Pelaksanaan Putusan Nafkah Iddah di Pengadilan Agama Cikarang

dalam pasal 178 ayat 3 HIR. Ketentuan ini dimaksudkan untuk terwujudnya perceraian yang adil dan ikhsan dan agar mantan isteri yang akan diceraikan suaminya jangan sampai menderita karena tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya setelah perceraian. Dalam wawancara kepada Hakim Pengadilan Agama Cikarang, bahwa upaya hakim untuk memberikan perlindungan kepada isteri terhadap kewajiban pembayaran nafkah iddah oleh suami yaitu dengan cara pembayaran nafkah iddah dilakukan di depan persidangan, yaitu pada saat sidang ikrar talak suami. Sebelum suami mengucapkan ikrar talaknya di depan sidang Pengadilan, suami terlebih dahulu harus memenuhi kewajibannya terhadap nafkah iddah bagi isteri yang ditalaknya. Kemudian prakteknya kewajiban pemohon tersebut ada yang ditunaikan sebelum atau sesaat setelah sidang pengucapan ikrar talak. 76 Upaya sebelum ikrar talak suami di depan sidang pengadilan, yaitu dilakukan dengan cara pembayaran nafkah iddah di depan persidangan atau menitipkan pada kasir Pengadilan Agama untuk diserahkan kepada pihak isteri. Apabila suami pemohon belum bisa membayar atau menunda pembayaran nafkah iddah maka Majelis Hakim dapat menunda sidang pengucapan ikrar talak. 77 76 Wawancara penulis dengan Dr. Assadurrahman, MH, Cikarang, 15 Januari 2014. 77 Wawancara penulis dengan Drs. M. Effendy,H.A. Cikarang, 21 Januari 2014. Ketika sebuah perkara permohonan cerai talak dikabulkan dan putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka Pengadilan Agama dapat mengadakan sidang penyaksian ikrar talak, sejak itulah perceraian terjadi dan ikatan perkawinan antara suami istri menjadi putus. Dalam praktek, ketika Pengadilan Agama menggelar sidang penyaksian ikrar talak untuk memberi kesempatan kepada Pemohon mengikrarkan talaknya kepada Termohon sebagaimana isi amar putusan tersebut, Termohon menyatakan dirinya siap untuk menerima talak dari Pemohon dan sekaligus meminta kepada Pemohon agar setelah ikrar talak diucapkan, Pemohon segera pula menyerahkan kepadanya semua yang menjadi haknya sebagaimana dinyatakan dalam amar putusan tersebut, namun sering sekali keinginan Termohon tersebut tidak bisa dipenuhi karena Pemohon dengan berbagai alasan menyatakan dirinya belum siap memenuhi perintah putusan tersebut. Pada waktu sidang ikrar talak, apabila suami masih belum mampu melunasi seluruh kewajibannya, maka hakim meminta pendapat istri. Jika istri tidak keberatan ikrar talak diucapkan walaupun haknya belum diterima, maka ikrar talak dilaksanakan. Sedangkan jika istri keberatan, maka sidang ditunda untuk memberi jeda waktu kesempatan suami memenuhi kewajibanya. 78 Lama penundaan persidangan sesuai dengan kesediaan suami dengan syarat tidak melebihi tempo enam bulan. Jika tenggang waktu enam bulan hampir habis dan suami belum melaporkan diri ke kepaniteraan, maka pihak 78 Wawancara penulis dengan Dr. Assadurrahman, MH, Cikarang, 15 Januari 2014. Pengadilan mengirimkan surat panggilan sidang kepada kedua pihak dengan jadwal yang ditentukan Pengadilan. 