dengan penelitian Van Excel, dkk 2005 terhadap 151 pasien stroke dan keluarganya yang menunjukkan bahwa keluarga yang merawat penderita stroke
rata-rata menghabiskan waktu bahwa 10,8 jam sehari untuk tugas mengawasi penderita stroke misalnya, mengawasi saat jalan dan makan. Thamher 2009
mengemukakan bahwa upaya terhadap pencegahan jatuh ini ditujukan terutama bagi mereka yang beresiko tinggi, yaitu bila aktivitas sehari-hari berada pada
tingkat ketergantungan. Upaya pencegahan jatuh dilakukan dengan memodifikasi lingkungan.
2.2 Analisa Perawatan Penderita Stroke di Rumah oleh Keluarga Suku
Batak Toba di Pematangsiantar
Berikut ini merupakan analisa perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba di Pematangsiantar. Analisa ini didapat melalui
jawaban responden atas pertanyaan terbuka melalui kuesioner penelitian.
2.2.1 Pantangan pada Keluarga Suku Batak Toba selama Merawat Anggota Keluarganya yang Menderita Stroke di Rumah
Keluarga memainkan peranan vital dalam upaya peningkatan kesehatan dan pengurangan risiko. Ada banyak bentuk peningkatan kesehatan, pencegahan,
dan pengurangan risiko Friedman, 1998. Stroke adalah penyakit multifaktoral dan sebagian besar penyebabnya masih belum diketahui. Pantangan yang perlu
diperhatikan oleh keluarga suku Batak Toba selama merawat anggota keluarganya yang sakit stroke merupakan usaha untuk mengontrol faktor risiko dari stroke dan
penyakit lain yang juga diderita oleh penderita stroke. Menurut Rudd 2010, seorang penderita stroke dengan hipertensi, belum terlambat untuk mengobati
Universitas Sumatera Utara
tekanan darah tinggi. Hal ini penting agar risiko kembali terserang stroke dapat berkurang. Selain itu, Shimberg 1998 juga berpendapat bahwa penyakit stroke
yang diakibatkan oleh beberapa faktor yang bisa dikendalikan tetap harus diperhatikan ketika penderita sudah terkena stroke, karena penderita akan semakin
rentan dengan serangan kedua yang akan meningkatkan tingkat kecacatan penderita.
Hasil penelitian mengenai pantangan pada keluarga suku Batak Toba selama merawat anggota keluarganya yang menderita stroke yaitu penderita stroke
dilarang mengkonsumsi daging makanan yang berlemak, jeroan, toge, makanan yang bergaram, konsumsi makanan yang mengandung gula, tidak mengkonsumsi
makanan yang berkolesterol tinggi, makan bersantan, makanan bercabe pedas, tidak makan ikan asin, tidak tidur terlalu larut malam, tidak mengkhayal sendiri,
tidak berpikir keras, tidak cerita yang sensitif, tidak boleh marah, dan jangan banyak pikiran.
Suku Batak memiliki kebiasaan mengkonsumsi daging yang merupakan faktor risiko penyakit penyebab stroke. Setelah serangan stroke, keluarga suku
Batak Toba melarang anggota keluarga yang sakit stroke untuk mengkonsumsi daging. Hal ini sesuai dengan temuan Kusmana 2004, bahwa rata-rata keluarga
yang anggota keluarganya pernah mengalami stroke telah mampu melakukan pengurangan makanan yang tinggi lemak seperti daging dan bahkan sama sekali
tidak memperbolehkan anggota keluarga yang pernah mengalami stroke untuk memakan makanan tersebut. Pantangan mengkonsumsi daging makanan
berlemak berhubungan dengan kolesterol. Kolesterol merupakan substansi lemak. Kolesterol dibentuk di hati dari lemak makanan. Kolesterol merupakan faktor
Universitas Sumatera Utara
risiko stroke yang secara konsisten dilaporkan dari berbagai hasil penelitian. Kolesterol yang tinggi dihubungkan dengan peningkatan risiko terkena stroke.
