Analisis Putusan Nafkah Iddah Istri Nusyuz Putusan Nomor: 0292Pdt.G2013PA.Ckr

dan Termohon sering menolak diajak berhubungan suami isteri, maka sejak September 2012 antara Pemohon dengan Termohon telah pisah rumah. Hal tersebut juga dikuatkan oleh keterangan dua orang saksi dalam persidangan. Bahwa jawab menjawab dalam proses persidangan ternyata Termohon mengakui dan membenarkan dalil-dalil permohonan Pemohon dan Termohon tidak keberatan bercerai dengan Pemohon. Tetapi Hakim dalam memeriksa perkara ini beranggapan bahwa tidak terjadi nusyuz yang dilakukan oleh Termohon, sehingga Termohon tetap mendapatkan haknya dalam kewajiban pemberian nafkah iddah. Kemudian Pemohon telah menyatakan di dalam repliknya akan memberikan nafkah selama masa iddah dan mut’ah sebesar Rp. 1.000.000, terhadap Termohon, maka berdasarkan kesanggupan tersebut Majelis Hakim menetapakan menghukum Pemohon untuk membayar nafkah selama masa iddah tiga bulan dan mut’ah sebesar Rp. 1.000.000, kepada Termohon. Bahwa dalam jawaban secara tertulis, Termohon meminta uang iddah selama masa iddah dan mut’ah berupa uang sedangkan besarannya diserahkan pada Pemohon saja, karena Pemohon punya gaji Rp.1.300.000,bulan diluar bonus marketing. Kemudian bahwa terhadap jawaban Termohon tersebut Pemohon telah menyampaikan replik secara lisan yang pada pokoknya Pemohon tetap pada permohonan dan Pemohon sanggup dan akan memberikan nafkah iddah kepada Termohon selama masa iddah 3 bulan sesuai kesanggupan sebesar Rp. 600.000, dan mut’ah sebesar Rp. 400.000. Pertimbangan Hakim dalam menetapkan besarnya nafkah iddah menurut penulis sudah tepat. Hakim menetapkan Pemohon untuk membayar nafkah selama masa iddah sebesar Rp. 600.000, jumlah tersebut dirasa sanggup dipenuhi oleh Pemohon yang sehari-hari bekerja sebagai karyawan swasta yang berpenghasilan sebesar Rp. 1.300.000 setiap bulannya. Nafkah iddah tersebut juga tidak terlalu kecil jumlahnya, karena jika terlalu kecil jumlahnya maka akan menyengsarakan mantan isteri dalam memenuhi kebutuhannya setelah perceraian. Dalam putusannya majelis hakim Memberi izin kepada Pemohon untuk menjatuhkan talak satu raj’i terhadap Termohon didepan sidang Pengadilan Agama Cikarang dan menghukum Pemohon untuk membayar nafkah selama masa iddah 3 bulan sebesar Rp. 600.000, dan mut’ah sebesar Rp. 400.000, kepada Termohon. Putusan Nomor: 1046Pdt.G2013PA.Ckr Dalam memeriksa perkara ini Majelis Hakim berpendapat, bahwa permohonan Pemohon telah memenuhi unsur pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 jo pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam yang mengisaratkan bahwa antara suami isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran serta tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Oleh karena itu Majelis Hakim menetapkan memberi izin kepada Pemohon untuk menjatuhkan thalaq satu Raj’i terhadap Termohon didepan sidang Pengadilan Agama Cikarang. Dalam duduk perkara yang diajukan oleh Pemohon bahwa penyebab terjadinya perselisihan dan pertengkaran disebabkan karena Termohon kurang menghargai Pemohon sebagai suami dan Termohon pernah berani menampar wajah Pemohon