Wellek dan Warren tak lupa menekankan pula, yang terpenting untuk diingat bahwa rima mempunyai makna dan sangat terlibat dalam membentuk ciri puisi
secara keseluruhan. Kata-kata disatukan, dipersamakan atau dikontraskan oleh rima.
20
Sedangkan Ritma sangat berhubungan dengan bunyi dan juga berhubungan dengan pengulangan bunyi, kata, frasa dan kalimat, lebih jauh Waluyo
menjelaskan ritma sebagai berikut:
Ritma juga dapat di bayangkan seperti tembang mocopat dalam tembang jawa. Dalam tembang tersebut berupa
pemotongan bait-bait puisi secara berulang-ulang setiap 4 suku kata pada baris-baris puisi sehingga menimbulkan gelombang
yang teratur.
21
Adapun contoh ritma bisa kita lihat dari puisi karya Ali Hasjmy, yaitu ritma berupa pemenggalan baris-baris puisi menjadi dua bagianfrasa sebagai berikut:
Pagiku hilang sudah melayang Hari mudakusudah pergi
Kini petang datang melayang Batang usiaku sudah meninggi.
22
B. Struktur Batin Puisi
1 Tema
Mursal Esten mengatakan bahwa “sebuah cerita rekaan membutuhkan tema.
Tema ini akan dijalin di dalam sebuah plot cerita.”
23
Jika melihat dalam konteks puisi, tema sendiri merupakan gagasan pokok yang ingin disampaikan oleh
pengarang yang dimuat dalam karyanya.
24
20
Rene Wellek Austin Warren. loc. cit.
21
Herman J. Waluyo, Teori dan Apresiasi Puisi, Jakarta: Penerbit Erlangga, 1995 , h.94.
22
Ibid, h. 95.
23
Mursal Esten, Sastra Indonesia dan Tradisi Subk ultur, Bandung: Angkasa, 2013 , h.134.
24
Siswanto, op. cit., h. 124.
Dalam puisi, Waluy o menjelaskan bahwa tema merupakana “pokok pikiran
atau pokok persoalan yang begitu kuat mendesak dalam jiwa penyair, sehingga menjadi landasan utama pengucapannya.”
25
Waluyo mencontohkan jika ada desakan yang kuat berupa rasa belas asih atau kemanusiaan, maka puisi bertema
kemanusiaan. Jika yang kuat adalah dorongan untut memprotes ketidakadilan, maka tema puisinya adalah protes atau kritik sosial.
Tema puisi harus dihubungkan dengan penyairnya, dengan konsep-konsepnya yang terimajinasikan. Oleh sebab itu, tema bersifat khusus bagi penyair akan tetapi
menjadi objektif ketika di tangan khalayak atau pembaca.
26
Secara singkat tema dapat diartikan sebagai gagasan dasar yang menopang isi yang ada dalam karya
sastra, oleh sebab itu tema mengacu pada sebuah makna yang mengikat keseluruhan unsur-unsur apa yang ingin disampaikan oleh penyair sehingga hadir
sebagai sebuah kesatuan yang padu, seperti apa yang dikatakan oleh Angela Carter: “Some refer to the central idea, the thesis , or even the message of the
story, and that is roughly what we mean by theme: a generalization or abstraction from the story
.”
27
2 Suasana
Dalam menciptakan karya, perasaan penyair ikut diekspresikan dan harus dapat dihayati pembaca bagaimana suasana ang dibangun oleh penyair, contohnya
saja, dalam menghadapi tema keadilan sosial atau kemanusiaan penyair banyak menampilkan bagaimana kehidupan pengemis, gelandangan atau orang-orang yang
termarjinalkan.
25
Waluyo, op.cit., h 106.
26
Waluyo, op.cit., h 107.
27
“Sebagian mengacu pada ide pokok, kesimpulan, atau pesan dari cerita, dan itulah apa yang dimaksud dengan tema: penyederhanaan atau inti dari cerita
.” Baca: Jerome Beaty, et.al.,The Norton Introduction to Literature: Shorter Eighth Edition ,United States of America: W. W. Norton
Company, Inc., 2002, h.214.
Menurut Waluyo “suasana adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi itu atau akibat psi
kologis yang ditimbulkan puisi itu terhadap pembaca.”
28
Jadi kesimpulannya, dengan suasana yang dibangun dalam karyanya, penyair memberikan kesan yang lebih mendalam kepada pembaca. Puisi bukan hanya
ungkapan yang bersifat teknis, namun suatu ungkapan yang total karena seluruh aspek-aspek psikologis itu dikonsentrasikan dalam karyanya untuk memperoleh
komunikasi yang sempurna dengan pembacanya.
4 Amanat
Amanat biasanya memberikan manfaat dalam kehidupan secara praktis. Ia merupakan pesan dari pengarang yang memerlukan penafsiran sebagai bentuk
bahwa kita mampu memetik manfaat dari setiap karya . Setiap pembaca berbeda- beda menafsirkan makna dalam sebuah karya.
Sementara itu, Wahyudi Siswanto mengatakan bahwa sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa
dicari sebelum penyair menciptakan puisinya.
29
Misalnya seperti sebuah puisi yang merupakan sebuah alih wahana dari kisah wayang yang diambil dari
Mahabarata biasanya memberikan amanat bahwa kebaikan akan mengalahkan kejahatan. Amanat tersebut merupakan perang bagi diri sendiri yang sebagai
manusia memiliki sisi baik dan sisi jahat. Apa yang dikemukakan A.Teeuw semakin menjelaskan bahwa dalam setiap
karya terdapat amanat yang ingin disampaikan oleh penyair atau pengarang. Pendapat A.Teeuw merujuk pada apa yang dipaparkan oleh Horatius, orang yang
pertama kali mengatakan pada banyak pembaca sastra, bahwa pada dasarnya karya sastra bersifat utile dan dulce yang berarti dasarnya bermanfaat dan
nikmat.
