Latar Belakang Perlindungan Hukum Terhadap Debitur (Pelaksana Pekerjaan) Dalam Pelaksanaan Perjanjian Upah Borong (Partisipatif) Dalam Proyek Swakelola Di Lingkungan Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara berkembang yang masih berusaha melaksanakan pembangunan yang merata di seluruh wilayah Indonesia. Sehingga di dalam pelaksanaannya sering menitikberatkan pada pembangunan dalam bidang ekonomi. Pembangunan dilaksanakan dengan berpedoman pada penekanan yang lebih menonjol kepada segi pemerataan seperti pembangunan rumah, gedung bertingkat dan sebagainya. “Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati seluruh rakyat sebagai peningkatan kesejahteraan lahir dan bathin secara adil dan merata. Sebaliknya, berhasil pembangunan tergantung partisipasi seluruh rakyat, yang berarti pembangunan harus dilaksanakan secara merata oleh segenap lapisan masyarakat agar terciptanya tujuan dari pembangunan nasional tersebut dan hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati seluruh rakyat sebagai peningkatan kesejahteraan lahir dan bathin secara adil dan merata”. 1 “Dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara, pemerintah senantiasa dituntut untuk memajukan kesejahteraan umum. Untuk mengemban kewajiban ini, pemerintah mempunyai kewajiban menyediakan kebutuhan rakyat dalam berbagai bentuknya baik yang berupa barang, jasa maupun pembangunan infrastruktur. Di sisi lain, pemerintah juga memerlukan barang dan jasa itu dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan. Pemenuhan kebutuhan barang dan jasa merupakan bagian yang terpenting dalam penyelenggaraan pemerintahan”. 2 1 F.X. Djumialdji, Perjanjian Pemborongan, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1995, hlm 1. untuk selanjutnya disebut F.X. Djumialdji 1 2 Yohanes Sogar Simamora, Hukum Kontrak : Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah di Indonesia, Surabaya : Laksbang Justitia, 2013, hlm 1. Universitas Sumatera Utara Pengadaan Barang dan Jasa pemerintah sesungguhnya merupakan bagian yang sangat penting dalam proses pelaksanaan pembangunan. Bagi pemerintah, ketersediaan barang dan jasa pada setiap instansi pemerintah akan menjadi faktor penentu keberhasilan pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing unit kerja. Tanpa sarana dan prasarana yang memadai tentu saja jalannya pelaksanaan tugas pemerintah akan terganggu dan tidak akan mencapai hasil yang maksimal. 3 Pengadaan BarangJasa pada hakikatnya merupakan upaya pemerintah sebagai pengguna untuk mewujudkan atau mendapatkan BarangJasa yang diinginkan. Agar kebutuhan akan barangjasa terpenuhi dengan baik sesuai dengan kemampuan keuangan negara yang terbatas, maka pemerintah perlu mengatur norma, prinsip-prinsip, metode dan proses pengadaan barangjasa. Aturan Pengadaan BarangJasa Pemerintah secara spesifik diatur melalui Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan BarangJasa Pemerintah, kemudian yang dalam perkembangannya pemerintah mengeluarkan peraturan terbaru mengenai pengadaan barangjasa yaitu Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan BarangJasa Pemerintah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2011 tentang perubahan pertama atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan BarangJasa Pemerintah, sebagaimana telah 3 Abu Sopian, Dasar-Dasar Pengadaan BarangJasa Pemerintah, Palembang : In Media, 2014, hlm 1. Universitas Sumatera Utara diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang perubahan kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan BarangJasa Pemerintah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 172 Tahun 2014 tentang perubahan ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan BarangJasa Pemerintah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang perubahan keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan BarangJasa Pemerintah. Dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan BarangJasa Pemerintah menyebutkan “Pengadaan BarangJasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan Pengadaan BarangJasa oleh KementerianLembagaSatuan Kerja Perangkat DaerahInstitusi lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh BarangJasa”. Pengadaan BarangJasa dilakukan dengan Kontrak Pengadaan BarangJasa yang dilakukan antara pemerintah dengan pihak lain. Kontrak yang melibatkan pemerintah sebagai pihak, yang biasanya disebut dengan government contract. Dalam hal ini pemerintah, memanfaatkan instrumen hukum perdata, sehingga kontrak yang dibuat oleh pemerintah memiliki karakteristik yang berbeda jika dibandingkan dengan kontrak privat pada umumnya. Adanya unsur hukum publik menyebabkan aturan dan prinsip Universitas Sumatera Utara hukum dalam hukum kontrak privat tidak sepenuhnya berlaku dalam kontrak yang dibuat oleh pemerintah. 