Wanprestasi dalam Perjanjian Borongan

b. Pengadaan barangjasa yang karena sifatnya dapat dilakukan pembayaran terlebih dahulu, sebelum barangjasa diterima setelah penyedia barangjasa menyampaikan jaminan atas pembayaran yang akan dilakukan. c. Pembayaran peralatan danatau bahan yang menjadi bagian dari hasil pekerjaan yang akan diserahterimakan, namun belum terpasang. Ayat4a Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran sebagaimana pada ayat 4 huruf b, termasuk bentuk jaminan diatur oleh Menteri Keuangan Ayat 5 PPK menahan sebagian pembayaran prestasi pekerjaan sebagai uang retensi untuk jaminan pemeliharaan pekerjaan konstruksi dan jasa lainnya yang membutuhkan masa pemeliharaan. Dalam hal melakukan pembayaran, termasuk pembayaran upah dalam perjanjian borongan menggunakan mata uang Rupiah yang dimana sudah diatur dalam Pasal 21 ayat 1 dan 2 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Dengan ketentuan Pasal 21 ayat 1 menyebutkan bahwa “Rupiah wajib digunakan setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran maka dalam penyelesaian kewajiban harus dipenuhi dengan uang”. Sehingga dengan adanya ketentuan seperti itu maka setiap transaksi yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia menggunakan mata uang Rupiah. Namun Rupiah tidak bisa digunakan dalam hal penerimaan atau pemberiaan hibah dari atau ke luar negeri dan transaksi perdagangan Internasional. 140