79 Untuk menghindari terjadinya penundaan pengucapan ikrar talak dari Pemohon terhadap Termohon akibat ketidaksiapan Pemohon membayar melunasi kewajiban materinya terhadap Termohon maka majelis hakim yang menangani perkara tersebut sejak awal proses persidangan perkara ini harus aktif mengingatkan kepada Pemohon tentang adanya kewajiban yang lahir sebagai konsekuensi hukum akibat permohonan talak yang dia ajukan, majelis hakim wajib menjelaskan kepada Pemohon tentang hal tersebut hingga pelaksanaan kewajiban tersebut kelak akan dilaksanakan Pemohon dengan kesadaran sendiri dan sukarela atas dasar perintah agama, bukan dipaksakan. Adalah lebih baik jika kuantitasbesaran uang yang menjadi kewajiban Pemohon sudah dimusyawarahkan dan atau disepakati oleh para pihak yang berperkara hingga tidak memberatkan bagi pihak suami. 80 Ketika Termohon tetap bersikukuh menuntut agar haknya segera dipenuhi oleh Pemohon segera setelah ikrar diucapkan atau menunda dulu pelaksanaan ikrar talak dari Pemohon, maka pengadilan biasanya tetap memberikan kesempatan kepada Pemohon mengikrarkan talaknya terhadap Termohon dengan 79 Wawancara penulis dengan Dr. Assadurrahman, MH, Cikarang, 15 Januari 2014. 80 Wawancara pribadi dengan Drs. M. Effendy, H.A, Cikarang, 21 Januari 2014. dalih sesuai ketentuan hukum acara hak Termohon tersebut dapat diajukan secara tersendiri melalui lembaga eksekusi. Disaat Pemohon telah diberi kesempatan untuk menggunakan haknya mengikrarkan talak terhadap Termohon maka keduanya Pemohon dan Termohon telah menemukan kepastian hukum bagi status perkawinan mereka dan Pemohon telah pula memperoleh keadilan karena haknya telah terpenuhi, namun bagi Termohon putusan dianggap belum bermanfaat dan tidak adil karena dirinya belum memperoleh haknya sebagaimana dinyatakan dalam putusan tersebut. Apabila Pemohon beritikat buruk meskipun ia mampu membayar sesuai dengan isi putusan tersebut, akan tetapi ia tidak mau membayar, sehingga putusan hakim banyak yang tidak dilaksanakan, pada akhirnya putusan-putusan seperti itu dianggap sebagai putusan yang tidak berguna. Secara yuridis, Termohon belum kehilangan haknya sama sekali untuk memperoleh haknya atas nafkah iddah sebagaimana disebut dalam putusan, terbuka kesempatan baginya untuk mengajukan permohonan kepada pengadilan agar dilakukan eksekusi terhadap Pemohon. Namun dalam prakteknya hal ini amat jarang dilakukan oleh Termohon karena beberapa sebab diantaranya: 81 1. Eksekusi memerlukan posedur yang cukup rumit dan waktu yang relatif lama. 2. Eksekusi memerlukan biaya yang relatif besar. 81 Wawancara penulis dengan Dr. Assadurrahman, MH, Cikarang, 15 Januari 2014. 3. Sering ditemukan nilai nominal uangbenda yang akan dieksekusi dianggap kurang ekonomis dibanding waktu dan biaya yang digunakan untuk memperolehnya. E. Analisis Hukum Pelaksanaan Putusan dan Upaya Pengadilan Agama Cikarang Untuk Terlaksananya Pembayaran Nafkah Iddah Pelaksanaan pembayaran nafkah isteri oleh mantan suami, dilakukan setelah ada putusan sebab putusan mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu kekuatan untuk dapat dijalankan atau dilaksanakan. Kekuatan tersebut ada berdasarkan kepala putusan yang berbunyi:”demi keadilan berdasarkan ke- Tuhanan Yanga Maha Esa ”. Apabila tidak dicantumkan kata-kata tersebut maka putusan yang dijatuhkan oleh hakim itu tidak dapat dilaksanakan eksekusinya seperti yang termuat dalam pasal 4 ayat 1 undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 jo pasal 57 ayat 1 Undang-undang nomor 7 Tahun 1989. 82 Hal ini tidak berarti pihak pengadilan melarang suami membayar kewajibannya sebelum ada putusan yang sah namun secara logika seseorang belum mengetahui berapa yang harus dibayar sebelum ada keputusan yang pasti. 83 Pelaksanaan putusan nafkah iddah yaitu dengan cara pembayaran nafkah iddah dilakukan di depan persidangan, yaitu pada saat sidang ikrar talak suami. 82 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta: Kencana, 2008 Cet-5, h. 310. 83 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata di Indonesia, Yogyakarta: Liberti, 1998, h. 205. Sebelum suami mengucapkan ikrar talaknya di depan sidang Pengadilan, suami terlebih dahulu harus memenuhi kewajibannya terhadap nafkah iddah bagi isteri yang ditalaknya. Dalam prakteknya kewajiban pemohon tersebut ada yang ditunaikan sebelum atau sesaat setelah sidang pengucapan ikrar talak, hal ini dilakukan untuk menjamin hak-hak perempuan. Secara yuridis dapat dipahami bahwa isi putusan konpensi tentang ikrar talak eksekusinya adalah dengan cara membuka sidang ikrar talak. Sedangkan isi putusan rekonpensi eksekusinya adalah dengan cara eksekusi pembayaran sejumlah uang sebagaimana diatur dalam pasal 196 HIR208 RBg. Dengan demikian putusan konpensi dan putusan rekonpensi dapat dipahami sebagai isi putusan yang masing-masing berdiri sendiri, apabila tidak ada klausula yang mengaitkan kedua isi putusan tersebut, maka keduanya tetap berdiri sendiri. Maka dengan tidak dipenuhinya isi putusan rekonpensi tidak dapat menghalangi pelaksanaan isi putusan konpensi. Penundaan sidang ikrar talak yang dilakukan majelis hakim Pengadilan Agama Cikarang jika istri keberatan di talak sebelum menerima hak nafkah iddahnya, maka hal tersebut sudah sesuai dengan UU No. 7 Tahun 1989. Sebab sidang ikrar talak sebagai perwujudan eksekusi ikrar talak, boleh dilakukan kapanpun selama tidak lebih dari enam bulan semenjak putusan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap. Sebagaimana dalam pasal 70 ayat 6 UU No.7 Th.1989 yang berbunyi: “Jika suami dalam tenggang waktu enam bulan sejak ditetapkan hari sidang penyaksian ikrar talak, tidak menghadap sendiri atau tidak mengirimkan wakilnya meskipun telah mendapatkan panggilan secara sah dan patut, maka gugurlah kekuatan penetapan tersebut, dan perceraian tidak dapat diajukan lagi berdasarkan alasan yang sama.” 84 Pihak yang dirugikan apabila putusan Pengadilan Agama tidak dilaksanakan dalam hal ini adalah isteri karena nafkah iddahnya tidak dibayarkan oleh suami, sehingga nafkah iddah tersebut dapat dimohonkan eksekusi, adapun jenis eksekusi yang berkaitan pembayaran mut’ah dan nafkah iddah adalah eksekusi pembayaran sejumlah uang, yang dasar hukumnya adalah Pasal 197- 200 HIR dan Pasal 208-218 R.Bg. Apabila amar putusan berisi penghukuman pembayaran sejumlah uang, berarti tergugat dipaksa untuk melunasi sejumlah uang kepada Penggugat dengan jalan menjual lelang harta kekayaan Tergugat. 85 Eksekusi pembayaran nafkah iddah di Pengadilan Agama akan melalui beberapa tahapan yaitu: Permohonan eksekusi, membayar biaya eksekusi, aanmaning sidang teguran, penetapan sita eksekusi, penetapan perintah eksekusi, pengumuman lelang, permintaan lelang, pendaftaran permintaan lelang, penetapan hari lelang, penetapan syarat lelang dan floor price, tata cara penawaran, pembeli lelang dan menentukan pemenang, pembayaran harga lelang barang hasil sita eksekusi mut’ah dan nafkah iddah. Tata cara tersebut dilakukan agar sesuai peraturan yang ada sehingga tidak melanggar hukum serta lebih 84 A. Basiq Djalil, Peradilan Agama di indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006, h. 207. 85 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta: Kencana, 2005 Cet-3, hal. 314. memudahkan dan mampu memenuhi hak-hak isteri yang telah diceraikan berupa mut’ah dan nafkah iddah. 86 Upaya pendekatan persuasif yang dilakukan oleh pihak Pengadilan akibat belum dipenuhinya kewajiban nafkah istri, tidak berdasarkan peraturan tertulis apapun, baik perundang-undangan, SK Mahkamah Agung, SK Pengadilan Tinggi Agama, maupun SK Pengadilan Agama. Apa yang dilakukan oleh hakim tersebut tidak bertentangan dengan hukum. Sebab pada asasnya seorang hakim harus membantu para pihak karena dalam perkara perdata Pengadilan membantu para pencari keadilan, dan berusaha sekeras-kerasnya mengatasi segala rintangan dan hambatan, untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan, yang didasarkan pada pasal 5 ayat 2 Undang-undang No.14 Th.1970 jo pasal 58 ayat 2 Undang-undang no.7 Th.1989. Hal ini tidak bertentangan dengan aturan perundang-undangan di Indonesia yang menganut aliran Rechtvinding, yang berarti bahwa hakim dalam memutuskan sesuatu disamping berpegangan pada Undang-undang juga pada hukum lain yang berlaku dimasyarakat. Aliran ini berpandangan bahwa: a. Undang-undang tidak dapat menyelesaikan tiap permasalahan yang timbul, sebab Undang-undang tidak dapat terperinci mendetail melainkan hanya memberikan algemeene rehhtlijnen pedoman umum saja. b. Undang-undang tidak dapat sempurna. 86 Musthofa, Kepaniteraan Peradilan Agama, Jakarta: Kencana, 2005 Cet-1, hal. 112. c. Undang-undang tidak dapat lengkap dan tidak dapat mencakup segala-galanya, di sana-sini selalu ada leemten kekosongan dalam undang- undang. 87 Secara hukum tidak ada aturan yang mengharuskan adanya pembayaran nafkah iddah secara tunai. Apabila suami yang tidak mau membayar secara keseluruhan kewajiban memberi nafkahnya, kemudian ia meminta keringanan kepada pihak Pengadilan agar dapat dibayarkan dengan cara dicicil, hal ini diperbolehkan sebab pertimbangan lain karena nafkah biasanya dibayar secara berkala untuk jangka waktu tertentu, seperti dalam jangka sebulan sekali atau satu minggu sekali sehingga pembayaran nafkah iddah untuk tiga bulan sewajarnya tidak sekaligus dibayar. Untuk membuktikan pembayaran nafkah iddah petugas keuangan atau kasir di Pengadilan Agama Cikarang mendapat tugas tambahan selain yang diatur dalam pola Bindalmin Pembinaan dan Pengendalian Administrasi Pengadilan Agama, yaitu menerima pembayaran nafkah iddah oleh suami, selanjutnya setalah itu akan diberikan lagi kepada pihak isteri pada saat sidang ikrar talak. Apabila pihak suami sudah membayarkan kewajiban nafkah iddahnya maka dicatat dengan kuitansi sebagai tanda terimanya. 88 Tugas seperti ini walaupun tidak diatur dalam Undang-undang tetapi juga tidak menyalahinya. 87 Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 1996, h. 89-90. 88 Wawancara penulis dengan R. Jaya Rahmat, S.Ag, M.Hum. Cikarang, 15 Januari 2014. Faktor ekonomi pihak suami berpengaruh dalam terlaksananya pembayaran kewajiban nafkah iddah kepada pihak isteri. Apabila mantan suami mempunyai penghasilan yang cukup, maka pembayaran nafkah iddah dapat berjalan dengan lancar. Sebaliknya apabila mantan suami berpenghasilan hanya sedikit pembayaran kewajiban nafkah iddah sulit untuk dilaksanakan ditambah lagi oleh faktor suami sudah mempunyai isteri lagi. 89 Jika melihat suami yang tidak bisa membayar nafkah iddah secara keseluruhan, kemudian sudah habis jangka waktu yang diberikan dan ia tetap tidak dapat melunasi nafkah iddah tersebut, maka solusinya yang dapat diambil adalah hakim akan melakukan pendekatan secara baik-baik dengan pihak pemohon menanyakan apa pekerjaannya dan berapa penghasilannya, apabila mantan suami masih belum sanggup membayar dengan alasan tidak mempunyai uang, maka hakim akan meminta mantan suami untuk mengeluarkan dompetnya di hadapan sidang dan menanyakan berapa jumlah uang yang ada di dompetnya sekarang dan setelah itu hakim meminta mantan suami untuk mengeluarkan uangnya serta memberikan uang tersebut kepada mantan isterinya, memang tidak semua hakim melakukan hal tersebut namun hal tersebut jika sangat terpaksa dapat digunakan. Hal tersebut diatas dilakukan tentunya atas persetujuan kedua 89 Wawancara penulis dengan Dr. Assadurrahman, MH, Cikarang, 15 Januari 2014. belah pihak dan tidak ada paksaan dan biasanya isteri sudah dapat menerima dengan penuh pengertian dan keikhlasan. 90 Memang tidak ada peraturan yang mengatur sanksi hukum bagi suami yang enggan membayar nafkah isteri sebagai kompensasi dikabulkannya permohonan izin mentalak isteri. Jika kemudian suami tidak mau memenuhi kewajibannya, maka menurut madzhab Syafi’i nafkah tersebut menjadi hutang suami yang harus dipertanggung jawabkan. Hutang nafkah tersebut adalah hutang yang sah, tidak akan gugur kecuali kalau telah dilunasi atau dibebaskan. 91 Upaya dan langkah-langkah yang dilakukan oleh Pengadilan Agama Cikarang untuk terlaksananya pembayaran nafkah iddah dianggap sudah efektif. Sebab sampai penulis melakukan penelitian ini, belum ada pengajuan permohonan eksekusi yang diajukan oleh mantan isteri terhadap nafkah iddah yang belum dibayarkan oleh pihak pemohon dalam hal ini mantan suami. 90 Wawancara pribadi dengan R. Jaya Rahmat, S.Ag, M.Hum, Cikarang, 21 Januari 2014. 91 Sayyid Abiq, Fikih Sunnah Jilid 8, Bandung: PT. Al-Maarif, 1980, h. 160.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Agama Cikarang dalam putusan perkara nafkah iddah yaitu menggunakan dasar hukum KHI pasal 149 huruf a dan b yang berbunyi: “Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib: a Memberikan mut’ah yang layak kepada bekas isterinya, baik berupa uang ataupun benda, kecuali bekas isteri tersebut qobla al dukhul. b Memberikan nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas isteri selama dalam iddah, kecuali bekas isteri telah dijatuhi talak ba’in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil.” Mengenai jumlah besarnya nafkah iddah yang harus diberikan memang tidak ada ketentuan yang baku baik dalam hukum Islam maupun hukum perdata di Indonesia yang memuat aturan Undang-undang Perkawinan di Indonesia. Oleh sebab itu dalam menentukan besarnya jumlah nafkah iddah, para hakim Pengadilan Agama Cikarang berbeda-beda putusan antara perkara beda dengan kasus yang sama. Besarnya nafkah yang dikabulkan oleh Majelis Hakim tergantung pada faktor permintaan istri dan pertimbangan kemampuan suami dalam memenuhinya. 