12
BAB III BENTUK-BENTUK KESATUAN HIDUP SETEMPAT DAN POLA PEMUKIMAN
3.1 Bentuk-Bentuk Kesatuan Hidup Setempat
Dusun Sade merupakan salah satu pemukiman yang dihuni oleh penduduk asli Pulau Lombok, yaitu suku Sasak. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa pendatang
pun dapat tinggal di dusun ini. Penduduk Dusun Sade termasuk masyarakat yang sangat terbuka dengan orang luar. Selain posisinya sebagai salah satu daya tarik wisata unggulan di
Kabupaten Lombok Tengah, penduduk Sade tidak memiliki aturan khusus mengenai penduduk pendatang. Hanya saja, atas dasar tata krama dan norma kesopanan, ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan oleh seorang pendatang jika ia berunjung ke Dusun Sade. Hal pertama yang harus ditaati oleh pendatang adalah mentaati segala aturan yang
berlaku di desa tersebut. Dalam adat Dusun Sade, ada tempat-tempat yang hanya boleh dikunjungi saat hari-hari tertentu. Contohnya adalah Makam Wali Nyato yang hanya boleh
dikunjungi saat hari Rabu. Beberapa tempat lain yang dianggap keramat pun pantang dikunjungi saat hari-hari biasa.
Gambar 5 Makam Wali Nyato
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014
13
Saat bertamu ke rumah penduduk pun ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama, pengunjung harus mengucap salam pada tuan rumah. Setelah tuan rumah keluar
rumah, maka tamu akan diajak untuk bercakap-cakap di berugak bentuknya seperti bale bengong di Bali yang biasanya ada di depan rumah bisa berupa bale tani atau bale bontar.
Tujuan dari penerimaan tamu di berugak adalah untuk menghindari tersebarnya gosip dan fitnah. Biasanya, yang boleh memasuki rumah suatu keluarga hanyalah kerabat atau orang
yang berkepentingan atas izin dari kepala keluarga. Jika ada orang asing yang memasuki rumah, maka dapat menimbulkan gosip yang tidak sedap. Norma kesopanan di Dusun Sade
juga juga mengatur tentang tata cara berpakaian. Cara berpakaian yang dianggap sopan adalah berpakaian hingga menutupi lutut.
Sejak tahun 2000-an, penduduk lokal mulai diperbolehkan untuk menikah dengan orang luar eksogami. Memang dalam pandangan mereka, pernikahan yang dianggap ideal
adalah menikah dengan orang yang masih tinggal dalam satu dusun, namun tidak menutup kemungkinan bahwa penduduk Sade menikah dengan orang luar.
Gambar 6 Upacara Pernikahan di Dusun Sade
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014 Jika seorang pendatang telah masuk menjadi warga Sade, maka ia memiliki hak dan
kewajiban yang sama dengan warga Sade pada umumnya. Seorang perempuan misalnya,
14
maka ia harus juga bisa menenun kain dan melakukan kewajiban lain sebagai layaknya perempuan Sade pada umumnya. Selain kaum pendatang yang tinggal di Dusun Sade, ada
juga penduduk Sade yang menikah dengan orang luar, kemudian tinggal di luar Dusun. Jika demikian, maka penduduk tersebut sudah dianggap keluar dari desa dan tidak memiliki
kewajiban di dusun Sade. Penduduk Sade saling mengenal antara satu dengan yang lain. Letak rumah yang
berdekatan serta asas gotong-royong yang masih dijunjung tinggi mengakibatkan seringnya terjadi interaksi antar-penduduk yang mendukung eratnya ikatan kekeluargaan. Meskipun
melakoni mata pencaharian yang sama perempuan biasanya menjual kain tenun dan aksesoris, hampir tidak pernah terjadi konflik yang disebabkan oleh karena persaingan
dagang. Beberapa penduduk yang tidak memiliki cukup tempat untuk mendirikan tempat
usaha sendiri, secara bersama mendirikan seuah koperasi. Misalnya saja koperasi yang terdapat di dekat balai pertemuan desa. Koperasi tersebut merupakan milik bersama dari
tujuh orang. Adapun hasil penjualannya nanti akan dibagi sama rata setiap akhir bulan. Dalam keseharian pun masyarakat mengenal sistem banjar. Tidak seperti konsep
banjar yang ada di Bali, konsep banjar di Dusun Sade lebih menekankan pada kelompok gotong-royong. Misalnya saja jika salah satu warga dusun ada yang menikah, maka
kelompok banjar inilah yang memiliki tugas untuk membantu persiapan kelengkapan upacaranya, seperti makanan, alat makan, membuat ketupat, dan sebagainya. Kaum laki-laki
bertugas memasak mananan, sementara tugas perempuan mempersiapkan suguhan kopi atau teh untuk para laki-laki yang memasak.
Gambar 7 Suasana Gotong Royong di Dusun Sade
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014
15
Dilihat dari pembagian tugas ini, maka disimpulkan bahwa kaum laki-laki memiliki tugas yang lebih banyak dan berat jika dibandingkan dengan kaum perempuannya. Dalam hal
keseharian pun nampak bahwa pekerjaan perempuan hanya menenun dan mengurus rumah. Hal ini menunjukkan bahwa posisi perempuan dalam masyarakat Dusun Sade merupakan
sososk yang dihormati dan laki-lakilah yang bertugas untuk melayani kebutuhan perempuan. Akan tetapi di sisi lain, posisi perempuan juga terbilang rendah dalam hak politik dan
kebebasan. Misalnya adalah adanya aturan adat yang melarang perempuan untuk keluar dari dusun setelah magrib dan tidak memiliki posisi tawar dalam hal pengambilan keputusan dan
kepemimpinan. Hal lain yang dapat menunjukkan bahwa posisi perempuan Dusun Sade masih dapat dikatakan ‘lebih rendah’ dibandingkan dengan kaum laki-lakinya dapat dilihat
dari pola pewarisan dalam keluarga.
3.2 Pola Pewarisan