5. Wanprestasi dalam Perjanjian Borongan

140 Lihat Pasal 21 ayat 2 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang Universitas Sumatera Utara Yang dimaksud dengan wanprestasi adalah jika salah satu pihak dalam perjanjian tidak memenuhi prestasi karena kesalahannya kesengajaan atau kelalaian. Adapun bentuk-bentuk wanprestasi adalah : 141 a. Tidak memenuhi prestasi sama sekali. b. Memenuhi prestasi secara tidak baik. c. Terlambat memenuhi prestasi. Menurut Pasal 1238 KUHPerdata menyatakan bahwa : “si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan” Untuk mengatakan bahwa seseorang melakukan wanprestasi dalam suatu perjanjian, sangat tidak mudah karena sering sekali juga tidak dijanjikan dengan tepat kapan suatu pihak diwajibkan melakukan prestasi yang diperjanjikan. Dalam hal bentuk prestasi debitur dalam perjanjian yang berupa tidak berbuat sesuatu, akan mudah ditentukan sejak kapan debitur melakukan wanprestasi yaitu sejak pada saat debitur berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan dalam perjanjian. Sedangkan bentuk prestasi debitur yang berupa berbuat sesuatu yang memberikan sesuatu apabila batas waktunya ditentukan dalam perjanjian maka sesuai Pasal 1238 KUHPerdata debitur dianggap melakukan wanprestasi dengan lewatnya batas waktu tertentu. Dan apabila tidak ditentukan mengenai 141 F.X. Djumialdi 2, Op.Cit, hlm 16 Universitas Sumatera Utara batas waktunya maka untuk menyatakan seseorang debitur melakukan wanprestasi, diperlukan surat peringatan tertulis dari kreditur yang diberikan kepada debitur. Surat peringatan disebut dengan somasi. 142 Akibat adanya wanprestasi maka kreditur yang berhak menuntut prestasi dapat menuntut kepada debitur yang wajib memenuhi prestasi: 143 1 Pemenuhan prestasi 2 Pemenuhan prestasi dengan ganti rugi 3 Ganti rugi 4 Pembatalan perjanjian 5 Pembatalan perjanjian dengan ganti rugi Dalam pelaksanaan perjanjian kemungkinan timbul wanprestasi yang dilakukan oleh para pihak dalam perjanjian. Dalam keadaan demikianlah berlakulah ketentuan-ketentuan yang wajib dipenuhi yang timbul akibat wanprestasi, yaitu kemungkinan pemutusan perjanjian, pengganti kerugian atau pemenuhan. 144 Jika pemborong tidak dapat menyelesaikan pekerjaan menurut waktu yang ditetapkan atau menyerahkan pekerjaan dengan tidak baik, maka atas gugatan dari si pemberi tugas hakim dapat memutuskan perjanjian 142 Somasi merupakan pemberitahuan atau pernyataan dari kreditur kepada debitur yang berisi ketentuan bahwa kreditur menghendaki pemenuhan prestasi seketika atau dalam jangka waktu seperti yang ditentukan dalam pemberitahuan itu. 143 F.X. Djumialdi 2, Op.Cit, hlm 17 144 Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Op.Cit, hlm 82. Universitas Sumatera Utara tersebut sebagian atau seluruhnya beserta segala akibatnya. Yang dimaksud dengan akibat pemutusan perjanjian disini ialah pemutusana untuk waktu yang akan datang ontbinding voor de toekomst, dalam arti bahwa mengenai pekerjaan yang telah diselesaikandikerjakan akan tetap dibayar nakoming van het verleden, namun mengenai pekerjaan yag belum dikerjakan itu yang diputuskan. 145 Dengan adanya pemutusan perjanjian demikian perikatannya bukan berhenti sama sekali seperti seolah-olah tidak pernah terjadi perikatan sama sekali, dan wajib dipulihkan ke keadaan semula, melainkan dalam keadaan tersebut diatas si pemberi tugas dapat menyuruh orang lain untuk menyelesaikan pemborongan itu, sesuai anggaran yang telah ditetapkan. 146 Dalam praktek apabila terjadi wanprestasi dalam perjanjian pemborongan maka yang memborongkan terlebih dahulu memberi teguran agar pemborong memenuhi kewajibannya sebagaimana yang telah diperjanjikan dalam jangka waktu yang layak. 147 Akibat dari wanprestasi biasanya sebagai berikut : Jika setelah ada teguran diperjanjikan tetap mengabaikan peringatan tersebut maka pemborong dianggap telah melakukan wanprestasi. 148 145 Ibid., hlm 83 146 Ibid. 147 F.X. Djumialdi 2, Loc.Cit. 148 Ibid. Universitas Sumatera Utara a Apabila pemborong terlambat menyerahkan pekerjaannya, maka pemborong dapat dikenai denda 1 atau 2 setiap hari kelambatan dengan jumlah denda setinggi-tingginya 5 dari harga borongankontrak. b Apabila pemborong menyerahkan pekerjaannya pada pihak lain, atau tidak dapat melaksanakan pekerjaannya atau batas maksimum denda dilampaui, maka perjanjian pemborongan dapat dibatalkan oleh pihak yang memborongkan. Mengenai kewajiban pembayaran denda yang diwajibkan dalam perjanjian dalam hal terjadi kelambatan penyerahan pekerjaan, hendaknya diperhatikan bahwa dalam pengaturan mengenai pembebanan denda tersebut dengan mengingat ketentuan-ketentuan sebagaimana dikemukakan oleh Bloembergen sebagai berikut : 149 1 Denda tersebut baru diwajibkan dibayar setelah adanya pernyataan lalai lebih dahulu, jika dalam jangka waktu pernyataan lalai tersebut pemborong tetap tidak dapat memperbaiki kelalaiannya maka pembayaran denda wajib dipenuhi. 2 Pembayaran baru diwajibkan jika pemborong tidak dapat mengemukakan adanya overmacht atau hambatan penyerahan tersebut. 3 Denda itu harus diperinci sesuai dengan keadaansifat dari wanprestasi tersebut, sehingga ada denda yang diwajibkan untuk dibayar sekali saja, ada yang dibebankan untuk dibayar setiap hari kelambatan, atau dibayar untuk sekian kali dan lain- lain. 4 Gugatan untuk pembayaran denda tersebut dan gugat untuk pembayaran pengganti kerugian pada azasnya tidak boleh bersamaanberganda. Karena pembayaran denda pada hakikatnya adalah merupakan pembayaran kerugian yang telah ditetapkan. Pihak yang dirugikan seharusnya membuktikan bahwa ia menderita kerugian yang lebih besar, padanya terletak beban pembuktian. Jika ia dapat membuktikan adanya kerugian 149 Prof. MR. AR. Bloembergen, Contracten met de overheid, Kluwer : Samson, 1976, p. 192, sebagaimana dikutip dalam Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Op.Cit, hlm 84-85. Universitas Sumatera Utara yang diderita tersebut maka di samping denda ia dapat menuntut pengganti kerugian. B. Proyek Swakelola dalam Sistem Pengadaan Barang danJasa Pemerintah 1. Dasar Hukum Pengadaan Barang danatau Jasa Pemerintah Pengadaan barangjasa pemerintah dilakukan dengan mengacu pada sejumlah peraturan dan kebijakan. Dasar hukum dan ketentuanperaturan pengadaan barangjasa dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu: 150 a. Dasar Hukum Utama b. Dasar Hukum Terkait Berikut penjelasannya : 1 Dasar Hukum Utama Dasar hukum utama yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan pengadaan barangjasa pemerintah adalah : 151 a Pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 b Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355 c Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3956 d Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik NegaraDaerah Lembaran Negara 150 LKPP Lembaga Kebijakan Pengadaan BarangJasa Pemerintah, Modul I ; Pengantar Pengadaan BarangJasa di Indonesia, Jakarta : Deputi Bidang PPSDM, 2014, hlm 15. 151 Ibid. Universitas Sumatera Utara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5533. e Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 106 tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan BarangJasa Pemerintah f Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan BarangJasa Pemerintah 2 Dasar Hukum Terkait Dasar Hukum Terkait dengan pelaksanaan pengadaan barangjasa pemerintah adalah sebagai berikut : 152 a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Persaingan Usaha Tidak Sehat. b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme c Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara d Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2000 tentang Jasa Konstruksi e Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, kecil dan Menengah f Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi g Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 tentang Pembinaan Jasa Konstruksi h Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 Perubahan Kedua atas Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