4 Dalam berbagai kepustakaan, government contract pada umumnya sebagai kontrak yang didalamnya pemerintah terlibat sebagai pihak dan obyeknya adalah pengadaan barang dan jasa. 5 “Kontrak pengadaan merupakan jenis kontrak yang rutin dilakukan oleh pemerintah untuk memenuhi aneka kebutuhan dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintah. Objek pengadaan sangat beragam seiring dengan perkembangan jaman. Demikian pula metode yang digunakan dalam melakukan pengadaan dan jenis hubungan hukum yang dibentuk. Pengadaan juga merupakan proses yang di dalamnya terdapat tahapan-tahapan yang diawali penentuan kebutuhan sampai pada pembayarannya kepada pemasok atau kontraktor”. Dalam kajian tentang kontrak pengadaan yang melibatkan pemerintah, kiranya dapat menentukan lingkup yang termasuk sebagai pemerintah. 6 Pasal 1 angka 2 Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 dirumuskan bahwa “KementerianLembaga Satuan Kerja Perangkat DaerahInstitusi KLDI adalah instansiinstitusi yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN danatau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD”, sedangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Pasal 1 Point 1 tentang Pengadaan BarangJasa adalah “kegiatan untuk memperoleh BarangJasa oleh KementerianLembagaSatuan Kerja Perangkat DaerahInstitusi lainnya KLDI yang prosesnya dimulai dari perencanaan 4 Yohanes Sogar Simamora, Op. Cit, hlm 41. 5 Ibid., hlm 42. 6 Ibid. Universitas Sumatera Utara kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh BarangJasa”. Berdasarkan Pasal 3 Perpres Nomor 54 Tahun 2010 disebutkan bahwa : “Pelaksanaan Pengadaan BarangJasa dilakukan melalui Swakelola danatau pemilihan Penyedia BarangJasa”. Pelaksanaan Pengadaan BarangJasa Pemerintah yang dilakukan dengan menggunakan penyedia barangjasa mempunyai perbedaan dengan pelaksanaan pengadaan barangjasa pemerintah dengan cara Swakelola. Dari definisi tersebut, dapat diartikan bahwa yang dimaksud dengan “pemerintah” dalam pengadaan barangjasa adalah KLDI. Namun, dalam hal penandatanganan kontrak pengadaan, pemerintah yang dalam hal ini KLDI diwakili oleh Pejabat Pembuat Komitmen PPK. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, agar pembangunan tersebut berhasil dengan baik, dalam pelaksanaan pembangunan fisik harus didukung oleh sarana dan prasarana yang baik serta peraturan-peraturan yang jelas terutama menyangkut hak dan kewajiban para pihak yang melaksanakan pekerjaan pembangunan tersebut. Hal ini erat kaitannya dengan perjanjian yang dibuat dalam pelaksanaan pekerjaan pemborongan seperti yang diatur dalam Pasal 1601 b KUHPerdata. Perjanjian pemborongan diatur dalam Pasal 1601 b sampai dengan 1617 KUHPerdata. Menurut Pasal 1601 b KUHPerdata, Pemborongan Pekerjaan adalah “Perjanjian, dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain, pihak yang Universitas Sumatera Utara memborongkan, dengan menerima suatu harga yang ditentukan”. Jadi dalam perjanjian pemborongan hanya ada dua pihak yang terikat dalam perjanjian pemborongan yaitu : pihak kesatu yaitu yang memborongkan atau prinsipal bouwheer, Kepala Kantor, Satuan Kerja dan Pemimpin Proyek dan pihak kedua yaitu pemborong atau rekanan, kontraktor. 7 Menurut R. Subekti Perjanjian Pemborongan pekerjaan dibedakan dalam dua macam yaitu: 8 1. Dimana pihak pemborong diwajibkan memberikan bahannya untuk pekerjaan tersebut. 2. Dimana si pemborong hanya akan melakukan pekerjaannya saja. Perjanjian pengadaan barang dan jasa termasuk dalam perjanjian pemborongan yang terdapat dalam Pasal 1601 KUHPerdata, Pasal 1601 b dan Pasal 1604 sampai dengan Pasal 1616 KUHPerdata. Agar pengadaan barangjasa pemerintah dapat dilaksanakan dengan efektif, efisien, dengan prinsip persaingan sehat, transparan, terbuka dan perlakuan yang adil dan layak bagi semua pihak. Sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi fisik, keuangan, maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas pemerintah dan pelayanan. Kenyataan yang sering terjadi dalam pelaksanaan kontrak pengadaan barang dan jasa sering bertentangan dengan pasal 1616 KUHPerdata karena pelaksanaannya tidak efektif, tidak sesuai dengan prinsip persaingan sehat, dan tidak transparan. 7 F.X. Djumialdji 1, Op. Cit, hlm 3. 8 R. Subekti, Aneka Perjanjian, Cetakan ke-10. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1995, hlm 65. untuk selanjutnya disebut R. Subekti 1 Universitas Sumatera Utara Perjanjian Pemborongan suatu pekerjaan dalam hal ini mengenai pelaksanaan pemborongan untuk proyek-proyek pemerintah berdasarkan ketentuan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Pengadaan BarangJasa Pemerintah, khususnya yang berupa pengadaan barangjasa maka pelaksanaannya dapat dilakukan melalui pelelangan umum atau pelelangan terbatas, pemilihan langsung dan penunjukan langsung. Ketentuan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Pengadaan BarangJasa Pemerintah pada intinya tidak memberikan penekanan terhadap sistem pengadaan barangjasa pemboronganjasa lain. Dengan terjadi adanya hubungan hukum dalam melakukan pemborongan pekerjaan tersebut, maka pemberi kerja membutuhkan tenaga ahli dari pelaksana pekerjaanpemborongan yang dapat membantu pelaksanaan pekerjaan tersebut agar lebih baik, sebaliknya dalam pelaksana pekerjaanpemborongan sendiri memberikan suatu jasa yang sesuai dengan kemampuan dan keahlian yang dibutuhkan oleh pemberi kerja. Sehingga dalam melakukan