Secara ekstrem ada dua cara untuk memenuhi terbentuknya konfigurasi elektronik gas mulia yaitu pertama dengan cara serah-terima atau transfer elektron valensi dan
kedua dengan cara pemilikan bersama pasangan elektron sekutu sharing atau “patungan” dari elektron valensi atom-atom penyusunnya. Cara pertama menghasilkan
ion positif yaitu kation bagi atom yang melepas elektron, dan ion negatif yaitu anion
bagi atom yang menerima elektron. Dengan demikian, ikatan yang terjadi antara keduanya adalah ikatan ionik yang berupa gaya-gaya elektrostatik. Cara kedua
menghasilkan ikatan kovalen yang berupa pasangan-pasangan elektron sekutu yang menjadi milik bersama antara atom-atom yang terlibat. Dalam banyak contoh, adanya
kedua jenis ikatan ini dapat diidentifikasi secara tegas, namun dalam beberapa kasus berupa transisi antara keduanya, artinya tidak lagi dapat ditegaskan sebagai ikatan
ionik 100 murni ataupun ikatan kovalen 100 murni.
5.2 Ikatan Ionik Berbagai Tipe Konfigurasi Elektronik Spesies Ionik
Secara sederhana, ikatan ionik dapat didefinisikan sebagai ikatan antara dua macam ion, kation dan anion, oleh gaya-gaya elektrostatik Coulomb. Namun, misalnya
untuk senyawa kompleks [FeH
2
O
6
]
2+
, ion pusat Fe
2+
dengan molekul pengeliling H
2
O, juga sebagian diikat oleh gaya-gaya elektrostatik antara ion pusat dengan dipol listrik
tetap yaitu negatif yang dihasilkan oleh molekul pengeliling. Oleh karena ikatan ionik terjadi dengan cara transfer elektron, maka dapat diramalkan bahwa unsur-unsur
golongan alkali dan alkali tanah dengan karakteristik ns
1
-
2
mempunyai kecenderungan yang cukup kuat untuk membentuk ikatan ionik dengan unsur-unsur golongan halogen
dan oksigen dengan karakteristik ns
2
np
4
-
5
. Kenyataannya ditemui berbagai tipe ion dengan konfigurasi elektronik tertentu sebagaimana diuraikan berikut ini.
Spesies Tanpa Elektron Valensi Ion hidrogen H
+
, barangkali dapat dipandang sebagai satu-satunya contoh spesies tanpa elektron valensi, meskipun eksistensinya distabilkan dalam bentuk tersolvasi oleh
pelarut, yaitu sebagai ion hidronium, H
3
O
+
, dalam air. Spesies dengan Dua Elektron Valensi
Beberapa spesies yang cukup stabil dengan dua elektron valensi adalah ion hidrida, H
-
, Li
+
, dan Be
2+
. Ion-ion ini mengadposi konfigurasi elektronik gas mulia He.
PSG Rayon 1 24 Universitas Negeri Makassar
Spesies dengan Delapan Elektron Valensi Pembentukan spesies yang stabil dengan delapan elektron valensi seperti, Na
+
, Mg
2+
, F
-
, dan O
2
-
, dapat dilukiskan dengan diagram berikut:
Jadi, NaF, Na
2
O, MgF
2
, dan MgO sering dianggap contoh spesies “ionik” dengan
mengadopsi konfigurasi elektron valensi gas mulia terdekat, Ne. Spesies dengan Delapanbelas Elektron Valensi
Kenyataan menunjukkan bahwa banyak senyawa-senyawa golongan d juga bersifat ionik; sudah barang tentu kestabilan konfigurasi elektroniknya, khususnya
jumlah elektron valensi, tidak lagi mengikuti kaidah oktet, tetapi mencapai delapanbelas. Spesies ini banyak ditemui pada gologan 11, 12 bahkan juga golongan 13
mulai periode 4, yaitu: Golongan 11
Golongan 12 Golongan 13
29
Cu
29
Cu
+ 30
Zn
30
Zn
2+ 31
Ga
31
Ga
3+ 47
Ag
47
Ag
+ 48
Cd
48
Cd
2+ 49
In
49
In
3+ 79
Au
79
Au
+ 80
Hg
80
Hg
2+ 81
Tl
81
Tl
3+
Ketiga kelompok unsur tersebut secara berurutan dapat membentuk kation M
+
, M
2+
, dan M
3+
, yang cukup stabil dengan melepaskan elektron valensi ....... ns
1
-
2
np
0-1
dan menyisakan konfigurasi elektronik terluar ........ n-1s
2
n-1p
6
n-1d
10
, sebanyak 18 elektron. Perlu dicatat bahwa konfigurasi 18 elektron terluar ini hanya dicapai
dengan cara pelepasan elektron, dan tidak pernah dicapai dengan cara penangkapan elektron, dan oleh karena itu spesies ini hanya dijumpai dalam bentuk kation saja.
Spesies dengan Delapanbelas + Dua Elektron Valensi Spesies ini umumnya terdiri atas unsur-unsur berat. Unsur
81
Tl dijumpai sebagai kation Tl
3+
yaitu sistem 18 elektron valensi yang cukup stabil. Namun demikian, kation Tl
+
dengan konfigurasi elektronik [
36
Kr] 4d
10
4f
14
5s
2
5p
6
5d
10
6s
2
, ternyata juga ditemui dan bahkan lebih stabil daripada kation Tl
3+
. Kestabilan sistem konfigurasi ini sering
10
Ne
9
F
-
12
Mg -2 e
11
Na [
10
Ne] 3s
1
[
10
Ne] 3s
2
- e + e
8
O
2
-
9
F [
2
He] 2s
2
2p
5
[
2
He] 2s
2
2p
4 8
O + 2 e
11
Na
+
12
Mg
2+
PSG Rayon 1 24 Universitas Negeri Makassar
pula dikaitkan dengan kenyataan penuhnya semua orbital yang terisi, yang secara khusus dikenal sebagai sistem konfigurasi elektronik “18 + 2” atau dengan istilah
spesies dengan pasangan elektron inert. Unsur-unsur Ga, In, dan Tl golongan 13, Ge,
Sn, dan Pb golongan 14, dan As, Sb, dan Bi golongan 15 dapat membentuk secara berurutan ion-ion M
+
, M
2+
, dan M
3+
yang khas dengan pasangan elektron inert, 4-6s
2
. Peran pasangan elektron inert terhadap kestabilan ion dalam golongan ternyata
semakin kuat dengan naiknya nomor atom. Misalnya Tl
+
, secara berurutan lebih stabil daripada In
+
dan Ga
+
; Sn
4+
lebih stabil daripada Sn
2+
, tetapi sebaliknya Pb
2+
lebih stabil daripada Pb
4+
. Dalam golongan 15, Sb
3+
dan Bi
3+
cukup stabil, demikian juga Sb
5+
; tetapi, Bi
5+
kurang stabil. Spesies dengan Berbagai Macam Elektron Valensi
Ion-ion tipe ini terdiri atas unsur-unsur transisi golongan d dan f yang mempunyai konfigurasi elektronik d dan f belum penuh. Umumnya, ion-ion ini mempunyai
konfigurasi elektronik terluar 8 -18, yaitu ns
2
np
6
nd
-
10
dengan n = 3, 4, 5. Tambahan pula, unsur-unsur golongan transisi dikenal dapat membentuk kation dengan berbagai
tingkat oksidasi. Unsur-unsur golongan f, lantanoida dan aktinoida, masing-masing mempunyai
konfigurasi elektonik ... 4f
1
-
14
5s
2
5p
6
5d
0-1
6s
2
, dan ... 5f
1-14
6s
2
6p
6
6d
0-1
7s
2
. Dengan melepas elektron terluar, n-1d
0-1
ns
2
, unsur-unsur tersebut menghasilkan kation M
3+
yang cukup stabil dengan meninggalkan konfigurasi elektron valensi 8, tetapi dengan berbagai jumlah elektron sebelah dalam belum penuh, n-2f
1
-
14
. Kestabilan ion-ion transisi dan transisi dalam umumnya berkaitan dengan pembentukan
senyawa kompleks. Kecenderungan Pembentukan Ion
Urut-urutan kestabilan keenam tipe ion tersebut adalah bahwa tipe konfigurasi elektronik gas mulia paling stabil, diikuti oleh tipe konfigurasi delapanbelas elektron;
ion dengan tipe struktur konfigurasi unsur-unsur transisi dan transisi dalam paling tidak stabil. Makin stabil struktur konfigurasi ion, makin kurang kecenderungan ion
membentuk ion kompleks. Pertanyaan yang segera muncul adalah faktor-faktor apa saja yang menunjang
pembentukan suatu ion? Secara umum dapat diramalkan bahwa tingkat kemudahan pembentukan suatu ion dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu:
PSG Rayon 1 24 Universitas Negeri Makassar
1 kestabilan konfigurasi elektronik ion yang bersangkutan, makin stabil konfigurasi yang dibentuk makin mudah suatu unsur membentuk ionnya.