Faktor-faktor penyebab kadar kolesterol yang tinggi adalah genetik, diet tinggi lemak, kelebihan berat badan, kurangnya aktivitas fisik, dan merokok. Kadar
kolesterol darah yang tidak terkendali akan meningkatkan risiko stroke Moore,1997.
Pantangan lainnya dari keluarga suku batak Toba yang merawat anggota keluarganya yang sakit stroke adalah memakan jeroan dan makanan yang
bersantan. Jeroan dari bahasa Jawa mengacu pada organ dalam tubuh hewan ternak, termasuk isi perut. Kadar kolesterol semua jeroan sangat tinggi. Susana,
Kepala Bidang Pusat Penelitian Nutrisi, Jakarta, berpendapat, jeroan mengandung energi dan beberapa nutrisi lain seperti vitamin, namun dalam jumlah yang relatif
rendah. Namun, kandungan lemak dan kolesterol yang tinggi, konsumsi jeroan sebaiknya dihindari. Konsumsi jeroan merupakan pantangan keras bagi mereka
yang kegemukan, memiliki kolesterol tinggi, dan menderita asam urat, penyakit jantung koroner, kanker, dan stroke. Pantangan memakan makanan yang
bersantan berhubungan dengan kandungan lemak yang ada pada santan. American Heart Association dan National Heart Foundation berpendapat agar penderita
stroke menghindari penggunaan minyak kelapa untuk memasak, termasuk konsumsi santan. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti berasumsi bahwa keluarga
suku Batak Toba cenderung mengurangi tidak menyediakan daging, jeroan, dan makanan yang bersantan sebagai konsumsi penderita stroke mengingat makanan
tersebut mengandung kolesterol dan dapat memicu hipertensi yang merupakan salah satu faktor risiko stroke.
Universitas Sumatera Utara
Suku Batak cenderung terkena hipertensi akibat pola makan yang menggunakan banyak garam dalam makanan. Mengkonsumsi terlalu banyak
garam dikaitkan dengan tekanan darah tinggi, yang dapat meningkatkan risiko penyakit stroke dan serangan jantung, serta memperburuk masalah kesehatan yang
sudah ada Evennett, 2006. Salah satu pantangan suku Batak Toba dalam merawat penderita stroke adalah tidak memakan ikan asin. Ikan asin mengandung
kadar garam yang tinggi. Pantangan mengkonsumsi makanan yang mengandung kadar garam berkadar tinggi diakibatkan karena natrium Na, mineral utama
dalam garam, berefek meningkatkan ketegangan kontraksi pembuluh darah dan peningkatan tekanan darah Heart and Stroke Foundation, 2009.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa keluarga suku Batak Toba menghindari makanan pedas untuk dikonsumsi penderita stroke. Pada umumnya,
makanan pedas dihindari oleh penderita maag. Peneliti berasumsi bahwa penderita stroke yang mempunyai pantangan makanan pedas adalah penderita stroke yang
mempunyai sakit maag. Berdasarkan hasil penelitian didapati bahwa keluarga suku Batak Toba
menghindari konsumsi makanan yang mengandung gula pada penderita stroke. Peneliti berasumsi bahwa penderita stroke yang mempunyai pantangan ini juga
mempunyai penyakit diabetes mellitus. Selain itu, menurut University of Pittsburgh Medical Center 2003, penyakit diabetes melitus dapat mempercepat
timbulnya plak pada pembuluh darah yang dapat mengakibatkan risiko terjadinya stroke iskemik. Penderita diabetes cenderung menderita obesitas. Obesitas dapat
mengakibatkan hipertensi dan tingginya kadar kolesterol, di mana keduanya merupakan faktor risiko stroke.
Universitas Sumatera Utara
Pantangan lain keluarga suku Batak Toba selama merawat penderita stroke ialah tidak mengkhayal sendiri, tidak cerita yang sensitif, tidak boleh marah, dan
jangan banyak pikiran tidak berpikir keras. Peneliti berasumsi bahwa pantangan di atas lebih kepada aspek psikologis penderita stroke. Orang Batak Toba
cenderung mudah marah. Peneliti berasumsi bahwa orang Batak mengetahui bahwa kondisi emosi seseorang dapat meningkatkan tekanan darah yang dapat
memicu timbulnya stroke pada seseorang. Selain itu, pantangan jangan banyak pikiran tidak berpikir keras mengacu pada kondisi stress yang juga salah satu
faktor risiko terjadinya stroke.
2.2.2 Anjuran Kepercayaan yang Dilakukan Keluarga Suku Batak Toba selama Merawat Anggota Keluarganya yang Menderita Stroke di
Rumah
Hasil penelitian mengenai anjuran kepercayaan yang dilakukan keluarga suku Batak Toba selama merawat anggota keluarganya yang menderita stroke di
rumah yaitu berkusut pijat, selalu memotivasi memberi dorongan, olahraga, terapi terapi electric, fisioterapi, terapi penghangat, minum jus, makanan yang
bergizi, berdoa, minum susu teratur, konsumsi obat herbal, mengajak berbicara dari hati ke hati, latihan pergerakan menggerakan tangan dan kaki, latihan jalan,
latihan vocal, latihan nyanyi, berenang, jalan sore, berjemur di pagi hari, berobat ke rumah sakit, penggunaan akupuntur, terapi ke klinik, minum jus timun, air
rebusan daun pepaya, air perasan bawang putih. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa peneliti menganjurkan
melakukan pijat selam merawat penderita stroke. Pijat secara umum membantu tubuh lebih rileks, mengurangi stres, melancarkan sirkulasi, dan mengurangi rasa
Universitas Sumatera Utara
sakit. Sebuah penelitian skala kecil yang dilakukan secara acak di sebuah klinik lansia di Swedia dari tahun 1998-1999 menemukan bahwa para pasien yang
menerima pemijatan meningkat daya mobilitasnya dan lebih sedikit menggunakan obat-obatan, khususnya anti nyeri dan depresi Rudd, 2010.
Dari hasil penelitian juga diperoleh bahwa keluarga suku Batak Toba selalu memotivasi memberi dorongan selama merawat penderita stroke. Hal ini
sesuai dengan karakteristik atau watak orang Batak yang lebih terbuka, dinamis- pragmatis, semangat juang hidup bahkan dalam hal konflik sekalipun Chandra,
2004. Adanya motivasi akan sangat membantu individu dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah. Dukungan dari keluarga merupakan unsur terpenting
dalam membantu individu menyelesaikan masalah. Hal ini penting karena menurut Stuart dan Sundeen 1995 dalam Thamher 2009 menyatakan bahwa
dengan adanya dukungan motivasi maka rasa percaya diri akan bertambah dan motivasi untuk menghadapi masalah akan meningkat.
Anjuran lain yang ada pada keluarga suku Batak Toba selama merawat penderita stroke adalah latihan jalan. Menurut Davies 1985 dalam Hernawati,
2009, latihan jalan merupakan komponen yang sangat penting agar penderita stroke dapat melakukan aktivitas berjalan dengan pola yang benar. Keluarga suku
Batak Toba menganjurkan penderita stroke untuk jalan-jalan sore selama proses pemulihan. Peneliti berasumsi bahwa keluarga yang merawat anggota keluarganya
yang sakit stroke tersebut mempunyai waktu luang lebih banyak di waktu sore hari untuk mengajak penderita stroke latihan jalan.
Berdasarkan penelitian diperoleh bahwa renang juga merupakan salah satu anjuran keluarga suku Batak Toba selam merawat anggota keluarganya yang sakit
Universitas Sumatera Utara
stroke. Menurut Rudd 2010, renang merupakan salah satu terapi air hydrotherapy dan bagian dari proses penyembuhan saraf yang terganggu atau
bahkan rusak, seperti penderita stroke. Proses penyembuhan dalam air merangsang saraf sensorik, lalu merangsang sel-sel otak. Di dalam air, tekanan
tubuh menjadi lebih ringan sehingga bisa menguatkan ketahanan otot. Anggota tubuh di dalam air akan lebih mudah digerakkan dan dilatih kelenturan-nya untuk
menguatkan otot-otot dan sendi-sendi tubuh karena hilangnya gravitasi tubuh. Seorang penderita stroke ketika di air, yang sebelumnya tidak bisa berdiri, maka
akan lebih mudah berdiri dan berlatih gerak yang lain. Terapi latihan di air, seperti renang, mempunyai banyak manfaat. Namun, menurut Prasetyo 2009, terapi ini
biasanya dilakukan sebagai “alat” bantu. Waktu pemulihan bergantung pada kondisi penderita stroke. Terapi latihan bisa dilakukan secara bertahap sesuai
dengan kemampuan penderita stroke. Peneliti berasumsi bahwa penderita stroke yang melakukan anjuran ini adalah mereka yang kondisi fisiknya sudah cukup
baik pasca stroke. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa anjuran keluarga suku Batak Toba
dalam merawat penderita stroke adalah melakukan latihan vocal dan latihan nyanyi. Peneliti berasumsi bahwa keluarga yang melakukan anjuran ini adalah
keluarga yang merawat penderita stroke dengan gangguan bicara komunikasi. Menurut dokter spesialis saraf dari Klinik Neuropsikiatri dan Revitalisasi,
Hermawan Suryadi, Jakarta, mengemukakan bahwa pasien stroke dan jantung sering merasa cacat dan tidak berguna bagi keluarganya sehingga perasaan seperti
ini justru memperparah kondisi kesehatan mereka. Selain itu, dokter-dokter di Jepang bertahun-tahun lalu membuktikan bahwa terapi menyanyi membuat pasien
Universitas Sumatera Utara
cepat sembuh dan lebih bersemangat menjalani program penyembuhan. Dengan menyanyi maka perasaan sedih, depresi, panik dan cemas bisa berkurang sehingga
mempercepat proses penyembuhan Yusuf, 2009. Anjuran keluarga suku Batak Toba dalam merawat penderita stroke di
rumah adalah berjemur di pagi hari. Menurut Suciningtias 2009, penderita stroke yang tidak bisa melakukan aktifitas, hanya tidur di kamar, sesekali harus di bawa
keluar rumah saat pagi hari waktu matahari pagi terbit. Berjemur di bawah sinar matahari pagi baik untuk tubuh penderita stroke karena akan membuat tubuhnya
akan semakin kuat dan membuat penderita stroke mengalami pergantian udara. Hal ini juga merupakan salah satu cara supaya penderita stroke tidak mengalami
rasa bosan melalui adanya pergantian pemandangan. Anjuran lainnya dalam keluarga suku Batak Toba selama merawat
penderita stroke adalah berdoa. Doa bermakna bagi banyak orang. Doa mengungkapkan hasrat untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Doa merupakan
bagian dari kebanyakan tradisi dan ritual keagamaan Young Kopsen, 2007. Doa secara nyata berpengaruh dalam proses penyembuhan. Riset menunjukkan
bahwa praktik keagamaan seperti menghadiri ibadat dan doa menyokong kesehatan fisik dan emosi Fontaine, 2000; Taylor, 2002 dalam Young Kopsen,
2007. Selain itu, riset membuktikan bahwa doa yang teratur, sangat bermanfaat bagi kesehatan Koenig, 1999; Matthews, 2000 dalam Young Kopsen, 2007.
Kebiasaan berdoa dalam keluarga suku Batak Toba dapat dipengaruhi akibat telah masuknya agama yang mendasari kepercayaan kepada Tuhan.
Berdasarkan hasil penelitian, keluarga suku Batak Toba juga menganjurkan untuk memberi susu pada penderita stroke. Diet kaya kalsium
Universitas Sumatera Utara
memang penting untuk pemulihan penderita stroke namun susu yang dikonsumsi sebaiknya susu rendah lemak. Peneliti berasumsi bahwa konsumsi susu bagi
penderita stroke membutuhkan perhatian terhadap kandungan susu yang ingin diminum.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa pijat merupakan anjuran keluarga suku batak toba selam merawat penedrita stroke di rumah. Pada tahun
2004, penelitian terhadap 102 pasien pasca-stroke oleh Hong Kong Polytechnic University dan Wong Chuk Hang Hospital menemukan bahwa pasien yang dipijat
selama 10 menit sebelum tidur selama tujuh malam mengalami penurunan rasa sakit, kecemasan, tekanan darah dan denyut jantung. Peneliti berasumsi bahwa
efek positif dari pijat yang dirasakan oleh penderita stroke membuat keluarga menganujrkan untuk melakukan pijat ketika merawat penderita stroke.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penggunaan akupuntur juga merupakan anjuran keluarga dalam merawat penderita stroke. Akupunktur
merupakan salah satu pengobatan cina. Terapi stroke dengan akupuntur dapat mengaktifkan saraf dan merangsang otot. Akupunktur sebagai salah satu cara
pengobatan yang telah dikenal lama dapat berperan serta dalam upaya pengobatan penderita pasca stroke disamping upaya medis yang telah dilakukan. Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa penderita stroke yang mendapat pengobatan akupunktur pulih lebih cepat dan mempunyai perbedaan bermakna dalam
perbaikan keseimbangan, mobilitas, kegiatan sehari hari, kualitas hidupnya dibandingkan dengan yang tidak mendapatkan pengobatan dengan akupunktur.
Selain iyu, pengobatan akupunktur memperbaiki sirkulasi darah ke otak dan
Universitas Sumatera Utara
meningkatkan tekanan parsial oksigen serta supply zat makanan ke daerah otak yang terletak di sekeliling daerah yang terkena stroke Stroke Bethesda Center.
Keluarga suku Batak Toba juga menganjurkan meminum air perasan bawang putih bagi penderita stroke. Penelitian Piotrowski dari Universitas Geneva
di tahun 1948 menemukan bahwa senyawa sulfur pada bawang putih meredakan kecemasan. Hal ini dikombinasikan dengan efek bawang putih yaitu menguatkan
jantungdan melebarkan pembuluh darah, dan membantu menurunkan tekanan darah. Selain itu, salah satu khasiat bawang putih adalah menormalkan kadar gula
darah pada penderita diabetes Evennett, 2006. Tekanan darah tinggi dan penyakit diabetes melitus merupakan faktor risiko stroke. Konsumsi bawang putih
dapat mengontrol tekanan darah dan kadar gula darah pada penderita stroke sehingga meminimalkan serangan ulang stroke pada penderita yang mempunyai
penyakit diabetes dan hipertensi. Berdasarkan penelitian diperoleh bahwa anjuran keluarga suku Batak Toba
selama merawat anggota keluarganya yang skit stroke adalah memberi minuman dari air rebusan dan jus pada penderita. Kepercayaan keluarga suku Batak Toba
dalam mengkonsumsi air rebusan dan jus tersebut dapat dipengaruhi oleh kondisi masyarakat saat ini yang mulai mengkonsumsi ramuan herbal dan memperbanyak
konsumsi buah dan sayur.
2.2.3 Pengobatan Tradisional yang Diberikan Keluarga Suku Batak Toba selama Merawat Anggota Keluarga yang Menderita Stroke di Rumah
Nilai-nilai budaya yang dominan pada diri individu sangat mempengaruhi pembentukan kepribadian seseorang. Selanjutnya kepribadian tersebut akan
Universitas Sumatera Utara
menentukan pola dasar perilaku manusia, termasuk perilaku dalam hal memilih pengobatan Notoatmodjo, 2007.