pelaksanaan tugasnya, baik pemborong maupun pemberi kerja senantiasa harus memperhatikan apa yang dikerjakannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan diberikan adanya kesempatan untuk berpartisipasi bagi swasta, maka asal pekerjaan pemborongan dapat dibedakan sebagai berikut : a Perjanjian Pemborongan Pekerjaan yang berasal dari pemerintah untuk pengadaan barang dan jasa yang dahulu dilakukan melalui proses lelang seperti yang telah diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Universitas Sumatera Utara Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan BarangJasa Pemerintah.Dan sudah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan BarangJasa Pemerintah. b Perjanjian Pemborongan Pekerjaan yang berasal dari swasta yang diperoleh langsung sebagai hasil perundingan antara pemberi tugas swasta dengan pemborong swasta Borongan pekerjaan yang berasal dari pihak swasta dan dikerjakan oleh pemborong tersebut perlu dibuat suatu perjanjian atau kontrak yang mengikat kedua belah pihak. Secara garis besar, tatanan hukum perdata Indonesia memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk saling mengadakan perjanjian tentang apa saja yang dianggap perlu bagi tujuannya. Sebagaimana ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagaimana undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Menyikapi hal tersebut R. Subekti menjelaskan : “Bahwa kita diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja atau tentang apa saja dan perjanjian itu akan mengikat mereka yang membuatnya seperti undang-undang. Atau dengan perkataan lain, dalam soal perjanjian kita diperbolehkan membuat undang-undang bagi kita sendiri. Pasal- pasal dari hukum perjanjian hanya berlaku, apabila atau sekedar kita tidak mengadakan aturan-aturan sendiri dalam perjanjian-perjanjian yang kita adakan itu”. 9 9 R. Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta : Intermasa, 1987, hlm 14. untuk selanjutnya disebut sebagai R. Subekti 2 Universitas Sumatera Utara Pelaksanaan Pengadaan BarangJasa Pemerintah diatur dalam Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 atas perubahan kedua Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah dilakukan melalui : 10 1 Swakelola; danatau 2 Pemilihan penyedia barangjasa Samsul Ramli dan Fahrurrazi menjelaskan : “Pada Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010, penempatan swakelola sebelum pemilihan penyedia mempunyai makna bahwa cara pengadaan melalui swakelola menempati kedudukan yang lebih utama dibandingkan dengan pemilihan penyedia. Keutamaan swakelola ini sebenarnya bisa dilihat pada Pasal 1 ayat 1 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 yaitu : Pengadaan BarangJasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan Pengadaan BarangJasa adalah kegiatan untuk memperoleh BarangJasa oleh KementerianLembagaSatuan Kerja Perangkat DaerahInstitusi yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh BarangJasa” 11 . Unsur perencanaan merupakan indikator utama swakelola. Dengan demikian, bagi KLDI dalam menentukan cara pengadaan terlebih dahulu melihat pada kemampuan sumber daya internalnya, minimal kemampuan perencanaan dan pengawasan. Jika tidak mampu dilaksanakan sendiri oleh KLDI, alternatifnya adalah menyerahkan kepada ahlinya. 12 10 Samsul Ramli Fahrurrazi, Bacaan Wajib Swakelola Pengadaan BarangJasa Pemerintah, Jakarta : Visi Media, 2014, hlm 1. 11 Ibid. 12 Ibid., hlm 2 Universitas Sumatera Utara Dalam Pasal 26 ayat 1 Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 atas perubahan kedua Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan BarangJasa Pemerintah, Swakelola adalah “Pengadaan BarangJasa dimana pekerjaannya direncanakan, dikerjakan danatau diawasi sendiri oleh KementerianLembagaSatuan Kerja Perangkat DaerahInstitusi lainnya KLDI sebagai penanggung jawab anggaran, instansi pemerintah lain danatau kelompok masyarakat”. Swakelola tidak hanya sekadar melaksanakan pengadaan barangjasa, tetapi juga tentang merencanakan dan mengawasi. Perencanaan menghasilkan kegiatan pengadaan barangjasa dimana proses pengadaan barangjasa harus dimulai dari kebutuhan yang ditetapkan pada dokumen anggaran dalam rangka memenuhi program pembangunan. Sesuai dengan definisi Swakelola pada Pasal 26 ayat 1 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan BarangJasa Pemerintah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012, maka jenis swakelola dikelompokkan atas tiga tipe, yaitu : 13 a Tipe 1 Swakelola yang direncanakan, dikerjakan danatau diawasi sendiri oleh KLDI sebagai penanggung jawab anggaran. b Tipe 2 Swakelola yang direncanakan danatau diawasi sendiri oleh KLDI oleh penanggung jawab anggaran, sedangkan pelaksanaannya dikerjakan oleh instansi pemerintah lain. c Tipe 3 13 Ibid., hlm 23-24 Universitas Sumatera Utara Swakelola yang direncanakan, dikerjakan danatau diawasi oleh kelompok masyarakat. Dalam perjanjian terdapat beberapa asas-asas yaitu asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas kepercayaan, asas kekuatan mengikat, asas persamaan hukum, asas keseimbangan, asas kepastian hukum, asas moral dan