BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara berkembang yang masih berusaha melaksanakan pembangunan yang merata di seluruh wilayah Indonesia. Sehingga di dalam
pelaksanaannya sering menitikberatkan pada pembangunan dalam bidang ekonomi. Pembangunan dilaksanakan dengan berpedoman pada penekanan yang lebih
menonjol kepada segi pemerataan seperti pembangunan rumah, gedung bertingkat dan sebagainya.
“Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati seluruh
rakyat sebagai peningkatan kesejahteraan lahir dan bathin secara adil dan merata. Sebaliknya, berhasil pembangunan tergantung partisipasi seluruh
rakyat, yang berarti pembangunan harus dilaksanakan secara merata oleh segenap lapisan masyarakat agar terciptanya tujuan dari pembangunan nasional
tersebut dan hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati seluruh rakyat sebagai peningkatan kesejahteraan lahir dan bathin secara adil dan merata”.
1
“Dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara, pemerintah senantiasa dituntut untuk memajukan kesejahteraan umum. Untuk mengemban kewajiban ini,
pemerintah mempunyai kewajiban menyediakan kebutuhan rakyat dalam berbagai bentuknya baik yang berupa barang, jasa maupun pembangunan
infrastruktur. Di sisi lain, pemerintah juga memerlukan barang dan jasa itu dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan. Pemenuhan kebutuhan barang dan
jasa merupakan bagian yang terpenting dalam penyelenggaraan pemerintahan”.
2
1
F.X. Djumialdji, Perjanjian Pemborongan, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1995, hlm 1. untuk
selanjutnya disebut F.X. Djumialdji 1
2
Yohanes Sogar Simamora, Hukum Kontrak : Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah di Indonesia, Surabaya : Laksbang Justitia, 2013, hlm 1.
Universitas Sumatera Utara
Pengadaan Barang dan Jasa pemerintah sesungguhnya merupakan bagian yang sangat penting dalam proses pelaksanaan pembangunan. Bagi pemerintah,
ketersediaan barang dan jasa pada setiap instansi pemerintah akan menjadi faktor penentu keberhasilan pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing unit
kerja. Tanpa sarana dan prasarana yang memadai tentu saja jalannya pelaksanaan tugas pemerintah akan terganggu dan tidak akan mencapai hasil
yang maksimal.
3
Pengadaan BarangJasa pada hakikatnya merupakan upaya pemerintah sebagai pengguna untuk mewujudkan atau mendapatkan BarangJasa yang
diinginkan. Agar kebutuhan akan barangjasa terpenuhi dengan baik sesuai dengan kemampuan keuangan negara yang terbatas, maka pemerintah perlu
mengatur norma, prinsip-prinsip, metode dan proses pengadaan barangjasa. Aturan Pengadaan BarangJasa Pemerintah secara spesifik diatur melalui
Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan BarangJasa Pemerintah, kemudian yang dalam perkembangannya
pemerintah mengeluarkan peraturan terbaru mengenai pengadaan barangjasa yaitu Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan BarangJasa
Pemerintah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2011 tentang perubahan pertama atas Peraturan Presiden Nomor 54
Tahun 2010 tentang Pengadaan BarangJasa Pemerintah, sebagaimana telah
3
Abu Sopian, Dasar-Dasar Pengadaan BarangJasa Pemerintah, Palembang : In Media, 2014, hlm 1.
Universitas Sumatera Utara
diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang perubahan kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
BarangJasa Pemerintah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 172 Tahun 2014 tentang perubahan ketiga atas Peraturan Presiden
Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan BarangJasa Pemerintah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015
tentang perubahan keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan BarangJasa Pemerintah.
Dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan BarangJasa Pemerintah menyebutkan “Pengadaan
BarangJasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan Pengadaan BarangJasa oleh KementerianLembagaSatuan Kerja Perangkat
DaerahInstitusi lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh BarangJasa”.
Pengadaan BarangJasa dilakukan dengan Kontrak Pengadaan BarangJasa yang dilakukan antara pemerintah dengan pihak lain. Kontrak yang
melibatkan pemerintah sebagai pihak, yang biasanya disebut dengan government contract. Dalam hal ini pemerintah, memanfaatkan instrumen
hukum perdata, sehingga kontrak yang dibuat oleh pemerintah memiliki karakteristik yang berbeda jika dibandingkan dengan kontrak privat pada
umumnya. Adanya unsur hukum publik menyebabkan aturan dan prinsip
Universitas Sumatera Utara
hukum dalam hukum kontrak privat tidak sepenuhnya berlaku dalam kontrak yang dibuat oleh pemerintah.
