adanya modifikasi, spektrum spesies berelektron banyak lebih dari satu tidak mungkin dijelaskan menurut ramalan teori atom Bohr.
Untuk spesies berelektron dua misalnya He, ternyata teori atom Bohr tidak dapat
dikembangkan. Bahkan sekalipun untuk atom hidrogen, teori atom Bohr tidak pernah
mampu menjelaskan munculnya gejala spektrum lain yang disebabkan oleh adanya pengaruh medan magnet atau medan listrik dari luar. Adanya pengaruh medan magnet
dari luar percobaan Stark ataupun medan listrik percobaan Zeeman ternyata menimbulkan terjadinya pemisahan atau pembelahan splitting garis-garis spektrum
Gambar 3.1
Banyak usaha telah dilakukan, namun Bohr tetap tidak pernah mampu
memperluas atau mengembangkan teorinya sehingga gagal dalam usahanya menjelaskan spektrum spesies berelektron banyak, yakni terjadinya pemisahan garis-
garis spektrum oleh pengaruh medan magnit maupun medan listrik dari luar, dan timbulnya variasi intensitas garis-garis spektrum. Perlu dicatat bahwa dalam teorinya
Bohr melakukan perhitungan-perhitungan berdasarkan pada campuran antara mekanika klasik dengan teori kuantum
. Untuk itu kita perlu belajar lebih lanjut sebagimana diuraikan berikut ini.
3.2 Struktur Halus Spektrum
Oleh karena teori atom Bohr pada dasarnya selalu diingat dan bahkan dijadikan titik tolak bagi pengembangan teori atom berikutnya, maka sebelum melangkah lebih
lanjut perlu diingat kembali pemikiran-pemikiran mengenai atom seperti berikut ini. 1. Suatu kumpulan partikel-partikel atomik, seperti inti sebuah atom hidrogen dan
sebuah elektron yang terikat, mempunyai energi terkuantisasi tertentu. 2. Energi suatu sistem secara keseluruhan tergantung atau dipengaruhi oleh interaksi
antar partikel-partikel penyusunnya, tetapi sebagian dari energi ini misalnya saja energi kinetik adalah bebas dari pengaruh interaksi antar partikel-partikel
tersebut.
Garis-garis spektrum
tanpa medan magnetik dalam medan magnetik
Gambar 3.1 Contoh pembelahan garis spektrum dalam medan magnetik PSG Rayon 1 24 Universitas Negeri Makassar
3. Perubahan naik-turunnya energi suatu sistem yang disebabkan oleh perubahan interaksi antar partikel-partikel penyusunnya sering secara praktis dinyatakan
sebagai perubahan energi elektron-elektron dalam sistem ini. Jadi dalam hal yang demikian ini, pembahasan lebih sering mengenai energi elektron daripada energi
sistem. 4. Dalam atom, energi elektron atau energi interaksi suatu sistem bersifat
terkuantisasi. Bohr melukiskan sifat kuantisasi ini dalam hubungannya dengan
momentum sudut elektron kedalam bentuk persamaan mvr = n
2
h
n = 1, 2, 3,. Sebuah elektron dalam atom mungkin mendapatkan atau melepaskan momentum
sudut sebesar n unit 1 unit =
2 h , dan tidak dikenal adanya perubahan
momentum sudut dalam pecahan unit. Perubahan energi atau tegasnya energi transisi elektronik yang diterangkan oleh
Bohr ini relatif besar pada skala atomik. Dugaan adanya sejumlah perubahan energi yang relatif lebih kecil tentu memerlukan penjelasan teoritik tersendiri dan ini dibahas
pada bagian berikut. Dengan peralatan spektrofotometer yang lebih canggih, garis-garis spektrum yang
semula tampak dan diduga tunggal sebagaimana teramati oleh Bohr, ternyata terdiri atas beberapa garis majemuk yang sangat dekat satu sama lain. Oleh karena jarak
pisah garis-garis majemuk ini sangat dekat dan hanya terdeteksi oleh peralatan yang lebih canggih yang artinya mempunyai daya resolusi tinggi, maka sesungguhnya kita
dihadapkan pada struktur halus garis spektrum atau the fine structure of line or spectrum
. Telah dikemukakan oleh Bohr bahwa setiap garis spektrum diasosiasikan dengan
transisi elektron dari tingkat energi satu ke tingkat energi yang lain yang masing-masing
dinyatakan dengan harga n yang kemudian disebut sebagai bilangan kuantum. Untuk
garis-garis majemuk yang sangat lembut tersebut tentu memerlukan spesifikasi baru mengenai tingkat-tingkat energinya yang mempunyai perbedaan sangat kecil, jauh lebih
kecil daripada perbedaan energi antara tingkat-tingkat energi utama yang menunjuk pada orbit elektron yang dikemukakan oleh Bohr.
