resonansi a
b bukanlah terdiri atas bentuk a dan b yang seimbang, karena pasangan elektron yang digambarkan sebagai ikatan tunggal maupun rangkap tidak
pernah ada dan tidak terlokalisasi di satu tempat melainkan seolah-olah merata di antara kedua daerah ikatan. Maka, bentuk ini mungkin merupakan bentuk superposisi antara
a dan b yaitu hibrida resonansi bentuk c. Molekul CO dengan 10 elektron valensi mempunyai tiga kemungkinan struktur
elektronik a, b, dan c. Pada dasarnya ketiga bentuk ini mempunyai kestabilan yang relatif sama atas dasar muatan formal, elektronegativitas, panjang ikatan, maupun sifat
polaritasnya. Bentuk a hanya mempunyai ikatan tunggal yang relatif kurang kuat, namun hal ini distabilkan oleh distribusi muatan formal yang paralel dengan sifat
elektronegativitas kedua atomnya. Bentuk b kurang didukung oleh distribusi muatan formal yang mengindikasikan bahwa elektronegativitas kedua atom seolah-olah sama,
namun hal ini distabilkan oleh ikatan rangkap yang relatif kuat. Bentuk c menunjukkan distribusi muatan formal yang berlawanan dengan sifat elektronegativitas,
namun hal ini distabilkan oleh ikatan ganda tiga yang lebih kuat. Bentuk a dan c menghasilkan momen dipol yang tentunya signifikan, tetapi bentuk b tidak.
Kenyataannya molekul CO mempunyai momen dipol sangat rendah, 0,1 D, dan panjang ikatan C
–O 1,13 Å yang merupakan harga antara panjang ikatan rangkap dua 1,22 Å dan ganda tiga 1,10 Å. Data ini menyarankan bahwa molekul CO mengadopsi struktur
resonansi dari ketiganya, yaitu a
b
c.
C O
+1
-
1
a C
O
b C
O
-
1 +1
c
Struktur resonansi CO
5.4 Teori Ikatan Valensi dan Hibridisasi
Dari uraian di muka nampak bahwa rasionalisasi pembentukan pasangan elektron sekutu model Lewis tidak cukup untuk menjawab masalah yang terutama berkaitan
dengan bentuk molekul. Pada tahun 1927 Heitler - London mengembangkan teori ikatan valensi yang kemudian dimodifikasi oleh Pauling dan Slater untuk menjelaskan
arah ikatan dalam ruang sehingga bentuk molekul dapat dimengerti. Hasilnya adalah pengenalan konsep hibridisasi sebagaimana diuraikan contoh-contoh berikut.
BeCl
2
. Senyawa ini mempunyai titik leleh 404
o
C dan hantaran ekivalen 0,086; dengan demikian termasuk senyawa kovalen. Oleh karena itu, dalam spesies ini tiap
PSG Rayon 1 24 Universitas Negeri Makassar
molekulnya tentu terdapat dua pasang elektron sekutu antara kedua atom yang bersangkutan. Dapat diasumsikan bahwa orbital yang berperan pada tumpang-tindih
untuk menampung pasangan elektron sekutu dari atom Cl tentulah salah satu orbital terluar 3p yang belum penuh misalnya 3p
x
1
; sedangkan dari atom Be 1s
2
2s
2
tentulah bukan orbital 2s murni karena orbital ini sudah terisi penuh dan juga bukan orbital 2p
murni karena orbital ini sama sekali kosong. Jika salah satu elektron 2s
2
pindah ke salah satu orbital misalnya 2p
x
, maka konfigurasi elektron terluar atom Be menjadi 2s
1
2p
x
1
Gambar 5.10.
Tumpang-tindih dari masing-masing kedua orbital ini misalnya dengan orbital 3p
x
1
dari kedua atom Cl tentu akan menghasilkan dua macam ikatan yang berbeda kekuatannya karena perbedaan tumpang-tindih 2s
1
- 3p
x
1
dan 2p
x
1
- 3p
x
1
. Demikian juga akan diperoleh bentuk molekul yang tak tentu karena tumpang-tindih 2s-3p
x
dapat terjadi pada daerah bidang yang kira-kira tegak lurus dengan orbital 2p
x
. Kenyataannya molekul BeCl
2
mempunyai bentuk linear, Cl_Be_Cl, dengan panjang ikatan yang sama. Hal ini menyarankan bahwa atom Be menyediakan dua orbital ekivalen terluar yang
masing-masing berisi satu elektron untuk dipakai dalam pembentukan ikatan tumpang- tindih dengan orbital 3p dari kedua atom Cl. Orbital ini merupakan orbital baru yang
merupakan campuran dua orbital 2s dan 2p membentuk dua orbital hibrida sp yang masing-masing berisi satu elektron. Dapat dipikirkan bahwa orbital sp ini mempunyai
energi antara energi orbital-orbital atomik yang bergabung yaitu 2s dan 2p yang secara skematik dapat dilukiskan menurut Gambar 5.10.
dua orbital hibrida sp orbital s murni
orbital p murni orbital hibrida sp
Gambar 5.11 Kombinasi linear simetri orbital atomik s dan p membentuk dua orbital hibrida sp
promosi elektron
hibridisasi
sp sp
orbital hibrida sp
2p 2s
Gambar 5.10 Tahapan pembentukan konfigurasi elektron orbital hibrid sp PSG Rayon 1 24 Universitas Negeri Makassar
Ditinjau dari sifat simetri orbital, pembentukan orbital hibrida sp dari kombinasi orbital s murni dengan orbital p murni dapat dilukiskan secara diagramatik seperti
Gambar 5.11. Kedua orbital hibrida sp tersebut membentuk sudut 180
o
, terdiri atas cuping yang sangat kecil - dan yang sangat besar +, yang sangat efektif untuk mengadakan
tumpang tindih dengan orbital 3p dari atom Cl sehingga diperoleh senyawa linear BeCl
2
Gambar 5.12.
