penderita stroke. Keluarga suku Batak Toba mulai melibatkan pengobatan dokter dalam merawat penderita stroke meskipun tidak dapat dipungkiri rendahnya
pelayanan kesehatan membuat keluarga mencari cara lain di luar tindakan medis dalam merawat penderita stroke.
Berdasarkan uraian di atas, keluarga suku Batak Toba memiliki cara yang berbeda dalam melakukan perawatan penderita stroke di rumah. Oleh karena itu,
peneliti tertarik untuk meneliti perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba.
2. Pertanyaan Penelitian
Bagaimana perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba?
3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengidentifikasi perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba.
4. Manfaat Penelitian
4.1 Bagi Praktek Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi untuk mengetahui perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba.
Praktisi keperawatan, khususnya perawat komunitas, mampu memberikan pelayanan kesehatan di rumah kepada keluarga yang merawat penderita stroke
dengan memperhatikan kepercayaan atau kebiasaan suku Batak Toba dalam merawat penderita stroke.
Universitas Sumatera Utara
4.2 Bagi Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan wawasan tentang perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak
Toba.
4.3 Bagi Penelitian Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan informasi dan referensi untuk penelitian berikutnya yang berhubungan dengan perawatan penderita stroke
di rumah oleh keluarga.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep Stroke
1.1 Defenisi Stroke
Stroke adalah gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya suplai darah ke otak Price Wilson, 2005.
Stroke adalah suatu gangguan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak
sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian Batticaca, 2008.
Stroke atau gangguan peredaran darah otak GPDO merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat.
Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja
dan kapan saja Muttaqin, 2008.
1.2 Penyebab Stroke
Menurut Mutaqin 2008, penyebab stroke terdiri dari: a. Trombosis Serebral
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan
oedema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena
penurunan aktivitas simpatis dan penurunan darah yang menyebabkan
Universitas Sumatera Utara
iskemi serebral. Tanda dan neurologis sering kali memburuk pada 48 jam setelah trombosis
b. Hemoragi Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk dalam perdarahan
dalam ruang subaraknoid atau ke dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Akibat pecahnya
pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan
jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak membengkak, sehingga terjadi infark otak, edema, dan mungkin
herniasi otak. c. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah hipertensi yang parah, henti jantung-paru, curah jantung yang turun akibat
aritmia. d. Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah spasme arteri serebral yang disertai dengan subaraknoid dan vasokontriksi
arteri otak disertai sakit kepala migren.
1.3 Faktor Risiko Stroke
Ada sejumlah faktor risiko yang dapat memicu terjadinya stroke. Menurut University of Pittsburgh Medical Center 2003 dan American Heart Association
Universitas Sumatera Utara
2007, ada dua jenis faktor risiko stroke yaitu faktor risiko yang tidak dapat diubah dikontrol dan faktor risiko yang dapat dikontrol.
1.3.1 Faktor Risiko Stroke yang Tidak Dapat Diubah
a. Usia Stroke dapat menyerang segala usia, tetapi semakin tua usia seseorang
maka semakin besar kemungkinan orang tersebut terserang stroke. b. Jenis Kelamin
Laki-laki dua kali lebih berisiko daripada perempuan, tetapi jumlah perempuan yang meninggal akibat stroke lebih banyak.
c. Riwayat Keluarga Keluarga dengan riwayat anggota keluarga pernah mengalami stroke
berisiko lebih besar daripada keluarga tanpa riwayat stroke. d. Ras
Ras Afrika-Amerika mempunyai risiko yang lebih tinggi mengalami kematian dan kecatatan akibat stroke dibandingkan dengan ras kulit putih.
1.3.2 Faktor Risiko yang Dapat Dikontrol
a. Tekanan Darah Tinggi Tekanan darah tinggi merupakan faktor risiko utama penyebab stroke.
b. Merokok Merokok dapat mengakibatkan rusaknya pembuluh darah dan peningkatan
plak pada dinding pembuluh darah yang dapat menghambat sirkulasi darah. Nikotin dari rokok dapat meningkatkan tekanan darah.
Universitas Sumatera Utara
c. Diabetes Melitus Penyakit diabetes mellitus dapat mempercepat timbulnya plak pada
pembuluh darah yang dapat mengakibatkan risiko terjadinya stroke iskemik. Penderita diabetes cenderung menderita obesitas. Obesitas dapat
mengakibatkan hipertensi dan tingginya kadar kolesterol, di mana keduanya merupakan faktor risiko stroke.
d. Obesitas Peningkatan berat badan dapat meningkatkan risiko stroke. Obesitas juga
dapat menimbulkan faktor risiko lainnya seperti tekanan darang tinggi, tingginya kolesterol jahat, dan diabetes.
