Landaan Pembelajaran Kontekstual Hakikat Pembelajaran Kontekstual

Winataputra, 1993. Dengan kata lain pembelajaran dinilai berhasil bila siswa pebelajar dapat belajar sesuai dengan tujuan yang dirancang. Sementara itu, Marhaeni 2006 mengatakan bahwa pembelajaran adalah kegiatan yang terprogram dalam desain FEE facilitating, empowering, enabling , untuk membuat siswa belajar secara aktif. Pengertian di atas menunjukkan bahwa dalam pembelajaran terjadi interaksi antara peserta didik yang belajar dan pendidik yang membantu proses belajar tersebut. Menurut konsep sosiologi pembelajaran adalah rekayasa sosio-psikologi untuk memelihara kegiatan belajar sehingga tiap individu yang belajar akan belajar secara optimal dalam mencapai tingkat kedewasaan Suherman, 1994. Dalam arti sempit pembelajaran adalah proses pendidikan dalam lingkup persekolahan, sehingga pembelajaran adalah proses sosialisasi individu dengan lingkungan sekolah seperti: guru, teman sesama siswa, sumber belajar serta sarana dan prasarana. Sedangkan pembelajaran menurut konsep komunikasi adalah proses komunikasi fungsional antara siswa dengan guru serta siswa dengan siswa, dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir Suherman, 1994. Dalam pembelajaran guru berperan sebagai komunikator, siswa sebagai komunikan, dan materi yang dikomunikasikan berisi pesan berupa ilmu pengetahuan. Dalam komunikasi banyak arah dalam pembelajaran peran-peran tersebut bisa berubah. Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengertian pembelajaran yang telah diungkapkan di atas, maka yang dimaksud dengan pembelajaran adalah upaya penataan lingkungan fisik, sosial, kultur dan fsikologis yang bersifat eksternal datang dari luar pebelajar serta sengaja dirancang atau didesain terprogram sehingga memberikan suasana tumbuh dan berkembangnya proses belajar.