BF
3
. Adanya senyawa BF
3
yang berbentuk trigonal menyarankan bahwa atom pusat
5
B 1s
2
2s
2
2p
1
membentuk tiga orbital hibrida sp
2
pada kulit terluarnya. Untuk itu, salah satu elektron dalam orbital 2s
2
mengalami promosi ke dalam salah satu dari dua orbital 2p yang kosong sehingga diperoleh konfigurasi 1s
2
2s
1
2p
x
1
2p
y
1
, yang selanjutnya ketiga orbital dalam kulit valensi ini membentuk tiga orbital hibrida sp
2
yang terorientasi membentuk sudut 120
o
agar diperoleh tolakan minimum antar ketiga orbital baru ini sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 5.13. Dengan demikian dapat dipahami bahwa
ketiga ikatan B –F dalam molekul BF
3
adalah sama kuat. Be
+
2 Cl BeCl
2
Gambar 5.12 Tumpang-tindih orbital hibrida sp dalam molekul BeCl
2
+
2s
hibridisasi
+ 3
sp
2
sp
2
F B
B
F F
F
2p
y
x y
2p
x
Gambar 3.13 Orientasi dan tumpang-tindih orbital orbital hibrida sp
2
dalam molekul BF
3
PSG Rayon 1 24 Universitas Negeri Makassar
CH
4
. Contoh lain adalah molekul CH
4
yang ternyata mempunyai bentuk tetrahedron regular. Walaupun atom karbon C: 1s
2
2s
2
2p
x
1
2p
y
1
mempunyai konfigurasi kulit terluar dengan orbital penuh 2s
2
dan dua orbital setengah-penuh 2p
x
1
2p
y
1
, namun kenyataan menunjukkan bahwa senyawa paling sederhana CH
2
tidak pernah dijumpai, melainkan CH
4
. Tambahan pula diketahui bahwa keempat ikatan C –H dalam CH
4
adalah ekivalen, sama kuat atau sama panjang, dan menyusun dalam bangun geometri tetrahedron teratur dengan sudut ikatan H
–C–H sebesar 109
o
28. Dalam hal ini, konsep hibridisasi menjelaskan bahwa salah satu elektron dalam orbital 2s
2
mengalami promosi ke orbital 2p
z
yang kosong sehingga terbentuk konfigurasi elektronik yang baru yaitu 1s
2
2s
1
2p
x
1
2p
y
1
2p
z
1
. Keempat orbital terluar ini bercampur membentuk empat orbital baru yaitu orbital hibrida sp
3
yang terorientasi dalam ruang membentuk bangun geometri tetrahedron sebagai konsekuensi hasil akhir tolakan elektron minimum.
Keempat orbital hibrida ini masing-masing bertumpang-tindih dengan orbital 1s dari keempat atom H membentuk molekul kovalen CH
4
. Pertanyaannya adalah, dari mana besarnya sudut tersebut diperoleh? Silakan coba
masukkan bangun tetrahedron ke dalam kubus, lalu gunakan rumusan sin-cos
untuk menghitung besarnya sudut tetrahedron, maka Anda akan menemukan jawabannya.
Berikut adalah tahapan yang dapat dipertimbangkan dalam proses hibridisasi. 1 Pembentukan atom dalam keadaan tereksitasi yang melibatkan antara lain
pemisahan elektron dari pasangannya kemudian diikuti dengan promosi yaitu perpindahan elektron dengan spin paralel ke orbital yang lebih tinggi energinya,
misalnya dari 2s ke 2p untuk atom Be, B, dan C, atau dari 3s dan atau 3p ke 3d untuk atom P dan S; promosi ini umumnya terjadi antar orbital atomik dengan
bilangan kuantum utama yang sama. 2 Orbital-orbital dengan konfigurasi elektronik baru dalam atom tereksitasi
tersebut kemudian bergabung membentuk orbital hibrida dengan bentuk - arah geometri tertentu.
Tahap pertama tersebut jelas memerlukan energi, sebaliknya tahap kedua membebaskan energi karena orbital hibrida mempunyai energi rerata lebih rendah dan
lebih efektif dalam membentuk ikatan daripada orbital-orbital murninya, sehingga H
H C
H H
109,47
o
PSG Rayon 1 24 Universitas Negeri Makassar
diperoleh senyawa dengan energi total yang lebih rendah. Berbagai jenis hibridisasi dengan bangun geometri yang bersangkutan, dapat diperiksa pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2. Hibridisasi dan bentuk geometrinya Tipe
hibridisasi Orbital atom
penyusun Sudut
ikatan regular
Orbital hibrida dan kerangka bentuk geometrinya
Geometri
sp
satu
s +
satu
p
180
o
at au
Linear sp
2
satu
s +
dua
p
120
o
at au Trigonal
sp
3
satu
s +
tiga
p
109
o
28
atau Tetrahedron
dsp
2
satu
d +
satu
s +
dua
p
90
o
at au
Bujursangkar sp
3
d
satu
s +
tiga
p +
satu
d
120
o
, 180
o
, 90
o
at au Trigonal
bipiramida sp
3
d
2
, d
2
sp
3
satu
s +
tiga
p +
dua
d
90
o
at au
Oktahedron
5.5 Teori Tolakan Pasangan Elektron Kulit Valensi