e. Penyakit pada Arteri Carotid dan Arteri Lainnya Pembuluh darah arteri carotid merupakan pembuluh darah utama yang
membawa darah ke otak dan leher. Rusaknya pembuluh darah carotid akibat lemak menimbulkan plak pada dinding arteri sehingga menghalangi
aliran darah di arteri. f. Kurangnya Aktivitas Fisik
Latihan penting untuk mengontrol faktor risiko stroke, seperti berat badan, tekanan darah, kolesterol, dan diabetes.
g. Alkohol, Kopi, dan Penggunaan Obat-Obatan Konsumsi alkohol meningkatkan risiko stroke. Minum alkohol lebih dari
satu gelas pada pria dan lebih dua gelas pada pria dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Selain itu, minum tiga gelas kopi sehari dapat
meningkatkan tekanan darah dan risiko stroke. Penggunaan obat-obatan
Universitas Sumatera Utara
seperti kokain dan amphetamine merupakan risiko terbesar terjadinya stroke pada dewasa muda.
h. Kurang Nutrisi Diet tinggi lemak, gula, dan garam meningkatkan risiko stroke.Penelitian
menunjukkan bahwa mengkonsumsi 5 porsi buah dan sayur sehari dapat mengurangi risiko stroke sebesar 30.
i. Stres Penelitian menunjukkan hubungan antara stress dengan mempersempit
pembuluh darah carotid. j. Estrogen
Pemakaian pil KB atau Hormone Replacement Theraphy HRT yang mengandung estrogen dapat mengubah kemampuan penggumpalan darah
yang dapat mengakibatkan stroke.
1.4 Klasifikasi Stroke
Menurut Muttaqin 2008, stroke dikelompokan atas dua yaitu: a.
Stroke Hemoragi Stroke hemoragi merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan
subaraknoid yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada area otak tertentu. Stroke in biasanya kejadiannya saat melakukakn
aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi pada saat istirahat. Kesadaran klien umumnya menurun.
Universitas Sumatera Utara
b. Stroke Nonhemoragik
Stroke nonhemoragik dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral. Stroke ini biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru
bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder.
1.5 Manifestasi Klinis Stroke
Manifestasi klinis stroke menurut Smeltzer Suzane 2001 adalah: a. Kehilangan motorik
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunteer terhadap gerakan motorik. Disfungsi motorik paling
umum adalah hemiplegia paralisis pada salah satu sisi karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi
tubuh adalah tanda yang lain. b. Kehilangan komunikasi
Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi
bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut: 1
Disartria kesulitan berbicara, ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung
jawab untuk berbicara. 2
Disfasia atau afasia bicara defektif atau kehilangan bicara yang terutama ekspresif atau reseptif.
Universitas Sumatera Utara
3 Apraksia ketidakmampuan melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya, seperti terlihat ketika pasien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
c. Gangguan persepsi Gangguan persepsi merupakan ketidakmampuan menginterpretasikan
sensasi. Stroke dapat mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam hubungan visual spasial, dan kehilangan sensori.
1 Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di
antara mata dan korteks visual. Hominus heminopsia kehilangan setengah lapang pandang dapat terjadi karena stroke dan mungkin
sementara atau permanen. Sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi tubuh yang paralisis. Kepala pasien berpaling dari sisi tubuh yang
sakit dan cenderung mengabaikan bahwa tempat dan ruang pada sisi tersebut. Hal ini disebut amorfosintesis. Pada keadaan ini, pasien tidak
mampu melihat makanan pada setengah mampan dan hanya setengah ruangan yang terlihat.
2 Gangguan hubungan visual spasial mendapatkan hubungan dua atau
lebih objek dalam area spasial sering terlihat pada pasien dengan hemiplegia kiri. Pasien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa
bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokan pakaian ke bagian tubuh.
3 Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan
ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan propriosepsi kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh serta
Universitas Sumatera Utara
kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius.
d. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik Bila kerusakan telah terjadi pada lobus frontal, mempelajari kapasitas,
memori, atau intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan
dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan pasien ini menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka.
Depresi umum terjadi dan mungkin diperberat oleh respon alamiah pasien terhadap penyakit katastrofik ini. Masalah psikologik lain juga umum
terjadi dan dimanifestasikan oleh labilits emosional, bermusuhan, frustasi, dendam, dan kurang kerja sama.
e. Disfungsi kandung kemih Pasien pasca stroke mungkin mengalami inkontinensia urinarius sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan menggunakan urinal bedpan karena kerusakan control
motorik dan postural. Kadang-kadang setelah stroke, kandung kemih menjadi atonik, dengan kerusakan sensasi dalam respon terhadap
pengisian kandung kemih. Kadang-kadang kontrol sfingter urinarius eksternal hilang atau berkurang. Inkontinensia ani dan urine yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologik luas.
Universitas Sumatera Utara
1.6 Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan bagian penting dalam proses pemulihan stroke. Tujuan rehabilitasi ini adalah untuk menolong penderita stroke untuk memperoleh
kembali apa yang mungkin dapat dipertahankan untuk memaksimalkan fungsi tubuh pada penderita stroke Stroke and Heart Foundation, 2010.
Lumbantobing 2004 menyatakan bahwa tujuan rehabilitasi ialah menjaga atau meningkatkan kemampuan jasmani, rohani, keadaan ekonomi dan
kemampuan kerja semaksimal mungkin. Berbagai usaha dilakukan untuk mencapai tujuan ini, diantaranya terapi fisik fisioterapi, latihan bicara, latihan
mental, terapi okupasi, psikoterapi , memberi alat bantu, ortotik prostetik, dan olah raga.
Bentuk tindakan di atas tentunya disesuaikan dengan berat ringan cacat, bentuk cacat, kemampuan atau tingkat mental penderita. Young Forster 2007
dan Duncan et al 2005 menyatakan bahwa penanganan rehabilitasi merupakan pendekatan multidisiplin, beberapa ahli di berbagai bidang bekerja sama, misalnya
dokter keluarga, ahli rehabilitasi medik, ahli saraf, perawat dan anggota keluarga. Koordinator tindakan rehabilitasi ini sebaiknya dipegang oleh dokter keluarga,
yang lebih banyak mengetahui penderita, keluarganya, latar belakang pendidikannya, serta tugas jabatan. Dokter keluarga dapat bertidak sebagai
motivator, memberi bimbingan dan petunjuk kepada penderita dan keluarganya Bradford Institute for Health Research, 2010.
Universitas Sumatera Utara
2. Perawatan Penderita Stroke di Rumah
Menurut Batticaca 2008, penanganan dan perawatan penderita stroke di rumah antara lain, berobat secara teratur ke dokter, tidak menghentikan atau
mengubah dan menambah dosis obat tanpa petunjuk dokter, meminta bantuan petugas kesehatan atau fisioterapi untuk memulihkan kondisi tubuh yang lemah
atau lumpuh, memperbaiki kondisi fisik dengan latihan teratur di rumah, membantu kebutuhan klien, memotivasi klien agar tetap bersemangat dalam
latihan fisik, memeriksakan tekanan darah secara teratur, dan segera bawa klien ke dokter atau rumah sakit jika timbul tanda dan gejala stroke.
Vallery 2006 dalam Agustina,dkk 2009 mengemukakan bahwa pasien dan orang yang merawat keluarga perlu menyadari semua tantangan dan
tanggung jawab yang akan dihadapi sebelum meninggalkan rumah sakit atau fasilitas rehabilitasi lain. Meskipun sebagian besar pasien telah mengalami
pemulihan yang cukup bermakna sebelum di pulangkan, sebagian masih memerlukan bantuan untuk turun dari tempat tidur, mengenakan pakaian, makan,
dan berjalan. Keluarga sebaiknya mengetahui tentang layanan komunitas lokal yang dapat memberikan bantuan, termasuk dokter keluarga, perawat kunjungan
rumah, ahli fisioterapi, petugas sosial, ahli terapi wicara, dan layanan relawan. Kebutuhan pasien pasca rawat dapat meliputi kebutuhan fisiologis, psikologis,
sosial dan spiritual. Berikut ini merupakan perawatan penderita stroke yang dapat dilakukan
oleh keluarga di rumah.
Universitas Sumatera Utara
2.1 Membantu aktivitas fisik setelah stroke
Penderita stroke perlu melakukan kembali aktivitas sebelumnya sebanyak mungkin. Jenis aktivitas yang mungkin dilakukan bergantung pada efek stroke.
Penderita stroke yang tidak banyak mengalami masalah fisik dapat mencoba berjalan, menggunakan sepeda statis, dan melakukan aktivitas olahraga yang biasa
mereka lakukan. Penderita stroke yang masalahnya lebih berat, misalnya penderita stroke dengan hemiplegia, mungkin memerlukan bantuan ahli fisioterapi atau
spesialis olahraga. Secara umum, seperti pada orang lain, sebaiknya penderita stroke melakukan sekitar setengah jam aktivitas yang menyebabkan pasien merasa
hangat, sedikit terengah-engah, dan sedikit berkeringat, tiga kali seminggu atau lebih. Thomas, 2000.
Penderita stroke dengan masalah orientasi ruang atau apraksia sering membutuhkan bantuan untuk mengenakan busana karena ketidakmampuan
menggunakan kedua lengan dengan benar, bahkan meskipun mereka tidak mengalami kelemahan yang nyata pada anggota badan. Penderita stroke dengan
masalah orientasi ruang atau apraksia kadang-kadang mengenakan busana di bagian yang salah dan sering tidak dapat memasukkan kancing. Penting bagi
orang yang merawat penderita untuk berhati-hati agar sendi yang lumpuh tidak teregang, terutama sendi bahu. Graham, 2006.
2.2 Menangani kebersihan diri
Penderita stroke juga memerlukan bantuan keluarga dalam memenuhi perawatan diri. Kemunduran fisik akibat stroke menyebabkan kemunduran gerak
fungsional baik kemampuan mobilisasi atau perawatan diri Pudjiastuti, 2003.
Universitas Sumatera Utara
Perawatan kulit sangat penting untuk mencegah dekubitus luka karena tekanan dan infeksi kulit. Adanya dekubitus dan infeksi luka menunjukkan
bahwa perawatan penderita stroke kurang optimal. Keduanya sebaiknya dicegah karena dekubitus dapat menimbulkan nyeri dan memiliki proses penyembuhan
luka yang lama dan jika terinfeksi, luka ini dapat mengancam nyawa. Penderita stroke dapat mengalami dekubitus karena berkurangnya sensasi dan mobilitas.
Inkontinensia, malnutrisi, dan dehidrasi juga meningkatkan risiko timbulnya dekubitus dan menghambat proses penyembuhan luka Leigh, 2005.
Penderita stroke yang tidak dapat bergerak harus sering digerakkan dan direposisi. Hal yang perlu diperhatikan keluarga dalam perawatan kulit dapat
meliputi perhatian terhadap kondisi seprai tempat tidur penderita stroke harus terpasang kencang dan perhatian terhadap bagian-bagian tubuh yang paling
berisiko pada penderita yang hanya dapat berbaring atau duduk di kursi roda, antara lain punggung bawah sakrum, paha, tumit, siku, bahu, dan tulang belikat
skapula. Keluarga dapat menggunakan spons kering untuk membantali titik-titik tekanan ini sekali sehari agar mencegah tertekannya saraf dan terbentuknya
dekubitus. Keluarga memeriksa ada tidaknya abrasi, lepuh, dan kemerahan kulit yang tidak hilang ketika ditekan karena hal-hal ini menunjukkan awal dekubitus.
Selain itu, kulit penderita stroke harus dijaga kering dan diberi bedak Leigh, 2005.
Stroke dapat mempengaruhi indra penglihatan. Jika penderita stroke selalu membuka mata dalam jangka panjang, maka mata mereka dapat mengering dan
menyebabkan infeksi dan ulkus kornea. Keluarga dapat menggunakan kain lembab yang bersih untuk membersihkan kelopak mata pasien jika diperlukan.
Universitas Sumatera Utara
Jika pasien selalu membuka mata dalam jangka panjang, maka mata mereka dapat mengering dan menyebabkan infeksi dan ulkus kornea. Untuk mencegah hal ini,
keluarga dianjurkan penggunaan pelumas, salep, atau air mata buatan yang dapat dibeli bebas Edmund, 2007.
Penderita stroke yang tidak dapat minum tanpa bantuan harus membersihkan mulutnya dengan sikat lembut yang lembab atau kapas penyerap
sekitar satu jam. Perawatan mulut yang teratur sangat penting, terutama untuk penderita yang sulit atau tidak dapat menelan Edmund, 2007.
2.3 Menangani masalah makan dan minum
Penderita stroke memerlukan makanan yang memadai, lezat, dan seimbang dengan cukup serat, cairan 2 liter atau lebih sehari, dan miktonutrien.
Jika nafsu makan penderita berkurang maka penedrita stroke dapat diberi makanan ringan tinggi-kalori yang lezat dalam jumlah terbatas setiap 2-3 jam,
bersama dengan minuman suplemen nutrisional. Penderita stroke harus makan dalam posisi duduk, bukan berbaring, untuk mencegah tersedak dan pneumonia
aspirasi John, 2004; Lotta, 2006; David 2002. Keluarga dapat elakukan modifikasi dalam penggunaan alat makan
penderita stroke, seperti meletakkan antiselip pada alas piring atau menggunakan piring yang cekung sehingga makanan tidak mudah tumpah. Keluarga dapat juga
menyediakankan alat-alat bantu untuk penderita stroke yang makan dengan satu tangan, seperti mangkuk telur yang dapat ditempelkan pada meja John, 2004;
Lotta, 2006; David 2002.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Kepatuhan program pengobatan di rumah
Pelayanan kesehatan berperan dalam upaya promotif, pencegahan, diagnosa dini dan pengobatan, pembatasan kecacatan, serta pemulihan
rehabilitasi suatu penyakit Maryam, 2008. Dukungan keluarga diketahui sangat penting dalam kepatuhan terhadap program pengobatan jangka panjang
Schatz, 1988 dalam Stanley, 2006. Keluarga bertanggung jawab terhadap semua prosedur dan pengobatan anggota keluarga yang sakit, seperti menggunakan obat
menggunakan alat-alat khusus, dan menjalankan latihan Friedman, 1998.
2.5 Mengatasi Masalah Emosional dan Kognitif
Sebagian masalah emosional muncul segera setelah stroke, sebagai akibat kerusakan di otak. Hampir 70 pasien stroke sedikit banyak mengalami masalah
emosional, misalnya reaksi sedih, mudah tersinggung, tidak bahagia, murung, atau depresi. Terdapat bukti bahwa orang yang menderita depresi pasca stroke
memiliki kemungkinan tiga kali lebih besar meninggal dalam 10 tahun dibandingkan dengan penderita stroke tanpa depresi. Namun, jika penderita stroke
dan orang yang merawatnya menyadari masalah ini, biasanya ada hal-hal yang dapat dikerjakan untuk mengatasi masalah tersebut Lotta, 2006.
Ketidakmampuan seseorang untuk mengekspresikan dirinya sendiri akibat masalah bahasa dapat menimbulkan sikap mudah marah. Masalah emosional lain
timbul pada tahap lebih belakangan, misalnya sewaktu pasien akhirnya menyadari dampak penuh stroke atas kemandirian mereka.
Orang yang pernah mengalami stroke sangat rentan terhadap perubahan dalam situasi mereka, terutama jika mereka akan meninggalkan rumah sakit atau
Universitas Sumatera Utara
saat mereka pertama kali keluar rumah untuk berjalan-jalan. Ini merupakan reaksi fisiologis normal, dan penderita stroke harus didorong untuk membahas
kekhawatiran mereka akan karier serta anggota keluarga sehingga masalah tersebut dapat diatasi sebanyak mungkin Lotta, 2006.
Pada sebagian besar kasus, masalah emosional mereda seiring waktu, tetapi ketika terjadi, masalah itu dapat menyebabkan penderita stroke menolak
terapi atau kehilangan motivasi untuk menjalani proses rehabilitasi, yang dapat memengaruhi pemulihan penderita. Masalah emosional reaktif ini sering dapat
dikurangi secara substansial dengan mendorong penderita stroke membicarakan ketakutan dan kemarahan mereka. Penderita stroke harus merasa bahwa mereka
adalah anggota keluarga yang berharga. Penting bagi keluarga untuk mempertahankan lingkungan rumah yang suportif, yang mendorong timbulnya
perhatian orang lain dan aktivitas waktu luang, misalnya membaca, memasak, berjalan-jalan, berbelanja, bermain, dan berbicara. Penderita stroke yang
keluarganya atau orang yang merawatnya tidak suportif dan yang memiliki kehidupan keluarga yang tidak berfungsi cenderung memiliki prognosis lebih
buruk dibandingkan dengan penderita lainnya. Sebagian penderita stroke mungkin merasa nyaman jika mereka berbagi pengalaman mereka dengan penderita stroke
lain Lotta, 2006. Masalah emosional penderita stroke dapat diatasi dengan konseling
individual atau terapi kelompok. Psikoterapi juga dapat membantu sebagian penderita, misalnya mereka yang mengalami apatis berat, depresi, tak tertarik atau
menentang pengobatan. Jika masalahnya menetap, terutama depresi, dokter mungkin menganjurkan obat antidepresan misalnya, fluoksetin dan amitriptilin
Universitas Sumatera Utara
atau berkonsultasi dengan psikiater atau ahli psikologi klinis. Konsultasi dini biasanya dianjurkan untuk penderita stroke yang mengalami depresi berat,
terutama mereka yang mungkin ingin bunuh diri Lotta, 2006. Masalah kognitif pada penderita stroke mencakup kesulitan berpikir,
memusatkan perhatian, mengingat, membuat keputusan, menggunakan nalar, membuat rencana, dan belajar. Hal-hal ini sering menjadi komplikasi stroke,
mengenai sekitar 64 dari penderita stroke yang selamat dan menyebabkan demensia pada 1 dari 5 penderita stroke usia yang lebih lanjut. Namun, bagi
banyak penderita stroke, masalah kognitif yang ringan cenderung akan mereda seiring dengan waktu, dan kemampuan mereka akan pulih sepenuhnya John,
2004. Jika penderita stroke tidak dapat mengikuti instruksi di obat resep, orang
yang merawat perlu menjamin bahwa penderita stroke minum obat dalam jumlah dan saat yang tepat. Ada baiknya dibuat bagan atau tabel tentang aktivitas harian,
obat, dan kemajuan penderita stroke pada selembar kertas John, 2004. Penderita stroke dengan gangguan kognitif yang parah, misalnya
demensia, jarang pulih sempurna dan dapat bertambah buruk seiring dengan waktu. Hal ini terutama berlaku pada orang berusia lanjut yang pernah mengalami
beberapa kali stroke serta mengidap penyakit-penyakit lain John, 2004.
2.6 Pencegahan cedera jatuh
Thomas 2000 dan Leigh 2005 menyatakan faktor risiko yang mempermudah pasien jatuh antara lain masalah ayunan langkah dan
keseimbangan, obat-obat sedatif, kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari,
Universitas Sumatera Utara
inaktivitas, inkontinensia, gangguan penglihatan, dan berkurangnya kekuatan tungkai bawah.
Yudi 2007 menyatakan bahwa indikasi terbaik bahwa penderita stroke siap bergerak ke tingkat mobilitas vang lebih tinggi adalah kemampuan
menoleransi tingkat mobilitas yang telah mereka capai. Demi alasan keamanan, sebaiknya ada satu atau dua orang asisten berdiri di samping penderita stroke dan
membantu penderita, terutama pada tahap-tahap awal. Ketika berdiri atau berjalan, penderita stroke sebaiknya berupaya menggunakan tungkai mereka yang
lumpuh dengan menopangkan beban badan mereka pada tungkai tersebut sebisa mungkin dan dengan memindahkan beban badan dari satu sisi tubuh ke sisi
lainnya. Pada awalnya, penderita stroke harus mencoba hanya beberapa langkah kecil. Sesi latihan yang sering dan singkat, dengan peningkatan gerakan secara
perlahan, merupakan cara yang paling aman dan efektif. Jika penderita stroke telah yakin dapat berjalan di lantai yang datar, mereka dapat mulai naik tangga,
tetapi tetap memperhatikan bahwa susunan tangganya telah aman dan kuat. Selain itu, Graham 2006 menyatakan jika penderita stroke menggunakan
kursi roda, sebaiknya rumah mereka memiliki tangga, dibangun jalan masuk landai dari kayu atau beton. Keluarga juga mungkin perlu memperlebar pintu-
pintu rumah agar penderita stroke dapat bergerak bebas di dalam rumah. Pemasangan kabel listrik yang aman, pegangan tangan di kamar mandi,, dan
adaptasi rumah lainnya juga dapat membantu penderita stroke.
Universitas Sumatera Utara
3. Konsep Keluarga
3.1 Definisi Keluarga
Keluarga adalah dua orang atau lebih oleh ikatan-ikatan kebersamaan dan ikatan emosional serta mengidentifikasikan diri mereka sebagai bagian dari
keluarga Friedman, 1998. Keluarga adalah bagian dari masyarakat yang peranannya sangat penting
untuk membentuk kebudayaan yang sehat. Dari keluargalah, pendidikan kepada individu dimulai dan dari keluarga inilah akan tercipta tatanan masyarakat yang
baik, sehingga untuk membangun suatu kebudayaan maka seyogyanya dimulai dari keluarga Setiadi, 2008.
3.2 Ciri-Ciri Keluarga
Menurut Robert Mac Iver dan Charles Horton, ciri-ciri keluarga yaitu disatukan oleh hubungan perkawinan, berbentuk suatu kelembagaan yang
berkaitan dengan hubungan perkawinan yang disengaja dibentuk atau dipelihara, mempunyai suatu sistem tata nama nomeclatur termasuk perhitungan garis
keturunan, mempunyai fungsi ekonomi yang dibentuk oleh anggota-anggota berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan membesarkan
anak, dan merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rumah tangga.
3.3 Tipe Keluarga
Tipe keluarga dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu: Secara tradisional. Keluarga dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Keluarga inti Nuclear Family adalah keluarga yang hanya terdiri dari
ayah, ibu, dan anak yang diperoleh dari keturunan atau diadopsi atau keduanya.
b. Keluarga besar Extended Family adalah keluarga inti ditambah anggota
keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah kakek-nenek, paman-bibi.
Secara modern, keluarga dapat dikelompokkan sebagai berikut: a.
Tradisional Nuclear, adalah keluarga inti ayah, ibu, anak tinggal dalam satu rumah ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam satu ikatan
perkawinan, satu atau keduanya dapat bekerja di luar rumah. b.
Reconstituted Nuclear adalah pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinankembali suami istri, tinggal dalam pembentukan satu rumah
dengan anak-anaknya, baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun hasil dari perkawinan baru, satu atau keduanya dapat bekerja di luar rumah.
c. Niddle Age Aging Couple adalah suami sebagai pencari uang, istri di
rumah, atau kedua-duanya bekerja, anak-anak sudah meninggalkan rumah karena sekolah perkawinan meniti karier.
d. Dyadic Nuclear adalah suami istri yang sudah berumur dan tidak
mempunyai anak yang keduanya atau salah satu bekerja di luar rumah. e.
Single Parent adalah satu orang tua kaibat perceraian atau kematian pasangannya dan anak-anak dapat tinggal di rumah atau di luar rumah.
f. Dual Carrier adalah suami istri atau keduanya orang carier dan tanpa
anak.
Universitas Sumatera Utara
g. Commuter Married adalah suami istri atau keduanya orang karier dan
tinggal terpisah pada jarak tertentu. Keduanya saling mencari pada waktu- waktu tertentu.
h. Cohibing Couple adalah dua orang atau satu pasangan yang tinggal
bersama tanpa kawin Gay and lesbian Family adalah keluarga yang dibentuk oleh pasangan
yang berjenis kelamin sama Friedman, 1998.
3.4 Struktur Keluarga
Menurut Friedman 1998, struktur keluarga terdiri dari: a.
Pola dan Proses Komunikasi Komunikasi dalam keluarga ada yang berfungsi ada yang tidak. Hal ini
disebabkan beberapa faktor yang ada dalam komponen komunikasi seperti pengirim pesan, pesan, lingkungan, media, dan penerima pesan.
b. Struktur Peran
Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi sosial yang diberikan.
c. Struktur Kekuatan
Hal ini mendasari suatu proses dalam pengambilan keputusan dalam keluarga, seperti konsesus, tawar menawar, musyawarah, atau paksaan.
d. Nilai-Nilai Keluarga
Nilai merupakan suatu sistem, sikap, dan kepercayaan yang secara sadar atau tidak mempersatukan anggota keluarga dalam satu budaya. Nilai
Universitas Sumatera Utara
keluarga juga merupakan suatau pedoman perilaku dan pedoman bagi perkembangan norma dan peraturan.
3.5 Fungsi Pokok Keluarga
Friedman 1998 mengemukakan bahwa keluarga mempunyai lima fungsi dasar, yaitu:
a. Fungsi Afektif yaitubfungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan
segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain.
b. Fungsi Sosialisasi yaitu fungsi untuk mengembangkan dan tempat melatih
anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah.
c. Fungsi Reproduksi yaitu fungsi untuk mempertahankan generasi dan
menjaga kelangsungan keluarga. d.
Fungsi Ekonomi yaitu fungsi untuk memenuhi kebutuhan keluatga secara ekonomi dan tempat utuk mengembangkan kemampuan individu dalam
meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. e.
Fungsi Perawatan Pemeliharaan Kesehatan yaitu fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memilki
produktivitas yang tinggi.
Universitas Sumatera Utara
3.6 Peran Keluarga
Effendy 1998 mengungkapkan ada beberapa peran keluarga, yaitu: a.
Peran Ayah Ayah sebagai suami bagi istrinya dan ayah bagi anak-anaknya, berperan
sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung, dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta
sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya. b.
Peran Ibu Sebagai istri dari suaminya dan ibu bagi anak-anaknya. Ibu mempunyai
peranan untuk mengurus rumah tangga sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan
sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, di samping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahn
dalam keluarga. c.
Peran Anak Anak-anak melaksanakan peranan psikologis sesuai dengan tingkat
perkembangannya baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.
4. Suku Batak Toba
3.1 Sejarah Suku Batak Toba
Suku Batak adalah salah satu dari ratusan suku yang terdapat di Indonesia. Suku Batak terdapat di wilayah Sumatera Utara. Sebahagian masyarakat Batak
mempercayai bahwa suku Batak berasal dari Pusuk Buhit daerah Sianjur Mula Mula sebelah barat Pangururan di pinggiran Danau Toba.
Universitas Sumatera Utara
Menurut kepercayaan orang Batak Toba, asal orang Batak Toba dimulai dari si Raja Batak leluhur orang Batak yang bermukim di Kaki Pusuk Buhit,
terletak di sebelah barat Pulau Samosir. Si Raja Batak mempunyai dua orang putra yakni Guru Tatean Bulan dan Saribu Raja Isumbaon. Guru Tatean Bulan
mempunyai empat orang putra yakni Saribu Raja, Limbong Mulana, Sagala Raja, dan Manalu Raja. Sementara Raja Isumbaon mempunyai tiga orang putra yakni
Tuan Sorimangaraja, si Raja Asiasi, dan Sungkar Somalindang. Kemudian keturunan ini berpencar mendiami daerah-daerah tertentu di Sumatera Utara,
terutama berdiam di Tapanuli Utara yang wilayahnya meliputi Ajibata berbatasan dengan Parapat, Pulau Samosir, Pakkat serta Sarula Pakpahan, 2010.
3.2 Pengobatan dalam Budaya Batak Toba
Suku Batak Toba memiliki cara berbeda dalam melakukan pengobatan penyakit yang timbul dalam masyarakat Batak Toba. Tradisi suku Batak Toba ini
diturunkan dari nenek moyang mereka Manik, 2008.
