerja Bobot standar Nilai Bobot Aspek PermodalanCAR CAR 0.3 8.00 2.40 Kualitas Asset KAP 0.3 10.35 3.11 Kualitas Manajemen Skor manajemen 0.1 81.00 8.10 Produktivitas pegawai 0.1 353.87 35.39 Rentabilitas ROA 0.05 1.22 0.06 BOPO 0.05 93.52 4.68 Likuiditas LDR 0.05 94.75 4.74 Resiko Kredit NPL 0.05 0.50 0.03 Batas minimum 58.49 Ringkasan hasil penilaian tingkat kesehatan BPR dapat dilihat pada Tabel 20. Berdasarkan Tabel 20 terlihat bahwa secara umum kinerja BPR binaan Bank Nagari lebih baik dari kinerja BPR non-binaan Bank Nagari. Ini terlihat dari nilai indikator tingkat kesehatan masing-masing BPR dan hasil pembobotan dari keseluruhan indikator kesehatan yang ada. Tabel 20. Ringkasan Hasil PenilaianTingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat Sampel Tahun 2003-2006 Nama BPR Total Nilai Bobot 2003 2004 2005 2006 BPR Binaan Bank Nagari BPR Harau 75.76 70.69 65.70 61.40 BPR Labuh Gunung 56.73 58.72 62.19 59.08 BPR Suliki Gunung Emas 79.12 83.77 77.52 67.11 BPR Non-binaan Bank Nagari BPR Bunsu Sinamar Makmur 52.98 57.27 49.06 55.06 BPR Gugus Mas Makmur

49.45 52.63

52.99 54.95

BPR Sulit Air 53.59 49.62 50.89 53.91 Total nilai bobot BPR binaan secara umum lebih sehat dari BPR non- binaan, dan ketiga BPR sampel binaan Bank Nagari menunjukkan kinerja sebagai BPR dalam kategori sehat dari tahun 2003 sampai tahun 2006. Sedangkan BPR sampel non-binaan Bank Nagari masih termasuk dalam dalam kategori kurang sehat. Nilai total bobot tertinggi yang dimiliki oleh BPR non- binaan Bank Nagari hanya 55.06 yang terjadi pada PT. BPR Bunsu Sinamar Makmur. Angka tersebut masih dibawah standar minimum yang ditetapkan sehingga masih termasuk dalam kategori kurang sehat. Faktor utama yang menyebabkan kurang sehatnya BPR non-binaan Bank Nagari adalah masih kurangnya produktifitas pegawai yang dimiliki. Produktifitas pegawai yang dimiliki oleh BPR non-binaan Bank Nagari masih dibawah nilai median dari nilai produktifitas yang banyak muncul pada masing-masing BPR sampel. Faktor- faktor lain yang menyebabkan kurang sehatnya beberapa BPR tersebut adalah 1 PT. BPR Guguk Mas Makmur dan BPR-LPN Sulit Air baru didirikan pada tahun 2002. Apabila dibandingkan dengan BPR sampel yang lain, kedua BPR tersebut merupakan BPR dengan pengalaman usaha yang relatif kecil, sehingga kemampuan BPR untuk mengembangkan usaha dan kinerja masih terbatas, 2 tindakan pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris terhadap direksi dan kinerja BPR masih kurang, karena dewan direksi pada umumnya tinggal di luar propinsi Sumatera Barat seperti komisaris BPR-LPN Sulit Air.

6.3. Hasil Analisis Korelasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat