KERANGKA BERFIKIR CONTOH PROPOSAL EKSPERIMEN Pendidikan Pe

yang mengikuti pembelajaran kontekstual lebih baik daripada hasil belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Hasil serupa ditemukan oleh Gita 2004 yang juga mengkaji tentang pendekatan kontekstual di SMP. Hasil penelitiaannya menunjukkan bahwa pendekatan kontekstual dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa. Hasil penelitian Mahendra 2004 mengungkapkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan pendekatan kontekstual lebih baik daripada kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar dengan pendekatan konvensional. Senada dengan Mahendra, Parta 2004 juga mengungkapkan keunggulan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran matematika. Pada hasil penelitiannya dikatakan bahwa pemahaman konsep matematika siswa yang diajar dengan pendekatan kontekstual lebih baik daripada siswa yang diajar dengan pendekatan konvensional. Selain berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika dan pemahaman konsep matematika, pendekatan kontekstual juga berpengaruh terhadap penalaran dan komonikasi matematika serta koneksi matematika Sastrini, 2004 dan Suarsana 2004. Sementara itu, penelitian Arifin 2002 tentang gaya berfikir siswa menunjukkan bahwa penerapan model mengajar synectics dalam pembelajaran IPS-Ekonomi, dapat meningkatkan kemampuan berfikir divergen siswa http:pps.upi.eduorgabstrakthesisabstrakipsabstrakips02 . html . .

J. KERANGKA BERFIKIR

a. Hubungan antara pendekatan pembelajaran dengan prestasi belajar matematika siswa Matematika adalah suatu cabang ilmu yang berhubungan atau menelah bentuk-bentuk atau struktur yang abstrak, dan hubungan diantara struktur-struktur tersebut. Belajar matematika adalah belajar tentang konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat dalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan-hubungan antar konsep-konsep dan struktur-struktur matematika tersebut. Untuk dapat memahami hubungan antara struktur- struktur yang abtrak tersebut diperlukan pemahaman konsep-konsep yang terdapat di dalam matematika itu sendiri. Belajar matematika tidak hanya sekadar belajar tentang konsep-konsep tetapi belajar secara bermakana. Bermakna dalam hal ini siswa tahu tujuan mereka belajar matematika. Siswa belajar bermakna jika materi dalam pembelajarannya dikaitkan dengan kehidupan nyata yang dekat dengan keseharian siswa. Untuk itu diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang mampu mengaitkan materi yang dipelajari siswa dengan kehidupan mereka sehari-hari. Pendekatan pembelajaran yang bisa mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan siswa adalah pendekatan kontekstual. Salah satu tujuan belajar matematika adalah untuk mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola fikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan, sehubungan dengan itu siswa memerlukan matematika untuk memenuhi kehidupan praktis dan memecahkan persoalan dalam kehidupan sehari-hari, selain itu agar siswa mampu memahami bidang studi lain, berfikir logis, kritis berfikir konvergen, rasional, praktis serta bersifat positif dan kreatif berfikir divergen. Hal ini jelas merupakan tuntutan yang sangat tinggi yang tidak bisa dicapai hanya dengan menilai hafalan, latihan pengerjaan soal yang bersifat rutin, serta proses pembelajaran biasa konvensional. Untuk menjawab tuntutan yang demikian tinggi, maka perlu dikembangkan materi serta proses pembelajaran yang sesuai. Pembelajaran yang memungkinkan untuk mencapai hal tersebut adalah melalui pembelajaran kontekstual, karena fokus pembelajaran kontekstual adalah pada pengaitan materi yang dipelajari siswa dengan masalah-masalah yang dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendekatan kontekstual dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika, pemahaman konsep matematika, penalaran dan komunikasi matematika, serta koneksi matematika Mahendra, 2004; Parta, 2004; Sastrini, 2004 dan Suarsana, 2004. Penerapan strategi yang dipilih dalam pembelajaran matematika haruslah mampu mengoptimalisasikan interaksi seluruh unsur pembelajaran Suherman, 2003. Demi peningkatan optimalisasi interaksi dalam pembelajaran matematika, untuk pokok bahasan atau sub pokok bahasan tertentu mungkin dapat dicapai dengan pembelajaran kontekstual. Berdasarkan uraian di atas, maka diduga siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan kontekstual prestasi belajar matematikanya lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan konvensional. b. Perbedaan Prestasi Belajar Matematika Siswa yang Memiliki Gaya berfikir konvergen Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran Berfikir konvergen kritis adalah respon individu yang tunggal dan konvensional tentang hal-hal yang terkait dengan pembicaraan atau informasi yang diberikan. Individu yang berfikir konvergen memiliki ciri-ciri seperti: ingatan baik, berfikir logis, pengetahuan faktual, dan kecermatan. Siswa yang berfikir konvergen akan mampu mengerjakan tugas- tugas yang diberikan dengan menggunakan cara-cara yang telah biasa diajarkan oleh guru, tetapi mereka tidak akan mampu memecahkan masalah yang memerlukan cara-cara yang lain baru. Guilford dalam Munandar 2002 mengatakan bahwa penggunaan model stimulus- response dalam teori belajar merupakan sebab lain dari kurangnya perhatian psikologi dan pendidikan terhadap masalah berfikir divergen. Ini berarti bahwa konsep stimulus- response yang selama ini diterapkan dalam dunia pendidikan di Indonesia lebih mementingkan berfikir konvergen. Hal ini dapat dilihat dari alat ukur yang digunakan. Menurut Munandar 2002 bahwa tes hasil belajar yang biasa dipakai di sekolah-sekolah sebagaian besar hanya meliputi tugas-tugas yang mengharuskan siswa mencari satu jawaban yang benar berfikir konvergen. Pendekatan konvensional merupakan pendekatan pembelajaran yang biasa dilakukan guru dalam proses belajar mengajar di dalam kelas. Pendekatan ini bersumber dari teori stimulus-response. Pada pembelajaran konvensional, proses belajar mengajar lebih sering diarahkan pada “aliran informasi” atau “trannsfer” pengetahuan dari guru ke siswa. Guru menganggap belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi atau materi pelajaran. Konsep yang diterima siswa hampir semuanya berasal dari “apa kata guru”. Guru akan merasa bangga ketika anak didiknya mampu menyebutkan kemabali secara lisan verbal sebagaian besar informasi yang terdapat dalam buku teks atau yang diberikan oleh guru. Penekanan pembelajaran adalah diperolehnya kemampuan mengingat memorizing. Hasil penelitian Arifin 2002 menunjukkan bahwa pembelajaran konvensional dapat meningkatkan kemampuan berfikir konvergen siswa. Siswa yang berfikir konvergen mersa lebih nyaman dan cendrung terikat pada apa yang telah ada. Sesuatu yang baru tidak disenangi oleh siswa karena tidak biasa dan tidak dikenal. Berdasarkan uraian di atas, bahwa individu yang berfikir konvergen merespon permasalahan secara tunggal dan konvensional tentang hal-hal yang terkait dengan pembicaraan atau informasi yang diberikan, serta memiliki ciri-ciri ingatan baik, berfikir logis, pengetahuan faktual, dan kecermatan. Melihat keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh individu yang berfikir konvergen, maka diduga bahwa pada kelompok siswa yang memiliki gaya berfikir konvergen, prestasi belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan konvensional akan lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. c. Perbedaan Prestasi Belajar Matematika Siswa yang Memiliki Gaya berfikir Divergen Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran Berfikir divergen kreatif adalah respon individu mencakup berbagai alternatif yang merupakan variasi ide yang tidak bisa tentang hal-hal yang terkait dengan pembicaraan atau informasi yang diberikan. Dikatakan pula bahwa ciri-ciri individu yang berfikir divergen adalah menciptakan gagasan, mengenal kemungkinan alternatif, melihat kombinasi yang tidak terduga, kemampuan orisinil, terbuka, ulet, menonjolkan diri dan sesisitif. Penelitian menunjukkan bahwa perkembangan optimal dari kemampuan berfikir divergen kreatif berhubungan erat dengan cara mengajar. Jika siswa belajar atas prakarsa sendiri dapat berkembang karena guru menaruh kepercayaan terhadap kemampuan anak untuk berfikir dan mengemukakan gagasan baru, dan ketika anak diberi kesempatan untuk bekerja sesuai dengan minat dan kebutuhannya, maka kemampuan berfikir