3} Proses Penerbitan SP2D Surat Perintah Pencairan Dana oleh KPPN
Kantor Pusat Perbendaharaan Negara Setelah diterbitkan SPM UPTUPGUPLS oleh Satuan Kerja, SPM tersebut
dikirim ke KPPN untuk diterbitkan SP2D. Dalam proses yang sudah di jelaskan diatas sudah sangat jelas dimana
mekanisme pembayaran telah diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Tetapi dalam kasus perjanjian upah borong yang dilakukan pihak pemberi kerja
dengan pemborong yang terjadi di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang, dimana pihak pemberi kerja tidak membayar hasil pekerjaan yang
dilakukan oleh pihak pemborong. Hal tersebut telah melanggar isi dari kontrak yang telah mereka sepakati dan
ditandatangani oleh kedua belah pihak. Isi dalam kontrak tersebut telah memuat tentang adanya perlindungan. Perlindungan yang dimaksud yaitu jika terjadinya
perselisihan atau pemberi kerja tidak melakukan pembayaran kepada pihak pemborong atas pekerjaan yang telah selesai di kerjakan maka pihak pemborong
dapat melakukan gugatan ke Pengadilan Lubuk Pakam sesuai domisili para pihak untuk mendapatkan perlindungan atas haknya.
5. Wanprestasi dan pembatalan perjanjian
a. Wanprestasi
Universitas Sumatera Utara
Perkataan wanprestasi berasal dari Bahasa Belanda yang berarti prestasi buruk.
284
Klausula wanprestasi merupakan suatu hal yang penting dicantumkan dalam suatu perjanjian. Wanprestasi adalah suatu sikap dimana seseorang tidak
memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dan debitur.
285
Pengertian mengenai wanprestasi belum mendapat keseragaman, masih terdapat bermacam-macam istilah yang dipakai untuk wanprestasi, sehingga tidak
terdapat kata sepakat untuk menentukan istilah mana yang hendak dipergunakan. Istilah mengenai wanprestasi ini terdapat di berbagai istilah yaitu ingkar janji,
cidera janji, melanggar janji, dan lain sebagainya. Dengan adanya bermacam-macam istilah mengenai wanprestasi ini telah
menimbulkan kesimpangsiuran dengan maksud aslinya yaitu “wanprestasi”. Ada beberapa sarjana yang tetap menggunakan istilah “wanprestasi” dan memberi
pendapat tentang pengertian mengenai wanprestasi tersebut. R. Subekti menguraikan arti dari kata wanprestasi yaitu “apabila si berutang
Debitur tidak melakukan apa yang diperjanjikan akan dilakukannya, maka dikatakan bahwa ia melakukan wanprestasi. Ia adalah alpa atau lalai atau bercidera
janji atau juga ia melanggar perjanjian yaitu apabila ia melakukan atau bebruat sesuatu yang tidak boleh dilakukannya”
284
R. Subekti 2, Op.Cit, hlm 45.
285
Abdul R. Saliman, Esensi Hukum Bisnis Indonesia, Jakarta : Kencana, 2004, hlm 15.
Universitas Sumatera Utara
Menurut R. Wirjono Prodjodikoro, merumuskan wanprestasi “ketiadaan suatu prestasi”, dimana prestasi yang dimaksudkan disini adalah prestasi dalam
Hukum Perjanjian yang berarti sebagai suatu hal yang harus dilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian. Beliau juga memberikan istilah “ketiadaan pelaksanaan
janji” untuk wanprestasi. Seorang Debitur yang lalai yang melakukan wanprestasi dapat digugat di
depan Hakim dan Hakim akan menjatuhkan putusan yang merugikan kepada Tergugat itu.
286
Akan tetapi karena wanprestasi kelalaian ini mempunyai akibat- akibat yang begitu penting, maka harus ditetapkan lebih dahulu apakah si Debitur
si berutang itu melakukan wanprestasi atau lalai, dan kalau hal itu disangkal olehnya, harus dibuktikan di muka Hakim.
287
Wanprestasi adalah kelalaian debitur untuk memenuhi kewajibannya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Untuk menentukan kapan seseorang harus
melakukan kewajibannya dapat dilihat dari isi perjanjian yang telah dibuatnya. Dalam perjanjian biasanya diatur kapan seseorang harus melaksanakan
kewajibannya, seperti menyerahkan sesuatu barang atau melakukan sesuatu perbuatan. Apabila debitur tidak melakukan apa yang diperjanjikannya, maka ia
telah melakukan wanprestasi. Seseorang dianggap alpa atau lalai atau ingkar janji
286
R. Subekti 3, Op.Cit, hlm 146.
287
R. Subekti 2,Loc. Cit.
Universitas Sumatera Utara
atau juga melanggar perjanjian apabila ia melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak boleh dilakukannya.
288
Namun dalam prakteknya tidak mudah untuk mengatakan bahwa seseorang itu lalai atau alpa, karena seringkali juga tidak dijanjikan dengan tepat kapan seorang
pihak diwajibkan untuk melakukan sesuatu prestasi yang dijanjikan. Yang paling mudah untuk menetapkan seseorang melakukan wanprestasi adalah dalam
perjanjian yang bertujuan untuk tidak melakukan suatu perbuatan. Apabila orang itu melakukannya berarti ia melanggar perjanjian.
289
Wanprestasi memberikan akibat hukum terhadap pihak yang melakukannya dan membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk
menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi, sehingga oleh hukum diharapkan agar diharapkan agar tidak ada satu pihak pun
yang dirugikan karena wanprestasi tersebut. Sehingga Kreditur tidak perlu
melakukan suatu penagihan atas prestasi karena dengan tidak melakukan perbuatan yang dilarang maka Debitur telah melakukan wanprestasi.
Wanprestasi dapat terjadi dengan dua cara yakni :
290
1 Pemberitahuan atau somasi, yaitu apabila perjanjian tidak menentukan
waktu tertentu kapan seseorang dinyatakan wanprestasi atau perjanjian tidak menentukan batas waktu tertentu yang dijadikan patokan tentang
wanprestasinya debitur, harus ada pemberitahuan terlebih dahulu kepada debitur tersebut tentang kelalaiannya atau wanprestasinya.
288
Ibid., hlm 47
289
Ibid., hlm 46
290
Ahmad Miru Sakka Pati, Hukum Perikatan : Penjelasan Makna Pasal 1233 Sampai Pasal 1465 BW, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2008, hlm 8
Universitas Sumatera Utara
2 Sesuai dengan perjanjian, apabila dalam perjanjian tersebut ditentukan
jangka waktu pemenuhan perjanjian dan debitur tidak memenuhi pada waktu tersebut, dia telah wanprestasi.
Menurut Pasal 1238 KUHPerdata menyatakan : “Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah
akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan
lewatnya waktu yang ditentukan”
Dari Pasal 1238 KUHPerdata mengandung makna yaitu sebelum adanya suatu permohonan untuk mengajukan gugatan wanprestasi, seorang kreditur
terlebih dahulu harus memberikan suatu peringatan atau somasi kepada debitur yang menyatakan bahwa debitur telah lalai agar segera memenuhi kewajibannya
dalam jangka waktu tertentu. Surat perintah yang dimaksud Pasal 1238 KUHPerdata adalah suatu peringatan resmi oleh juru sita pengadilan. Perkataan
akta sejenis itu sebenarnya oleh Undang-undang dimaksudkan suatu peringatan tertulis.
291
Menurut Wirjono Prodjodikoro, somasi adalah “suatu penagihan in gebreke stelling yaitu suatu pemberitahuan oleh pihak yang berhak kepada pihak berwajib,
bahwa pihak pertama ingin supaya pihak kedua melaksanakan janji, yaitu dengan segera atau pada suatu waktu yang disebutkan dalam pemberitahuan itu”. Apalagi
seorang debitur sudah diperingatkan atau sudah dengan tegas ditagih janjinya,
291
R. Subekti 2, Loc. Cit.
Universitas Sumatera Utara
maka jika tetap tidak melaksanakan prestasinya, ia berada dalam keadaan lalai atau culpa.
292
Menurut J. Satrio ada beberapa wujud dari wanprestasi, yakni :
293
a Debitur sama sekali tidak berprestasi.
Dalam hal ini, debitur sama sekali tidak memberikan prestasi. Hal itu disebabkan, karena debitur memang tidak mau berprestasi atau bisa juga
disebabkan, karena memang kreditur objektif tidak mungkin berprestasi lagi atau secara subjektif tidak ada gunanya lagi untuk berprestasi.
b Debitur keliru berprestasi.
Disini debitur memang dalam fikirannya telah memberikan prestasinya, tetapi dalam kenyataannya, yang diterima kreditur lain daripada
diperjanjikan.
c Debitur terlambat berprestasi.
Disini debitur berprestasi, objek prestasinya betul, tetapi tidak sebagaimana yang diperjanjikan. Debitur digolongkan dalam kelompok
“terlambat berprestasi” kalau objek prestasinya masih berguna bagi kreditur. Orang terlambat berprestasi dikatakan dalam keadaan lalai atau
mora.
Menurut R. Subekti, membagi wanprestasi dalam 4 empat macam yaitu :
294
1 Tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
2 Melakasanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.
3 Melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.
4 Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
292
Ibid., hlm 47
293
J. Satrio, Hukum Perikatan ; Perikatan Pada Umumnya, Bandung : Alumni, 1999, hlm 122
294
R. Subekti 2, Loc. Cit
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan R. Wirjono Prodjodikoro memberikan wujud wanprestasi menjadi 3 tiga macam yaitu :
a Pihak berwajib sama sekali tidak melaksanakan perjanjian.
b Pihak berwajib terlambat dalam melaksanakannya.
c Pihak berwajib melaksanakannya, tetapi tidak secara yang semestinya
danatau tidak sebaik-baiknya.
295
Dalam hal ini, pendapat umum menyatakan bahwa keadaan ini adalah sama dengan Debitur tidak melaksanakan prestasi sama sekali. Oleh karena itu tidak
diperlukan somasi. Terhadap kelalaian atau kealpaan seseorang, diancamkan beberapa sanksi atau hukuman yaitu :
296
1} Membayar kerugian yang diderita pihak lain yang mengalami kerugian
atau dengan singkat dinamakan ganti rugi. Pasal 1243 KUHPerdata 2}
Pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian melalui pengadilan Pasal 1266 KUHPerdata
3} Meminta pemenuhan perjanjian, atau pemenuhan perjanjian disertai ganti
rugi dan pembatalan perjanjian disertai ganti rugi Pasal 1267 KUHPerdata.
b. Pembatalan Perjanjian
Pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian merupakan sanksi kedua atas kelalaian debitur, mungkin ada orang yang tidak
dapat melihat sifatnya pembatalan atau pemecahan tersebut sebagai suatu hukuman. Dengan adanya pembatalan perjanjian debitur merasa lega dan mengira
295
R. Wirjono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Perjanjian cetakan kedelapan, Bandung : Sumur Bandung, 1979, hlm 44.
296
Djaja S. Meiliana, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda dan Hukum Perikatan, Cet I, Bandung : Nuansa Aulia, 2007, hlm 100
Universitas Sumatera Utara
ia dibebaskan dari kewajiban melakukan prestasinya. Memang ada kalanya pembatalan dirasakan sebagai suatu pembebasan, tetapi betapa beratnya
pembatalan itu dirasakan.
297
Pembatalan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian itu diadakan. Jika suatu pihak sudah menerima sesuatu
dari pihak lain, baik uang maupun barang maka itu harus dikembalikan dengan inti pokoknya perjanjian itu ditiadakan.
298
Menurut R. Wirjono Prodjodikoro pembatalan perjanjian dibagai menjadi 2 dua macam yaitu :
299
1 Pembatalan mutlak absolute nietigheid yaitu suatu perjanjian harus
dianggap batal, meskipun tidak diminta oleh suatu pihak dan perjanjian seperti ini dianggap tidak ada sejak semula dan terhadap siapapun juga.
Batal mutlak adalah suatu perjanjian, yang diadakan tidak dengan mengindahkan cara yang dikehendaki oleh Undang-undang secara mutlak.
Misal suatu penghibahan menurut KUHPerdata yang tidak dilakukan dengan akta notaris Pasal 1682 KUHPerdata.
2 Pembatalan tak mutlak relatief yaitu hanya terjadi jika kalau diminta oleh
orang-orang tertentu dan hanya berlaku terhadap orang-orang tertentu. Pembatalan tidak mutlak dapat dibagi menjadi 2 macam pembatalan :
300
a Pembatalan atas kekuatan sendiri nietig atau van rechtswegenietig, maka
pada Hakim diminta supaya menyatakan batal nietig verklaard, misalnya dalam perjanjian yang diadakan oleh seorang yang belum dewasa atau yang
berada dibawah pengawasan atau dalam beberapa hal oleh seorang perempuan berkawin. lihat Pasal 1446 KUHPerdata
b Pembatalan belaka oleh Hakim vernietigbaar, yang putusan harus
berbunyi:membatalkan, misalnya dalam hal perjanjian yang terbentuk secara paksaan, kekeliruan atau penipuan. lihat Pasal 1449 KUHPerdata.
297
R. Subekti 2, Op.Cit, hlm 49
298
Ibid.
299
R. Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit, hlm 121
300
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Masalah pembatalan perjanjian karena kelalaian atau wanprestasi dari pihak ini diatur dalam Pasal 1266 KUHPerdata.
Menurut Pasal 1266 KUHPerdata menyatakan : “Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan-persetujuan yang
bertimbal balik, manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya” Oleh Undang-undang kelalaian debitur dipandang sebagai suatu syarat batal
yang dianggap dicantumkan dalam setiap perjanjian. Dengan kata lain, dalam setiap perjanjian dianggap ada suatu janji klausula apabila salah satu pihak lalai
memenuhi perjanjian, maka dianggap batal. Namun, dalam hal demikian, perjanjian dapat dibatalkan begitu saja.
Kelalaian atau wanprestasi tidak secara otomatis membuat batal atau membatalkan suatu perjanjian.
301
Pembatalan perjanjian itu harus diminta kepada Hakim. Putusan Hakim ini bersifat konstitutif yang artinya secara aktif
membatalkan perjanjian tersebut. Hakim mempunyai kekuasaan discretionir yang artinya kekuasaan untuk menilai besar kecilnya kelalaian debitur dibandingkan
dengan beratnya akibat pembatalan perjanjian yang mungkin menimpa si debitur itu.
302
301
R. Subekti 2, Op.Cit, hlm 50
Kalau oleh Hakim menimbang kelalaian debitur itu terlalu kecil, sedangkan pembatalan perjanjian yang mungkin akan membawa kerugian yang terlalu besar
bagi debitur, maka permohonan untuk membatalkan perjanjian akan ditolak oleh Hakim. Dapat juga dikatakan, bahwa menuntut pembatalan hanya berdasarkan
302
Ibid., hlm 51
Universitas Sumatera Utara
suatu kesalahan kecil saja dengan adanya suatu sikap yang bertentangan dengan norma yang mengharuskan pelaksanaan suatu perjanjian dengan itikad baik.
303
Berdasarkan penelitian di lapangan mengenai wanprestasi dan pembatalan perjanjian yang terjadi di Lingkungan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli
Serdang yaitu adanya kelalaian yang dilakukan pihak Pengguna BarangJasa selaku Pemberi Kerja dengan Penyedia BarangJasa selaku pemborong sehingga
akibat kelalaian yang dibuat pemberi kerja menimbulkan wanprestasi. Kelalaian yang dilakukan pemberi kerja berupa telatnya pembayaran yang dilakukan
terhadap pemborong dengan alasan tidak tercukupi KAS yang ada di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang. Pemborong untuk mendapatkan
haknya harus menunggu adanya anggaran yang tersedia di KAS Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang. Seiring waktu proses telatnya pembayaran telah
melampaui batas kewajaran yang diterima oleh pihak pemborong. Pihak pemberi kerja melakukan perbuatan telat pembayaran selain harus menunggu adanya
anggaran yang tersedia di KAS dan anggaran tersebut harus di anggarkan ke RABPD tahun selanjutnya.
Kenyataan dilapangan menyatakan bahwa Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang tidak menganggarkan anggaran tersebut dengan alasan tidak ada
peraturan manapun pemberi kerja layak menganggarkan anggaran tersebut ke RABPD selanjutnya. Sehingga perbuatan yang dilakukan pemberi kerja bukan lagi
dalam hal wanprestasi melainkan perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan
303
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
hukum yang dilakukan di dasari dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Tahun 2014.
304
Mengenai pembatalan perjanjian yang terjadi dalam proyek swakelola yang dilakukan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang tidak bisa dilakukan
karena dalam kasus ini pihak pemberi kerja tidak melaksanakan kewajibannya dalam memberikan haknya kepada pemborong berupa tidak dibayarkan
pembayaran pekerjaan yang telah dilakukan oleh pihak pemborong, sedangkan pekerjaan yang dilakukan pemborong menggunakan dananya sendiri sehingga
untuk pembatalan perjanjian tidak dapat dilakukan karena hal penggunaan dananya sendiri ketika melakukan pekerjaan tersebut.
6. Keadaan Kahar Force Majeure