30
28
Waluyo, op.cit., h 125.
29
Siswanto, op. cit., h. 125.
30
A. Teeuw, Sastra dan Ilmu Sastra, Jakarta: Pustaka Jaya, 1984, h. 8
3. Fungsi Puisi
Sastra berisi
pengetahuan, sebab
merupakan ungkapan
pengalaman pengarangnya. Pengetahuan kita terhadap sebuah situs sejarah misalnya, akan
lebih hidup dan berarti jika kita mengetahuinya latar belakang situs sejarah tersebut lewat cerita, semacam memberikan penggugah rasa atau mengevokasi
energi-energi yang dirasakan stagnan, dari mekanisme yang statis sehingga lebih dinamis atau bernyawa. Namun seorang sastrawan Amerika yang bernama Edgar
Allan Poe mengkritik bahwa fungsi puisi tidak terbatas sifatnya yang didaktis saja, Poe beranggapan sastra berfungsi menghibur, dan sekaligus mengajarkan
sesuatu.
31
Karya sastra merupakan peneladanan dan peniruan, sumber inspirasi dan kebenaran, sehingga melalui karya sastra tersebut masyarakat dapat bercermin,
melihat eksistensinya melalui orang lain yang disebut pengarang atau penyair. Oleh sebab-sebab itu dapat dikatakan bahwa karya sastra menunjukkan kepada
pembaca, yaitu jalan yang sebaiknya ditempuh. Sementara Subagio Sastrowardoyo mengungkapkan bahwa lewat puisi kita
diajak merefleksikan kembali kondisi yang ada di sekeliling kita, sehingga kehadiran puisi bagi masyarakat tidak bisa dianggap angin lalu. Lewat puisi juga
penyair mengajak masyarakat agar mempunyai persepsi bahwa “aku” di dalam bait-bait puisi a
dalah “kita”, guna membangun perasaan, tanggung jawab dan solodaritas yang kini semakin terkikis.
Subagio menjelaskan bahwa “setidak- tidaknya puisi hendak menyatakan nasib manusia yang terjepit, suatu human
predicament yang tidak dapat dihindari, apakah nasib buruk itu diderita oleh penyairnya sendiri secara pribadi atau oleh manusia pada umunya.”
32
Pendapat Subagio ternyata bisa dikaitan dengan penganut paham Marxis yang memposisikan karya sastra sebagai refleksi perjuangan kelas untuk melawan
31
Wellek Warren, op. cit., hlm.25
32
Subagio Sastrowardoyo, Pengarang Modern Sebagai manusia Perbatasan , Jakarta:Balai Pustaka, 1989, h. 109.
kaum kapitalis.
33
Hal serupa dikemukakan oleh Goenawan Mohamad, “bahwa seni mempertajam, membikin lebih intens penghayatan kita terhadap hal-hal dalam
kehidupan”
34
, bahkan ia mengutip pendapat Albert Camus yang mengatakan bahwa seni
adalah “pemberontakan” seniman kepada realitas.
35
Pernyataan Camus yang menganggap seni adalah “pemberontakan” bisa saja merujuk pada puisi-puisi karya WS.Rendra dan Wiji Tukul misalnya, yang
menempatkan puisi sebagai media untuk mengkritisi kaum konglomerat di era Orde
Baru yang
dianggap bergandengan
dengan pemerintah
sehingga menyebabkan robohnya sendi-sendi ekonomi masyarakat.
Pada proses penciptaanya, puisi menurut Eka Budianta, mudah sekali diberi muatan cinta, benci, keras atau lembut, lucu atau menegangkan. Eka berpendapat
bahwa penyair berpotensi membawa pendengar dan pembacanya menyelami, menghadapi dan mengatasi kekerasan. Dengan puisi dunia yang keras dapat
ditundukkan, dan dibangun kembali menjadi alam yang lembut, terhargai, dan tersyukuri.
36
Dalam hal ini tentu saja sah dan boleh memasukkan unsur kekerasan lalu mengolah kekerasan menjadi sebuah puisi yang hebat, namun alangkah sayangnya
bila puisi berhenti pada poin itu, sebab “manusia merupakan keseimbangan antara pikir akal yang menganalisis dan memecah-mecahkan suatu permasalahan dengan
hati dan dengan fantasi yang kreatif.”
37
Jadi kesimpulannya, puisi sebagai bagian dari karya sastra dan seni berfungsi sebagai media pengetahuan dan hiburan, mengacu pada kenyataan bahwa puisi
merupakan komunikasi antara penyair yang mengajak pembacanya merefleksikan keadaan guna membangun perasaan, tanggung jawab, dan hubungan sosial.
33
Endaswara, op. cit., hlm. 81.
34
Goenawan Mohamad, Kesusastraan dan Kekuasaan, Jakarta: PT Pustaka Firdaus, 1993, h.70.
35
Ibid
36
Eka Budianta, Senyum Untuk Calon Penulis, Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005, h. 36
37
S. Takdir Alisjahbana, Seni dan Satera di Tengah-tengah Pergolak an Masyarak at dan Kebudayaan, Jakarta: PT. Dian Rakyat, 1985, h.169.