40
BAB III PROFIL JOKO PINURBO
A. Biografi Singkat Joko Pinurbo
Joko Pinurbo dilahirkan di Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat, 11 Mei 1962. Menempuh pendidikan di SD Sukabumi, SMP Maguwa, Tahun 1981 tamat
dari SMA Seminari Mertoyudan Magelang 1981 dan, Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan kini Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta 1987. Selama mengajar di almamaternya dia sambil juga membantu majalah Basis. Ia juga pernah membantu jurnal Puisi.
1
Joko Pinurbo mengaku mulai gemar menulis puisi sejak di SMA. Puisi- puisinya tersebar di berbagai media dan buku antologi bersama. Pada awalnya
Joko Pinurbo menerbitkan puisi-puisinya dalam bentuk stensilan. Buku-buku stensilan itu adalah Sketsa Selamat Malam 1986 dan Parade Kambing 1986.
Kelak lahirlah buku-buku puisi Celana 1999, memperoleh hadiah sastra lontar 2001. Ia juga menerima Sih Award penghargaan puisi terbaik jurnal puisi 2001
untuk puisi Celana 1, Celana 2, dan Celana 3.
2
Joko Pinurbo diundang untuk membacakan puisinya di Festival Puisi Antarbangsa Winternachten Over-zee 2001, di Jakarta, Festival SastraSeni
Winternachten 2002 di Belanda, Forum Puisi Indonesia 2002 di Hamburg, Jerman, dan Festival Puisi Internasional-Indonesia 2002 di Solo.
Buku kumpulan puisinya Di Bawah Kibaran Sarung 2001 mendapatkan penghargaan sastra pusat bahasa Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2002.
Sebelumnya ia ditetapkan sebagai Tokoh Sastra Pilihan Tempo 2001. Tahun 2005 ia menerima Penghargaan Sastra Khatulistiwa untuk antologi puisi Kekasihku
2004. Buku kumpulan puisinya yang lain; Pacarkecilku 2002, Telepon Genggam 2003, Pacar Senja yang berisi seratus puisi pilihan 2005, Kepada
1
Joko Pinurbo, Telepon Genggam, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2003, hal.78.
2
Ibid
Cium 2007 dan Celana Pacarkecilku di Bawah Kibaran Sarung 2007 yang memuat tiga kumpulan sajaknya skaligus.
3
Kumpulan sajaknya Celana telah diterbitkan dalam bahasa Inggris dengan judul Touser Doll 2002. Selain ke
bahasa Inggris, sejumlah puisinya diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman dan Belanda.
B. Joko Pinurbo sebagai Penyair
Karya-karya Joko Pinurbo yang mengandung sentuhan jenaka yang membungkus tema-tema serius merupakan karya-karya yang seringkali menarik
kritikus untuk mengkaji. Meskipun seringkali cara pandangnya terhadap suatu tema diangkat secara jenaka atau terkesan main-main namun di sisi lain Joko
Pinurbo mengangkat hal-hal serius yang telah atau sedang berlangsung di tengah- tengah masyarakat, tema-tema yang diusungnya sangat penting dan menarik untuk
dikaji. Joko Pinurbo adalah penyair kontemporer yang memiliki kebebasan dari
bentuk, rima dan diksi yang dipilih. Puisi naratifnya sangat ringan ketimbang puisi dengan larik lirik yang rumit, namun, tetap sarat akan misteri dan
kedalaman. Hal serupa diungkapkan oleh Ignas Kleden yang menilai bahwa pada puisi Joko Pinurbo yang mendapat sorotan utama adalah badan, diselidikinya
dengan renungan yang intens, dan diberi peran ganda, baik sebagai tanda signifier maupun sebagai apayang hendak ditandai the signified.
4
Lebih dalam lagi Ignas menjelaskan sebagai berikut:
“Pandangan penyair terhadap badan, jauh dari pandangan erotis, yang melihat tubuh sebagai penjelmaan keindahan, daya
tarik atau sex appeal, tetapi lebih berupa suatu pandangan filosofis, yang kadang eksistensial, kadang ontologis sifatnya,
tetapi selalu disertai dengan humor yang kental uang kadang mendekati sarkasme.
”
5
3
Joko Pinurbo, Celana Pacark ecilk u di Bawah Kibaran Saruing , Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007.
4
Ignas Kleden, Sastra Indonesia dalam Enam Pertanyaan: Esai -esai Sastra dan Budaya, Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 2004, hal.247.
5
Ibid, hal. 248.
Puisi-puisi Joko Pinurbo adalah ironi-ironi yang diungkapkan dengan kata- kata banal. Ia merasa tidak perlu meletakkan puisi sebagai sesuatu yang sakral
meski tidak berarti ia menyepelekan suatu konteks yang membangun puisi itu sendiri. Sapardi mengatakan,
“beberapa sajak Joko Pinurbo mungkin lucu, terutama jika di lisankan di hadapan khalayak yang belum pernah secara cermat
membacanya. ”
6
Lebih jauh Sapardi menganggap benda-benda yang disebutkan dalam puisi Joko
Pinurbo merupakan
lambang-lambang yang
membentuk sistem
perlambangan tertentu yang erat sekali hubungannya dengan dunia bawah sadar. Sapardi mencontohkan ketika ia membaca puisi Joko Pinurbo yang berjudul
Boneka. Sajak Boneka 1 yang sedikit banyak menyidir keadaan masyarakat kita sekarang, menggambarkan seorang pembuat boneka yang tidak betah tinggal di
negerinya sendiri dan melarikan diri ke negara boneka.