asas kepatutan. Asas yang digunakan didalam tesis ini adalah asas keseimbangan. Asas Keseimbangan bermakna sebagai asas yang melandasi atau mendasari pertukaran hak dan kewajiban para pihak sesuai porsi, beban danatau bagiannya. Asas Keseimbangan mengandaikan berlangsungnya mekanisme pembagian hak dan kewajiban secara proposional yang diwujudkan dalam seluruh proses hubungan kontraktual, baik pada fase pra contractual maupun post contractual pasca kontrak. Menurut Herlien Budiono bahwasanya : “Asas keseimbangan dilandaskan pada upaya mencapai suatu keadaan seimbang yang sebagai akibat darinya harus memunculkan suatu keadaan seimbang yang sebagai akibat darinya harus memunculkan pengalihan kekayaan secara absah. Tidak terpenuhinya keseimbangan berpengaruh terhadap kekuatan yuridikal kontrak”. 14 Asas Keseimbangan sangat berorientasi pada konteks hubungan dan kepentingan para pihak, dalam arti menjaga kelangsungan hubungan kontrak mereka. Penerapan asas keseimbangan dalam sebuah kontrak dapat dilihat dari 14 Herlien Budiono, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia Hukum Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigati Indonesia. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2006, hlm 317. Universitas Sumatera Utara segi subjeknya, klausulnya dan penerapan klausul-klausul tersebut di lapangan. Faktor-faktor yang dapat menggangu keseimbangan perjanjian salah satunya adalah cara terbentuk perjanjian yang melibatkan pihak-pihak yang berkedudukan tidak setara seperti perjanjian ini dimana satu pihak merupakan badan hukum dan satu pihaknya lagi bukan merupakan badan hukum. Dalam Perjanjian Pemborongan yang berada di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang banyak kontrak yang mengalami ketidakseimbangan dalam isi perjanjian, namun di dalam penulisan tesis ini hanya diangkat 3 contoh kontrak diantaranya adalah Kontrak dengan Nomor Perjanjian 0500346.1DPUDS2014, Kontrak dengan Nomor Perjanjian 0502312.2DPUDS2014 dan Kontrak dengan Nomor Perjanjian 0504552DPUDS2014. Adapun perjanjian pemborongan yang terdapat di dalam penulisan tesis ini adalah perjanjian yang dibuat oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang yang diwakili FL selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang Pihak Pertama dengan pihak swasta yang diwakili WP selaku pelaksana pekerjaan Pihak Kedua. Perjanjian ini dibuat pada tanggal 10 April 2014 yang bertujuan untuk melaksanakan suatu pekerjaan rehabilitasipemeliharaan jalan dan jembatan di Desa Bandar Khalifah dan Desa Kolam Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Dalam hal ini pekerjaan yang dilakukan pihak swasta untuk melaksanakan pekerjaan rehabilitasipemeliharaan jalan dan jembatan dengan Universitas Sumatera Utara menggunakan danauang mereka sendiri disebabkan tidak adanya suatu anggaran yang tersedia dari KAS Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang sehingga pihak Dinas terkait menggunakan dana pihak swasta untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Seketika pekerjaan rehabilitasipemeliharaan jalan dan jembatan itu telah selesai dilaksanakan oleh pihak swasta sesuai dengan waktu yang tersedia dalam isi perjanjian yang mereka buat dengan para pihak. Maka pihak swasta berusaha menagih hak mereka yang semestinya mereka dapatkan ketika pekerjaan itu selesai. Namun dalam kenyataannya pihak swasta tidak menerima hak mereka dalam hal pembayaran disebabkan KAS Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang saat itu tidak memiliki anggaran untuk membayar hak mereka, sehingga pihak swasta menunggu kepastian yang tidak jelas akibat KAS yang ada di Dinas Pekerjaan Umum belum tercukupi untuk membayar hak mereka. Seiring dengan berjalannya waktu, pihak swasta belum ada menerima hak pembayaran mereka dari Dinas Pekerjaan Umum dengan disebabkan anggaran belum dikeluarkan oleh pemerintah daerah sehingga akhirnya pihak swasta tetap menunggu pembayaran yang tidak mendapat kejelasan yang diberikan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang. Sering mendapatkan penundaan yang tidak berujung pembayaran yang jelas dari pihak Dinas Pekerjaan Umum maka pihak swasta melakukan pertemuan musyawarah dan mufakat namun tidak menemukan titik terang dari Universitas Sumatera Utara hasil pertemuan tersebut. Sehingga pihak swasta melakukan upaya hukum dengan melakukan somasi terlebih dahulu ke Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang agar segera melakukan penyelesaian pembayaran kepada pihak-pihak swasta. Dengan tidak adanya itikad baik yang dilakukan pihak Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang, maka para pihak swasta dengan di dampingi kuasa hukum mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Lubuk Pakam sesuai dengan isi perjanjian jika mengalami permasalahan di kedepan harinya. Berdasarkan uraian-uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian mengenai “Perlindungan Hukum terhadap Debitur Pelaksana Pekerjaan dalam pelaksanaan perjanjian upah borong Partisipatif dalam proyek Swakelola di Lingkungan Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang”.

B. Rumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Dalam Perjanjian Kerja Dengan Sistem Outsourcing Di Indonesia

1 47 91

Perlindungan Hukum Terhadap Kreditor Dalam Terjadi Eksekusi Jaminan Fidusia (Studi di Kota Medan)

5 78 107

Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Kredit Tanpa Agunan

2 37 3

Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (Pkwt) Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

4 75 129

Perlindungan Hukum Terhadap Debitur (Pelaksana Pekerjaan) Dalam Pelaksanaan Perjanjian Upah Borong (Partisipatif) Dalam Proyek Swakelola Di Lingkungan Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang

0 0 11

Perlindungan Hukum Terhadap Debitur (Pelaksana Pekerjaan) Dalam Pelaksanaan Perjanjian Upah Borong (Partisipatif) Dalam Proyek Swakelola Di Lingkungan Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang

0 0 2

Perlindungan Hukum Terhadap Debitur (Pelaksana Pekerjaan) Dalam Pelaksanaan Perjanjian Upah Borong (Partisipatif) Dalam Proyek Swakelola Di Lingkungan Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang

0 0 42

Perlindungan Hukum Terhadap Debitur (Pelaksana Pekerjaan) Dalam Pelaksanaan Perjanjian Upah Borong (Partisipatif) Dalam Proyek Swakelola Di Lingkungan Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang

0 2 85

Perlindungan Hukum Terhadap Debitur (Pelaksana Pekerjaan) Dalam Pelaksanaan Perjanjian Upah Borong (Partisipatif) Dalam Proyek Swakelola Di Lingkungan Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang Chapter III V

0 0 113

Perlindungan Hukum Terhadap Debitur (Pelaksana Pekerjaan) Dalam Pelaksanaan Perjanjian Upah Borong (Partisipatif) Dalam Proyek Swakelola Di Lingkungan Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang

0 0 5