4
Dalam berbagai kepustakaan, government contract pada umumnya sebagai kontrak yang didalamnya pemerintah terlibat sebagai pihak dan
obyeknya adalah pengadaan barang dan jasa.
5
“Kontrak pengadaan merupakan jenis kontrak yang rutin dilakukan oleh pemerintah untuk memenuhi aneka kebutuhan dalam penyelenggaraan kegiatan
pemerintah. Objek pengadaan sangat beragam seiring dengan perkembangan jaman. Demikian pula metode yang digunakan dalam melakukan pengadaan
dan jenis hubungan hukum yang dibentuk. Pengadaan juga merupakan proses yang di dalamnya terdapat tahapan-tahapan yang diawali penentuan kebutuhan
sampai pada pembayarannya kepada pemasok atau kontraktor”. Dalam kajian tentang kontrak
pengadaan yang melibatkan pemerintah, kiranya dapat menentukan lingkup yang termasuk sebagai pemerintah.
6
Pasal 1 angka 2 Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 dirumuskan bahwa “KementerianLembaga Satuan Kerja Perangkat DaerahInstitusi
KLDI adalah instansiinstitusi yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN danatau Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah APBD”, sedangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Pasal 1 Point 1 tentang Pengadaan BarangJasa adalah “kegiatan untuk
memperoleh BarangJasa oleh KementerianLembagaSatuan Kerja Perangkat DaerahInstitusi lainnya KLDI yang prosesnya dimulai dari perencanaan
4
Yohanes Sogar Simamora, Op. Cit, hlm 41.
5
Ibid., hlm 42.
6
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh BarangJasa”.
Berdasarkan Pasal 3 Perpres Nomor 54 Tahun 2010 disebutkan bahwa : “Pelaksanaan Pengadaan BarangJasa dilakukan melalui Swakelola danatau
pemilihan Penyedia BarangJasa”. Pelaksanaan Pengadaan BarangJasa Pemerintah yang dilakukan dengan menggunakan penyedia barangjasa
mempunyai perbedaan dengan pelaksanaan pengadaan barangjasa pemerintah dengan cara Swakelola. Dari definisi tersebut, dapat diartikan bahwa yang
dimaksud dengan “pemerintah” dalam pengadaan barangjasa adalah KLDI. Namun, dalam hal penandatanganan kontrak pengadaan, pemerintah yang
dalam hal ini KLDI diwakili oleh Pejabat Pembuat Komitmen PPK. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, agar pembangunan tersebut berhasil
dengan baik, dalam pelaksanaan pembangunan fisik harus didukung oleh sarana dan prasarana yang baik serta peraturan-peraturan yang jelas terutama
menyangkut hak dan kewajiban para pihak yang melaksanakan pekerjaan pembangunan tersebut. Hal ini erat kaitannya dengan perjanjian yang dibuat
dalam pelaksanaan pekerjaan pemborongan seperti yang diatur dalam Pasal 1601 b KUHPerdata.
Perjanjian pemborongan diatur dalam Pasal 1601 b sampai dengan 1617 KUHPerdata. Menurut Pasal 1601 b KUHPerdata, Pemborongan Pekerjaan
adalah “Perjanjian, dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain, pihak yang
Universitas Sumatera Utara
memborongkan, dengan menerima suatu harga yang ditentukan”. Jadi dalam perjanjian pemborongan hanya ada dua pihak yang terikat dalam perjanjian
pemborongan yaitu : pihak kesatu yaitu yang memborongkan atau prinsipal bouwheer, Kepala Kantor, Satuan Kerja dan Pemimpin Proyek dan pihak
kedua yaitu pemborong atau rekanan, kontraktor.
7
Menurut R. Subekti Perjanjian Pemborongan pekerjaan dibedakan dalam dua macam yaitu:
8
1. Dimana pihak pemborong diwajibkan memberikan bahannya untuk
pekerjaan tersebut. 2.