2.2 Landaan Pembelajaran Kontekstual

Akhir-akhir ini pembelajaran kontekstual merupakan salah satu pembelajaran yang banyak dibicarakan orang. Ada yang berpendapat bahwa pembelajaran kontekstual merupakan salah satu pembelajaran yang dapat diandalkan dalam mengembangkan dan mengimplementasikan Kurikulum Berbasis Kompetensi KBK. Berikut ini akan dijelaskan tentang landasan filisofi, landasan psikologis dan definisi pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual dipengaruhi oleh filsafat konstruktivisme yang mulai digagas oleh Mark Baldwin dan selanjutnya dikembangkan oleh Piaget dalam Sanjaya, 2005. Aliran filsafat konstruktivisme berangkat dari pemikiran epistimologis Giambatista Vico. Menurut Vico mengetahui adalah mengetahui bagaimana membuat sesuatu dalam Suparno, 1997. Artinya, seseorang dikatakan mengetahui manakala ia dapat menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun sesuatu tersebut. Filsafat konstruktivisme ini kemudian mempengaruhi tentang konsep belajar, bahwa belajar bukanlah sekadar menghafal pengetahuan tetapi proses pengonstruksian pengetahuan berdasarkan pengalaman. Pengetahuan bukan hasil “transfer” dari satu orang ke orang lain, tetapi pengetahuan merupakan hasil dari proses pengonstruksian yang dilakukan secara individu. Pengetahuan yang bermakna merupakan pengetahuan yang diperoleh dari hasil pengkonstruksian bukan dari transfer atau pemberian dari orang lain. Pandangan Piaget tentang bagiamana pengetahuan terbentuk dalam struktur kognitif anak, sangat mempengaruhi pembelajaran kontekstual. Menurut pembelajaran kontekstual pengetahuan akan bermakna apabila dibangun sendiri oleh siswa. Pengetahuan yang diperoleh dari pemberian orang lain tidak akan bermakna serta akan mudah dilupakan dan tidak fungsional. Berdasarkan fisafat konstruktivisme yang mendasarinya, bahwa pengetahuan terbentuk karena peran aktif individu, maka dipandang dari sudut psikologis, pembelajaran kontekstual berpijak pada aliran psikologi kognitif. Aliran ini mengatakan bahwa proses belajar terjadi karena pemahaman individu terhadap lingkungannya. Belajar bukanlah peristiwa mekanis seperti keterkaitan stimulus dan respon S-R. Belajar melibatkan proses mental seperti emosi, minat, motivasi, gaya berpikir, kemampuan dan pemahaman. Pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning CTL pertama kali diajukan pada awal abad 20 di USA oleh tokoh pendidikan John Dewey. KataContextual berasal dari kata Contex yang berarti “hubungan, konteks, suasana atau keadaan”. Dengan demikian Contextual diartikan “yang berhubungan dengan suasana”, sehingga CTL dapat diartikan sebagai suatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana atau konteks tertentu. Dalam pembelajaran matematika, konteks yang dimaksud adalah materi pelajaran atau soal matematika yang dikaitkan dengan situasi kehidupan nyata siswa yang dekat dengan keseharian siswa. Contoh soal yang dekat dengan keseharian siswa adalah: Ani membeli 10 buah buku tulis di Pasar Marga dengan harga 11.500 rupiah, berapakah harga dua buah buku tulis?. Contoh di atas akan mampu dikerjakan oleh siswa, serta situasinya mudah dibayangkan karena dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa. Di satu sisi ada soal yang mampu dikerjakan oleh siswa tetapi situasinya sulit dibayangkan. Contoh soal yang situasinya sulit dibayangkan oleh siswa adalah: Sebuah satelit terbang dari bumi menuju bulan dengan kecepatan 700 kmjam. Jika jarak bumi dan bulan adalah 21.000 km, berapakah waktu yang diperlukan oleh satelit itu untuk sampai di bulan? Pembelajaran kontekstual adalah suatu pembelajaran di mana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam pembelajarannya dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, serta lebih menekankan pada belajar bermakna Depdiknas, 2002. Guru menghadirkan dunia nyata ke dalam pembelajaran dengan cara, seperi: 1 guru berusaha membawa benda-benda riil yang berhubungan dengan materi yang sedang dipelajari, kemudian siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan benda-benda riil tersebut sehingga siswa diharapkan menemukan sendiri konsep-konsep matematika yang sedang dipelajarinya, atau sebaliknya 2 guru bercerita tentang sesuatu yang relevan dengan materi yang dipelajari, dari cerita tersebut siswa diharapkan menemukan sendiri konsep yang sedang dipelajari. Menurut Johnson dalam Nurhadi dan Senduk, 2003, sistem CTL merupakan suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan kehidupan mereka sehari-hari, yaitu dengan lingkungan pribadinya, sosialnya dan budayanya. Lebih Selanjut Nurhadi dan Senduk menyatakan bahwa pengajaran kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan siswa memperkuat, memperluas dan menerapkan pengetahuan dan ketrampilan akademisnya dalam berbagai latar sekolah dan di luar sekolah untuk memecahkan seluruh persoalan yang ada dalam dunia nyata. Pembelajaran matematika dengan pembelajaran kontekstual terjadi ketika siswa menerapkan dan mengalami apa yang diajarkan dengan mengacu pada masalah- masalah riil nyata yang berasosiasi dengan peran dan tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga, anggota masyarakat, siswa dan selaku pekerja. Pembelajaran kontekstual mengakui bahwa belajar hanya terjadi jika siswa memproses informasi atau pengetahuan baru sedemikian rupa sehingga dirasakan masuk akal sesuai dengan kerangka berpikir yang dimilikinya. Pembelajaran kontekstual menekankan pada tingkat berpikir yang tinggi, yaitu berpikir divergen dalam pengumpulan data, pemahaman terhadap isu-isu atau pemecahan masalah. Pemaduan materi pelajaran dengan konteks kehidupan sehari-hari siswa dalam pembelajaran kontekstual akan menghasilkan dasar-dasar pengetahuan yang mendalam sehingga siswa kaya akan pemahaman masalah dan cara untuk menyelesaikan masalah tersebut. Pembelajaran kontekstual menekankan pada bagaimana belajar di sekolah dikaitkan ke dalam situasi nyata, sehingga hasil belajar dapat lebih diterima dan berguna bagi siswa bilamana mereka meninggalkan sekolah. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, yang dimaksud dengan pembelajaran kontekstual dalam penelitian ini adalah suatu konsep belajar yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep seperti itu, maka proses pembelajaran akan berlangsung secara bermakna. Proses pembelajaran akan berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan bekerja dan mengalami, bukan “transfer“ pengetahuan dari guru ke siswa. Proses pembelajaran lebih utama daripada hasil pembelajaran. Dalam konteks ini, siswa harus sadar tentang makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya. Siswa sadar bahwa apa yang mereka pelajari akan berguna dalam kehidupannya.

2.3 Komponen Pembelajaran Kontekstual