Berdasarkan penelitian didapati bahwa selama melakukan perawatan penderita stroke, keluarga suku Batak Toba juga menggunakan pengobatan
tradisional seperti kusut pijat dappol, konsumsi obat herbal jamu-jamuan, minum ramuan, ramuan cina, penggunaan minyak karo, totok darah, dan pijat
refleksi. Menurut Weidman 1979 dalam Maramis, 2006, salah satu faktor pendorong pasien tertari dengan adanya sistem pelayanan kesehatan tradisional
adalah karena pengobatan modern biasanya hanya melihat satu cara pengobatan dan mengabaikan kepercayaan, budaya dan praktik-praktik pasien yang
berhubungan dengan sistem-sistem lain. Berdasarkan hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa pengobatan
tradisional yang digunakan keluarga suku Batak Toba ternyata berasal dari budaya luar suku Batak Toba. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan bahwa budaya
dipengaruhi oleh suku bangsa yang dianut pasien, jika aspek suku bangsa sangat mendominasi maka pertimbangan untuk menerima atau menolak didasari pada
kecocokan suku bangsa yang dianut Maramis, 2006. Berdasarkan hasil jawaban atas penyataan mengenai pemanfaatan
pelayanan kesehatan yang ada di kuesioner, diperoleh bahwa meskipun lebih dari setengah responden penelitian ini menjawab selalu memeriksakan kesehatan
penderita stroke dan membawanya ke pelayanan kesehatan jika mengalami masalah kesehatan, namun didapati bahwa keluarga suku Batak Toba
menggunakan pengobatan tradisional selama merawat penderita stroke. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa keluarga mencari jalan lain dalam mengusahakan
Universitas Sumatera Utara
kesembuhan anggota keluarganya yang sakit stroke. Peneliti berasumsi bahwa hal ini diakibatkan proses pemulihan yang lama dan kondisi penderita stroke yang tak
kunjung pulih. Selain itu, menurut Turana 2003, masyarakat memilih pengobatan tradisional karena menganggap bahwa pengobatan tradisional bersifat
holistik sedangkan pengobatan modern hanya melihat penyakit saja. Katno 2004 juga berpendapat bahwa dari masa ke masa, obat tradisional mengalami
perkembangan yang semakin meningkat, terlebih dengan munculnya isu back to nature, membuat masyarakat menggunakan pengobatan tradisional.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan pengambilan data yang telah dilaksanakan pada bulan Januari 2011 sampai April 2011 di Pematangsiantar terhadap 26 responden dan setelah
membahas secara teoritis serta dilakukan pengujian hasil riset tentang perawatan penderita stroke di rumah oleh keluarga suku Batak Toba di Pematangsiantar,
maka peneliti mengemukakan beberapa hal yang menjadi kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa responden dari keluarga
suku Batak Toba yang memiliki perawatan baik sebanyak 19 responden 73,1 dan perawatan cukup baik sebanyak 7 responden 26,9.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa keluarga suku Batak Toba mempunyai pantangan-pantangan selama merawat anggota keluarganya yang
menderita stroke yaitu penderita stroke dilarang mengkonsumsi daging makanan yang berlemak, jeroan, toge, makanan yang bergaram, konsumsi makanan yang
mengandung gula, tidak mengkonsumsi makanan yang berkolesterol tinggi, makan bersantan, makanan bercabe pedas, tidak makan ikan asin, tidak tidur
terlalu larut malam, tidak mengkhayal sendiri, tidak berpikir keras, tidak cerita yang sensitif, tidak boleh marah, dan jangan banyak pikiran.
Hasil penelitian juga menunjukkan adanya anjuran kepercayaan yang dilakukan keluarga suku Batak Toba selama merawat anggota keluarganya yang
menderita stroke di rumah yaitu berkusut pijat, selalu memotivasi memberi dorongan, olahraga, terapi terapi electric, fisioterapi, terapi penghangat, minum
Universitas Sumatera Utara