2. Pelaksanaan putusan Pengadilan Agama terkait nafkah iddah menganut dua cara yaitu: secara sukarela pada saat sidang ikrar talak dan yang kedua dengan cara paksa memalui proses eksekusi oleh pengadilan. Pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi apabila putusan Pengadilan Agama tidak 93 dilaksanakan. Jika suami tidak menjalankan atau membayar hak isteri berupa nafkah iddah, maka suami dipaksa untuk membayar sebelum pengucapan ikrar talak. Upaya Pengadilan Agama Cikarang untuk terlaksananya pembayaran nafkah iddah adalah dengan cara pendekatan baik-baik kepada para pihak agar tidak memberatkan salah satu pihak sehingga akan tercipta rasa keadilan dan untuk menjamin pelaksanaan Peradilan yang seadil-adilnya. Dan upaya tersebut tidak berdasarkan peraturan tertulis apapun, baik perundang-undangan, SK Mahkamah Agung, SK Pengadilan Tinggi Agama, maupun SK Pengadilan Agama.

B. Saran

1. Hendaklah langkah-langkah hukum yang dilakukan adalah langkah-langkah yang efektif dan efisien serta memberi keadilan kepada semua pihak. Sebab upaya hukum pengajuan eksekusi bagi istri untuk menuntut hak nafkahnya dari suami setelah perceraian dalam prakteknya tidak mungkin untuk dilaksanakan karena beberapa hal. 2. Hendaknya dibuat suatu peraturan yang mengatur sanksi hukum bagi suami yang enggan membayar nafkah istri sebagai kompensasi dikabulkannya permohonan izin mentalak istri, sebab perangkat hukum yang ada sekarang ini masih belum dapat memberikan jaminan terpenuhinya hak istri setelah ia diceraikan suaminya. Dalam kasus perceraian, istri berada dalam posisi yang lemah, sebab ia harus menaggung akibat hukum putusnya perceraian seperti menjalani iddah. DAFTAR PUSTAKA Al-Quran Al Karim A. Rasjid, Roihan. Hukum Acara Peradilan Agama. Jakarta: Rajawali Pers, 1991. Adi, Rianto. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, edisi III. Jakarta: Granit, 2010. Al Fauzan, Saleh. Fiqih Sehari-hari. Jakarta: Gema Insani, 2006. Al Juzairi. Fiqih Ala Madzahib Al Arba’ah Juz IV. Beirut: Darul Kutub Al Ilmiyah, 1990. Al-Barudi, Syeikh Imad Zaki. Tafsir Wanita. Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2007. al-Husain, Abdullah Ibn Hasan. Zadu Al-Mukhtaj bi Syahri al-Minhaj. Beirut: Al-Maktabah al-Isriyah, t.t. Ali, Zainuddin. Metode Penelitian Hukum, cet.II. Jakarta: Sinar Grafika, 2010. Al-Jaziri, Abdurrahman. Kitab Fiqh „ ala Madzhab al-Arba’ah, Juz 4, Beirut: t. tp., 1969. an-Nawawi, Muhammad bin Umar, Uqudulijain. Semarang: Pustaka Alawiyah, 1995. Artho, Mukti. Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003. Asmawi, Mohammad. Nikah: Dalam Perbincangan dan Perbedaan. cet. I. Yogyakarta: Darussalam, 2004. as-Sabuni, M. Ali, Rawa’I al-Bayan, Tafsir Ayat al-Ahkam. Makkah: Tnp, t.t. -------------, M. Ali, Tafsir Ayat-ayat Hukum dalam al-Quran, penerjemah: Saleh Mahfoed, Cet-1. Bandung: al- Ma’rif, 1994. Ayyub, Hasan. Fikih Keluarga. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001.