2 muatan ion, makin kecil muatan ion makin mudah ion ini terbentuk, dan 3 ukuran ion, makin besar ukuran kation dan makin kecil ukuran anion, keduanya
makin mudah terbentuk. Mengapa demikian? Pada dasarnya, semakin banyak elektron yang dilepas dari atom
atau ionnya semakin besar energi yang diperlukan karena elektron sisa semakin kuat diikat oleh muatan inti efektif spesies yang semakin besar pula. Tetapi untuk atom-atom
yang lebih besar ukurannya, elektron terluar tidak terlalu kuat diikat oleh inti sehingga atom-atom ini mampu membentuk ion-ion dengan muatan lebih besar daripada atom-
atom yang lebih kecil. Sebagai contoh untuk golongan 14, atom C dan Si keduanya sukar membentuk ion M
4+
, tetapi Sn dan Pb keduanya mudah membentuk ion M
4+
. Sebaliknya pada pembentukan anion, atom-atom yang kecil relatif lebih kuat mengikat
elektron; untuk golongan halogen, misalnya atom F lebih mudah membentuk ion F
-
daripada atom Cl, dan seterusnya Br dan I. Sifat-sifat Fisik Spesies Ionik
Uraian di atas membahas tentang pelepasan dan pengikatan elektron untuk membentuk ion positif dan ion negatif dalam molekul senyawanya. Bila kondisi tidak
memungkinkan untuk pembentukan ion tertentu, maka persekutuan elektron akan terjadi dan ikatan kovalen terbentuk. Transisi dari sifat ionik ke sifat kovalen tergantung
pada beberapa faktor. Kriteria penentuan kedua macam sifat tersebut dapat didasarkan pada sifat-sifat fisik spesies yang bersangkutan. Senyawa ionik umumnya mempunyai
titik didih dan titik leleh yang relatif tinggi, dan merupakan penghantar listrik yang baik dalam keadaan leburan
maupun larutannya. Relatif tingginya titik didih disebabkan oleh relatif besarnya energi yang diperlukan untuk
memutuskan gaya-gaya Coulomb antara ion-ion sedangkan sifat penghantar listrik disebabkan oleh gerakan ion-ion
dalam leburan atau larutannya. Contoh dua spesies ekstrem adalah senyawa ionik NaCl dan senyawa kovalen
CCl
4
. Menurut teori polarisasi yang dikembangkan oleh Fajan, bila dua ion saling berdekatan bentuk awan elektron dari anion akan dipengaruhi oleh tarikan kation dan
pada saat yang sama kedua inti anion dan inti kation akan saling tolak menolak. Hal ini Gambar 5.1 Bentuk:
A ion normal, dan B terpolarisasi
-
+ A
-
+ B
PSG Rayon 1 24 Universitas Negeri Makassar
akan mengakibatkan terjadinya deformasi atau polarisasi pada anion sebagaimana dilukiskan oleh Gambar 5. 1.
Pada umumnya ukuran kation jauh lebih kecil daripada anion, oleh karena itu sifat polarisasi kation juga jauh lebih kecil daripada polarisasi anion. Hal yang terpenting
untuk diketahui adalah bahwa pengaruh polarisasi ini mengakibatkan elektron-elektron khususnya elektron valensi tidak lagi sepenuhnya dipengaruhi oleh salah satu ion atau
atom saja melainkan terdistribusi sedemikian sehingga di bawah pengaruh kedua ion atau atom yang bersangkutan. Semakin besar derajat pengaruh kedua atom secara
bersamaan, semakin kecil derajat sifat ionik dan semakin besar derajat sifat kovalen spesies yang bersangkutan. Efek ini dapat dirumuskan sebagaimana uraian berikut ini.
1 Besarnya muatan. Naiknya muatan ion mengakibatkan naiknya sifat terpolarisasi ion lawan, sehingga menurunkan sifat ionik dan menaikkan sifat kovalen spesies
yang bersangkutan, sebagaimana ditunjukkan oleh data-data untuk senyawa klorida, berikut ini:
Kation Titik leleh klorida
anhidrat
o
C Konduktifitas ekivalen
leburan klorida Na
+
800 133
Mg
2+
715 29
Al
3+
menyublim pada 180
1,5 x 10-
5
Contoh di atas menunjukkan bahwa sifat ionik menurun dari NaCl ke MgCl
2
, dan AlCl
3
bukan lagi bersifat ionik melainkan bersifat kovalen. 2 Ukuran ion. Semakin kecil ukuran kation semakin terkonsentrasi muatan
positifnya sehingga semakin efektif pengaruh polarisasinya terhadap anion; akibatnya semakin rendah sifat ionik spesies yang bersangkutan sebagaimana
ditunjukkan oleh data senyawa klorida berikut: Kation Titik leleh klorida
o
C Konduktifitas ekivalen
leburan klorida Be
2+
404 0,086
Mg
2+
715 29
Ca
2+
774 52
Sr
2+
870 56
Ba
2+
955 65
Contoh di atas sangat jelas menunjukkan adanya hubungan antara kenaikan ukuran kation dengan kenaikan sifat ioniknya. Sebaliknya, semakin besar ukuran
anion semakin mudah awan elektronnya terpolarisasi oleh kation; akibatnya PSG Rayon 1 24 Universitas Negeri Makassar
semakin lemah sifat ionik atau semakin kuat sifat kovalensi spesies yang bersangkutan sebagaimana ditunjukkan oleh data untuk senyawa halida berikut:
Spesies Ukuran anion Å Ttik leleh
o
C Na F
1,36 990
NaCl
1,81 801
NaBr
1,95 755
NaI
2,16 651
Jadi, data tersebut menyarankan bahwa sifat ionik terkuat ditunjukkan oleh natrium fluorida dan terlemah oleh natrium iodida.
5.3 Ikatan Kovalen Struktur Lewis