divergen dapat tumbuh subur Munandar, 2002. Pembelajaran kontekstual adalah suatu konsep belajar yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual terjadi ketika siswa menerapkan dan mengalami apa yang diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah riil nyata yang berasosiasi dengan peran dan tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga, anggota masyarakat, siswa dan selaku pekerja. Pendekatan kontekstual mengakui bahwa belajar hanya terjadi jika siswa memproses informasi atau pengetahuan baru sedemikian rupa sehingga dirasakan masuk akal sesuai dengan kerangka berfikir yang dimilikinya. Dengan demikian, pembelajaran kontekstual memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan-gagasannya dan perolehan informasi dalam belajar sesuai dengan kebutuhan siswa. Hasil penelitian Gita 2004 menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa. Kemampuan berfikir divergen kreatif sebagai salah satu aspek psikologis siswa perlu dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran yang berorientasi pada aktivitas siswa. Pembelajaran berbasis penemuan inquiry memusatkan aktivitas belajar pada siswa sebagai objek dan subjek dalam belajar. sehingga pembelajaran berbasis penemuan inquiry mempunyai kaitan erat dengan berfiki divergen. Sudjana 1987 mengatakan bahwa metode inkuiri merupakan metode mengajar yang berusaha meletakkan dasar dan mengembangkan berfikir ilmiah. Metode ini menempatkan siswa lebih banyak belajar sendiri, dan mengembangkan kreativitas dalam pemecahan masalah yang diarahkan pada pencapaian tujuan pembelajaran. Pembelajaran berbasis penemuan adalah strategi-startegi pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan kontekstual dan merupakan bagian inti dari pendekatan kontekstual. Oleh karena itu, secara tidak langsung individu yang memiliki gaya berfikir divergen akan belajar lebih baik dengan pendekatan kontekstual. Berdasarkan uraian di atas, bahwa individu yang berfikir divergen merespon permasalahan dengan berbagai alternatif yang merupakan variasi ide yang tidak bisa tentang hal-hal yang terkait dengan pembicaraan atau informasi yang diberikan. Individu yang memiliki gaya berfikir divergen memiliki ciri-ciri seperti: menciptakan gagasan, mengenal kemungkinan alternatif, melihat kombinasi yang tidak terduga, kemampuan orisinil, terbuka, ulet, menonjolkan diri dan sesnsitif. Melihat keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh individu yang berfikir divergen, maka diduga bahwa pada kelompok siswa yang memiliki gaya berfikir divergen, prestasi belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan kontekstual akan lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan konvensional d. Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan Gaya berfikir dalam Pengaruhnya terhadap Prestasi Belajar Matematika Pembahasan tentang karakteristik masing-masing individu berdasarkan gaya berfikir dan karakteristik pendekatan pembelajaran dalam kaitannya dengan prestasi belajar matematika telah samapai pada dua dugaan, yaitu: 1 untuk siswa yang memiliki gaya berfikir konvergen, prestasi belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan konvensional lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan kontekstual; dan 2 untuk siswa yang memiliki gaya berfikir dinvergen, prestasi belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan kontekstual lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan konvensional. Penjelasan di atas menunjukkan bahwa bila gaya berfikir dipertimbangkan maka dugaan tentang pengaruh pendekatan pembelajaran terhadap prestasi belajar matematika akan berlawanan. Pada siswa yang memiliki gaya berfikir konvergen diduga prestasi belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan konvensional lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Sebaliknya pada siswa yang memiliki gaya berfikir dinvergen diduga prestasi belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan kontekstual lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan konvensional. Dengan demikian dapat diduga terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan gaya befikir dalam pengaruhnya terhadap prestasi belajar matematika.

K. HIPOTESIS PENELITIAN