Dimana si pemborong hanya akan melakukan pekerjaannya saja. Perjanjian pengadaan barang dan jasa termasuk dalam perjanjian pemborongan
yang terdapat dalam Pasal 1601 KUHPerdata, Pasal 1601 b dan Pasal 1604 sampai dengan Pasal 1616 KUHPerdata. Agar pengadaan barangjasa pemerintah dapat
dilaksanakan dengan efektif, efisien, dengan prinsip persaingan sehat, transparan, terbuka dan perlakuan yang adil dan layak bagi semua pihak. Sehingga hasilnya dapat
dipertanggungjawabkan baik dari segi fisik, keuangan, maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas pemerintah dan pelayanan. Kenyataan yang sering terjadi dalam
pelaksanaan kontrak pengadaan barang dan jasa sering bertentangan dengan pasal 1616 KUHPerdata karena pelaksanaannya tidak efektif, tidak sesuai dengan prinsip
persaingan sehat, dan tidak transparan.
7
F.X. Djumialdji 1, Op. Cit, hlm 3.
8
R. Subekti, Aneka Perjanjian, Cetakan ke-10. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1995, hlm 65. untuk selanjutnya disebut R. Subekti 1
Universitas Sumatera Utara
Perjanjian Pemborongan suatu pekerjaan dalam hal ini mengenai pelaksanaan pemborongan untuk proyek-proyek pemerintah berdasarkan ketentuan Keputusan
Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Pengadaan BarangJasa Pemerintah, khususnya yang berupa pengadaan barangjasa maka pelaksanaannya
dapat dilakukan melalui pelelangan umum atau pelelangan terbatas, pemilihan langsung dan penunjukan langsung. Ketentuan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun
2003 tentang Pelaksanaan Pengadaan BarangJasa Pemerintah pada intinya tidak memberikan penekanan terhadap sistem pengadaan barangjasa pemboronganjasa
lain. Dengan terjadi adanya hubungan hukum dalam melakukan pemborongan
pekerjaan tersebut, maka pemberi kerja membutuhkan tenaga ahli dari pelaksana pekerjaanpemborongan yang dapat membantu pelaksanaan pekerjaan tersebut agar
lebih baik, sebaliknya dalam pelaksana pekerjaanpemborongan sendiri memberikan suatu jasa yang sesuai dengan kemampuan dan keahlian yang dibutuhkan oleh
pemberi kerja. Sehingga dalam melakukan pelaksanaan tugasnya, baik pemborong maupun pemberi kerja senantiasa harus memperhatikan apa yang dikerjakannya
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan diberikan adanya kesempatan untuk berpartisipasi bagi swasta, maka asal pekerjaan pemborongan
dapat dibedakan sebagai berikut : a
Perjanjian Pemborongan Pekerjaan yang berasal dari pemerintah untuk pengadaan barang dan jasa yang dahulu dilakukan melalui proses lelang
seperti yang telah diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003
Universitas Sumatera Utara
Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan BarangJasa Pemerintah.Dan sudah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang
Pengadaan BarangJasa Pemerintah. b
Perjanjian Pemborongan Pekerjaan yang berasal dari swasta yang diperoleh langsung sebagai hasil perundingan antara pemberi tugas swasta dengan
pemborong swasta Borongan pekerjaan yang berasal dari pihak swasta dan dikerjakan oleh
pemborong tersebut perlu dibuat suatu perjanjian atau kontrak yang mengikat kedua belah pihak. Secara garis besar, tatanan hukum perdata Indonesia
memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk saling mengadakan perjanjian tentang apa saja yang dianggap perlu bagi tujuannya.
Sebagaimana ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagaimana undang-undang
bagi mereka yang membuatnya. Menyikapi hal tersebut R. Subekti menjelaskan :
“Bahwa kita diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja atau tentang apa saja dan perjanjian itu akan mengikat mereka yang
membuatnya seperti undang-undang. Atau dengan perkataan lain, dalam soal perjanjian kita diperbolehkan membuat undang-undang bagi kita sendiri. Pasal-
pasal dari hukum perjanjian hanya berlaku, apabila atau sekedar kita tidak mengadakan aturan-aturan sendiri dalam perjanjian-perjanjian yang kita adakan
itu”.