serta Termohon pernah mencoba mau bunuh diri. Menurut penulis hal ini merupakan indikasi bahwa istri tersebut nusyuz. Nusyuz ialah suatu sikap dimana isteri merasa dirinya lebih tinggi dari suami, sehingga ia tidak menunaikan kewajibannya, dan keduanya saling membenci. Kemudian Nusyuz dapat diartikan sebagai pembangkangan dalam kewajiban terhadap pasangan, dalam makna kedurhakaan yang dilakukan seorang isteri terhadap suaminya, dapat terjadi dalam bentuk penyelewengan dan hal-hal lain yang dapat mengganggu keharmonisan dalam rumah tangga. Tetapi Hakim dalam memeriksa perkara ini beranggapan bahwa tidak terjadi nusyuz yang dilakukan oleh Termohon, sehingga Termohon tetap mendapatkan haknya dalam kewajiban pemberian nafkah iddah. Padahal dalam proses persidangan dari jawabannya ternyata Termohon telah mengakui dan membenarkan bahwa rumah tangganya dengan Pemohon sudah tidak rukun dan harmonis dan telah terjadi perselisihan dan pertengkaran dan telah pisah rumah sejak bulan Maret 2012 tidak pernah berkumpul lagi dan Termohon tidak keberatan diceraikan oleh Pemohon. Pada Rekonvensi, Penggugat dalam jawabannya menuntut nafkah selama masa iddah 3 bulan sebesar Rp.1.000.000, dan mut’ah sebesar Rp. 500.000, sertas nafkah seorang anak setiap bulan sebesar Rp. 1.500.000, sedangkan Tergugat dalam repliknya menyatakan sanggup untuk memberikan nafkah selama masa iddah 3 bulan sebesar Rp. 1.000.000, dan mut’ah sebesar Rp. 500.000, sedangkan mengenai nafkah anak Tergugat hanya sanggup memberi setiap bulan sebesar Rp.500.000, dengan alasan bahwa Penghasilan setiap bulan dari gaji sebesar Rp. 2.000.000, maka dalam hal ini Majelis Hakim mempertimbangkan berdasarkan dari jawab menjawab dipersidangan bahwa perceraian ini merupakan keinginan dari Tergugat sendiri dan permohonan Pemohon dalam konvensi telah dikabulkan maka berdasarkan pada pasal 149 huruf a dan b Kompilasi Hukum Islam bekas suami wajib memberikan mut’ah, nafkah iddah, maka berdasarkan hal tersebut Majelis Hakim dapat menetapkan mut’ah, nafkah iddah, sesuai dengan kesanggupan Tergugat yang dianggap wajar dan patut serta tidak memberatkan kepada Tergugat sebagai berikut: Mut’ah, sebesar Rp. 500.000, Nafkah selama masa iddah 3 bulan sebesar Rp. 1.000.000. Bahwa inti putusan perkara ini yaitu dalam konpensi memberi izin kepada P emohon untuk menjatuhkan talak satu raj’i terhadap Termohon didepan sidang Pengadilan Agama Cikarang. Dan dalam putusan rekonvensi yaitu menghukum Tergugat untuk membayar Nafkah selama masa iddah 3 bulan sebesar Rp. 1.000.000,- dan mut’ah, sebesar Rp. 500.000, terhadap Penggugat. Pertimbangan Hakim dalam menetapkan besarnya nafkah iddah menurut penulis sudah tepat. Hakim menetapkan Pemohon untuk membayar nafkah selama masa iddah sebesar Rp. 1.000.000, jumlah tersebut dirasa sanggup dipenuhi oleh Pemohon yang dalam pengakuannya Pemohon sehari-hari bekerja sebagai karyawan swasta yang berpenghasilan sebesar Rp. 2.000.000 setiap bulannya. Nafkah iddah tersebut juga tidak terlalu kecil jumlahnya, karena jika terlalu kecil jumlahnya maka akan menyengsarakan mantan isteri dalam memenuhi kebutuhannya setelah perceraian.

