Pengertian Iddah dan Dasar Hukumnya
Secara istilah iddah mengandung arti masa menunggu bagi wanita untuk melakukan perkawinan setelah terjadinya perceraian dengan suaminya, baik cerai
hidup maupun cerai mati, dengan tujuan untuk mengetahui keadaan rahimnya atau untuk berpikir bagi suami. Para ulama mendefinisikan iddah sebagai waktu
untuk menanti kesucian seorang isteri yang ditinggal mati atau diceraikan oleh suami, yang sebelum habis masa itu dilarang untuk dinikahkan.
28
Iddah secara terminologi hukum islam adalah masa tunggu yang ditetapkan oleh hu
kum syara’ bagi wanita untuk tidak melakukan akad dengan lelaki lain dalam masa tersebut, sebagai akibat ditinggal mati atau perceraian
dengan suaminya itu, dalam rangka membersihkan diri dari pengaruh dan akibat hubungan dengan suaminya itu.
29
Hukum iddah terdapat dalam firman Allah surat al-Baqarah 2 ayat 228:
Artinya: “Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri menunggu tiga kali quru tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang
diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika
mereka para suami menghendaki ishlah. dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang maruf. akan tetapi para
28
Amiur Nuruddin dan Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Prenada Media, 2004, h. 240.
29
Chuzaimah T. Yanggo dan Hafidz Anshory Editor, Problematika Hukum Islam Kontemporer, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002, Buku I, Cet. Ke-4, hal 181.
suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. dan Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana.”
Dari definisi nafkah dan idah di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian dari nafkah iddah adalah segala sesuatu yang diberikan oleh seorang
suami kepada isteri yang telah diceraikannya untuk memenuhi kebutuhannya, baik itu berupa pakaian, makanan maupun tempat tinggal.
Sedangkan pengertian nafkah dalam perceraian sebagaimana terdapat dalam tafsir as-Sabuni, bahwa nafkah itu diartikan sebagai
mut’ah, yang berarti pemberian seorang suami kepada isterinya yang diceraikan, baik itu berupa uang,
pakaian atau pembekalan apa saja sebagai bantuan dan penghormatan kepada isterinya itu serta menghindari dari kekejaman talak yang dijatuhkannya itu.
30