PSG Rayon 1 24 Universitas Negeri Makassar
Menghadapi hasil pengamatan baru ini, seorang ahli fisika Jerman, Arnold
Sommerfeld, mengemukakan asumsinya bahwa orbit elektron tidak selalu berbentuk
lingkaran seperti asumsi Bohr melainkan
bentuk elips juga dapat memenuhi rumusan momentum sudut elektron,
mvr =
2
h n
. Dengan demikian, suatu objek misalnya elektron yang sedang bergerak dalam bentuk
orbit terhadap objek lain yaitu inti atom, terdiri atas dua komponen energi yaitu energi yang berkenaan dengan gerak menyudut-angular E
a
dan energi yang berkenaan dengan gerak radial E
r
. Seperti ditunjukkan Gambar 3.2, gerak radial ini menunjuk pada gerak mendekat atau menjauhnya objek elektron yang sedang bergerak menempuh
orbit terhadap objek inti atom sepanjang jari-jarinya. Jadi, energi total E
t
sistem ini adalah E
t
= E
a
+ E
r
. Bila orbit elektron berbentuk lingkaran, berarti E
r
berharga nol karena tidak adanya perubahan jari-jari atau tidak ada perubahan jarak antara inti sebagai titik pusat
orbit dengan elektron sepanjang orbitnya; dengan demikian, Bohr hanya mempertimbangkan energi total E
t
saja. Lebih lanjut Sommerfeld mampu merumuskan besaran E
a
dan E
r
untuk spesies satu elektron yang keduanya bersifat terkuantisasi; artinya, harga keduanya dikontrol
oleh bilangan-bilangan kuantum berinteger satu, analog dengan bilangan kuantum yang diusulkan oleh Bohr. Jadi, ketiga besaran energi tersebut, E
t
, E
a
, dan E
r
, semuanya terkuantisasi, tetapi E
r
ditentukan oleh E
t
dan E
a
. Bilangan kuantum Bohr selanjutnya
disebut sebagai bilangan kuantum utama n yang diasosiasikan dengan energi kulit
utama elektron; sedangkan bilangan kuantum Sommerfeld disebut sebagai bilangan kuantum azimut atau bilangan kuantum sekunder dengan notasi , berharga, 0, 1, 2, 3,
... n -1 yang sering diasosiasikan dengan energi sub-kulit elektron. Perlu dicatat bahwa untuk = 0 berarti orbit elektron berbentuk lingkaran, sedangkan untuk 1 orbit
elektron berbentuk elips yang makin menyimpang dari bentuk lingkaran dengan makin besarnya harga .
= 0
= 1
= 2
Gambar 3.2 Kemungkinan bentuk orbit elektron model Bohr - Sommerfeld
untuk n = 3
PSG Rayon 1 24 Universitas Negeri Makassar
Dengan demikian, naiknya energi elektronik yang sesungguhnya adalah energi atom atau energi sistem, dapat diasosiasikan dengan naiknya energi sub-kulit yang
berarti naiknya bilangan kuantum sub-kulit atau orbit elip. Namun, karena elektron hanya boleh mempunyai harga energi terkuantisasi tertentu, ini berarti bahwa hanya ada
sejumlah tertentu pula energi-energi sub-kulit yang tersedia; dan dalam hal ini Sommerfeld mengemukakan hanya sejumlah sub-kulit yang diperlukan saja untuk
menjelaskan spektrum halus garis-garis majemuk yang teramati. Hasilnya dalam hubungannya dengan bilangan kuantum utama, n, ditunjukkan oleh Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Hubungan kulit utama dengan sub-kulit menurut Sommerfeld Kulit Utama
Sub-kulit n
jumlah macam harga, 0 - n -
1
Simbol 1
1 1s sharp
2 2
2s 1
2p principle 3
3 3s
1 3p
2 3d diffuse
4 4
4s 1
4p 2
4d 3
4f fundamental Menurut model Bohr, transisi elektronik yang teramati pada spektrum garis
menunjuk pada perpindahan elektron antar tingkat-tingkat energi utama, n, misalnya
dari n=2 ke n=1, sedangkan model Sommerfeld memungkinkan juga terjadinya transisi elektronik yang melibatkan tingkat energi sub-kulit, , yang berasal dari kulit utama
yang berbeda, misalnya dari orbit ns ke orbit n-1s seperti 2s ke 1s, dari orbit np ke orbit n1s seperti 2p ke 1s. Oleh karena perbedaan energi antara 2s dengan 2p relatif
jauh lebih kecil daripada perbedaan energi antara 2s dengan 1s demikian juga antara 2p dengan 1s, maka kedua transisi elektronik ini mempunyai energi yang hampir sama,
sehingga dua garis spektrum yang diasosiasikan dengan kedua transisi elektronik ini muncul sangat berdekatan sesuai dengan pengamatan sebagai struktur halus garis-garis
spektrum. Jadi model Sommerfeld cukup beralasan dalam menjelaskan struktur halus spektrum garis atom hidrogen walaupun transisi elektronik yang mungkin muncul
menurut rumusannya ternyata tidak semuanya teramati. Perluasan model atom ini PSG Rayon 1 24 Universitas Negeri Makassar
kemudian lebih dikenal sebagai model Bohr - Sommerfeld. Nah, sepahamkah Anda dengan Sommerfeld?
3.3 Sifat Gelombang Partikel