7
Joko Pinurbo membuat strategi teks puisi yang berbeda dengan menghadirkan kekuatan komedi dan tragedi. Imaji-imajinya dalam setiap puisi
yang ia ciptakan bergerak dalam berbagai wacana dan terjadi sistem pemaknaan yang kompleks dan juga alur dari peristiwa-peristiwa dalam puisi-puisinya
diakhiri dengan konklusi yang tragis. Hal ini dapat dilihat lewat salah satu puisinya yang paling terkenal, yaitu Celana, 1. Dalam puisisi ini, komedi yang
terasa sejak awal kemudian berakhir menjadi tragedi yang berada dalam suatu totalitas kisah manusia dengan celana, yang seolah memberikan gambaran
bagaimana seorang manusia sangat bergantung pada sebuah celana, namun disisi lain celana seperti simbol eksistensialis dari seorang manusia.
Celana, 1 Ia ingin membeli celana baru
buat pergi ke pesta supaya tampak lebih tampan
dan meyakinkan.
6
Joko Pinurbo, Celana, Magelang: Indonesia Tera, 1999, hal.72.
7
Ibid, hal.71.
Ia telah mencoba seratus model celana di berbagai toko busana
namun tak menemukan satu pun yang cocok untuknya.
Bahkan di depan pramuniaga yang merubung dan membujuk-bujuknya
ia malah mencopot celananya sendiri dan mencampakkannya.
“Kalian tidak tahu ya aku sedang mencari celana
yang paling pas dan pantas buat nampang di
kuburan.” Lalu ia ngacir
tanpa celana dan berkelana
mencari kubur ibunya hanya untuk menanyakan:
“Ibu, kausimpan di mana celana lucu yang kupakai waktu bayi dulu?
Puisi Celana, 1 nampaknya menjadi awalan intensitas dan konsistensi Joko Pinurbo menuliskan puisi yang reflektif dan kontemplatif, yang dalam sebagian
puisi-puisinya mengandung sebuah kritik. Joko Pinurbo bermain dengan kenaifan, kenakalan, dan kritik yang kuat dalam bentuk puisinya yang naratif, jauh dari
tradisi lirik. “Kau adalah mata, aku airmatamu”, tulis Joko Pinurbo dalam sebuah
sajaknya yang berjudul Kepada Puisi. Joko Pinurbo menganggap jika puisi adalah mata, maka ia sebagai penyair adalah air mata. Mungkin bagi Joko Pinurbo antara
puisi dengan penyairnya terdapat sebuah hubungan yang intim, ini seperti mengacu pada sebuah anggapan yang mengatakan penyair adalah orang yang
harus „menzinahi‟ kata-kata hingga melahirkan bentuk puisi yang matang.
Alex R Nainggolan dalam esainya yang berjudul Diksi Genit Joko Pinurbo mengatakan,
penyair harus menemukan kesabarannya dengan menelurkan
idesajaknya “Bertelur”. Ia adalah pangeran sejati yang membuka rahasia kata paling dalam, menelusupinya dari hari ke hari, dan mengeraminya.
8
Alex menganggap Joko Pinurbo menyederhanakan semua ke kompleksan puisinya.Ia
menuliskan dengan pilihan kata yang sederhana, acapkali menjaga ruang antar kalimat, segalanya baur dan susunannya membuka peristiwa lain terhadap dunia.
Mungkin fragmen itu diambilnya hanya separuh, tetapi ia membuka kemungkinan masuknya muatan makna yang lain.
Bagi Alex, Joko Pinurbo merupakan penyair yang berhasil menempatkan kata-kata menjadi puisi yang kaya, dan yang paling mengagetkan adalah ketika
seolah-olah Joko Pinurbo pun mengamini hal itu. Dalam esainya yang dimuat dalam Harian Tempo ia mengemukakan bahwa dirinya sering kali menulis sajak
yang mencoba melebur lebih dari satu tema, bahkan kadang ia suka menulis sajak yang seakan-akan merupakan peleburan lebih dari satu puisi.
9
Dalam puisi-puisinya, Joko Pinurbo juga seolah tak mau ketinggalan menunjukkan proses kreatifnya dengan terbuka kepada para pembacanya. Kisah-
kisah dan konsep keberpuisian atau kepenyairannnya hadir dalam sebagian puisi- puisinya yang mengarah pada biografi penyair dan biografi puisi, akan tapi masih
kuat mengandung humor-humor yang tragis. Misalnya saja pada puisi Pinurbo berikut:
Orang Gila Baru Sesungguhnya saya malas membaca sajak-sajak saya sendiri.
Setiap saya membaca sajak yang saya tulis, dari balik gerumbul kata-kata tiba-tiba muncul orang gila baru
yang dengan setengah waras berkata,
“Numpang tanya, apakah anda tahu alamat rumah saya?” Kuantar ia ke rumah sakit jiwa dan dengan lembut kukatakan,
“Ini rumahmu. Beristirahatlah dalam damai.” Gila, ia malah mencengkeram leher baju saya dan meradang,
“Ini rumahmu, bukan rumahku.”
8
Alex R Nainggolan, Dik si Genit Jok o Pinurbo, dalam Harian Suara Merdek a, 05 Desember 2004.
9
Joko Pinurbo, Kepada Kekasihku, dalam Harian Tempo, 30 Oktober 2005.