3.2.1 Obat Urut dan Tulang Dappol Siburuk
Asal mula manusia menurut orang Batak adalah dari ayam atau burung. Obat Dappol Siburuk ini dulunya berasal dari burung siburuk yang mana langsung
dipraktekkan dengan penelitian alami dan hampir seluruh keturunan Si Raja Batak menggunakan obat ini dalam kehidupan sehari-hari. Dappol dalam bahasa
Indonesia berarti urut atau kusuk. Siburuk artinya burung. Menurut masyarakat Batak Toba, awal pengobatan dappol siburuk ini
merupakan penggunaan minyak dari hasil memasak burung siburuk dengan
Universitas Sumatera Utara
minyak kelapa. Hasil dari olahan tersebut kemudian digunakan sebagai minyak untuk mengkusut atau memijat orang sakit Manik, 2008.
3.2.2 Pengobatan Tawar Mulajadi
Zaman dahulu, banyak orang Batak yang menderita penyakit kulit bahkan sampai membusuk. Melihat kejadian tersebut Si Raja Batak berpesan bahwa untuk
mengobati setiap orang yang berpenyakit kulit supaya menggunakan Tawar Mulajadi. Tawar Mulajadi adalah sesuatu yang berasal dari asap dapur. Orang
Batak pada zaman dahulu menggunakan kayu bakar untuk memasak, maka di atas dapur tersebut ada serpihan hitam bergantungan. Serpihan itu berasal dari asap
pada saat memasak. Menurut orang Batak, serpihan hitam tersebut dinamakan Tawar Mulajadi atau Tappar Api. Serpihan hitam ini kemudian diseduh dengan air
hangat Manik, 2008.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL
1. Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba di
Pematangsiantar, yang akan digambarkan ke dalam tiga kategori yaitu baik, cukup baik, dan kurang baik.
Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Perawatan Penderita
Stroke di Rumah oleh Keluarga Suku Batak Toba di Pematangsiantar
1. Baik 2. Cukup Baik
3. Kurang Baik Perawatan Penderita Stroke di Rumah oleh Keluarga Suku
Batak Toba 1.
Membantu aktivitas fisik setelah stroke 2.
Menangani kebersihan diri 3.
Menangani masalah makan dan minum 4.
Kepatuhan program pengobatan di rumah 5.
Mengatasi masalah kognitif dan emosional 6.
Pencegahan cedera jatuh
Universitas Sumatera Utara
2. Defenisi Operasional
Perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba merupakan segala bentuk perlakuan keluarga suku Batak Toba di rumah dalam
membantu anggota keluarganya yang sakit stroke untuk melakukan aktivitas fisik
setelah stroke, menangani kebersihan diri, menangani masalah makan dan minum, kepatuhan program pengobatan di rumah, mengatasi masalah emosional dan
kognitif, dan pencegahan cedera jatuh.
.
Universitas Sumatera Utara
BAB 4 METODE PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskripsi eksploratif dengan metode kuantitatif yang bertujuan untuk mengidentifikasi
secara mendalam perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba di Pematangsiantar.
2. Populasi dan Sampel Peneltian
2.1 Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian Arikunto, 2006. Populasi pada penelitian ini adalah keluarga suku Batak Toba di Pematangsiantar yang merawat
penderita stroke di rumah.
2.2 Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki populasi Hidayat, 2009. Arikunto 2006
menyatakan bahwa penentuan sampel untuk penelitian deskriptif minimal 30 sampel. Dalam penelitian ini, peneliti seharusnya meneliti 30 keluarga suku Batak
Toba yang merawat penderita stroke di Pematangsiantar. Namun, karena keterbatasan waktu maka peneliti hanya meneliti 26 sampel.
Sampel dalam penelitian ini dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling. Adapun kriteria yang dapat dimasukkan atau yang layak diteliti adalah
Universitas Sumatera Utara
yang memenuhi kriteria, yaitu keluarga suku Batak Toba asli, merupakan keluarga kandung dengan penderita stroke, dan bersedia menjadi responden.
3. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus 2010 sampai dengan Juni 2011. Pengumpulan data telah dilaksanakan pada bulan Januari 2011 sampai April
2011. Penelitian ini dilakukan di Pematangsiantar. Adapun alasan peneliti memilih lokasi ini karena Pematangsiantar merupakan daerah dengan penduduk
Batak Toba yang masih menganut nilai-nilai suku Batak Toba yang belum terkontaminasi budaya asing di luar suku Batak Toba. Selain itu, lokasi ini belum
pernah dilakukan penelitian tentang perawatan penderitan stroke oleh keluarga suku Batak Toba. Untuk memudahkan peneliti maka peneliti melakukan
pengambilan sampel penelitian di Polineurologi Rumah Sakit Umum Daerah dr.Djasamen Saragih Pematangsiantar. Rumah sakit ini merupakan satu-satunya
rumah sakit rujukan milik pemerintah kota Pematangsiantar.
4. Pertimbangan Etik Penelitian