2. Analisis Putusan Nafkah Iddah Isteri Tidak Nusyuz Putusan: Nomor : 0510Pdt.G2013PA.Ckr

Dalam memeriksa perkara ini, bahwa selama proses pemeriksaan perkara ini berlangsung baik Pemohon maupun Termohon menunjukkan sikap tidak mau lagi untuk melanjutkan dan membina rumah tangga mereka kembali oleh karena itu Majelis Hakim menetapkan memberi izin kepada Pemohon untuk menjatuhkan talak satu raj’i terhadap Termohon di depan sidang Pengadilan Agama Cikarang. Majelis Hakim mengabulkan permohonan cerai talak Pemohon dengan berpandangan bahwa telah terbukti serta memenuhi alasan perceraian sebagaimana diatur dalam Pasal 39 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo Pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam. Dalam duduk perkara yang diajukan oleh Pemohon bahwa penyebab terjadinya perselisihan dan pertengkaran diantaranya karena Termohon tidak taat dan tidak patuh kepada Pemohon dan Termohon suka berkata kasar kepada Pemohon serta antara Pemohon dan Termohon memiliki sifat egois dan keras kepala. Memang hal ini merupakan indikasi bahwa istri tersebut nusyuz. Nusyuz dapat diartikan sebagai pembangkangan dalam kewajiban terhadap pasangan, dalam makna kedurhakaan yang dilakukan seorang isteri terhadap suaminya, dapat terjadi dalam bentuk penyelewengan dan hal-hal lain yang dapat mengganggu keharmonisan dalam rumah tangga. Tetapi setelah diadakan pemeriksaan dalam persidangan ternyata Termohon membantah bukan penyebab perselisihan karena Termohon tidak taat dan patuh kepada Pemohon yang menjadi penyebab terjadinya perselisihan itu karena Pemohon pacaran lagi dengan wanita lain, tapi mengakui dan membenarkan bahwa sering terjadi perselisihan antara Pemohon dan Termohon dan Termohon tidak keberatan bercerai dengan Pemohon. Penulis beranggapan bahwa pertengkaran dan perselisihan terjadi disebabkan karena dari pihak Pemohon suami yang selingkuh dan mempunyai wanita idaman lain. Maka menurut penulis pertimbangan Hakim sudahlah tepat untuk memberikan hak nafkah iddah kepada Termohon karena tidak adanya indikasi nusyuz yang dilakukan oleh Termohon. Bahwa dengan telah dikabulkannya permohonan Pemohon untuk menceraikan isterinya dan berdasarkan pada pasal 149 huruf a dan b Kompilasi Hukum Islam, maka bekas suami wajib memberikan mut’ah dan nafkah selama masa iddah terhadap Termohon, dan Pemohon telah menyatakan di dalam repliknya akan memberikan nafkah selama masa iddah 3 bulan sebesar Rp. 2.100.000, dan mut’ah berupa cincin emas 24 karat seberat 4 gram kepada Termohon Konpensi Penggugat Rekonpensi, maka berdasarkan kesanggupan tersebut Majelis Hakim menetapakan menghukum Pemohon Konpensi Tergugat Rekonpensi untuk membayar nafkah selama masa iddah tiga bulan sebesar Rp. 2.100.000, dan mut’ah berupa cincin emas 24 karat seberat 4 gram, kepada Termohon Konpensi Penggugat Rekonpensi. Pada inti putusan majelis hakim dalam perkara ini adalah dalam konpensi yaitu memberi izin kepada Pemohon untuk menjatuhkan talak satu raj’i terhadap Termohon didepan sidang Pengadilan Agama Cikarang. Dan dalam Rekonpensi yaitu menghukum Tergugat untuk membayar uang iddah selama masa iddah 3 bulan sebes ar Rp. 2.100.000, dan Mut’ah berupa cincin emas 24 karat seberat 4 gram kepada Penggugat. Pertimbangan Hakim dalam menetapkan besarnya nafkah iddah menurut penulis sudah tepat. Hakim menetapkan Pemohon untuk membayar nafkah selama masa iddah sebesar Rp. 2.100.000, jumlah tersebut dirasa sanggup dipenuhi oleh Pemohon. Dalam bukti surat P.3 yaitu foto copy penghasilan Payslip Confidenti atas nama Pemohon take home pay atau penghasilan Pemohon sebesar Rp. 2.521.548 setiap bulannya. Nafkah iddah tersebut juga tidak terlalu kecil jumlahnya, karena jika terlalu kecil jumlahnya maka akan menyengsarakan mantan isteri dalam memenuhi kebutuhannya setelah perceraian. Putusan Nomor : 0633Pdt.G2013PA.Ckr Dalam memeriksa perkara ini Majelis Hakim berpendapat, bahwa permohonan Pemohon telah memenuhi unsur pasal 19 huruf f Peraturan