9
9
R. Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta : Intermasa, 1987, hlm 14. untuk selanjutnya disebut sebagai R. Subekti 2
Universitas Sumatera Utara
Pelaksanaan Pengadaan BarangJasa Pemerintah diatur dalam Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 atas perubahan kedua Peraturan
Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah dilakukan melalui :
10
1 Swakelola; danatau
2 Pemilihan penyedia barangjasa
Samsul Ramli dan Fahrurrazi menjelaskan : “Pada Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010, penempatan swakelola
sebelum pemilihan penyedia mempunyai makna bahwa cara pengadaan melalui swakelola menempati kedudukan yang lebih utama dibandingkan dengan
pemilihan penyedia. Keutamaan swakelola ini sebenarnya bisa dilihat pada Pasal 1 ayat 1 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 yaitu : Pengadaan BarangJasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan Pengadaan
BarangJasa adalah kegiatan untuk memperoleh BarangJasa oleh KementerianLembagaSatuan Kerja Perangkat DaerahInstitusi yang prosesnya
dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh BarangJasa”
11
. Unsur perencanaan merupakan indikator utama swakelola. Dengan
demikian, bagi KLDI dalam menentukan cara pengadaan terlebih dahulu melihat pada kemampuan sumber daya internalnya, minimal kemampuan
perencanaan dan pengawasan. Jika tidak mampu dilaksanakan sendiri oleh KLDI, alternatifnya adalah menyerahkan kepada ahlinya.
12
10
Samsul Ramli Fahrurrazi, Bacaan Wajib Swakelola Pengadaan BarangJasa Pemerintah, Jakarta : Visi Media, 2014, hlm 1.
11
Ibid.
12
Ibid., hlm 2
Universitas Sumatera Utara
Dalam Pasal 26 ayat 1 Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 atas perubahan kedua Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan
BarangJasa Pemerintah, Swakelola adalah “Pengadaan BarangJasa dimana pekerjaannya direncanakan, dikerjakan danatau diawasi sendiri oleh
KementerianLembagaSatuan Kerja Perangkat DaerahInstitusi lainnya KLDI sebagai penanggung jawab anggaran, instansi pemerintah lain
danatau kelompok masyarakat”. Swakelola tidak hanya sekadar melaksanakan pengadaan barangjasa,
tetapi juga tentang merencanakan dan mengawasi. Perencanaan menghasilkan kegiatan pengadaan barangjasa dimana proses pengadaan barangjasa harus
dimulai dari kebutuhan yang ditetapkan pada dokumen anggaran dalam rangka memenuhi program pembangunan.
Sesuai dengan definisi Swakelola pada Pasal 26 ayat 1 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan BarangJasa Pemerintah
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012, maka jenis swakelola dikelompokkan atas tiga tipe, yaitu :
13
a Tipe 1
Swakelola yang direncanakan, dikerjakan danatau diawasi sendiri oleh KLDI sebagai penanggung jawab anggaran.
b Tipe 2
Swakelola yang direncanakan danatau diawasi sendiri oleh KLDI oleh penanggung jawab anggaran, sedangkan pelaksanaannya dikerjakan oleh
instansi pemerintah lain. c
Tipe 3
13
Ibid., hlm 23-24
Universitas Sumatera Utara
Swakelola yang direncanakan, dikerjakan danatau diawasi oleh kelompok masyarakat.
Dalam perjanjian terdapat beberapa asas-asas yaitu asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas kepercayaan, asas kekuatan mengikat,
asas persamaan hukum, asas keseimbangan, asas kepastian hukum, asas moral dan asas kepatutan. Asas yang digunakan didalam tesis ini adalah asas
keseimbangan. Asas Keseimbangan bermakna sebagai asas yang melandasi atau
mendasari pertukaran hak dan kewajiban para pihak sesuai porsi, beban danatau bagiannya. Asas Keseimbangan mengandaikan berlangsungnya
mekanisme pembagian hak dan kewajiban secara proposional yang diwujudkan dalam seluruh proses hubungan kontraktual, baik pada fase pra contractual
maupun post contractual pasca kontrak. Menurut Herlien Budiono bahwasanya :
“Asas keseimbangan dilandaskan pada upaya mencapai suatu keadaan seimbang yang sebagai akibat darinya harus memunculkan suatu keadaan
seimbang yang sebagai akibat darinya harus memunculkan pengalihan kekayaan secara absah. Tidak terpenuhinya keseimbangan berpengaruh
terhadap kekuatan yuridikal kontrak”.
14
Asas Keseimbangan sangat berorientasi pada konteks hubungan dan kepentingan para pihak, dalam arti menjaga kelangsungan hubungan kontrak
mereka. Penerapan asas keseimbangan dalam sebuah kontrak dapat dilihat dari
14
Herlien Budiono, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia Hukum Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigati Indonesia. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2006, hlm
317.