2. Metode Pengadaan Barang danatau Jasa Pemerintah

Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Dalam Perjanjian Kerja Dengan Sistem Outsourcing Di Indonesia

1 47 91

Perlindungan Hukum Terhadap Kreditor Dalam Terjadi Eksekusi Jaminan Fidusia (Studi di Kota Medan)

5 78 107

Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Dalam Perjanjian Kredit Tanpa Agunan

2 37 3

Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (Pkwt) Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

4 75 129

Perlindungan Hukum Terhadap Debitur (Pelaksana Pekerjaan) Dalam Pelaksanaan Perjanjian Upah Borong (Partisipatif) Dalam Proyek Swakelola Di Lingkungan Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang

0 0 11

Perlindungan Hukum Terhadap Debitur (Pelaksana Pekerjaan) Dalam Pelaksanaan Perjanjian Upah Borong (Partisipatif) Dalam Proyek Swakelola Di Lingkungan Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang

0 0 2

Perlindungan Hukum Terhadap Debitur (Pelaksana Pekerjaan) Dalam Pelaksanaan Perjanjian Upah Borong (Partisipatif) Dalam Proyek Swakelola Di Lingkungan Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang

0 0 42

Perlindungan Hukum Terhadap Debitur (Pelaksana Pekerjaan) Dalam Pelaksanaan Perjanjian Upah Borong (Partisipatif) Dalam Proyek Swakelola Di Lingkungan Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang

0 2 85

Perlindungan Hukum Terhadap Debitur (Pelaksana Pekerjaan) Dalam Pelaksanaan Perjanjian Upah Borong (Partisipatif) Dalam Proyek Swakelola Di Lingkungan Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang Chapter III V

0 0 113

Perlindungan Hukum Terhadap Debitur (Pelaksana Pekerjaan) Dalam Pelaksanaan Perjanjian Upah Borong (Partisipatif) Dalam Proyek Swakelola Di Lingkungan Pekerjaan Umum Kabupaten Deli Serdang

0 0 5