Universitas Sumatera Utara
segi subjeknya, klausulnya dan penerapan klausul-klausul tersebut di lapangan. Faktor-faktor yang dapat menggangu keseimbangan perjanjian salah satunya
adalah cara terbentuk perjanjian yang melibatkan pihak-pihak yang berkedudukan tidak setara seperti perjanjian ini dimana satu pihak merupakan
badan hukum dan satu pihaknya lagi bukan merupakan badan hukum. Dalam Perjanjian Pemborongan yang berada di Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Deli Serdang banyak kontrak yang mengalami ketidakseimbangan dalam isi perjanjian, namun di dalam penulisan tesis ini hanya diangkat 3
contoh kontrak diantaranya adalah Kontrak dengan Nomor Perjanjian 0500346.1DPUDS2014, Kontrak dengan Nomor Perjanjian
0502312.2DPUDS2014 dan Kontrak dengan Nomor Perjanjian 0504552DPUDS2014.
Adapun perjanjian pemborongan yang terdapat di dalam penulisan tesis ini adalah perjanjian yang dibuat oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli
Serdang yang diwakili FL selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang Pihak Pertama dengan pihak swasta yang diwakili WP selaku
pelaksana pekerjaan Pihak Kedua. Perjanjian ini dibuat pada tanggal 10 April 2014 yang bertujuan untuk
melaksanakan suatu pekerjaan rehabilitasipemeliharaan jalan dan jembatan di Desa Bandar Khalifah dan Desa Kolam Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten
Deli Serdang. Dalam hal ini pekerjaan yang dilakukan pihak swasta untuk melaksanakan pekerjaan rehabilitasipemeliharaan jalan dan jembatan dengan
Universitas Sumatera Utara
menggunakan danauang mereka sendiri disebabkan tidak adanya suatu anggaran yang tersedia dari KAS Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli
Serdang sehingga pihak Dinas terkait menggunakan dana pihak swasta untuk melaksanakan pekerjaan tersebut.
Seketika pekerjaan rehabilitasipemeliharaan jalan dan jembatan itu telah selesai dilaksanakan oleh pihak swasta sesuai dengan waktu yang tersedia
dalam isi perjanjian yang mereka buat dengan para pihak. Maka pihak swasta berusaha menagih hak mereka yang semestinya mereka dapatkan ketika
pekerjaan itu selesai. Namun dalam kenyataannya pihak swasta tidak menerima hak mereka dalam hal pembayaran disebabkan KAS Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Deli Serdang saat itu tidak memiliki anggaran untuk membayar hak mereka, sehingga pihak swasta menunggu kepastian yang tidak jelas akibat
KAS yang ada di Dinas Pekerjaan Umum belum tercukupi untuk membayar hak mereka.
Seiring dengan berjalannya waktu, pihak swasta belum ada menerima hak pembayaran mereka dari Dinas Pekerjaan Umum dengan disebabkan anggaran
belum dikeluarkan oleh pemerintah daerah sehingga akhirnya pihak swasta tetap menunggu pembayaran yang tidak mendapat kejelasan yang diberikan
oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang. Sering mendapatkan penundaan yang tidak berujung pembayaran yang
jelas dari pihak Dinas Pekerjaan Umum maka pihak swasta melakukan pertemuan musyawarah dan mufakat namun tidak menemukan titik terang dari
Universitas Sumatera Utara
hasil pertemuan tersebut. Sehingga pihak swasta melakukan upaya hukum dengan melakukan somasi terlebih dahulu ke Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Deli Serdang agar segera melakukan penyelesaian pembayaran kepada pihak-pihak swasta. Dengan tidak adanya itikad baik yang dilakukan
pihak Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang, maka para pihak swasta dengan di dampingi kuasa hukum mengajukan gugatan ke Pengadilan
Negeri Lubuk Pakam sesuai dengan isi perjanjian jika mengalami permasalahan di kedepan harinya.
Berdasarkan uraian-uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian mengenai “Perlindungan Hukum terhadap Debitur Pelaksana Pekerjaan dalam
pelaksanaan perjanjian upah borong Partisipatif dalam proyek Swakelola di Lingkungan Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang”.
B. Rumusan Masalah